Anda di halaman 1dari 91

LAPORAN HASIL STUDI

OUTSOURCING BACKOFFICE PERUSAHAAN EFEK





&&
&&
&&
&&
&&





2005




KATA PENGANTAR


Infrastruktur yang canggih dan terintregasi semakin menjadi kebutuhan
yang mendesak seiring dengan perkembangan teknologi dan perekonomian
dunia. Tuntutan akan terselenggaranya administrasi dan segala yang berkaitan
dengannya dengan cepat dan terintergrasi semakin menjadi tuntutan yang
utama.
Seiring dengan berjalannya kebutuhan-kebutuhan itu, maka
Perusahaan Efek sebagai ujung tombak industri Pasar Modal dituntut untuk
memiliki kemampuan dan kinerja yang prima. Baik dalam hal pengembangan
pemodal (terutama pemodal domestik) maupun dalam penyelanggaraan
pengendalian interen dan operasional sehari-hari. Sejalan dengan munculnya
ide-ide seperti universal banking dan alternative trading system, terkemuka
pula ide mengenai outsourcing back office. Ide ini sebenarnya bukan
merupakan ide yang orisinil mmengingat bahwa di sektor lain, misalnya
perbankan, outsourcing telah dilaksanakan dan bukan merupakan barang
baru.
Namun demikian, penerapan ide ini tetap harus memerlukan pemikiran
dan persiapan yang mapan. Penyesuaian terhadap kerangka perundang-
undangan dan peraturan yang berlaku masih tetap diperlukan, termasuk di
dalamnya prosedur pengawasan yang tepat.
Studi ini mencoba menggabungkan keinginan pelaku, dalam hal ini
Perusahaan Efek dan juga regulator dalam rangka kemungkinan penerapan
outsourcing sebagai salah satu pilihan untuk lebih mengefisienkan operasional
Perusahaan Efek.
i
Akhirnya, tim berharap bahwa hasil penelitian ini akan dapat bermanfaat
bagi pengembangan Pasar Modal pada umumnya dan operasional
Perusahaan Efek pada khusunya.


Wassalam,
J akarta, November 2005


Arif Baharudin
Ketua Tim Studi

ii
DAFTAR ISI


Hal
Kata Pengantar. i
Daftar Isi. iii
Daftar Tabel .. v
Daftar Lampiran vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..
B. Organisasi Studi
C. Tujuan Studi ...
D. Metode Studi
E. Ruang Lingkup Studi
F. Objek Studi...
G. Sistematika Penulisan ...
H. Waktu Studi .
1
1
3
4
4
5
5
6
7
BAB II STUDI PUSTAKA .............
A. Aturan Umum Pelaksanaan IOSCO.
B. Praktek-praktek di Negara Lain...........
8
8
22
BAB III PRAKTEK PELAKSANAAN OUTSOURCING BACK OFFICE DI
INDONESIA..
A. Kondisi Riil di Indonesia.
B. Peraturan yang Berlaku di Indonesia...
C. Data yang Diperoleh .
38
38
44
52
BAB IV ANALISA DATA.
A. Kondisi Ideal dan Peraturan yang Berlaku............
B. Analisa Atas Data Kuisioner dan Wawancara/Diskusi dengan
Pelaku...
68
68
72
iii
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan............
B. Rekomendasi.
79
79
81

Daftar Pustaka
Lampiran - lampiran


iv
DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran 1 Surat Keputusan Pengangkatan Tim Studi Perusahaan Efek
Lampiran 2 Kuesioner tentang Outsourcing Back Office
Lampiran 3 Peraturan Bapepam Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Interen
dan Penyelenggaraan Pembukuan oleh Perusahaan Efek
Lampiran 4 Peraturan Bapepam Nomor V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian
Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek

vii
DAFTAR TABEL


Hal
Tabel 1 Pengetahuan tentang Outsourcing Back Office 54
Tabel 2 Fungsi/kegiatan Perusahaan Efek (PE) yang Dapat
Didelegasikan Kepada Pihak Lain
54
Tabel 3 Institusi Yang Dapat Diberikan Wewenang Fungsi/Kegiatan
Yang Dapat Didelegasikan
55
Tabel 4 Persyaratan khusus untuk Penyedia J asa 55
Tabel 5 Persyaratan yang diperlukan bagi Penyedia J asa 56
Tabel 6 Apakah persyaratan-persyaratan tersebut harus ditetapkan
melalui peraturan bapepam
56
Tabel 7 Perijinan Penyedia J asa di Bapepam 56
Tabel 8 Penerapan Outsourcing Back Office (OSBO) pada PE 57
Tabel 9 Efek Penerapan OSBO bagi PE 58
Tabel 10 Adakah Pihak Lain yang Diuntungkan 58
Tabel 11 Peranan OSBO dalam Mempengaruhi Kinerja Perusahaan
(meningkatkan jumlah nasabah)
59
Tabel 12 Peranan OSBO dalam Mempengaruhi Kinerja Perusahaan
(melayani nasabah)
59
Tabel 13 PE Menjadi Outsourcing Company bagi PE lainnya 59
Tabel 14 Alasan suatu PE tidak dapat menjadi Penyedia J asa bagi
PE lain
60
Tabel 15 Alasan suatu PE dapat menjadi Penyedia J asa bagi PE lain 60
Tabel 16 Yang perlu diatur oleh Bapepam dalam penerapan OSBO 61
Tabel 17 Kemungkinan Penerapan OSBO di Pasar Modal Indonesia 62
v
Tabel 18 Rencana Responden jika OSBO diterapkan 62
Tabel 19 Yang Paling Penting Bagi Perusahaan Bila Melakukan
OSBO
63
Tabel 20 Bentuk Keterbukaan informasi yang ideal/informative bagi
para pemodal dalam skema OSBO
63

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasar Modal Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan
yang cukup pesat, baik dalam hal kuantitas yang ditunjukkan melalui
perkembangan nilai transaksi perdagangan Efek maupun dalam hal
kualitas inovasi sistem dan perkembangan teknologi Pasar Modal.
Pesatnya perkembangan Pasar Modal Indonesia ini tidak terlepas
dari upaya Indonesia untuk selalu mengikuti perkembangan terakhir dari
praktik-praktik yang berlaku di negara-negara yang menjadi barometer
perkembangan Pasar Modal dunia seperti Korea Selatan, Malaysia, Inggris,
dan Singapura serta prinsip-prinsip dan kajian-kajian terbaru yang banyak
dikeluarkan oleh organisasi Pasar Modal dunia antara lain seperti IOSCO.
Beberapa praktik yang telah lama menjadi common practice di Pasar
Modal dunia, saat ini telah mulai diterapkan di Indonesia seperti penerapan
scripless trading dan remote trading. Sementara itu beberapa praktik
lainnya saat ini sedang mulai dikaji untuk dapat diterapkan di Pasar Modal
Indonesia. Salah satu perkembangan yang menarik untuk dikaji
penerapannya di Indonesia adalah praktik outsourcing oleh Perusahaan
Efek.
Yang dimaksud dengan praktik outsourcing adalah pengalihan tugas
back office Perusahaan Efek khususnya fungsi kustodian dan fungsi
pembukuan Perusahaan Efek kepada perusahaan lain yang khusus
bergerak di bidang pengembangan teknologi back office Perusahaan Efek.
Sebagaimana diketahui untuk mengembangkan teknologi back office yang
cukup baik dan selalu up to date diperlukan investasi yang cukup besar,
1
baik dalah hal investasi dana maupun investasi sumber daya manusia. Hal
ini merupakan salah satu kendala yang cukup mengganggu perkembangan
sistem back office Perusahaan Efek berskala menengah dan kecil.
Selain itu pertimbangan efisiensi juga menjadi salah satu faktor positif
dari kemungkinan penerapan praktik outsourcing bagi Perusahaan Efek di
Indonesia. Dimana dengan pengalihan tugas back office Perusahaan Efek
kepada perusahaan lain mengakibatkan perusahaan dapat memusatkan
perhatiannya secara penuh pada bidang marketing dan peningkatan
volume transaksi perdagangan nasabahnya.
Namun demikian penerapan praktik outsourcing tersebut memerlukan
kajian lebih lanjut yang lebih mendalam mengingat beberapa peraturan
Bapepam yang berlaku saat ini tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya
praktik outsourcing di Pasar Modal Indonesia.
Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995
tentang Pasar Modal Pasal 35 huruf b tentang pengungkapan nama atau
kegiatan nasabah, dan Peraturan Bapepam Nomor: V.D.3 tentang
Pengendalian Interen dan Penyelenggaraan Pembukuan oleh Perusahaan
Efek, membatasi kemungkinan diterapkannya praktik outsourcing di
Indonesia.
Hal ini mengingat penerapan praktik outsourcing akan
mengakibatkan perubahan yang cukup mendasar terhadap praktik yang
sudah berlaku selama ini, antara lain: perubahan fungsi dan tanggung
jawab Perusahaan Efek terhadap fungsi kustodian dan pembukuan yang
akan dialihkan kepada pihak lain, keamanan dan kerahasiaan data nasabah
yang disimpan oleh pihak lain, serta timbulnya hubungan yang tidak
langsung antara nasabah Perusahaan Efek dengan pihak yang
menyediakan layanan outsorcing.
2
Oleh karena itu, sehubungan dengan rencana penerapan praktik
outsourcing bagi Perusahaan Efek di Indonesia, diperlukan suatu kajian
yang komprehensif oleh suatu tim studi dari Bapepam untuk mengkaji
semua aspek yang terkait didalamnya antara lain; prinsip-prinsip yang
berlaku secara internasional, model/contoh yang telah dilaksanakan di
negara lain, pendapat dan tanggapan pelaku pasar terhadap dampak
diterapkannya praktik outsourcing, serta kemungkinan dilakukannya revisi
terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Pasar Modal
Indonesia.
B. Organisasi Studi
Tim studi tentang Outsourcing di Pasar Modal Indonesia bekerja
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 254/KM.1/2005 tentang Pembantukan Tim Studi Outsourcing Back
Office Perusahaan Efek dan Surat Keputusan Ketua Pelaksana Tim Studi
tentang Outsourcing di Pasar Modal Indonesia Nomor: Kep-
01/PM/TS.03/2005 tanggal 1 J uli 2005 tentang Pengangkatan Anggota
Pembantu Pelaksana dan Sekretariat Tim Studi Tentang Outsourcing di
Pasar Modal Indonesia (surat keputusan terlampir).
Tim beranggotakan pegawai Bapepam dengan komposisi sebagai
berikut :
a. 1 (satu) orang Ketua Tim merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang Wakil Ketua Tim merangkap anggota;
c. 1 (satu) orang Sekretaris Tim merangkap anggota;
d. 9 (sembilan) orang Pelaksana;
e. 4 (empat) orang Pembantu Pelaksana; dan
f. 2 (dua) orang Staf Sekretariat.
3
C. Tujuan Studi
Tim studi ini dibentuk dengan tujuan :
a. Mengkaji kemungkinan diterapkannya praktik Outsourcing di Pasar
Modal Indonesia;
b. Mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dalam penerapan
praktik Outsourcing di Indonesia;
c. Mencari solusi terbaik atas penerapan praktik Outsourcing di Pasar
Modal Indonesia; dan
d. Memberikan rekomendasi berdasarkan hasil studi kepada Pihak yang
terkait dalam penerapan praktik Outsourcing.
D. Metode Studi
Untuk memperoleh data dan atau informasi yang dibutuhkan dalam
studi ini dilakukan melalui :
a. Studi kepustakaan
Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur dari berbagai
sumber yang terkait dengan outsourcing. Literatur-literatur tersebut
diperoleh dengan melakukan browsing terhadap website-website
organisasi Pasar Modal dunia seperti IOSCO, website-website kajian
tentang praktik outsourcing dan website-website Pasar Modal di
beberapa negara yang telah menerapkan praktik Outsourcing.
Disamping itu, studi juga dilakukan terhadap peraturan-peraturan Pasar
Modal Indonesia yang terkait dengan penerapan praktik outsourcing di
Indonesia.
b. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk memperoleh masukan dari para pelaku
pasar terutama dari Perusahaan Efek dan beberapa perusahaan
4
penyedia jasa sistem teknologi informasi Pasar Modal. Dari studi
lapangan ini diharapkan terlihat pandangan umum dari para pelaku
pasar terhadap wacana penerapan Outsourcing di Pasar Modal
Indonesia. Masukan-masukan tersebut diperoleh dengan melakukan :
- Penelitian survey melalui penyebaran kuesioner terhadap sejumlah
kelompok responden yang terbagi atas Perusahaan Efek dan
Penyedia J asa Teknologi Informasi Pasar Modal, dimana pemilihan
responden dilakukan dengan metode penarikan contoh acak (random
sampling);
- Diskusi dengan beberapa narasumber yang mewakili para pelaku
pasar yakni PT Dhanawibawa Artacemerlang, PT Sarijaya Permana
Sekuritas dan PT Megatech Global Mitrausaha.
E. Ruang Lingkup Studi
Ruang lingkup studi adalah mempelajari secara umum praktik-praktik
Outsourcing di beberapa negara dan peraturan-peraturan pelaksanaanya
serta melakukan kajian tentang kemungkinan penerapannya di Pasar Modal
Indonesia.
F. Objek Studi
Sebagai objek dalam studi ini adalah :
a. Praktik Outsourcing di beberapa negara di Malaysia, Korea, Singapura
dan Inggris untuk bahan perbandingan. Studi diarahkan pada
pelaksanaan praktik Outsourcing dan peraturan-peraturan yang
mendukung praktik Outsourcing di negara-negara tersebut.
b. Pandangan dan tanggapan umum dari para pelaku pasar yakni
Perusahaan Efek Pemilik Ijin Perantara Pedagang Efek, Penjamin Emisi
Efek dan Manajer Investasi serta perusahaan penyedia jasa teknologi
5
informasi Pasar Modal terhadap kemungkinan penerapan praktik
Outsourcing di Indonesia.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tim studi Outsourcing di Pasar Modal Indonesia
dibagi dalam lima bagian sebagai berikut :
Bab I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang penelitian, organisasi studi, maksud dan tujuan
penelitian, metode penelitian, ruang lingkup studi, obyek penelitian,
sistematika penulisan dan jangka waktu penelitian.
Bab II STUDI PUSTAKA
Berisi jabaran aturan umum pelaksanaan IOSCO dan praktik-praktik yang
selama ini berlaku di negara-negara Korea Selatan, Malaysia, Inggris dan
Singapura, yang meliputi pada pelaksanaan praktik Outsourcing dan
peraturan-peraturan yang mendukung praktik Outsourcing di negara-negara
tersebut.
Bab III PRAKTIK PELAKSANAAN OUTSOURCING BACK OFFICE DI
INDONESIA
Berisi uraian mengenai kondisi riil penerapan pelaksanaan dan pengaturan
back office Perusahaan Efek di Indonesia, serta pemaparan hasil pendapat
dari para responden melalui kuesioner yang di sebarkan oleh Tim.
Bab IV ANALISA DATA
Berisi uraian dan analisa dari pengumpulan studi yang telah dilaksanakan
berupa analisa mengenai kondisi dan peraturan yang ideal bagi Indonesia,
analisa data kuesioner, wawancara dan pengumpulan data secara
langsung dari nara sumber berupa presentasi dan diskusi terkait dengan
penerapan praktik Outsourcing di Indonesia yakni aspek hukum, perubahan
6
mendasar sistem back office perusahaan Efek dan kebutuhan Perusahaan
Efek.
Bab V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berisi simpulan dari hasil studi atas kemungkinan penerapan praktik
Outsourcing di Indonesia dan rekomendasi yang diajukan tim studi
berdasarkan hasil studi yang diperoleh.
H. Waktu Studi
J angka waktu studi sejak masa persiapan, pelaksanaan studi, sampai
dengan penyusunan laporan dilakukan dilakukan pada tahun anggaran
2005 sejak J anuari 2005 sampai dengan Desember 2005.



7
BAB II
STUDI PUSTAKA

A. Aturan Umum Pelaksanaan IOSCO
Sehubungan dengan outsourcing sebagian fungsi perusahaan,
International Organization of Securities Commissions (IOSCO) telah
menerbitkan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan pedoman bagi pihak-pihak
terkait. Secara garis besar pedoman yang ditetapkan dalam pedoman
tersebut antara lain adalah berkaitan dengan:
1. Materialitas Outsourcing.
2. Akuntanbilitas Dan Ruang Lingkup Outsourcing.
3. Outsourcing Pada Pihak Terafiliasi.
4. Outsourcing Secara Cross-Border Atau Lintas Batas Negara.
Secara lengkap prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam IOSCO
Principles on Outsourcing of Financial Services for Market Intermediaries
dapat diuraikan sebagai berikut:
Topik 1: Uji Tuntas Dalam Pemilihan Dan Pengawasan Penyedia
Layanan Dan Kinerja Penyedia Layanan.
Prinsip: Perusahaan yang akan melakukan outsourcing wajib
mengadakan proses uji tuntas yang sesuai atau memadai dalam
memilih pihak ketiga sebagai penyedia layanan yang layak dan dalam
mengawasi kinerja selanjutnya.
Penting bagi perusahaan-perusahaan yang akan melakukan outsourcing
untuk mengadakan uji kehati-hatian, uji kemampuan dan uji tuntas dalam
memilih pihak ketiga sebagai penyedia layanan, sehingga mereka akan
merasa puas karena pihak ketiga sebagai penyedia layanan tersebut
kemampuan dan kapasitas untuk menjalankan kewajiban pelayananannya
secara efektif.
8
Disamping itu, perusahaan yang melakukan outsorcing juga harus
menetapkan proses dan prosedur yang layak untuk memonitor kinerja pihak
ketiga sebagai Penyedia Layanan tersebut. Dalam menetapkan tingkat
kelayakan monitoring terhadap proses dan prosedur, perusahaan yang
melakukan outsourcing wajib mempertimbangkan materialitas atau
kepentingan dari kegiatan atau urusan yang di-outsource terhadap
kelangsungan usaha perusahaan yang melakukan outsourcing dan
kewajiban-kewajiban hukumnya.
Cara-cara penerapan:
Diharapkan perusahaan-perusahaan yang melakukan outsourcing akan
menerapkan cara-cara yang layak untuk menjamin bahwa mereka telah
memilih penyedia layanan yang sesuai atau cocok dan bahwa penyedia
layanan tersebut telah dimonitor secara layak sesuai dengan layanan yang
disediakannya. Cara-cara penerapan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dokumentasi proses dan prosedur yang memungkinkan perusahaan
yang melakukan outsourcing memastikan, sebelum pemilihan,
kemampuan dan kapasitas pihak ketiga sebagai penyedia layanan
untuk melaksanakan kegiatan atau urusan yang di-outsource-kan
secara efektif, terpercaya dan dengan standar yang tinggi, termasuk
kemampuan penyedia layanan secara teknis, finansial dan sumber
daya manusia bersama-sama dengan faktor-faktor risiko potensial
yang menyertai jika menggunakan penyedia layanan tertentu;
2. Dokumentasi proses dan prosedur yang memungkinkan perusahaan
yang melakukan outsourcing untuk memonitor kinerja pihak ketiga
sebagai penyedia layanan dan kepatuhan atau ketaatannya terhadap
kewajiban-kewajibannya berdasarkan kontrak perjanjian, termasuk
proses dan prosedur yang secara jelas mendefinisikan parameter
yang mengukur tingkat layanan dan menspesifikasikan tingkat
layanan yang dikehendaki;
9
3. Menetapkan ukuran secara jelas yang akan mengukur tingkat
pelayanan dan menentukan secara khusus tingkat pelayanan apa
yang diperlukan;
4. Menetapkan aturan-aturan untuk mengidentifikasi dan melaporkan
segera adanya ketidakpatuhan dan kinerja yang tidak memuaskan
kepada perusahaan yang melakukan outsourcing termasuk
kemampuan untuk menilai kualitas pelayanan yang dilakukan oleh
penyedia layanan secara teratur.
Topik 2: Kontrak Perjanjian Dengan Sebuah Penyedia Layanan
Prinsip: Harus dibuat suatu kontrak tertulis antara perusahaan yang
melakukan outsourcing dan setiap pihak ketiga penyedia layanan yang
mengikat secara hukum, bentuk dan rincian kontrak tersebut wajib
disesuaikan dengan materialitas atau kepentingan dari kegiatan atau
urusan yang di-outsourced-kan terhadap kelangsungan usaha
perusahaan yang melakukan outsourcing tersebut.
Suatu kontrak tertulis yang mengikat secara hukum antara suatu
perusahaan yang melakukan outsourcing dan suatu penyedia layanan
merupakan suatu alat manajemen yang penting. Ketentuan-kentuan dalam
perjanjian yang memadai dapat mengurangi risiko-risiko kegagalan
pelaksanaan atau perselisihan mengenai ruang lingkup atau cakupan,
karakteristik, dan kualitas layanan yang diberikan atau disediakan. Suatu
kontrak perjanjian tertulis akan membantu menfasilitasi pengawasan
terhadap kegiatan-kegiatan yang di-outsource-kan oleh perusahaan yang
melakukan outsourcing dan atau oleh regulator pasar modal.
Tingkat kerincian dari isi perjanjian tertulis tersebut harus mencerminkan
tingkat pengawasan, penilaian, pemeriksaan dan auditing yang diperlukan,
serta risiko-risiko, ukuran, dan kompleksitas dari kegiatan-kegiatan yang di-
outsource-kan terkait.

10
Cara-cara penerapan:
Suatu perusahaan yang melakukan outsourcing diharapkan membuat
kontrak perjanjian tertulis yang mengikat secara hukum antara dirinya
dengan pihak ketiga sebagai penyedia layanan, sesuai dengan materialitas
atau kepentingan kegiatan-kegiatan yang di-outsource-kan terhadap
kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Perjanjian dapat menetapkan
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan:
1. Pembatasan-pembatasan atau persyaratan-persyaratan, jika ada,
tentang kewenangan dari penyedia layanan untuk mengadakan sub
kontrak dan sampai sejauh mana sub kontrak diperbolehkan, dan
kewajiban-kewajiban berkaitan dengan hal tersebut, jika ada;
2. Kerahasiaan perusahaan yang melakukan outsourcing dan nasabah.
3. Merumuskan tanggung jawab dari perusahaan yang melakukan
outsourcing dan tanggung jawab dari penyedia layanan dan sub
kontraktor, jika ada, dan bagaimana tanggung jawab-tanggung jawab
tersebut akan diawasi;
4. Tanggung jawab-tanggung jawab terkait dengan keamanan Teknologi
Informasi;
5. Pengaturan pembayaran-pembayaran;
6. Pertanggungjawaban dari penyedia layanan kepada perusahaan
yang melakukan outsourcing atas pelayanan yang tidak memuaskan
atau pelanggaran-pelanggaran lainnya atas perjanjian;
7. J aminan dan ganti rugi;
8. Kewajiban penyedia layanan untuk menyediakan, jika diminta, setiap
catatan, informasi dan atau bantuan berkaitan kegiatan-kegiatan yang
di-outsorce-kan kepada perusahaan yang melakukan outsourcing,
auditornya dan atau regulatornya;
11
9. Mekanisme untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin timbul
dalam perjanjian outsourcing;
10. Ketentuan-ketentuan tentang kelangsungan usaha;
11. Ketentuan tentang pilihan hukum, dalam hal perjanjian outsourcing
lintas negara;
12. Pengakhiran perjanjian, transfer informasi dan exit strategies.
Topik 3: Keamanan Teknologi Informasi dan Kelangsungan Usaha
Perusahaan yang Melakukan Outsourcing.
Prinsip: Perusahaan yang melakukan outsourcing harus mengambil
kebijakan yang memadai untuk menentukan bahwa:
1. Prosedur telah tersedia untuk melindungi kekayaan perusahaan
yang melakukan outsourcing dan informasi berkaitan dengan
nasabah dan perangkat lunak (software);
2. Penyedia layanannya membuat dan memelihara prosedur
darurat dan suatu rencana tanggap darurat dengan pengujian
secara teratur terhadap fasilitas back up yang ada.
Sistem teknologi informasi yang efektif dan terpercaya atau handal sangat
fundamental bagi kelangsungan usaha Perusahaan Efek. Laporan dari
IOSCO Internet Task Force pada bulan J uni 2001 mencatat bahwa
kerusakan dalam kapasitas Teknologi Informasi yang mengganggu akses
ke dalam pasar dapat mempengaruhi perdagangan dan posisi keuangan
investor. Pembobolan atau pelanggaran keamanan dapat menurunkan
kepentingan investor akan privacy dan mempunyai dampak yang merusak
bagi reputasi perusahaan yang melakukan outsourcing, yang pada akhirnya
menyebabkan hilangnya kepercayaan pasar dan berdampak pada profil
risiko perusahaan secara keseluruhan. Terlebih lagi, keamanan Teknologi
Informasi yang kuat sangat penting terutama karena data rinci mengenai
asset nasabah atau asset mereka sendiri mungkin rawan diakses oleh
12
pihak-pihak yang tidak berwenang atau bertanggung jawab. Oleh karena itu,
perusahaan-perusahaan yang melakukan outsourcing harus meneliti untuk
memastikan bahwa penyedia layanan memelihara keamanan Teknologi
Informasi yang memadai dan kemampuan tanggap darurat yang memadai.
Sebagai bagian dari pemeriksaan hal-hal tersebut, suatu perusahaan yang
melakukan outsourcing juga harus memperhatikan apakah timbul masalah-
masalah tambahan ketika outsourcing dilaksanakan secara lintas batas
negara.
Cara-cara penerapan:
Perusahaan-perusahaan yang melakukan outsourcing diharapkan
mengambil langkah-langkah yang memadai, dalam kasus-kasus penting
didasarkan pada materialitas atau kepentingan fungsi-fungsi yang di-
outsource-kan, bahwa penyedia layanan telah memiliki program keamanan
Teknologi Informasi yang komprehensif. Langkah-langkah tersebut meliputi:
1. Spesifikasi persyaratan keamanan sistem yang digunakan oleh
penyedia layanan, termasuk kebijakan-kebijakan teknis dan
kelembagaan yang akan diambil dalam rangka perlindungan kepada
perusahaan dan data tentang nasabah. Pemeliharaan yang memadai
wajib dilakukan untuk menjamin bahwa keamanan Teknologi
InformasiI melindungi kerahasiaan atau privasi nasabah perusahaan
yang melakukan outsourcing sebagaimana dimandatkan oleh
undang-undang;
2. Persyaratan-pesyaratan yang menetapkan bahwa penyedia layanan
memiliki aturan-aturan yang memadai untuk menjamin keamanan
software perusahaan yang melakukan outsourcing serta setiap
software yang dikembangkan oleh penyedia layanan yang akan
digunakan untuk kepentingan perusahaan yang melakukan
outsourcing;
13
3. Spesifikasi atas hak-hak masing-masing pihak untuk mengubah atau
mensyaratkan perubahan-perubahan terhadap prosedur dan
persyaratan-persyaratan keamanan dan keadaan-keadaan dimana
perubahan tersebut mungkin terjadi;
4. Ketentuan yang mengatur tentang prosedur darurat dan rencana
penaggulangan bencana dan keadaan darurat oleh penyedia layanan
serta hal-hal tertentu yang mungkin perlu diatur dalam hal
perusahaan yang melakukan outsourcing menggunakan penyedia
layanan dari luar negeri atau asing;
5. Dimana diperlukan, hal ini termasuk tanggung jawab penyedia
layanan untuk menyediakan back up dalam rangka melindungi
program dan arsip data serta kewajiban pelaporan;
6. Dimana diperlukan, ketentuan dan persyaratan yang berkaitan
dengan penggunaan sub kontraktor dalam pengamanan Teknologi
Informasi dan langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalisir
atau memperkecil risiko-risiko yang timbul dari pelaksanaan sub
kontrak tersebut;
7. Dimana diperlukan, persyaratan melakukan pengujian oleh penyedia
layanan terhadap sistem-sistem yang penting atau utama dan fasilitas
back up secara periodik untuk menilai kemampuan penyedia layanan
melaksanakan kewajibannya secara layak walaupun dalam kondisi
pasar dan atau fisik yang tidak normal atau luar biasa pada
perusahaan yang melakukan outsourcing, pada penyedia layanan
atau pada keduanya dan untuk menentukan apakah kapasitas yang
cukup memadai tersedia dalam segala keadaan yang bersangkutan;
8. Persyaratan keterbukaan atau pengungkapan oleh penyedia layanan
mengenai pelanggaran dalam keamanan yang menyebabkan
terjadinya penyusupan oleh pihak yang tidak berwenang (baik
disengaja maupun tidak disengaja, baik diakui maupun tidak) yang
14
berdampak terhadap perusahaan yang melakukan outsourcing atau
nasabahnya, termasuk laporan tentang tindakan-tindakan yang
diambil;
9. Ketentuan-ketentuan dalam rencana tanggap darurat di perusahaan
yang melakukan outsourcing sendiri yang mengatur mengenai
keadaan-keadaan dimana satu atau lebih penyedia layanan gagal
melaksanakan dengan baik kewajiban-kewajiban sebagaimana
ditetapkan dalam kontrak. J ika diperlukan, hal ini dapat meliputi
pelaporan oleh perusahaan yang melakukan outsourcing kepada
regulatornya. Perusahaan yang melakukan outsourcing mungkin
perlu untuk mensyaratkan dalam kontrak segala informasi dari
penyedia layanan untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Topik 4: Masalah Kerahasiaan Nasabah
Prinsip: perusahaan yang melakukan outsourcing wajib mengambil
langkah-langkah yang memadai untuk mensyaratkan bahwa penyedia
layanan melindungi informasi rahasia berkaitan dengan kekayaan atau
asset perusahaan yang melakukan outsourcing dan informasi lainnya,
serta informasi tentang nasabah dari perusahaan yang melakukan
outsourcing terhadap pengungkapan kepada pihak yang tidak
berwenang, baik secara sengaja maupun tidak disengaja.
Pengungkapan oleh pihak yang tidak berwenang tentang informasi
perusahaan dan nasabah yang bersifat rahasia dapat menyebabkan
sejumlah konsekuensi negatif. Pengungkapan tersebut dapat merusak
reputasi perusahaan, menimbulkan kerugian finansial dan kerugian atau
berisiko terhadap informasi kekayaan atau portofolio (termasuk rahasia
dagang perusahaan yang melakukan outsourcing). Disamping itu,
pengungkapan tersebut juga dapat berakibat pada pengungkapan informasi
yang bersifat pribadi dan sensitif mengenai seseorang yang memiliki
pengharapan dan beralasan untuk dihargai privasinya dan kemungkinan
15
dapat berakibat pula pada kerugian finansial yang besar bagi nasabah
perusahaan yang melakukan outsourcing, sehingga perusahaan tersebut
menanggung kewajiban finansial terhadap nasabahnya dan atau
regulatornya dan mungkin berdampak pada kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansialnya (solvency).
J ika diperlukan, regulator dapat menentukan untuk melakukan penilaian
atau review perlindungan-perlindungan yang dibuat antara perusahaan
yang melakukan outsourcing dan penyedia layanan dan juga dapat
melakukan review atas ketentuan-ketentuan yang dibuat antara penyedia
layanan dengan agen-agennya yang berdampak pada data dan atau
pemanfaatannya, sehingga tidak diperbolehkan adanya pengungkapan oleh
pihak yang tidak berwenang diantara beberapa penyedia layanan.
Cara-cara penerapan:
Perusahaan-perusahaan tersebut di atas yang terlibat dalam outsourcing
diharapkan untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
menegaskan bahwa informasi perusahaan dan nasabah yang bersifat
rahasia tidak disalahgunakan atau diselewengkan. Langkah-langkah
tersebut termasuk memasukkan ketentuan dalam kontrak dengan penyedia
layanan yang:
1. Melarang penyedia layanan dan agen-agennya menggunakan atau
mengungkapkan informasi tentang asset perusahaan yang melakukan
outsourcing atau nasabahnya, kecuali bila diperlukan dalam rangka
pemenuhan kontrak pelayanan;
2. Dimana diperlukan, termasuk ketentuan dan persyaratan terkait dengan
pengaturan tentang penggunaan sub kontraktor berkenaan dengan
kerahasiaan perusahaan dan nasabahnya.
Perusahaan yang melakukan outsourcing juga harus mempertimbangkan
apakah perlu untuk memberitahukan kepada nasabah bahwa data nasabah
16
mungkin dikirimkan kepada penyedia layanan, dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Regulator wajib mewaspadai apakah perusahaan yang melakukan
outsourcing berada dalam wilayah yurisdiksi telah mengambil langkah-
langkah yang memadai untuk memonitor hubungannya dengan penyedia
layanan berkenaan dengan perlindungan terhadap informasi tentang
perusahaan dan nasabah yang bersifat rahasia.
Topik 5: Pemusatan fungsi-fungsi outsourcing
Prinsip: Regulator harus berhati-hati atau mewaspadai risiko-risiko
yang dihadapi dimana suatu penyedia layanan menyediakan layanan
outsourcing kepada institusi-institusi yang diatur oleh beberapa
otoritas.
J ika beberapa perusahaan yang melakukan outsourcing menggunakan satu
penyedia layanan yang sama, maka akan berakibat pada pemusatan risiko
operasional, dan kemungkinan juga akan menghadapi risiko sistemik.
Sebagai contoh, jika penyedia layanan secara tiba-tiba dan tidak diduga
menjadi tidak dapat melaksanakan pelayanan fungsi yang sangat penting
bagi sebagian besar perusahaan yang melakukan outsourcing, maka
masing-masing perusahaan juga akan mengalami kegagalan yang sama.
Demikian pula, jika banyak perusahaan yang melakukan outsourcing
bergantung pada penyedia layanan kelangsungan usaha, misalnya lokasi
penanggulangan bencana yang sama, suatu gangguan yang menghantam
sebagian besar perusahaan-perusahaan tersebut mungkin mengakibatkan
kekurangan kapasitas pelayanan penanggulangan bencana. Masing-masing
keadaan ini akan menimbulkan dampak lanjutan bagi pasar yang
mengandalkan pada partisipasi perusahaan yang melakukan outsourcing
atau pada kepercayaan publik.


17
Cara-cara penerapan:
Regulator wajib mempertimbangkan cara-cara berikut ini untuk mengatur
pemusatan risiko-risiko:
1. Mengambil langkah-langkah untuk mewaspadai kasus-kasus dimana
sebagian besar perusahaan-perusahaan tergantung atau
mengandalkan pada satu penyedia layanan untuk melayani fungsi-
fungsi penting (critical). Hal ini termasuk, jika diperlukan, program
pengawasan dan atau metode penghitungan risiko, dan pengumpulan
informasi rutin berkaitan dengan perjanjian outsourcing dari
perusahaan yang melakukan outsourcing dan atau penyedia layanan.
Untuk itu, regulator wajib berhati-hati dan waspada terhadap potensi
pelaksanaan sub kontrak oleh penyedia layanan terhadap fungsi
tertentu yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya pemusatan
risiko;
2. Merancang program pengujiannya atau kegiatan-kegiatan terkait
sehubungan dengan pemusatan kegiatan outsourcing;
Apabila suatu regulator mengidentifikasi kemungkinan terjadinya masalah
pemusatan risiko, perusahaan yang melakukan outsourcing wajib
mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah guna memastikan,
secara praktis, bahwa penyedia layanan mempunyai kapasitas yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan seluruh perusahaan yang melakukan
outsourcing, baik dalam kondisi operasi normal maupun tidak normal,
seperti: aktivitas pasar yang tidak normal, bencana yang bersifat fisik.
Topik 6: Prosedur atau tata cara pengakhiran
Prinsip: outsourcing dengan pihak ketiga sebagai penyedia layanan
wajib memuat ketentuan dalam perjanjian berkaitan dengan
pengakhiran perjanjian atau kontrak dan strategi penyelesaian yang
memadai.
18
Apabila suatu kegiatan di-outsource-kan, maka terdapat peningkatan risiko
terhadap kelangsungan suatu kegiatan tertentu dalam hal pengelolaan dan
pengendalian sehari-hari atas kegiatan tersebut, informasi dan data,
pelatihan karyawan, dan pengelolaan pengetahuan menjadi sangat
tergantung pada penyedia layanan memainkan peran dan melakukan fungsi
tersebut secara terus-menerus. Risiko-risiko tersebut perlu dikelola dalam
suatu perjanjian antara perusahaan dan Penyedia Layanan dengan
memperhatikan faktor-faktor seperti: kapan perjanjian dapat diakhiri, apa
yang akan terjadi bila perjanjian diakhiri dan strategi-strategi untuk
menangani pelimpahan kembali kegiatan kepada perusahaan yang
melakukan outsourcing atau pihak lain.
Cara-cara penerapan:
Perusahaan yang melakukan outsourcing diharapkan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk menangani pengakhiran perjanjian
outsourcing. Langkah-langkah ini meliputi ketentuan-ketentuan dalam
perjanjian dengan penyedia layanan sebagai berikut:
1. Hak-hak untuk mengakhiri perjanjian, seperti dalam hal kepailitan,
likuidasi atau pembubaran, perubahan kepemilikan, gagal memenuhi
persyaratan peraturan, atau kinerja yang buruk;
2. J angka waktu minimum sebelum pengakhiran diumumkan
dilaksanakan untuk kelancaran pengalihan kepada penyedia layanan
lain atau kepada perusahaan yang melakukan outsourcing itu sendiri,
dan untuk melayani pengembalian data nasabah dan hal-hal lainnya;
3. Pembagian yang jelas atas kepemilikan kekayaan intelektual sebagai
akaibat dari pengakhiran perjanjian, dan spesifikasi berkaitan dengan
pengembalian pengalihan informasi kepada perusahaan yang
melakukan outsourcing.
19
Topik 7: Akses terhadap pembukuan dan catatan kepada regulator
atau pihak yang ditunjuk, termasuk hak untuk melakukan
pemeriksaan.
Prinsip: regulator, perusahaan yang melakukan outsourcing dan
auditornya wajib memiliki akses terhadap pembukuan dan catatan-
catatan dari penyedia layanan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
atau urusan yang di-outsourced-kan dan regulator harus dapat
memperoleh dengan segera, jika diminta, informasi tentang kegiatan-
kegiatan berkaitan dengan pengawasan terhadap pemenuhan
peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana ditetapkan dalam IOSCO Principle 12.7, regulator wajib
memiliki hak untuk memeriksa pembukuan dan catatan-catatan dari pihak-
pihak yang diaturnya. Oleh karena itu, regulator harus dapat, berdasarkan
permintaan, memperoleh segera setiap pembukuan dan catatan-catatan
berkenaan dengan kegiatan yang diatur, tanpa melihat apakah pembukuan
dan catatan-catatan berada dalam penguasaan perusahaan yang
melakukan outsourcing atau pihak ketiga selaku penyedia layanan dan
untuk memperoleh informasi tambahan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
yang diatur yang dilaksanakan oleh penyedia layanan. Akses oleh regulator
terhadap pembukuan dan catatan-catatan tersebut dapat secara langsung
maupun tidak langsung, walaupun perusahaan yang melakukan outsourcing
wajib selalu memelihara akses langsung terhadap pembukuan dan catatan-
catatan tersebut. Hal ini dapat meliputi persyaratan bahwa pembukuan dan
catatan-catatan tersebut dipelihara dalam yurisdiksi regulator, atau bahwa
penyedia layanan setuju untuk mengirimkan atau menyampaikan asli atau
copy dari pembukuan dan catatan-catatan kepada yurisdiksi regulator jika
diminta. Disamping itu, dalam rangka memfasilitasi akses regulator
terhadap pembukuan dan catatan-catatan serta untuk menjaga keteraturan
kegiatan usaha perusahaan yang melakukan outsourcing, perjanjian antara
perusahaan yang melakukan outsourcing dan penyedia layanan wajib
20
memastikan bahwa perusahaan yang melakukan outsourcing memiliki
akses yang memadai terhadap pembukuan dan catatan dan informasi
lainnya yang berada dalam pengawasan atau penguasaan oleh pihak
ketiga.
Cara-cara penerapan:
Perusahaan yang melakukan outsourcing diharapkan mengambil langkah-
langkah untuk memastikan bahwa ia dan regulatornya mempunyai akses
terhadap pembukuan dan catatan-catatan penyedia layanan berkaitan
dengan kegiatan-kegiatan yang di-outsource-kan, dan regulatornya berhak
untuk memperoleh, jika diminta, informasi berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan yang di-outsource-kan. Langkah-langkah tersebut meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang mana perusahaan yang
melakukan outsourcing, termasuk auditornya mempunyai akses
untuk, dan berhak melakukan pemeriksaan atas pembukuan dan
catatan-catatan penyedia layanan berkaitan dengan aktivitas yang di-
outsource-kan, dan akses yang sama atas pembukuan dan catatan-
catatan dari tiap-tiap sub kontraktor. J ika diperlukan, dapat pula
dilakukan pemeriksaan fisik atas hal-hal yang diwajibkan dari
penyedia layanan, pengiriman pembukuan dan catatan-catatan atau
copy pembukuan dan catatan-catatan kepada perusahaan yang
melakukan outsourcing atau auditornya, atau pemeriksaan yang
memanfaatkan teknologi elektronik, misalnya pemeriksaan virtual.
2. Ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang mana penyedia layanan
dipersyaratkan untuk membuat pembukuan, pencatatan, dan
informasi-informasi lain mengenai kegiatan-kegiatan yang diatur wajib
tersedia bagi regulator jika diminta, disamping itu juga untuk
memenuhi semua persyaratan dalam yurisdiksi perusahaan yang
21
melakukan outsourcing untuk menyampaikan laporan periodik kepada
regulator.
Regulator wajib mempertimbangkan penerapan aturan-aturan yang
memadai dirancang untuk mendukung akses terhadap pembukuan,
pencatatan dan informasi dari penyedia layanan mengenai pelaksanaan
kagiatan-kegiatan yang diatur. Aturan-aturan tersebut meliputi:
1. J ika diperlukan, mengambil tindakan terhadap perusahaan yang
melakukan outsourcing atas kegagalan untuk menyediakan
pembukuan dan catatan-catatan yang disyaratkan oleh yang
berwenang, tanpa melihat apakah pihak yang diatur tersebut telah
mengalihkan kepemilikan atas pembukuan dan catatan-catatan yang
dipersyaratkan kepada satu atau lebih penyedia layanannya;
2. Mengenakan persyaratan khusus berkaitan dengan akses terhadap
pembukuan dan catatan-catatan yang dipegang oleh penyedia
layanan dan yang mana diperlukan oleh regulator atau otoritas untuk
melaksanakan fungsi pemantauan dan pengawasan terhadap pihak-
pihak yang diatur dalam yurisdiksinya. Hal ini dapat dimungkinkan
termasuk mensyaratkan pembukuan atau catatan-catatan tersebut
dipelihara dalam yurisdiksi regulator, memberikan hak untuk
memeriksa atau mewajibkan bahwa penyedia layanan setuju untuk
mengirimkan atau menyampaikan asli atau copy dari pembukuan dan
catatan-catatan kepada regulator yang berwenang jika diminta.

B. Praktek- Praktek di Negara Lain
Beberapa negara di dunia yang memiliki Pasar Modal dengan
perkembangan cepat telah melakukan praktek outsourcing. Berikut ini
praktek yang berlaku di beberapa negara:
1. MALAYSIA
Di Malaysia, praktek outsourcing telah dijalankan oleh berbagai
lembaga keuangan. Khusus untuk Perusahaan Efek, Securities Commission
22
Malaysia baru mengeluarkan dua guideline mengenai outsourcing per J uni
2005, yaitu:
a. Guidelines on the Performance of Supervisory Functions at Group
Level for Capital Market Intermediaries; dan
b. Guiding Principles on The Outsourcing of Back Office Functions for
Capital Market Intermediaries.
Dengan dua guidelines tersebut, praktek outsourcing di Malaysia
diatur sebagai berikut:
1. Sebuah Perusahaan Efek dapat meng-outsource-kan fungsi back office-
nya kepada perusahaan lain yang disebut Penyedia Layanan (Service
Provider), dengan ketentuan yang berlaku di peraturan ini, dengan tujuan
mengurangi hambatan administrasi dan agar beroperasi dengan biaya
yang lebih efisien.
2. Perusahaan Efek yang ingin meng-outsource-kan fungsi back office-nya
harus terlebih dahulu mengirimkan permohonan kepada Bursa Efek.
Bursa Efek akan melakukan konsultasi dengan Pengawas Pasar Modal
sebelum memberikan keputusannya kepada Perusahaan Efek.
3. Penyedia Layanan tersebut dapat merupakan perusahaan independen,
dapat pula perusahaan dalam group perusahaan dimana Perusahaan
Efek tergabung, namun harus berada di wilayah Malaysia. Tidak diatur
apakah Penyedia Layanan tersebut harus merupakan Perusahaan Efek
juga atau boleh yang bukan merupakan Perusahaan Efek.
4. Segala kewajiban utama, akuntabilitas dan tanggung jawab berkenaan
dengan peraturan tetap berada pada Perusahaan Efek walaupun fungsi
back office-nya telah di-outsource-kan.
5. Penyedia Layanan tidak boleh men-subkontrak-kan (meng-outsourcing-
kan) lagi kepada kepada pihak lain.
23
6. Perusahaan Efek yang telah menandatangani perjanjian outsourcing
harus menetapkan prosedur monitoring dan pemeliharaan seluruh
kontrol atas ketentuan outsourcing yang sesuai dengan kebijakan Dewan
Direksi.
7. Perusahaan Efek harus memiliki sebuah contigency plan yang harus
disetujui Dewan Direksi, dengan tujuan untuk mitigasi hal-hal yang tidak
diinginkan yang timbul dari terhenti atau terganggunya outsourcing
fungsi back office karena penghentian perjanjian atau fungsi back office
tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Penyedia Layanan karena alasan
apa pun.
8. Cakupan Outsourcing Fungsi Back Office
a. Fungsi administrasi dan/atau operasional baik yang diatur atau tidak
diatur selain dealing in securities sebagaimana dimaksud dalam
Securities Industries Act 1983.
b. Fungsi back office yang di-outsource-kan harus, setiap waktu, di luar
dari fungsi pengambilan keputusan Perusahaan Efek, berinteraksi
atau kontak fisik dengan nasabah Perusahaan Efek, dan juga fungsi-
fungsi manajemen seperti compliance, manajemen resiko dan audit
internal.
9. Prinsip-prinsip Outsourcing
a. Sebelum meng-outsource-kan fungsi Back Office-nya, Perusahaan
Efek harus melakukan Due Dilligence dan pemilihan Penyedia
Layanan, mencakup:
1) Kemampuan Penyedia Layanan dalam standar yang tinggi untuk
melaksanakan fungsinya;
2) Kemampuan Penyedia Layanan memenuhi kewajibannya sesuai
dengan Perjanjian;
24
3) Faktor-faktor operasional dan finansial secara kualitatif dan
kuantitatif;
4) Faktor reputasi;
5) Cakupan asuransi oleh Penyedia Layanan;
6) Adanya potensi benturan kepentingan khususnya bila Penyedia
Layanan bergerak di bidang usaha yang sama;
7) Kemampuan dan kecukupan sumber daya yang dimiliki Penyedia
Layanan bila memiliki perjanjian outsourcing dengan beberapa
pihak.
b. Perusahaaan Efek harus mereview secara berkala fungsinya yang
dijalankan oleh Penyedia Layanan untuk memastikan telah
dilaksanakan dengan baik dan benar;
10. Perusahaan Efek wajib memastikan bahwa setiap saat Pengawas
Pasar Modal dan Bursa Efek dapat mengakses pembukuan, catatan
dan dokumen Penyedia Layanan berkaitan dengan kegiatan
outsourcing-nya.
11. Outsourcing tidak menghilangkan kewajiban Perusahaan Efek dan
Dewan Direksi untuk mematuhi ketentuan Undang-undang maupun
Peraturan terkait. Perusahaan Efek tetap bertanggung jawab atas
segala tindakan
12. Penyedia Layanan harus merahasiakan dokumen dan informasi atas
nasabah Perusahaan Efek.
13. Perusahaan Efek harus membuat perjanjian outsourcing dengan
Penyedia Layanan yang secara jelas memuat peran, tanggung jawab
dan kewajiban Penyedia Layanan. Perjanjian tersebut harus:
a. Mengatur syarat-syarat dan kondisi untuk outsourcing;
25
b. Mengatur pelaporan kepada Perusahaan Efek oleh Penyedia
Layanan;
c. Mengatur ketentuan penghentian kontrak dan exit strategies;
d. Mengatur ketentuan tentang pemeliharaan catatan dan dokumen
back office oleh Penyedia Layanan;
2. KOREA SELATAN
Korea Selatan juga sudah menjalankan praktek outsourcing bagi
lembaga-lembaga keuangan. Yang termasuk dalam lembaga keuangan
disini terdiri dari institusi-insitusi berikut:
1. Lembaga Keuangan, sebagaimana terdapat dalam Banking Act;
2. Sektor bisnis kredit Pertanian;
3. Sektor bisnis kredit Perikanan;
4. Sektor bisnis kredit livestock;
5. Industri perbankan;
6. Trust Company;
7. Mortgage-backed securitization co;
8. Mutual Saving Co;
9. Merchant Bank;
10. Credit-extension;
11. Perusahaan Asuransi;
12. Perusahaan Efek;
13. Perusahaan Manajemen Investasi;
14. Perusahaan perdagangan future;
15. Credit Union;
16. Other institution;
Peraturan/guidelines yang dibuat bersifat umum bagi semua lembaga
keuangan diatas dan tidak ada peraturan khusus bagi Perusahaan Efek.
Peraturan ini bertujuan menjelaskan lingkup yang diperbolehkan dan
prosedur lengkap untuk mendelegasikan bisnis lembaga keuangan yang
26
telah diberi wewenang, izin atau terdaftar untuk mengendalikan oleh
lembaga keuangan.
Prinsip-prinsip yang diatur dalam Guidelines tersebut:
1. Pendelegasian Bisnis
(1) Lembaga keuangan tidak diperbolehkan mendelegasikan wewenang
bisnis kepada pihak ketiga. Akan tetapi hal ini tidak berlaku pada
segmen bisnis yang bersifat tidak esensial maupun bukan merupakan
subjek pengambilan keputusan penting dalam metode atau prosedur
bisnis.
(2) Bentuk esential dapat berupa :
1. Dalam hal segmen tersebut dianggap sebagai usaha inti (core
business) dalam perspektif kewenangan/tanggung jawab.
Sehingga dengan mengalihkan kepada pihak ketiga maka pihak
ketiga tersebut dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab.
2. Dalam hal hasil pendelegasian akan berdampak serius terhadap
kelangsungan dan kredibilitas baik lembaga yang memberikan
delegasi (delegating institution) maupun lembaga-lembaga
lainnya.
3. Dalam hal tidak adanya kemampuan yang cukup untuk
memberikan tanggung jawab dan risiko bisnis yang muncul
kepada pihak ketiga.
4. Dalam hal dimana pendelegasian merupakan hal yang dilarang
oleh kebijakan pengaturan dan transaksi keuangan dari Financial
Supervisory Commission (FSC) atau Gubernur.
(3) Dalam hal lembaga keuangan mendelegasikanan bisnis ke pihak
ketiga sesuai dengan ketentuan di awal paragraf (1), pendelegasian
bisnis perlu ditangani sesuai dengan ketentuan setelah
mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Analisis biaya dan manfaat dari pendelegasian bisnis
2. Kerugian konsumen dan ketidak teraturan sistem keuangan
27
3. Diperbolehkan atau tidaknya pendelegasian bisnis sesuai dengan
peraturan-peraturan yang terkait, terutama mengenai delegasi
(pihak yang diberi delegasi)
4. Mampu atau tidaknya delegasi melakukan bisnis yang dialihkan
secara memadai.
5. Bertentangan atau tidaknya pendelegasian dengan perundang-
undangan yang berlaku.
2. PELAPORAN
(1) Pada saat mendelegasikan bisnis kepada pihak ketiga sesuai dengan
ketentuan dalam angka 3 paragraf (1), lembaga keuangan perlu
membuat laporan ke Gubernur tepat waktu.
(2) Lembaga keuangan tidak perlu membuat laporan kepada gubernur
atas laporan-laporan yang berkenaan dengan paragraf 1 yang
mengakibatkan terjadinya hal-hal berikut :
1. Dalam hal tipe bisnis dan bidang kerja berkenaan dengan
pelaporan ke gubernur oleh lembaga atau lembaga lain dalam
satu kategori
2. Dalam hal lembaga tersebut telah melaporkan ke gubernur
mengenai prospective delegations ketika melaporkan bentuk dan
kondisi kontrak standar yang relevan
3. Dalam hal merubah laporan yang telah dilaporkan kepada
gubernur dimana perubahannya signifikan
(3) Berkaitan dengan paragraf (1), lembaga keuangan harus melaporkan
ke gubernur masing-masing dokumen sesuai paragraf (1) dalam
waktu 7 hari kerja sebelum kontrak pengalihan, apabila bermaksud
membuat kontrak dengan entitas yang mengendalikan bisnis
keuangan tetapi bukan lembaga keuangan di bawah article 38 of act
pada keberadaan dari Kewenangan pengawasan keuangan.
28
(4) Gubernur harus melaporkan ke FSC setiap 4 bulan laporan
pengalihan bisnis oleh lembaga keuangan sesuai dengan paragraf (1)
dan (3)
3. REKOMENDASI AMANDEMEN
Gubernur diperbolehkan, menilai bahwa pengalihan tidak sesuai
dengan article 3 paragraf (2) dan (3), memperhitungkan pengukuran
penting seperti merekomdasikan amandemen ke Lembaga. Dalam hal ini
gubernur harus melaporkan hasilnya ke FSC tepat waktu (segera)
4. APLIKASI KHUSUS
Peraturan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada kasus dimana lembaga
keuangan mengalihkan bisnis resmi kepada pihak ketiga sehubungan
dengan status keuangan.
5. DETAIL
Gubernur diperbolehkan untuk menentukan hal-hal detail penting untuk
mengimplementasikan peraturan ini.
Melengkapi peraturan tersebut di atas, FSC di Korea mengeluarkan
press release terkait aktifitas outsourcing sebagai berikut:
Penerimaan atas rezim negative tentang outsourcing
Sesuai peraturan, outsourcing diperbolehkan bagi perusahaan jasa
keuangan kecuali kegiatan berikut:
(1) merupakan bagian dari kegiatan inti bisnis perusahaan jasa keuangan;
(2) berada di bawah hukum/aturan perusahaan jasa keuangan;
(3) risiko yang dihadapi berkaitan dengan kesehatan perusahaan jasa
keuangan, kerusakan yang secara teratur menimpa bisnis mereka atau
menyebabkan kerugian pada konsumen.
Ditambah lagi aktivitas inti perusahaan jasa keuangan secara khusus
tersedia juga bagi aktifitas non inti yang mungkin di-outsource tanpa
adanya persyaratan tambahan dari regulator.


29
Back-office & Support Activities
Perubahan peraturan terbaru mendefinisikan outsourcing sebagai
pendayagunaan pelayanan atau fasilitas pihak ketiga dalam memberikan
kegiatan jasa keuangan, telah disetujui oleh FSC/FSS dan tersedianya
outsourcing meliputi back office dan kegiatan pendukung lain dari
perusahaan jasa keuangan. Peraturan memperbolehkan outsourcing untuk
back office dan kegiatan pendukung lain kecuali penyediaan jasa
outsourcing yang melanggar ketentuan/hukum yang berlaku dan atau
merugikan konsumen.
Outsourcing kepada individu
Peraturan yang diamandemen secara khusus menyatakan bahwa pihak
ketiga yang dioutsource perusahaan jasa keuangan dapat berbentuk
individu yang berperan sebagai badan hukum.
Pelaporan aktivitas outsourcing
Laporan pendahuluan untuk bentuk baru dari outsourcing. Dokumen awal
yang dibutuhkan bagi outsourcing bentuk baru sebagai ukuran
pengamanan untuk menjamin bahwa perusahaan jasa keuangan mematuhi
tanggung jawab pengawasan dan melakukan pengawasan yang memadai
atas pengelolan kegiatan outsourcing perusahaan jasa keuangan.
Laporan dari kegiatan outsourcing
Aktivitas outsourcing wajib dilaporkan dua kali dalam satu tahun dalam
bentuk laporan singkat sebagai bentuk pengawasan dan monitoring.
Panduan internal untuk outsourcing
FSC harus menyediakan pedoman internal dan pengawasan dalam
outsourcing dan secara sistematik mengelola risiko sehubungan dengan
kegiatan outsourcing. Aturan tersebut disusun dan diimplementasikan
secara menyeluruh kepada Lembaga keuangan/FSC dengan
memperhitungkan standard outsourcing yang dinyatakan dalam peraturan
perubahan terbaru dan memperhitungkan beberapa faktor unik yang
menjadi karakteristik FSC dan perusahaan jasa keuangan outsourcing.
30
Perusahaan J asa Keuangan tunduk pada aturan outsourcing
Perusahaan pengelola asset dikecualikan dalam peraturan ini dan telah
diatur secara terpisah.
Bisnis kredit dari Federasi Bank Tabungan dan credit union tunduk pada
aturan yang telah diamandemen.
3. SINGAPURA
Pelaku pasar modal di Singapura telah melakukan praktek outsourcing
untuk kegiatannya termasuk back office. Monetary Authority of Singapore
(MAS) pada Oktober 2004 mengeluarkan Guidelines on Outsourcing
sebagai panduan bagi segala praktek outsourcing yang dilakukan oleh
perusahaan yang bergerak di bidang keuangan di Singapura. Pihak-pihak
yang berada dibawah pengaturan MAS dan wajib mengacu pada
Guidelines on Outsourcing dalam melakukan outsourcing adalah sebagai
berikut:
1. Bank yang didirikan berdasarkan Banking Act
2. Merchant Bank yang didirikan berdasarkan Monetary Authority of
Singapore Act
3. Perusahaan Keuangan yang didirikan berdasarkan Finace
Companies Act
4. Perusahaan Asuransi yang didirikan berdasarkan Insurance Act
5. Perusahaan Holding, Bursa, Lembaga Kliring atau Penyedia J asa
Pasar Modal yang didirikan berdasarkan Securities and Futures Act
(SFA)
6. Perusahaan publik yang didirikan berdasarkan SFA yang bertindak
sebagai wali amanat (trustee) untuk investasi kolektif.
Pengertian Outsourcing menurut MAS adalah perjanjian yang dibuat
oleh suatu perusahaan/institusi dengan pihak ketiga selaku Penyedia
Layanan untuk menyelenggarakan pelayanan yang sebenarnya telah atau
dapat dilakukan oleh perusahaan itu sendiri, dengan karakteristik sebagai
berikut:
31
1. Perusahaan tergantung pada jasa yang diberikan secara
berkelanjutan namun tidak termasuk penyediaan produk akhir.
2. Pelayananan bersifat menyeluruh terhadap penyediaan jasa
keuangan dan atau jasa ini diberikan kepada industri oleh Penyedia
Layanan atas nama perusahaan.
3. Tidak diperkenankan mengganti Penyedia Layanan secara semena-
mena, penggantian dapat dilakukan dengan penggantian biaya yang
layak kepada perusahaan yang bersangkutan.
Poin-Poin Ketentuan Outsourcing di Singapura
1. Kewajiban terhadap Undang-undang dan Peraturan
Outsourcing tidak menghilangkan kewajiban dari perusahaan dan
pengurusnya untuk tetap comply dengan undang-undang dan peraturan di
Singapura. Karenanya kegiatan risk management harus termasuk langkah-
langkah untuk memastikan bahwa Undang-Undang dan peraturan terkait,
panduan dan juklak lainnya, termasuk mengenai perizinan dan registrasi
dapat terus dipenuhi. Setiap perusahaan harus menyelenggerakan
bisnisnya dengan integritas dan kompeten sehingga praktek outsourcing
tidak menyebabkan internal control maupun penyelenggaraan bisnis jadi
melemah. Perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk
memastikan bahwa penyedia layanan memiliki standar tinggi dalam
penyelenggaraan jasa seperti ketika tidak di-outsource atau dikelola sendiri.
2. Pengurus dan manajemen perusahaan bertanggung jawab penuh
terhadap pengelolaan risk management yang meningkat oleh
outsourcing.
Perusahaan dapat mendelegasikan operasional teknis sehari-hari
kepada Penyedia Layanan, namun tanggung jawab atas kebijakan-
kebijakan bisnis, manajemen outsourcing dan akuntabilitas atas semua
keputusan yang melibatkan outsourcing tetap menjadi tanggung jawab
perusahaan, pengurus dan manajemennya.
32
Untuk Penyedia Layanan outsourcing yang berada di luar singapura,
fungsi dewan direksi dan manajer eksekutif dalam pelaksanaanya dapat
didelegasikan kepada pihak-pihak lokal yang memenuhi kualifikasi.
3. Evaluasi atas resiko
Pengurus perusahaan harus mempersiapkan kerangka kerja yang
sistematis untuk evaluasi resiko yang harus termasuk langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Identifikasi peran outsourcing bagi seluruh strategi bisnis dan target
perusahaan serta kaitannya dengan tujuan strategi perusahaan.
2. Perjanjian yang komprehensif, melingkupi kompleksitas outsourcing
untuk menentukan resiko-resiko kunci dan strategi pengurangan
resiko.
3. Keamanan dan internal kontrolnya, cakupan audit, pelaporan dan
lingkup pengawasan.
4. Manajemen kelanjutan bisnisnya.
5. Ke-dapat dipercaya-an sub kontraktornya.
6. cakupan asuransi/jaminan
7. faktor-faktor eksternal seperti kondisi politik, ekonomi dan sosial
4. Kapabilitas Penyedia Layanan
Due dilligence yang dilakukan perusahaan dengan penyedia layanan
harus mencakup evaluasi atas semua informasi yang bisa didapat
mengenai Penyedia Layanan yaitu:
1. Pengalaman dan kompetensinya dalam mengimplementasikan dan
mendukung aktifitas yang diajukan selama periode kontrak.
2. Kemampuan keuangan dan sumber daya.
3. Reputasi bisnis, budaya, kepatuhan, komplain dan proses hukum
yang sedang berjalan.
4. Keamanan dan internal kontrol, cakupan audit/pemeriksaan,
pelaporan dan lingkup pengawasan.
5. Manajemen keberlangsungan bisnis.
33
5. Perjanjian Outsourcing
1. Poin-poin perjanjian dan kondisi yang mengatur hubungan, fungsi,
kewajiban dan tanggungjawab masing-masing pihak dalam
outsourcing harus didefinisikan secara hati-hati dan tepat dalam
perjanjian tertulis.
2. Setiap perjanjian harus memungkinkan adanya negosiasi ulang atau
pembaruan agar memberi keleluasaan perusahaan menjalankan
pengawasan/kontrol terhadap outsourcing untuk memenuhi kewajiban
hukum.
3. Perjanjian harus mencakup minimal hal-hal sebagai berikut:
- Cakupan jasa outsourcing
- Standar pelayanan, ditunjukkan dalam bentuk, level pelayanan,
kemampuan servis, kedapatdipercayaan, stabiliatas dan
peningkatan
- kerahasiaan dan keamanan
- keberlangsungan bisnis
- pengawasan dan control
- pemeriksaan dan penyidikan
- penyelesaian perselisihan
- masa berlaku dan pemutusan awal
- aturan mengenai sub kontrak
- Hukum dan aturan yang dapat dirujuk untuk perjanjian
6. Kerahasiaan dan Keamanan
Outsourcing harus tetap dapat menjamin kerahasiaan dan
keamanan informasi nasabah. Perusahaan hanya berhak memberikan
data-data yang diperlukan terkait dengan outsourcing. Setiap praktek
penyalahgunaan informasi atau akses yang tidak diperbolehkan yang
dilakukan oleh penyedia layanan wajib dilaporkan ke MAS.


34
7. Manajemen Keberlangsungan Bisnis
Perusahaan wajib memastikan bahwa keberlangsungan bisnis
tidak terganggu oleh program outsourcing. Perusahaan diharapkan
mengadopsi standar dan praktek ideal yang diterapkan dalam panduan
Manajemen Keberlangsungan Bisnis yang diterbitkan oleh MAS.
8. Pengawasan dan kontrol terhadap aktifitas Outsourcing
Perusahaan harus membuat struktur manajemen dan mekanisme
kontrol terhadap program outsourcing dari perusahaan.
Struktur ini harus mencakup:
1. Pelaporan terpusat terhadap dewan direksi yang memungkinkan
mereka dapat mengakses dan meninjau sistem
2. Adanya staf/ahli yang cukup untuk menangani kontrol dan monitoring
ini,
3. Kontrol dan peninjauan dilakukan secara periodik
4. Prosedur dan kebijakan pelaporan
9. Pemeriksaan (Audit & Inspection)
Perusahaan perlu melakukan audit terhadap penyedia layanan untuk
memastikan penyedia layanan memenuhi perjanjian atau jasa yang diminta
oleh perusahaan. Audit ini dapat dilakukan oleh internal audit atau eksternal
audit yang ditunjuk.
10. Rekanan Outsourcing
Outsourcing dapat dilakukan dengan rekanan dalam negeri mauapun
luar negeri. Dapat dilakukan oleh group sendiri maupun non afiliasi.
Semuanya harus mengikuti ketentuan yang berlaku.
4. INGGRIS
Kegiatan outsourcing bagi lembaga keuangan (termasuk Perusahaan
Efek/ market intermediaries) di Inggris diatur oleh Financial Service
Authority (FSA) di dalam FSA Handbook SYSC 3A.9 tentang outsourcing,
Sebagai informasi, FSA merupakan lembaga yang mengatur dan
35
mengawasi kegiatan lembaga keuangan dan dibentuk berdasarkan
Financial Services and Markets Act 2000.
Latar belakang pengaturan outsourcing bagi lembaga keuangan
adalah bahwa FSA memandang outsourcing di satu sisi dapat memberikan
keuntungan dan kemudahan baik bagi lembaga keuangan maupun
nasabah/konsumen dari lembaga keuangan tersebut, namun disisi lain
outsourcing juga dapat mengakibatkan timbulnya resiko yang salah satunya
adalah hilangnya kontrol perusahaan terhadap kegiatan yang dilakukannya.
Beberapa hal prinsip yang diatur terkait dengan praktek pelaksanaan
outsourcing bagi lembaga keuangan antara lain adalah:
1. Pihak Penyedia Layanan harus berkompeten, mempunyai keahlian dan
kemampuan yang memadai. Lembaga keuangan harus mampu
menunjukkan bahwa lembaga keuangan telah melakukan penilaian dan
pemilihan terhadap kualitas Penyedia Layanan serta mempunyai
prosedur dan standar guna menilai dan mengawasi kinerja Penyedia
Layanan secara terus menerus, termasuk didalamnya adalah penilaian
terhadap akibat atau dampak outsourcing terhadap sistem dan kontrol
Lembaga keuangan.
2. Lembaga keuangan harus mempunyai kontrak perjanjian dengan
Penyedia Layanan (Service Level Agreement-SLA) terutama apabila
Penyedia Layanan bukan merupakan group perusahaan. Kontrak
tersebut harus berisi penelaahan Lembaga keuangan terhadap Penyedia
Layanan secara periodik, ganti rugi dan perubahan terhadap perjanjian
apabila ada masalah yang timbul. Kontrak juga harus menyebutkan
apabila ada perkembangan yang menimbulkan dampak yg material
terhadap pemenuhan kewajiban oleh Penyedia Layanan, Penyedia
Layanan wajib memberitahukannya kepada Lembaga keuangan.
3. Untuk Penyedia Layanan yang tidak satu group dengan Lembaga
keuangan, harus ada hak untuk mengakhiri kontrak dalam hal terjadi
36
perubahan kepemilikan Penyedia Layanan, atau Penyedia Layanan pailit
atau dilikuidasi.
4. Lembaga keuangan harus mempunyai rencana untuk kondisi darurat
dan menelaahnya secara berkala yang memungkinkan Lembaga
keuangan membuat pengaturan baru secepatnya, dengan akibat
minimum yang ditimbulkan terhadap bisnis, dalam hal kontrak tiba-tiba
berakhir atau Penyedia Layanan gagal menjalankan tugasnya.
5. Kontrak antara lembaga keuangan dengan Penyedia Layanan harus
memungkinkan/menyediakan akses bagi auditor baik eksternal maupun
internal dan FSA.
6. Kontrak harus menyebutkan bahwa dalam hal Penyedia Layanan
mensubkontrakkan lebih lanjut kerjanya kepada pihak lain, pihak
Penyedia Layanan pertama tetap bertanggung jawab dan tingkat
pelayanan jasa dan sistem dan kontrol tidak berkurang.
Selain FSA, lembaga lain yang terkait dengan pelaksanaan outsourcing
adalah National Outsorcing Association (asosiasi outsourcing nasional).
NOA merupakan lembaga nirlaba yang beranggotakan perusahaan yang
melakukan outsourcing, Penyedia Layanan dan lembaga lain yang terkait
seperti konsultan hukum dan lain-lain. NOA mengeluarkan dan memberikan
pedoman dan prinsip-prinsip pelaksanaan outsourcing. NOA memberikan
informasi terkini terhadap perkembangan dan praktek-praktek outsourcing
yang baik dan juga melakukan pertemuan dan lobi terhadap pemerintah dan
lembaga lainnya guna mendukung pelaksanaan outsorcing.

37
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan
Berdasarkan analisa dan gambaran mengenai konsep dan
pelaksanaan outsourcing Perusahaan Efek, tim menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Perusahaan Efek dalam industri Pasar Modal merupakan pilar utama
sebagai pelaku dalam kegiatan perdagangan Efek. Salah satu peran
Perusahaan Efek adalah menjalankan fungsi intermediaries atau
perantara, yaitu sebagai pihak yang menjembatani semua kegiatan
investasi nasabahnya khususnya dalam melakukan transaksi jual atau
beli Efek di Bursa Efek untuk kepentingan nasabahnya.
2. Perusahaan Efek dituntut untuk memiliki back office system (BOFIS)
yang handal dan terpercaya serta dikelola secara professional dan
bertanggung jawab. Secara umum BOFIS dapat diartikan sebagai
kegiatan pelaksanaan internal kontrol dan penyelenggaraan pembukuan
atas semua kegiatan yang berkaitan dengan perdagangan Efek yang
dilakukan Perusahaan Efek baik untuk kepentingan investasi nasabah
maupun untuk kepentingan pengelolaan portofolio Perusahaan Efek itu
sendiri sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksananya.
3. Perkembangan kegiatan perdagangan Efek di Pasar Modal secara
global menuntut adanya dukungan dari back office system yang mampu
mengimbangi terciptanya inovasi produk-produk pasar modal yang
semakin kompleks dan membutuhkan pelayanan yang serba cepat dan
efisien. Perkembangan ini ditandai dengan adanya kecenderungan
79
Perusahaan Efek melakukan outsourcing atas kegiatan back office-nya
yang pada umumnya didasarkan pada pertimbangan efisiensi biaya.
4. Manfaat atau dampak positif dari penerapan Outsourcing Back Office
pada Perusahaan Efek adalah efisiensi waktu sehingga lebih fokus pada
bisnis inti, memperkecil biaya operasional, dan mengurangi beban kerja
perusahaan.
5. Dampak negatif yang mungkin timbul dari penerapan Outsourcing Back
Office adalah kerahasiaan data perusahaan tidak terjaga dan kendali
yang berada di luar jangkauan Perusahaan Efek. Dengan demikian,
kerahasiaan data dan pengendalian oleh Perusahaan Efek merupakan
dua hal yang menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam
penerapan Outsourcing Back Office.
6. Secara umum penerapan outsourcing back office Perusahaan Efek
setelah mempertimbangan dampak negatif yang mungkin timbul
dirasakan menguntungkan perusahaan baik secara finansial maupun
kualitas pelayanan kepada nasabah.
7. Sebuah Perusahaan Efek tidak dapat menjadi penyedia jasa outsourcing
bagi Perusahaan Efek lainnya dalam pengelolaan back office-nya
karena akan berpotensi menimbulkan terjadinya benturan kepentingan,
penyalahgunaan informasi data yang dikelola, dan dapat menimbulkan
persaingan tidak sehat antar Perusahaan Efek.
8. Dalam pelaksanaan konsep outsourcing ini harus dicermati kesesuaian
peristilahan dan konsep yang lazim sesuai dengan yang diterima umum
secara internasional dengan praktek yang ada sebagaimana telah
dituangkan dalam pedoman kegiatan outsourcing yang dikeluarkan oleh
IOSCO.
80
B. Rekomendasi
Berdasarkan analisa dan gambaran mengenai konsep dan pelaksanaan
outsourcing Perusahaan Efek, tim menyampaikan beberapa rekomendasi
sebagai berikut:
1. Diperbolehkannya praktek outsourcing oleh Perusahaan Efek terhadap
pihak lain. Hal ini mengingat bahwa praktek outsourcing diyakini dapat
memberikan keuntungan dan kemudahan baik bagi Perusahaan Efek
maupun investor.
2. Pembuatan dan atau penyempurnaan peraturan terkait dengan praktek
outsorcing. Beberapa hal prinsip yang perlu diatur terkait dengan praktek
pelaksanaan outsourcing Perusahaan Efek antara lain:
a. Penegasan tentang dibolehkannya praktek outsorcing Perusahaan
Efek.
b. Kewajiban bagi Perusahaan Efek untuk melaporkan atau meminta
izin terlebih dahulu untuk dapat melakukan praktek outsourcing,
termasuk kewajiban pelaporan atas jalannya praktek outsourcing
tersebut.
c. Pengaturan secara detail dan tegas tentang hal-hal terkait dengan
praktek outsorcing, antara lain:
i. Pihak penyedia layanan harus berkompeten, mempunyai
keahlian dan kemampuan yang memadai. Perusahaan Efek
harus mampu menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah
melakukan penilaian dan pemilihan terhadap kualitas suplier.
ii. Perusahaan Efek harus mempunyai kontrak perjanjian dengan
penyedia layanan. Kontrak tersebut harus berisi hak dan
kewajiban para pihak, kerahasiaan data nasabah, ganti rugi,
81
prosedur dan standar guna menilai dan mengawasi kinerja
penyedia layanan, serta rencana untuk kondisi darurat .
iii. Penerapan praktek outsourcing tidak menyebabkan akses bagi
pengawas, auditor menjadi tertutup atau terhambat.
iv. Pengaturan tentang sub kontrak outsourcing.
3. Mendorong penerbitan pedoman pelaksanaan outsourcing dari asosiasi
pelaku yang terkait (Asosiasi Perusahaan Efek).

82
BAB III
PRAKTEK PELAKSANAAN OUTSOURCING BACK OFFICE
DI INDONESIA

A. Kondisi Riil Di Indonesia
Pasar Modal Indonesia pada dekade terakhir ini mengalami
fluktuasi yang signifikan di tengah gejolak perkembangan ekonomi dan
politik Indonesia. Fluktuasi Pasar Modal Indonesia tersebut terjadi di
tengah perkembangan pasar keuangan internasional yang pesat. Trend
globalisasi perdagangan dan perkembangan teknologi informasi yang
semakin canggih, penerapan remote trading system dan on-line trading
system, pemberlakuan zona perdagangan bebas, merupakan beberapa
gambaran dari sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku
pasar modal, khususnya Perusahaan Efek. Atas hal tersebut,
Perusahaan Efek sebagai front liner Pasar Modal dituntut untuk memiliki
kemampuan dan kinerja yang prima, baik dalam hal pengembangan
pemodal (terutama pemodal domestik) maupun dalam penyelanggaraan
pengendalian intern dan operasional sehar-hari.
Namun di sisi lain, saat ini Perusahaan Efek banyak menghadapi
kritikan tajam terkait dengan peran dan fungsinya ynag strategis tersebut
di Pasar Modal. Banyaknya komplain investor terhadap Perusahaan Efek
menjadi isu yang paling penting dan dapat memengaruhi kepercayaan
investor dalam berinvestasi di pasar modal Indonesia. Selain itu,
penyebaran transaksi diantara Perusahaan Efek yang tidak merata juga
menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua pihak di Pasar Modal. Data
menunjukkan bahwa jumlah Perusahaan Efek di Indonesia saat ini
adalah 170 Perusahaan Efek, dengan perincian 125 anggota bursa dan
45 bukan anggota bursa. Namun, 60% dari nilai transaksi dilakukan oleh
sekitar 15 Perusahaan Efek, sisanya 40% nilai transaksi tersebar pada
38
lebih dari 120 Perusahaan Efek. Tidak jarang kondisi tersebut
mengakibatkan kurang sehatnya persaingan usaha dan hal-hal lain
terkait dengan pengembangan Pasar Modal. Dari berbagai gambaran
dan kondisi tersebut diatas, dalam beberapa tahun terakhir muncul
beberapa isu dan diskusi atau penerapan konsep-konsep baru terkait
dengan pengembangan Pasar Modal pada umumnya dan Perusahaan
Efek pada khususnya, antara lain outsourcing, universal banking,
kemitraan, Alternative Trading System dan lain lain.
Khusus untuk outsourcing, latar belakang ide untuk dapat
melakukan outsourcing terhadap back office Perusahaan Efek
didasarkan pada pandangan bahwa outsourcing dapat memberikan
banyak keuntungan dan kemudahan baik bagi Perusahaan Efek maupun
bagi nasabahnya. Dalam beberapa tahun terakhir terdapat beberapa
Perusahaan Efek yang mengusulkan praktek outsourcing back office
Perusahaan Efek, baik sebagai pihak yang berniat untuk melakukan
outsourcing maupun sebagai pihak penyedia jasa outsourcing. Namun
pada akhirnya praktek outsourcing tersebut belum dapat dilaksanakan
karena peraturan Pasar Modal belum membolehkannya.
Namun, praktek-praktek yang mengarah ke dalam praktek
outsourcing sebenarnya telah ada di Pasar Modal Indonesia. Praktek
tersebut lebih merupakan pemanfaatan atau penggunaan jasa pihak lain
dalam mendukung kegiatan usaha Perusahaan Efek (misalnya Aplication
Service Provider, pembuatan program dan set up Teknologi Informasi
/Vendor dan lain-lain), dan bukan merupakan pemanfaatan atau
penggunaan jasa business service provider murni yang merupakan
karakteristik utama dari outsourcing. Beberapa praktek yang
mirip/menuju ke arah konsep outsourcing tersebut antara lain:


39
1. Application Service Provider (ASP)
Implementasi perdagangan jarak jauh (remote trading) oleh
Bursa Efek J akarta bertujuan untuk menciptakan perdagangan yang
efektif dan efisien dan diharapkan akan dapat meningkatkan frekuensi
dan volume perdagangan. Namun tidak semua Perusahaan Efek
dapat menggunakan fasilitas tersebut, dikarenakan faktor
keterbatasan Perusahaan Efek dalam pembangunan dan
pengembangan teknologi informasinya.
Atas kendala tersebut ada dua sistem aplikasi remote trading
yang dapat dilaksanakan oleh Anggota Bursa yaitu membangun
sistem sendiri (Anggota Bursa Mandiri biasanya dilakukan
Perusahaan Efek yg mempunyai modal dan infrastruktur yang kuat)
atau menggunakan sistem yang telah disiapkan oleh perusahaan
penyedia layanan atau provider (Aplication Service Provider /ASP).
ASP bertindak sebagai penyedia jaringan dan sistem yang
menghubungkan order/transaksi Perusahaan Efek dengan mesin
transaksi di Bursa Efek. Sampai dengan akhir J uli 2005, total
Anggota Bursa yang telah mengikuti remote trading sebanyak 41
Anggota Bursa dengan perincian 33 Anggota Bursa Remote Trading
Mandiri dan 10 Anggota Bursa yang menggunakan jasa mediator
(ASP).
Masing-masing pilihan baik Anggota Bursa Mandiri maupun
ASP memiliki keunggulan yang perlu disesuaikan dengan rencana
bisnis atau kebijakan perusahaan. Bila Anggota Bursa ingin
mengembangkan remote trading hingga ke banyak cabang dan
memiliki dana serta tim teknologi informasi yang tangguh untuk
memelihara jaringannya maka ia dapat menggunakan Anggota Bursa
Mandiri. Tapi bila ternyata transaksi Anggota Bursa hanya sedikit dan
tidak berminat mengembangkan jaringanya ke banyak tempat maka
ASP dapat menjadi salah satu alternatif pilihan.
40
Khusus untuk Perusahaan Efek yang menggunakan jasa ASP,
keuntungan yang didapat adalah tidak ada lagi biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan integrasi software. Selain itu biaya
piranti lunak dapat disebar kepada seluruh pengguna. Bahkan
berbekal kemampuan yang dimiliki perusahaan ASP itu, aplikasi yang
akan dikembangkan bisa menjadi lebih kaya dibandingkan dengan
dikembangkan sendiri oleh penggunanya. Kelebihan lainnya melalui
model ASP ini adalah Perusahaan Efek tidak perlu mempersiapkan
server dalam skala besar karena semua aplikasi telah disediakan
oleh penyedia layanan dan mereka hanya perlu menggunakan
terminal Personal Computer yang terhubung dengan Internet untuk
mengakses aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan untuk produktivitas dan
alat bantu kerja lainnya.
2. Kemitraan Perusahaan Efek Anggota Bursa Dan Perusahaan
Efek bukan Anggota Bursa
Istilah kemitraan antar Perusahaan Efek mulai muncul ketika
ditetapkannya kebijakan peningkatan Modal Kerja Bersih
Disesuaikan awal tahun 2000. Pada waktu tersebut kemitraan
dibicarakan sebagai emergency exit plan (selain pilihan untuk
merger dengan Perusahaan Efek lain) bagi Perusahaan Efek yang
tidak dapat memenuhi ketentuan permodalan yang baru, terutama
bagi Perusahaan Efek yang mengadministrasikan rekening efek
nasabah (selanjutnya disebut sebagai Perusahaan Efek Anggota
Bursa).
Kemitraan (partnership) merupakan istilah populer dari
Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek (Perusahaan
Efek AB) dengan Perusahaan Efek bukan Angota Bursa
(Perusahaan Efek bukan AB), dimana Perusahaan Efek AB menjadi
agen dari Perusahaan Efek bukan AB. Perusahaan Efek bukan AB
akan lebih berkonsentrasi dalam pengembangan dan perluasan
41
investor sedangkan operasional transaksi investor yang dijaring oleh
Perusahaan Efek bukan AB tersebut akan ditangani oleh
Perusahaan Efek AB, termasuk kontrak pembukaan rekening,
penerbitan tanda konfirmasi dan lain-lain. Dengan kerjasama ini,
Perusahaan Efek bukan AB akan memperoleh manfaat karena telah
tersedianya sistem yang telah teruji yang dapat meminimalisasi
resiko usaha, dan optimalisasi modal investasi di samping
tersedianya hasil riset dan pengembangan produk, promosi dan
program pelatihan. Latar belakang dari kerangka ini adalah karena
Perusahaan Efek bukan AB adalah Perusahaan Efek yang bukan
merupakan pemegang saham Bursa Efek dan oleh karena itu tidak
dapat mengadminitrasikan rekening efek nasabah.
Pola kemitraan antara Perusahaan Efek AB dengan
Perusahaan Efek bukan AB telah diatur dalam Peraturan Bapepam
Nomor V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian Agen Perusahaan Efek
Anggota Bursa Efek
1
. Yang menjadi landasan utama dalam
kemitraan adalah kontrak atau perjanjian keagenan antara
Perusahaan Efek AB dengan Perusahaan Efek bukan AB dan
perjanjian pembukaan rekening efek antara nasabah, Perusahaan
Efek bukan AB, dan Perusahaan Efek AB. Khusus mengenai
biaya/komisi/fee, beberapa jenis biaya yang ada dalam kemitraan
antara lain:
1. Joining Fee: adalah biaya yang harus dibayar 1 (satu) kali pada
saat awal Perusahaan Efek bukan AB melakukan perjanjian
keagenan dengan Perusahaan Efek AB.
2. Maintenance Fee adalah biaya pemeliharaan yang dipungut oleh
Perusahaan Efek AB sebagai biaya untuk pemeliharaan fasilitas
trading yang di install di Perusahaan Efek Non AB.

1
Lampiran Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep- 28 /PM/2000 tanggal 30 J uni 2000
42
3. Brokerage Fee adalah jasa perantara perdagangan efek yang
dibayarkan oleh nasabah kepada Perusahaan Efek. Perusahaan
Efek bukan AB dan Perusahaan Efek AB akan berbagi (sharing)
brokerage fee yang diterima dari nasabah.
3. Penggunaan Jasa Penyusunan Dan Pemeliharaan Sistem MKBD
Praktek atau kegiatan lain yang dilakukan oleh Perusahaan
Efek saat ini yang mirip/mengarah dengan pelaksanaan
implementasi konsep outsourcing adalah pelayanan jasa
penyusunan dan pemeliharaan sistem MKBD oleh perusahaan jasa
pelayanan IT (Vendor). Penyusunan dan pelaporan MKBD oleh
merupakan kewajiban Perusahaan Efek. Dalam pelaksanaannya
sebagian besar Perusahaan Efek menggunakan jasa vendor untuk
penyusunan dan pengembangan penyusunan dan pemeliharaan
sistem MKBD tersebut. Tidak jarang Perusahaan Efek sangat
percaya dan sangat bergantung kepada Vendor tersebut dalam
praktek kesehariannya. Bahkan ditemukan dalam beberapa kasus,
banyak vendor yang mengerjakan penuh (dengan cara
menempatkan pegawainya ke dalam Perusahaan Efek) untuk
mengerjakan pelaporan dan pengiriman MKBD.
Dalam kenyataan di lapangan, banyak ditemukan hambatan
baik oleh vendor maupun oleh Perusahaan Efek. Hambatan tersebut
terutama terkait dengan pengembangan sistem atau kesulitan untuk
memperbaiki program atau sistem apabila terjadi kesalahan. Yaitu
bahwa pelayanan jasa yang diberikan oleh vendor masih bersifat
sebagian dan tidak menyeluruh. Tidak menyeluruhnya jasa yang
diberikan ini seringkali disebabkan oleh keterbatasan akses oleh
vendor (terutama terhadap data nasabah) dikarenakan hal tersebut
dilarang oleh peraturan karena Praturan Bapepam secara tegas dan
jelas menyatakan bahwa tidak ada pihak yg dapat malakukan akses
terhadap data dan dokumen Perusahaan Efek dan nasabahnya.
43
B. PERATURAN YANG BERLAKU DI INDONESIA
Perusahaan Efek dalam industri Pasar Modal merupakan pilar
utama sebagai pelaksana dalam kegiatan perdagangan Efek sebanding
dengan peran serta Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sebagai penyedia sarana
perdagangan, kliring dan penjaminan penyelesaian Transaksi Bursa.
Dalam mekanisme perdagangan Efek tersebut, salah satu fungsi
Perusahaan Efek adalah menjalankan fungsi intermediaries atau
perantara, yaitu sebagai pihak yang menjembatani semua kegiatan
investasi nasabahnya khususnya dalam melakukan transaksi jual atau
beli Efek di Bursa Efek. Dalam kegiatan ini Perusahaan Efek hanya
bertindak semata-mata untuk menjalankan perintah (order) nasabahnya.
Berkenaan dengan fungsi yang sangat strategis dalam industri
Pasar Modal tersebut, Perusahaan Efek dituntut untuk memiliki
brokerage office system (BOFIS) yang handal dan terpercaya. Secara
umum BOFIS dapat diartikan sebagai kegiatan pelaksanaan internal
kontrol dan penyelenggaraan pembukuan atas semua kegiatan yang
berkaitan dengan perdagangan Efek yang dilakukan Perusahaan Efek
baik untuk kepentingan investasi nasabah maupun untuk kepentingan
pengelolaan portofolio Perusahaan Efek itu sendiri. Hal tersebut tidak
lain adalah untuk menjalankan ketentuan yang diwajibkan dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM)
serta peraturan pelaksanaannya.
Adapun ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal
yang terkait dengan pelaksanaan BOFIS Perusahaan Efek antara lain
sebagai berikut:
1. Pasal 31 Undang-Undang Pasar Modal
Dalam Pasal 31 UUPM diatur ketentuan bahwa Perusahaan
Efek bertanggung jawab terhadap segala kegiatan yang berkaitan
44
dengan Efek yang dilakukan oleh direktur, pegawai, dan Pihak lain
yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Adapun kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan Efek tersebut adalah kegiatan yang
dilaksanakan oleh Perusahaan Efek yang meliputi antara lain
kegiatan sebagai Penjamin Emisi Efek, Perantara Pedagang Efek,
dan Manajer Investasi. Sedangkan Pihak lain dalam ketentuan
dimaksud merupakan Pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Efek
untuk melakukan tugas tertentu meskipun Pihak tersebut bukan
pegawai Perusahaan Efek dimaksud.
2. Pasal 35 huruf b jo Pasal 47 Undang-Undang Pasar Modal
Dalam Pasal 35 huruf b UUPM diatur ketentuan yang
menyatakan bahwa Perusahaan Efek dilarang mengungkapkan nama
atau kegiatan nasabah, kecuali diberi instruksi secara tertulis oleh
nasabah atau diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Selain itu dalam Pasal 47 UUPM juga diatur mengenai
larangan Kustodian untuk memberikan keterangan mengenai
rekening Efek nasabah kepada Pihak mana pun kecuali kepada
pihak-pihak yang telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 47.
3. Pasal 36 dan 37 Undang-Undang Pasar Modal
Dalam ketentuan Pasal 36 UUPM, Perusahaan Efek diwajibkan
untuk mengetahui latar belakang, keadaan keuangan, dan tujuan
investasi nasabahnya, serta membuat dan menyimpan catatan
dengan baik mengenai pesanan, transaksi, dan kondisi keuangan
nasabahnya. Ketentuan tersebut diatur mengingat hubungan antara
nasabah dan Perusahaan Efek lebih didasarkan pada kepercayaan,
sehingga sudah sepatutnya Perusahaan Efek mengetahui keinginan,
kemampuan, serta latar belakang nasabah. Dengan mengetahui hal-
hal tersebut, Perusahaan Efek dapat menentukan arah dalam
pemberian jasanya sesuai dengan keadaan nasabah sehingga dapat
45
dihindarkan keadaan di mana Perusahaan Efek menyalahgunakan
kepercayaan yang diberikan untuk kepentingan sendiri dengan
mengorbankan kepentingan nasabahnya.
Selain itu, pembuatan dan penyimpanan catatan atas semua
kegiatan yang berhubungan dengan investasi nasabah tersebut akan
sangat berguna baik bagi nasabah maupun bagi Perusahaan Efek
sendiri. Dengan demikian catatan tersebut sewaktu-waktu dapat
diketahui oleh nasabah untuk kepentingan pembuktian.
Selanjutnya, dalam ketentuan Pasal 37 UUPM, disebutkan
bahwa Perusahaan Efek yang menerima Efek dari nasabahnya
diwajibkan untuk menyimpan Efek tersebut dalam rekening yang
terpisah dari rekening Perusahaan Efek. Ketentuan tersebut diatur
mengingat Efek nasabah yang dikelola oleh Perusahaan Efek
merupakan titipan nasabah, bukan merupakan bagian kekayaan dari
Perusahaan Efek. Oleh karena itu, Efek nasabah tersebut harus
disimpan dalam rekening yang terpisah dari rekening Perusahaan
Efek.
Pemisahan rekening Efek nasabah dengan rekening Efek
portofolio Perusahaan Efek sendiri dimaksud akan sangat berguna
dalam hal terjadi Perusahaan Efek yang bersangkutan pailit atau
dilikuidasi. Dalam hal demikian, karena Efek nasabah tersebut bukan
merupakan bagian dari kekayaan Perusahaan Efek, maka Efek
nasabah tersebut bukan merupakan bagian dari harta kepailitan
ataupun harta yang dilikuidasi (budel pailit), sehingga semua kreditur
atau Pihak lain yang mempunyai hak tagih terhadap Perusahaan Efek
tidak mempunyai hak untuk menuntut Efek nasabah yang dikelola
oleh Perusahaan Efek.
Di samping kewajiban untuk memisahkan Efek nasabah dari
kekayaan Perusahaan Efek, Perusahaan Efek juga diwajibkan untuk
46
menyelenggarakan pembukuan secara terpisah untuk setiap nasabah
dan menyediakan tempat penyimpanan yang aman atas harta
nasabahnya. Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi
pencampuran Efek di antara nasabahnya, dan harta nasabah akan
menjadi aman serta terhindar dari kemungkinan hilang, rusak ataupun
risiko kecurian. Dengan pembukuan secara terpisah tersebut, setiap
nasabah Perusahaan Efek dapat secara mudah mengetahui jumlah
efeknya dan menggunakannya untuk kepentingan pembuktian.
4. Peraturan Bapepam Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Intern dan
Penyelenggaraan Pembukuan Oleh Perusahaan Efek
Sebagai pelaksanaan dari ketentuan yang ada dalam UUPM
tersebut, kegiatan yang berkaitan dengan BOFIS tersebut telah diatur
pula dalam Peraturan Bapepam Nomor V.D.3 tentang Pengendalian
Intern dan Penyelenggaraan Pembukuan Oleh Perusahaan Efek.
Dalam peraturan ini, diatur ketentuan bahwa setiap Perusahaan Efek
yang melakukan transaksi untuk kepentingan Pihak bukan terafiliasi
harus mempunyai sekurang-kurangnya 4 (empat) bagian yang
terpisah antara satu dan yang lainnya, yaitu bagian jasa Kustodian,
bagian pembukuan, bagian pesanan dan perdagangan, dan bagian
Pemasaran.
Untuk memastikan terpisahnya masing-masing bagian tersebut,
dalam ketentuan Peraturan Nomor V.D.3 tersebut diatur pula bahwa
Pegawai masing-masing bagian pada Perusahaan Efek dilarang
melakukan tugas di luar tugas dan tanggung jawab bagiannya sendiri,
dan dilarang memiliki akses terhadap catatan, buku, dan rekening
pada bagian-bagian lain dari Perusahaan Efek tersebut. Selain itu
juga diatur mengenai larangan bagi Pihak yang bukan pegawai
Perusahaan Efek untuk masuk ke bagian jasa Kustodian, bagian
pembukuan, atau bagian pesanan dan perdagangan, kecuali jika
diawasi dengan ketat dan bersama dengan pegawai Perusahaan
47
Efek yang berwenang. Disamping itu, juga diatur mengenai
pembatasan terhadap akses ke perangkat keras dan perangkat lunak
komputer dan dokumentasi yang ada dalam Perusahaan Efek, hanya
pada pegawai yang berwenang.
Secara lebih rinci, fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggungjawab masing-masing bagian dalam Perusahaan Efek
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Fungsi dari bagian jasa Kustodian dalam Perusahaan Efek adalah
bertanggung jawab atas penerimaan dan penyerahan dana dan
Efek, serta atas penyimpanan dana dan Efek. Berkaitan dengan
tanggungjawabnya tersebut, bagian jasa Kustodian antara lain
wajib melakukan penyimpanan yang terpisah antara dana, Efek,
dan dokumen yang dimiliki Perusahaan Efek dengan Rekening
Efek Kustodian yang berisi dana, Efek, dan dokumen yang dimiliki
oleh nasabah Perusahaan Efek. Bagian jasa Kustodian juga wajib
memastikan bahwa dana, Efek, dan dokumen nasabah
Perusahaan Efek aman terhadap penyalahgunaan, kehilangan,
dan pemakaian oleh Pihak yang tidak berwenang. Selain itu,
bagian jasa Kustodian juga wajib membuat dan menyimpan
catatan dan laporan terinci bagian jasa Kustodian atas penerimaan
dan penyerahan dana, Efek, dan dokumen yang berkaitan dengan
Efek.
b. Fungsi Bagian Pembukuan Perusahaan Efek adalah bertanggung
jawab atas pemeliharaan catatan dan buku Perusahaan, yang
meliputi rekening Efek nasabah (Securities Accounts), buku
pembantu Efek (Securities Ledgers), buku besar (General Ledger),
dan buku pembantu transaksi (Transaction Ledgers). Kegiatan
pencatatan seluruh transaksi Perusahaan Efek tersebut wajib
dilaksanakannya setiap hari sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku dan Peraturan Bapepam yang berkaitan
48
dengan hal tersebut. Kegiatan pencatatan tersebut dapat
dilaksanakan secara mekanis maupun elektronis, namun harus
tetap memperhatikan aspek pengamanan yang cukup sehingga
dapat dicegah adanya risiko pemalsuan terhadap catatan tersebut.
Sistem pencatatan harus mampu memberikan informasi yang
cepat, tepat, dan dapat dimengerti oleh para Pihak yang
berkepentingan terhadap dokumen tersebut.
c. Selanjutnya, fungsi Bagian Pesanan dan Perdagangan adalah
bertanggung jawab untuk memproses pesanan baik untuk
kepentingan nasabah maupun untuk kepentingan Perusahaan
Efek dan melaksanakan transaksi Efek. Berkaitan dengan hal
tersebut bagian pesanan dan perdagangan wajib membuat dan
menyimpan catatan yang terinci dari setiap pesanan dan setiap
instruksi nasabah (order jual atau order beli Efek) serta catatan
persetujuan oleh pengawas atas setiap pesanan sebelum
melaksanakan transaksi berupa hasil verifikasi pembukaan
Rekeing Efek nasabah dan tersedianya dana atau Efek guna
penyelesaian transaksi Efek.
d. Sedangkan Bagian Pemasaran dalam Perusahaan Efek wajib
bertanggung jawab untuk membuat kontrak dengan nasabah
mengenai pembukaan rekening Efek dan menerima pesanan
nasabah untuk membeli atau menjual Efek, serta membuat arsip
tersendiri mengenai pengaduan dari nasabah atau Pihak yang
bertindak atas nama nasabah.
Kewajiban Perusahaan Efek untuk memiliki ke-4 (keempat)
bagian yang mempunyai masing-masing fungsi tersebut timbul
sebagai salah satu persyaratan bagi suatu Perseroan yang akan
mengajukan izin usaha sebagai Perusahaan Efek kepada Bapepam.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor V.A.1 tentang
Perizinan Perusahaan Efek. Bahkan kewajiban tersebut tetap melekat
49
pada Perusahaan Efek selama masih menjalankan kegiatan
usahanya, mengingat tidak adanya salah satu fungsi dari keempat
bagian tersebut akan mengakibatkan persyaratan sebagai
Perusahaan Efek tidak terpenuhi, sehingga membawa konsekuensi
kemungkinan dicabutnya izin usaha Perusahaan Efek tersebut.
Namun demikian, pengecualian atas pemenuhan ke-4
(keempat) bagian yang mempunyai masing-masing fungsi tersebut
juga telah diatur dalam Peraturan Bapepam yaitu Peraturan Nomor
V.D.9 tentang Pedoman Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota
Bursa Efek jo. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor No: 179/KMK.010/2003 tentang Kepemilikan Saham dan
Permodalan Perusahaan Efek jo. Peraturan Nomor V.D.5 tentang
Pemeliharaan dan Pelaporan Modal Kerja Bersih Disesuaikan.
Dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
Pasar Modal tersebut diatur antara lain bahwa Perusahaan Efek
yang kehilangan statusnya sebagai Anggota Bursa Efek karena tidak
dapat memenuhi ketentuan persyaratan Modal Disetor dan Modal
Kerja Bersih Disesuaikan Bagi Perusahaan Efek maka Perusahaan
Efek yang menjalankan kegiatan sebagai Perantara Pedagang Efek
yang mengadministrasikan rekening Efek nasabah, akan menjadi
Perantara Pedagang Efek yang tidak mengadministrasikan rekening
Efek nasabah.
Selanjutnya, pengecualian dimaksud secara lebih tegas diatur
dalam ketentuan angka 6 Peraturan Bapepam Nomor V.D.9 yang
menyatakan bahwa Perusahaan Efek bukan AB yang menangani
semua transaksi nasabah berdasarkan perjanjian keagenan dengan
Anggota Bursa Efek dan tidak memelihara rekening Efek, tidak
diwajibkan untuk memiliki pegawai yang menjalankan fungsi bagian-
bagian sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bapepam Nomor
V.D.3, yang meliputi bagian jasa Kustodian, bagian pembukuan dan
50
bagian pesanan dan perdagangan. Dengan kata lain, Perusahaan
Efek yang tidak mengadministrasikan rekening Efek nasabah hanya
diwajibkan memiliki 1 (satu) bagian yaitu yang menjalankan fungsi
pemasaran. Hal ini adalah sebagai bagian dari mekanisme perjanjian
keagenan antara Perusahaan Efek AB yang mengadministrasikan
rekening Efek nasabah dengan Perusahaan Efek yang tidak
mengadministrasikan rekening Efek nasabah.
Dalam mekanisme tersebut, Perusahaan Efek bukan AB hanya
diwajibkan untuk mempunyai 1 (satu) bagian yang melakukan fungsi
pemasaran. Selanjutnya pelaksanaan fungsi-fungsi lainnya (mulai
dari pembukaan rekening Efek nasabah, pelaksanaan pesanan dan
perdagangan serta penyediaan jasa kustodian) diserahkan kepada
Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek. Sehingga Perusahaan Efek
Anggota Bursa Efek-lah yang wajib mempunyai ke-empat fungsi
dalam bagian-bagian di Perusahaan Efek.
Berkaitan dengan landasan hukum bagi pelaksanaan
outsourcing BOFIS Perusahaan Efek di Indonesia, dalam peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal sebagaimana yang
disebutkan di atas, tidak terdapat satu ketentuan pun yang secara
tegas mengaturnya baik dalam bentuk larangan maupun
diperbolehkan pelaksanaannya. Ketentuan mengenai kewajiban
setiap Perusahaan Efek untuk melaksanakan internal kontrol dan
menyelenggarakan pembukuan hanya menekankan adanya
tanggungjawab dan kewajiban pelaksanaan BOFIS tersebut dalam
setiap Perusahaan Efek, dan tidak menyentuh mengenai siapa pihak
yang harus melaksanakannya. Apakah harus dilakukan oleh
Perusahaan Efek sendiri maupun oleh pihak yang ditunjuk oleh
Perusahaan Efek untuk melaksanakannya.
Yang jelas dalam hal terjadi kesalahan (dispute) dalam
kegiatan pelaksanaan BOFIS dimaksud, tanggungjawab tetap berada
51
pada Perusahaan Efek sebagai pihak yang telah mendapatkan izin
usaha dari Bapepam dan bukan pihak lain yang ditunjuk oleh
Perusahaan Efek tersebut. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 31
UUPM di atas, serta ketentuan pengenaan sanksi dalam peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal, yang mengatur antara
lain bahwa pihak yang dapat dikenakan sanksi adalah pihak yang
telah mendapatkan izin usaha, pendaftaran dan atau persetujuan dari
Bapepam.
Selain itu, apabila dilihat dari sudut pandang pelaksanaan
BOFIS Perusahaan Efek melalui masing-masing fungsi dalam ke-4
(keempat) bagian yang ada yaitu bagian jasa Kustodian, bagian
pembukuan, bagian pesanan dan perdagangan, dan bagian
pemasaran, dimana aspek kerahasiaan antar masing-masing
fungsi/bagian (chinese wall) sangat ditekankan, maka pelaksanaan
outsourcing BOFIS Perusahaan Efek juga tetap harus memperhatikan
aspek kerahasiaan tersebut. Sehingga, dalam hal Perusahaan Efek
akan menunjuk pihak lain untuk melakukan sebagian fungsinya
dengan mekanisme outsourcing BOFIS maka dalam perjanjian
penunjukannya tetap wajib memperhatikan aspek kerahasiaan
rekening Efek nasabah sebagaimana diatur dalam Pasal 35 jo Pasal
47 UUPM di atas.
C. DATA YANG DIPEROLEH
1. KUISIONER
Tujuan tim studi Outsourcing Back Office adalah untuk
mengkaji kemungkinan diterapkannya praktek Outsourcing Back
Office Perusahaan Efek di Pasar Modal Indonesia, kemudian
mengidentifikansi permasalahan yang kemungkinan timbul dalam
penerapan praktek Outsourcing di Indonesia dan mencari solusi
terbaik atas penerapan praktek Outsourcing di Pasar Modal
52
Indonesia. Untuk itu telah disebarkan sebanyak 100 kuisioner kepada
Perusahaan Efek yang telah memiliki ijin usaha Perantara Pedagang
Efek, Penjamin Emisi Efek dan Manajer Investasi sebagai responden.
Dari 100 kuisioner yang disebar tersebut, responden yang
mengembalikan kuisioner kepada tim studi sebanyak 31 responden
(31,00%) terdiri dari 29 responden sebagai Perantara Pedagang Efek
(Dongsuh Kolibindo tidak mengisi identitasnya dan Citigroup
Securities tidak sebagai PPE), 23 responden diantaranya juga
sebagai Penjamin Emisi Efek dan 14 responden sebagai Manajer
Investasi.
Data responden menunjukkan bahwa dari 31 responden
tersebut 9 diantaranya baru beroperasi kurang dari 10 tahun,
sedangkan yang telah beroperasi antara 10 sampai dengan 20 tahun
sebanyak 21 responden dan hanya 1 responden yang telah
melakukan kegiatan usahanya lebih dari 20 tahun.
Status 31 Perusahaan Efek yang menjadi responden, sebagian
besar adalah Perusahaan Efek AB yaitu sebanyak 24 responden,
sementara Perusahaan Efek Nasional sebanyak 14 responden,
Perusahaan Efek patungan sebanyak 8 responden dan 2 responden
tercatat / listing di Bursa Efek J akarta.
Umumnya responden mempunyai modal disetor lebih dari Rp
25 milyar yaitu sebanyak 26 responden sedangkan 5 responden
lainnya mempunyai modal disetor antara Rp 5 - 25 milyar.
Responden juga mempunyai kantor cabang di luar J akarta
antara lain, yang mempunyai kantor cabang kurang dari 3 kantor
sebanyak 14 responden, yang mempunyai 3 - 5 kantor cabang
sebanyak 3 responden dan yang mempunyai kantor cabang lebih dari
10 sebanyak 4 responden.
53
Sementara jumlah nasabah keseluruhan dari 31 responden
sebanyak 27.822 terdiri dari 27.476 nasabah perorangan Nasional
dan 379 nasabah perorangan Asing. Sedangkan nasabah Institusi
sebanyak 2.074 terdiri dari 1.746 nasabah institusi Nasional dan 328
nasabah institusi Asing. Berikut hasil tabulasi dari 20 pertanyaan yang
berkaitan dengan pengetahuan responden tentang Outsourcing Back
Office.
Tabel 1: Pengetahuan tentang Outsourcing Back Office
J awaban Frekuensi Prosentase
Ya 22 70,97%
Tidak 8 25,81%
Tidak Menjawab 1 3,22%
Total 31 100,0%
J awaban diatas menunjukkan bahwa 70% dari responden mengetahui
dan pernah mendengar tentang Outsourcing Back Office.
Tabel 2: Fungsi/ kegiatan Perusahaan Efek yang dapat
didelegasikan kepada pihak lain
J awaban Frekuensi Prosentase
pemasaran 10 32,26%
kustodian 25 80,65%
Pembukuan 4 13,33%
Penyelesaian 8 26,67%
Pesanan dan Perdagangan 2 6,67%
Riset 23 74,19%
Teknologi Informasi 25 80,64%
54
Dari pilihan jawaban responden diatas menunjukkan bahwa
fungsi/kegiatan pada perusahaan efek yang dapat didelegasikan
berturut-turut adalah adalah Kustodian dan TI, kemudian Riset, dan
yang paling sedikit prosentasenya adalah pemasaran, penyelesaian,
pembukuan maupun pemesanan dan perdagangan.
Tabel 3: Yang dapat diberikan wewenang fungsi/kegiatan
yang didelegasikan
J awaban Frekuensi Prosentase
IT Development Company 20 66,67%
perusahaan efek lain 10 33,33%
Bank Umum / Kustodian 22 73,33%
Institusi non perorangan 20 66,67%
penyedia jasa dan profesional 3 9,68%
Pilihan terhadap pihak yang dapat diberi wewenang dalam
melaksanakan kegiatan/fungsi Perusahaan Efek yang dapat
didelegasikan, terbanyak responden memilih bank Umum /Kustodian
kemudian IT Development Company dan Institusi non peroarangan,
Perusahaan Efek lain dan pilihan tambahan lainnya adalah penyedia
jasa dengan ijin Bapepam dan Profesional.
Tabel 4: Persyaratan khusus untuk penyedia jasa
J awaban Frekuensi Prosentase
Ya 28 90,32%
Tidak 3 9,68%
Total 31 100,0%
Hampir semua responden menyatakan bahwa perlu dibuat
persyaratan khusus/tertentu bagi para pihak yang menjadi penyedia
jasa kegiatan outsourcing.
55
Tabel 5: Persyaratan yang diperlukan bagi penyedia jasa
J awaban Frekuensi Prosentase
modal yang cukup 24 responden 77,42%
pengalaman 26 responden 83,87%
tenaga ahli 28 responden 90,32%
profesionalisme 3 responden 9,68%
J awaban responden menunjukkan bahwa untuk menjadi penyedia jasa
outsourcing, penyedian jasa harus memiliki berbagai syarat, utamanya
adalah modal, tenaga ahli dan pengalaman
Tabel 6: Apakah persyaratan-persyaratan tersebut harus
ditetapkan melalui peraturan Bapepam
J awaban Frekuensi Prosentase
Ya 22 70,97%
Tidak 8 25,81%
Guideline 5 16,13%
Tidak Menjawab 4 12,90%
Total 31 100,0%
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
menghendaki pengaturan dari Bapepam terkait dengan syarat untuk
dapat menjadi penyedia jasa outsourcing.
Tabel 7: Perijinan Penyedia Jasa di Bapepam
J awaban Frekuensi Prosentase
Ijin 16 51,61%
persetujuan 5 16,13%
tercatat 7 22,58%
56
lapor 8 25,81%
tidak perlu 3 9,68%
Hanya 3 responden yang menyatakan bahwa penyedia jasa tidak
perlu ijin/persetujuan/pencatatan atau bahkan lapor dari Bapepam.
Tabel 8: Penerapan Outsourcing Back Office pada PE
J awaban Frekuensi Prosentase
mempermudah pembukuan dan
pelaporan
7 responden 23,33%
mempermudah pengendalian
internal
5 responden 16,13%
memperkecil biaya operasional 18 responden 60,00%
mengurangi beban kerja
perusahaan
17 responden 54,84%
efisiensi waktu sehingga lebih
fokus pada bisnis inti
22 responden 70,97%
membingungkan pembukuan dan
pencatatan
4 responden 13,33%
kendali berada diluar jangkauan
perusahaan
17 responden 54,84%
penambahan biaya operasional
pada pihak ketiga
11 responden 35,48%
kerahasiaan data perusahaan
tidak terjaga
22 responden 70,97%
Responden menyatakan faktor positif utama yang akan didapat
apabila Perusahaan Efek melakukan outsourcingnya adalah efisiensi
waktu sehingga lebih fokus pada bisnis inti, sedangkan hal yang
57
paling menjadi ketakutan atau faktor negatif adalah kerahasiaan data
perusahaan tidak terjaga.
Tabel 9: Penerapan OSBO Bagi Perusahaan Efek
J awaban Frekuensi Prosentase
merugikan perusahaan 8 responden 25,81%
menguntungkan perusahaan 21 responden 70,00%
tidak memberikan jawaban 2 responden 4,19
Total 31 100,0%
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden menyatakan bahwa praktek outsourcing akan
menguntungkan perusahaan. Namun terdapat pula responden yang
menyatakan bahwa praktek outsourcing akan merugikan perusahaan.
Tabel 10: Adakah Pihak lain yang Diuntungkan
J awaban Frekuensi Prosentase
Emiten 3 responden 10,00%
pemodal/nasabah 9 responden 30,00%
Perusahaan efek 10 responden 33,33%
regulator/Bapepam 5 responden 16,67%
pihak lain didalam Pasar Modal 3 responden 10,00%
pihak lain diluar Pasar Modal 6 responden 19,35%
tidak ada yang diuntungkan 4 responden 13,33%
Hanya 4 responden yang menyatakan bahwa dalam praktek outsorcing
tidak ada pihak lain yang diuntungkan.


58
Tabel 11: Peranan OSBO dalam memperngaruhi kinerja
perusahaan (meningkatkan jumlah nasabah)
J awaban Frekuensi Prosentase
Ya 21 responden 70,00%
Tidak 10 responden 32,26%
Total 31 100,0%
Sebagian besar responden menyatakan bahwa OSBO PE dapat
meningkatkan/mempengaruhi jumlah nasabah, terutama untuk
meningkatkan jumlah nasabah.
Tabel 12: Peranan OSBO dalam memperngaruhi kinerja
perusahaan (melayani Nasabah)
J awaban Frekuensi Prosentase
Ya 21 responden 67,74%
Tidak 10 responden 33,33%
Total 31 100,0%
Sebagian besar responden menyatakan bahwa OSBO PE dapat
meningkatkan/mempengaruhi jumlah nasabah, terutama dalam
pelayanan terhadap nasabah.
Tabel 13: PE menjadi OSCompany bagi PE lainnya
J awaban Frekuensi Prosentase
Ya 7 responden 23,33%
Tidak 24 77,42%
Total 31 100,0%
Sebagian besar responden menyatakan bahwa suatu Perusahaan
Efek tidak dapat menjadi penyedia jasa bagi perusahaan Efek lain
59
dalam outsourcing. Hanya 23 % responden yang menyatakan bahwa
suatu PE dapat menjadi penyedia jasa bagi PE lain.
Tabel 14: Alasan suatu PE tidak dapat menjadi penyedia jasa
bagi PE lain
J awaban Frekuensi Prosentase
conflict of interest 23 responden 74,19%
Penyalahgunaan informasi dan
data
21 responden 67,74%
persaingan tidak sehat 20 responden 64,52%
Sebagian besar responden yang menyatakan bahwa suatu PE tidak
dapat menjadi penyedia jasa bagi PE lain adalah karena alasan conflict
of interest, Penyalahgunaan informasi dan data, persaingan tidak sehat
(dengan prosentase diantara ketiga alasan tersebut hampir sama).
Tabel 15: Alasan suatu PE dapat menjadi penyedia jasa bagi PE
lain
J awaban Frekuensi Prosentase
familiar dengan peraturan
Bapepam dan UUPM
5responden 16,13%
mengetahui praktek yang
berlaku di PM
7responden 22,58%
mengalami dan tahu apa yang
diperlukan dalam penanganan
back office
6 responden 19,35%)
Sebagian besar Responden yang menyatakan bahwa suatu PE dapat
menjadi penyedia jasa bagi PE lain adalah karena alasan familiar
dengan peraturan Bapepam dan UUPM, mengetahui praktek yang
berlaku di PM, mengalami dan tahu apa yang diperlukan dalam
60
penanganan back office (dengan prosentase diantara ketiga alasan
tersebut hampir sama).
Tabel 16: Yang perlu diatur oleh Bapepam dalam penerapan
Outsourcing Back Office (OSBO)
J awaban Frekuensi Prosentase
pedoman pelaksanaannya 26 responden 83,87%
materi perjanjian antar pihak 20 responden 64,52%
pengelolaan kerahasiaan
informasi dan data
27 responden 87,10%
persyaratan minimal untuk
menjadi OS Company
27 responden 87,10%
tarif / fee minimal-maksimal 15 responden 48,39%
sanksi untuk pelanggaran 27 responden 87,10%
penanggungjawab dari output
jika ada kesalahan
24 responden 77,42%
Bapepam memiliki unit khusus
audit OSBO
22 responden 70,97%
dispute resolution 16 responden 51,61%
aturan detail tertulis 1 responden 3,23%
Pada dasarnya para responden menyatakan bahwa dalam penerapan
OSBO, Bapepam perlu mengaturnya banyak hal, diantaranya yang
utama adalah pedoman pelaksanaannya, pengelolaan kerahasiaan
informasi dan data, persyaratan minimal untuk menjadi penyedia
layanan (outsourcing company) dan sanksi untuk pelanggaran.


61
Tabel 17: Kemungkinan Penerapan OSBO di Pasar Modal (PM)
Indonesia
J awaban Frekuensi Prosentase
dimungkinkan karena PM
memiliki instrumen pendukung
11 responden 35,48%
dimungkinkan bila ada
perubahan/tambahan
peraturan
14 responden 45,16%
tidak dimungkinkan karena
terlalu banyak aturan yang
harus dirubah
2 responden 6,45%
tidak dimungkinkan karena
infrastruktur pendukungnya
belum siap
3 responden 9,68%
belum perlu dan tidak harus
diterapkan
2 responden 6,45%
tidak dimungkinkan karena
pasar global sudah sangat
efisien
2 responden 6,45%
Mayoritas responden menyatakan bahwa OSBO PE dimungkinkan
penerapannya diIndonesia berdasar atas 2 hal, antara lain karena PM
memiliki instrumen pendukung, dan dengan dibarengi dengan
perubahan/tambahan peraturan.
Tabel 18: Rencana Responden Jika OSBO diterapkan
J awaban Frekuensi Prosentase
akan tetap menjalani bisnisnya
seperti sekarang
18 responden 58,06%
62
segera melakukan OSBO 3 responden 9,68%
mendirikan unit bisnis OSBO 3 responden 9,68%
melakukan kemitraan dengan
PE lain untuk OSBO
3 responden 9,68%
akan melihat situasi
disesuaikan dengan kebutuhan
3 responden 9,68%
Tabel menunjukkan bahwa ada banyak hal yang akan dilakukan
responden jika OSBO diterapkan, namun sebagian besar menyatakan
akan tetap menjalani bisnisnya seperti sekarang.
Tabel 19: Yang Paling Penting Bagi Perusahaan Efek Bila
Melakukan OSBO
J awaban Frekuensi Prosentase
SDM 20 responden 64,52%
Modal 7 responden 22,58%
TI yang profesional 3 responden 9,67%
Sebagian besar responden menempatkan SDM sebagai unsur yang
utama dan pertama yang harus dipersiapkan oleh PE yang akan
melakukan outsourcing.
Tabel 20: Bentuk keterbukaan informasi yang ideal/ informatif
bagi para pemodal dalam skema OSBO
J awaban Frekuensi Prosentase
keterbukaan sebagaimana
diwajibkan kepada PE
6 19,35%
keterbukaan PE ditambah
informasi mengenai OSC
25 80,65%
Total 31 100,0%
63
Sedangkan mengenai bentuk keterbukaan informasi yang ideal/
informatif bagi para pemodal dalam skema OSBO, sebagian besar
responden menyatakan keterbukaan seperti PE ditambah informasi
mengenai penyedia layanan (Outsourcing Company).
2. WAWANCARA/DISKUSI DENGAN PELAKU
a. PT Sarijaya Permana Sekuritas
Terdapat tiga tahapan pengembangan sistem back
office. Yang pertama terkait dengan pemenuhan terhadap
peraturan-peraturan terkait dengan operasional Perusahaan
Efek. Tahapan selanjutnya adalah pelaksanaan risk
management yang terintegrasi secara sistem antara front office
dengan back office. Dan yang terakhir adalah diperlukannya
back office system yang dapat terintegrasi dengan LKP, LPP
dan Bank, serta sistem yang dapat menunjang Straight
Through Processing (STP).
Namun demikian, hingga saat ini masih terdapat
beberapa kendala terhadap sistem back office Perusahaan
Efek pada umumnya. Salah satu kendala yang ada adalah
Perusahaan Efek belum dapat memenuhi permintaan
pelaporan terhadap ketaatan sesuai peraturan yang berlaku,
misalnya masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam
pemenuhan ketentuan pelaporan Modal Kerja Bersih
Disesuaikan (MKBD). Kendala yang lain berupa keterbatasan
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk melaksanakan
operasionalnya. Sedangkan hambatan pelaksanaan back office
sesuai dengan perkembangan pelaksanaan perdagangan yang
ada (remote trading), antara lain berupa sulit dikembangkannya
software yang ada, biaya investasi hardware yang tinggi, biaya
investasi lisensi software untuk back office, dan database yang
mahal.
64
Outsourcing atas back office system dapat dilakukan
untuk menanggulangi kendala atau hambatan di atas,
mengingat bahwa hal ini memungkinkan penyajian pelaporan
sesuai dengan pemenuhan ketaatan terhadap peraturan.
Selain itu, hal ini menghasilkan efisiensi dalam biaya SDM,
biaya ruang kantor, biaya investasi teknologi (hardware dan
software, dan komunikasi). Hal ini juga memungkinkan
penyesuaian terhadap perkembangan peraturan industri lebih
mudah dilaksanakan, dan PE dapat lebih fokus pada
pengembangan pemasaran dan kesempatan penetrasi kepada
calon investor lebih luas.
2. PT Dhana Wibawa Artha Cemerlang Securities
Pada tahun 2002, industri sekuritas di Indonesia
mengalami perubahan yang cukup signifikan terkait dengan
ketentuan permodalan Perusahaan Efek berupa peningkatan
modal yang relatif tinggi. Dalam menghadapi kondisi tersebut,
beberapa Perusahaan Efek yang kecil mengalami kesulitan
dalam pemenuhan ketentuan baru tersebut.
Dalam rangka mencari solusi atas permasalahan
tersebut, APEI melakukan studi banding dengan praktek yang
ada di Amerika Serikat. Dari studi banding tersebut diperoleh
gambaran bahwa di Amerika, terdapat kurang lebih 4500
Perusahaan Efek tetapi yang merupakan anggota bursa
(NYSE) hanya 250 Perusahaan Efek sedangkan sisanya hanya
melakukan kegiatan pemasaran (marketing). Selanjutnya 250
Perusahaan Efek ini melakukan outsourcing atas kegiatan
kliringnya kepada 50 Perusahaan Efek (clearing agents). Selain
itu, 250 Perusahaan Efek ini pada umumnya juga melakukan
outsourcing atas semua kegiatan back office-nya kepada
penyedia jasa outsourcing yang sebagian besar organisasinya
65
menyerupai organisasi Perusahaan Efek. Dengan demikian,
ke-250 Perusahaan Efek ini hanya berkonsentrasi pada
pelaksanaan order nasabah yang ditanganinya. Namun
demikian, pelaksanaan outsourcing tersebut tidak diatur dalam
peraturan SEC. Hal ini diserahkan pada Perusahaan Efek
berdasarkan pertimbangan bisnis.
Hasil studi banding tersebut menjadi salah satu bahan
dan pertimbangan dalam penyusunan Peraturan Bapepam
Nomor V.D.9 tentang Perjanjian keagenan antara Perusahaan
Efek Anggota Bursa dan Perusahaan Efek bukan Anggota
Bursa atau yang lebih dikenal dengan kemitraan Perusahaan
Efek AB dan Perusahaan Efek bukan AB. Konsep kemitraan ini
pada dasarnya hampir sama dengan konsep outsourcing,
dimana Perusahaan Efek bukan AB berkonsentrasi pada
kegiatan pemasaran dan Perusahaan Efek AB akan
menjalankan fungsi-fungsi terkait dengan perdagangan dan
kustodian.
3. PT Megatech Global Mitrausaha
PT Megatech Global Mitrausaha (MGM) merupakan anak
perusahaan dari PT Dhana Wibawa Artha Cemerlang
Securities yang menjadi salah satu Apilcation Service Provider
(ASP) untuk remote trading di Bursa Efek J akarta. Sebagai
ASP, MGM menyewakan (bukan mengelola) sistem, fasilitas,
dan jasa bagi Anggota Bursa untuk dapat melakukan
perdagangan melalui J ATS secara Remote. Melalui ASP,
Anggota Bursa tidak perlu melakukan investasi untuk
membangun sendiri RTS, karena ASP akan menyewakan
sistem, fasilitas dan memberikan jasa pelayanan bagi Anggota
Bursa untuk dapat melakukan perdagangan secara jarak jauh.
Sampai dengan saat ini jumlah Perusahaan Efek Anggota
66
Bursa yang menggunakan jasa MGM sebagai ASP berjumlah
12 Perusahaan Efek.
Adapun mekanisme dari jasa yang dilakukan oleh MGM selaku
ASP sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
sistem Remote Trading yang akan diterapkan BEJ adalah
perdagangan jarak jauh dengan host to host order routing
interface system.
Untuk dapat melakukan perdagangan tersebut setiap
Anggota Bursa harus mempunyai aplikasi interface yang
menghubungkan BOFIS Anggota Bursa dengan sistem
perdagangan BEJ .
ASP bertindak sebagai penyedia jaringan dan sistem yang
menghubungkan BOFIS Anggota Bursa dengan mesin
transaksi di Bursa Efek. Aplikasi interface tersebut pada
intinya menghubungkan BOFIS Anggota Bursa dengan
J ATS melalui melalui J ONEC, WAN dan J ONES.
67
BAB IV
ANALISA DATA

A. KONDISI IDEAL DAN PERATURAN YANG BERLAKU
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di bidang Pasar Modal,
sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu, Perusahaan Efek
diwajibkan untuk mempunyai sistem pengendalian internal dan
penyelenggaraan pembukuan. Kewajiban ini diberikan mengingat kegiatan
Perusahaan Efek didasarkan pada kepercayaan nasabah. Di samping itu,
hal ini juga untuk memastikan bahwa Perusahaan Efek, dalam melakukan
kegiatannya, mendahulukan dan menjaga kepentingan nasabahnya,
termasuk aset nasabah.
Peraturan Bapepam Nomor V.D.3 tentang Pengendalian Interen dan
Penyelenggaraan Pembukuan oleh Perusahaan Efek mengatur bahwa
Perusahaan Efek wajib memiliki sekurang-kurangnya empat bagian, yaitu
jasa Kustodian, pembukuan, pesanan dan perdagangan, serta pemasara.
Berdasarkan ketentuan ini, ada dua pendekatan yang dapat dipakai yaitu
pendekatan fisik dan pendekatan fungsi dari kempat bagian dimaksud.
Pendekatan fisik lebih menekankan pada eksistensi fisik keempat bagian
dimaksud dengan segala perangkat keras dan sumber daya manusianya.
Sedangkan pendekatan fungsi adalah bahwa di dalam Perusahaan Efek
keempat bagian tersebut terpisah secara fungsional. Dengan kata lain,
penekanan pemisahan keempat bagian tersebut bukan secara fisik, namun
pada pemisahan fungsi dari masing-masing bagian.
Adanya kecenderungan Perusahaan Efek melakukan outsourcing
atas kegiatan back office-nya pada umumnya didasarkan pada
pertimbangan efisiensi terutama efisiensi biaya. Dalam menyikapi adanya
kecenderungan ini, perlu diperhatikan apakah ketentuan perundang-
78
undangan di bidang Pasar Modal memberikan dasar hukum atas hal
tersebut. Tidak ada ketentuan baik dalam Undang-undang Pasar Modal
maupun peraturan pelaksanaannya yang mengatur secara langsung
mengenai dimungkinkannya outsourcing. Namun demikian, beberapa
ketentuan dapat dijadikan sebagai acuan atau dasar bagi kemungkinan
pelaksanaan kegiatan outsourcing oleh Perusahaan Efek.
Pasal 31 Undang-undang Pasar Modal telah mengatur secara tegas
bahwa Perusahaan Efek bertanggungjawab terhadap segala kegiatan yang
berkaitan dengan Efek yang dilakukan oleh direktur, pegawai, dan Pihak
lain yang bekerja untuk perusahaan tersebut. Dari ketentuan tersebut, dapat
dilihat bahwa Undang-undang Pasar Modal membuka kemungkinan bagi
Perusahaan Efek menunjuk Pihak ketiga untuk bekerja atau melakukan
tugas bagi Perusahaan Efek, meskipun Pihak tersebut bukan pegawai
Perusahaan Efek dimaksud.
Hal penting yang perlu diperhatikan mengenai Pasal tersebut adalah
masalah pertanggungjawaban. J elas disebutkan bahwa pelaksanaan
seluruh kegiatan Perusahaan Efek, termasuk yang dilakukan oleh Pihak lain
yang ditunjuknya, tetap merupakan tanggungjawab dari Perusahaan Efek.
Oleh karena itu, penunjukan Pihak lain untuk melaksanakan kegiatan dalam
Perusahaan Efek tidak dapat diartikan meliputi pula pengalihan
tanggungjawab kepada Pihak lain.
Lebih lanjut, secara tidak langsung Peraturan Bapepam Nomor V.D.9
tentang Pedoman Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek,
memberikan kemungkinan bagi Perusahaan Efek melakukan outsourcing
atas sebagian kegiatan dalam fungsi pemasaran. Pengaturan pelaksanaan
outsourcing dilakukan melalui mekanisme keagenan, di mana Perusahaan
Efek bukan AB menjadi agen pemasaran dari Perusahaan Efek AB. Dalam
mekanisme ini tidak semua fungsi pemasaran dilakukan oleh Perusahaan
Efek bukan AB. Namun, Perusahaan Efek bukan AB terlibat dalam
69
pelaksanaan fungsi tersebut, antara lain menjadi salah satu Pihak yang
menandatangani kontrak pembukaan rekening Efek nasabah. Di samping
itu, berdasarkan kewenangan yang diberikan nasabahnya, Perusahaan
Efek bukan AB dapat menerima pesanan nasabah untuk selanjutnya
diteruskan kepada Perusahaan Efek AB.
Ketentuan mekanisme keagenan inipun mengatur secara tegas
bentuk pertanggungjawabannya. Dalam angka 4 peraturan tersebut
dijelaskan bahwa tanggungjawab atas pencatatan dan pemeliharaan
rekening Efek nasabah merupakan tanggungjawab Perusahaan Efek AB.
Oleh karena itu, Perusahaan Efek ini tetap diwajibkan mempunyai bagian
pemasaran.
Di samping permasalahan pertanggungjawaban, hal lain yang perlu
diperhatikan dalam rangka kemungkinan penerapan outsourcing di
Indonesia adalah kerahasiaan Rekening Efek Nasabah. Beberapa Pasal
dalam Undang-undang Pasar Modal memberikan jaminan kerahasiaan atas
Rekening Efek Nasabah. Pasal 35 Undang-undang Pasar Modal melarang
Perusahaan Efek atau Penasihat Investasi mengungkapkan nama atau
kegiatan nasabah, kecuali diberi instruksi secara tertulis oleh nasabah atau
diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di
samping itu, Pasal 47 Undang-undang Pasar Modal juga melarang
Kustodian atau Pihak terafiliasinya memberikan keterangan mengenai
Rekening Efek Nasabah kepada Pihak mana pun, kecuali kepada Pihak-
pihak tertentu sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-undang Pasar
Modal.
Dalam hal Perusahaan Efek menerapkan outsourcing, maka sedikit
banyak informasi terkait dengan Rekening Efek Nasabah akan diketahui
oleh Pihak lain. Oleh karena itu, untuk tetap menjaga kepercayaan investor
dalam berinvestasi di Pasar Modal, maka kewajiban menjaga kerahasiaan
rekening Efek yang diberikan oleh Undang-undang Pasar Modal harus
70
melekat pula kepada Pihak-pihak yang bekerja untuk Perusahaan Efek,
yang mengetahui informasi terkait dengan Rekening Efek Nasabah
dimaksud.
Sebagaimana telah dipaparkan pula dalam bab terdahulu, IOSCO
telah menerbitkan Principles on Outsourcing of Financial Services for
Market Intermediaries. Sebagai salah satu anggota IOSCO, maka prinsip ini
wajib dijadikan sebagai acuan dalam mempertimbangkan penerapan
outsourcing di Pasar Modal Indonesia. Di samping itu, praktek internasional
yang sudah diterapkan di pasar modal negara lain juga dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka untuk menerapkan
kegiatan outsourcing back office Perusahaan Efek perlu merubah Peraturan
Bapepam terutama yang terkait dengan pengendalian interen Perusahaan
Efek dengan menambahkan ketentuan antara lain sebagai berikut:
1. Pemilihan vendor yang berkualitas dan menyusun bentuk
perjanjiannya
Vendor/penyedia layanan yang dipilih harus berkualitas dan
compatible. Perjanjian antara lembaga keuangan dengan vendor
harus dibuat secara jelas bentuk dan hal-hal yang diharapkan dari
kedua belah pihak.
2. Pengelolaan dan pengawasan outsourcing arrangement
Mengingat dengan melakukan outsourcing, pengendalian manajemen
terhadap kegiatannya berubah dari langsung menjadi tidak langsung,
maka ada risiko yang timbul. Oleh karena itu, manajemen perlu
secara aktif melakukan pengawasan.


71
3. Kepastian adanya efektivitas pengendalian dan validasi secara
independen
Ketergantungan pada pihak lain untuk melakukan kegiatannya, dapat
menimbulkan risiko. Untuk itu lembaga keuangan yang akan
melakukan outsourcing perlu melakukan validasi secara independen
atas pengendalian pada perusahaan penyedia layanan untuk
memastikan bahwa pengendalian telah diimplementasikan secara
efektif.
4. Kepastian adanya contingency plan yang viable.
Contigency plan meliputi contingency plan yang dimiliki oleh service
provider dan contingency plan yang dimiliki oleh financial services jika
service provider tidak dapat melaksanakan fungsinya.

B. ANALISIS ATAS DATA KUISIONER DAN WAWANCARA/DISKUSI
DENGAN PELAKU
1. Analisis Atas Data Kuisioner
Dari data kuisioner yang disajikan dalam Bab III di atas, dapat
diperoleh gambaran bahwa sebagian besar Perusahaan Efek
responden telah mengetahui istilah Outsourcing Back Office.
Adapun tiga besar fungsi-fungsi atau kegiatan dalam
Perusahaan Efek yang dapat didelegasikan kepada pihak lain
berdasarkan urutan pilihan responden adalah kustodian, teknologi
informasi, dan riset. Sedangkan fungsi pemasaran, penyelesaian, dan
pembukuan merupakan fungsi-fungsi yang dipilih responden
selanjutnya. Hal ini menggambarkan efisiensi yang ingin dicapai oleh
Perusahaan Efek dengan outsourcing, mengingat fungsi teknologi
informasi memiliki biaya yang cukup material bagi pelaksanaan back
office Perusahaan Efek.
72
Sedangkan pihak-pihak yang dapat diberi wewenang atas
pelaksanaan fungsi-fungsi atau kegiatan yang didelegasikan di atas
yang dipilih responden adalah Bank Umum/Kustodian, IT
Development Company, dan Institusi non perorangan. Hal ini juga
terkait dengan alasan efisiensi di atas tetapi lebih kepada
menggambarkan kompetensi yang diperlukan oleh PE untuk
pelaksanaan back office-nya.
Sebagian besar responden menyatakan perlu adanya
persyaratan khusus untuk pihak-pihak yang dapat diberi wewenang
atas pelaksanaan fungsi atau kegiatan yang didelegasikan tersebut.
Hal ini menggambarkan bahwa pemberian jasa outsourcing harus
diatur pelaksanaannya antara lain pengaturan tentang persyaratan
untuk menjadi pihak penyedia jasa outsourcing. Syarat-syarat yang
dipilih oleh responden adalah tenaga ahli, pengalaman, dan
permodalan yang cukup. Hal ini menggambarkan persyaratan
kompetensi yang diminta oleh Perusahaan Efek terhadap penyedia
jasa outsourcing.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa persyaratan-
persyaratan di atas harus ditetapkan melalui peraturan Bapepam. Hal
ini memperlihatkan bahwa Perusahaan Efek menginginkan pemberi
jasa outsourcing juga dibawah pengawasan Bapepam.
Tentang perijinan, sebagian besar menyatakan bahwa pihak-
pihak pemberi jasa outsourcing perlu memperoleh ijin dari Bapepam.
Sebagian lagi menyatakan bahwa pihak-pihak tersebut cukup
melaporkan kegiatannya ke Bapepam, dan lainnya menyatakan harus
tercatat di Bapepam. Hal ini menggambarkan bahwa perijinan
ataupun pengawasan atas pemberi jasa outsourcing harus dilakukan
Bapepam.
73
Sisi positif atas penerapan Outsourcing Back Office pada
Perusahaan Efek yang dipilih oleh responden terbanyak adalah
efisiensi waktu sehingga lebih fokus pada bisnis inti, diikuti oleh hal
memperkecil biaya operasional, dan selanjutnya hal mengurangi
beban kerja perusahaan. Pilihan responden mencerminkan aspek
efisiensi kerja dan biaya yang diharapkan akan dihasilkan dari
penerapan Outsourcing Back Office. Adapun sisi negatif yang
mungkin timbul dari penerapan Outsourcing Back Office yang dipilih
oleh responden terbanyak adalah kerahasiaan data perusahaan tidak
terjaga, diikuti dengan aspek kendali yang berada di luar jangkauan
Perusahaan Efek. Dengan demikian, kerahasiaan data dan
pengendalian oleh Perusahaan Efek merupakan dua hal yang
menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam penerapan
Outsourcing Back Office. Berdasarkan pertimbangan sisi positif dan
sisi negatif di atas, mayoritas responden menyatakan bahwa
penerapan Outsourcing Back Office menguntungkan perusahaan.
Menurut responden, pihak selain Perusahaan Efek dan
penyedia jasa outsourcing yang diuntungkan dari penerapan
Outsourcing Back Office di Indonesia adalah Perusahaan Efek dan
investor/nasabah. Mayoritas responden menyatakan bahwa
penerapan Outsourcing Back Office dapat mempengaruhi kinerja
Perusahaan Efek dalam meningkatkan jumlah dan pelayanan
nasabah.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa sebuah
Perusahaan Efek tidak dapat menjadi penyedia jasa outsourcing bagi
Perusahaan Efek lainnya dalam pengelolaan back officenya karena
akan terjadi benturan kepentingan, penyalahgunaan informasi data
yang dikelola, dan dapat menimbulkan persaingan tidak sehat.
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa Perusahaan Efek dapat
menjadi penyedia jasa dengan pertimbangan sudah mengetahui
74
praktek yang berlaku di pasar modal, mempunyai pengalaman dalam
penanganan back office, dan sudah familiar dengan peraturan
Bapepam dan UUPM.
Untuk hal-hal yang perlu diatur oleh regulator (Bapepam),
responden menyatakan bahwa pengelolaan kerahasiaan informasi
dan data, persyaratan minimum untuk menjadi perusahaan penyedia
jasa outsourcing, dan sanksi untuk pelanggaran merupakan tiga hal
utama (dengan jumlah suara responden yang sama, 87,10%) yang
perlu diatur. Sedangkan hal-hal yang perlu pengaturan berdasarkan
pilihan responden selanjutnya (83,9% dan 77,4%) adalah pedoman
pelaksanaannya dan penanggung-jawab dari output (laporan
pembukuan, MKBD, dan lain-lain) dan kesalahan/pelanggaran dari
output. Selain itu responden memilih agar Bapepam memiliki unit
khusus audit Outsourcing Back Office (71%). Pilihan selanjutnya atas
hal-hal yang perlu pengaturan adalah materi perjanjian antar pihak
(64,52%) dan dispute resolution (51,6%). Memperhatikan besarnya
porsi pilihan responden di atas terlihat bahwa responden
menginginkan semua hal yang terkait dengan pelaksanaan konsep
Outsourcing Back Office diatur dalam peraturan Bapepam.
Mengenai kemungkinan penerapan Outsourcing Back Office di
pasar modal Indonesia, sebagian besar responden menyatakan
dimungkinkan karena pasar modal memiliki instrumen pendukung dan
jika ada perubahan/tambahan peraturan. Namun demikian, terdapat
sebagian kecil responden yang menyatakan bahwa Outsourcing Back
Office belum dimungkinkan di pasar modal Indonesia karena
infrastruktur pendukungnya belum siap, terlalu banyak peraturan yang
harus dirubah, dan Outsourcing Back Office belum perlu dan tidak
harus diterapkan. Memperhatikan opini kemungkinan penerapan
Outsourcing Back Office dari responden di atas, terlihat bahwa masih
terdapat perbedaan, meskipun sangat kecil, anggapan dari
75
Perusahaan Efek terhadap perlunya penerapan Outsourcing Back
Office di pasar modal Indonesia.
J ika Outsourcing Back Office dapat diterapkan di Pasar Modal
Indonesia, sebagian besar (58%) responden menyatakan bahwa
rencana mereka dalam mengantisipasinya adalah dengan tetap
menjalani bisnisnya seperti sekarang. Sedangkan responden lainnya
dengan porsi yang terbagi rata menyatakan rencananya untuk
antisipasi penerapan Outsourcing Back Office dengan bentuk segera
melakukan Outsourcing Back Office, mendirikan unit bisnis
Outsourcing Back Office, kemitraan dengan Perusahaan Efek lain
untuk Outsourcing Back Office, dan akan melihat situasi disesuaikan
dengan kebutuhan. Memperhatikan tanggapan responden di atas,
penerapan Outsourcing Back Office tidak akan merubah secara
signifikan cara Perusahaan Efek melakukan kegiatan usahanya.
Menurut responden hal yang paling penting bagi Perusahaan
Efek bila berkeinginan melakukan Outsourcing Back Office adalah
sumber daya manusia (SDM) pada urutan pertama, modal pada
urutan kedua, dan lainnya yang pada umumnya mengharapkan TI
yang profesional dengan aplikasi (hardware/software) yang mudah
diperoleh dan dioperasikan pada urutan ketiga. Dari tanggapan
tersebut tampak bahwa SDM merupakan suatu yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan konsep Outsourcing Back Office.
Sebagian besar responden menyatakan bahwa bentuk
keterbukaan informasi yang ideal/informatif bagi para pemodal dalam
skema Outsourcing Back Office adalah keterbukaan informasi seperti
Perusahaan Efek ditambah informasi mengenai Perusahaan
Penyedia J asa Outsourcing.

76
2. Analisisa Diskusi Dengan Pelaku
Dari diskusi yang dilakukan dengan para pelaku, diketahui
bahwa sebagian Perusahaan Efek telah lama menyampaikan ide dan
gagasan untuk implementasi outsourcing. Usulan tersebut lebih
didasarkan bahwa outsourcing akan dapat membuat kegiatan usaha
yang efektif dan efisien yang pada akhirnya akan berdampak positif
pada pengambangan Pasar Modal Indonesia.
Dalam pelaksanaan konsep outsourcing ini harus dicermati
kesesuaian peristilahan dan konsep yang lazim sesuai dengan yang
diterima umum secara internasional dengan praktek yang ada.
Sebagai contoh, pelaksanaan pemberian jasa Application System
Provider (ASP) di mana suatu perusahaan yang bergerak di bidang
teknologi informasi memberikannya kepada beberapa Perusahaan
Efek dalam pengembangan remote trading, transaksi derivatif, dan
distribusi sistem baru kepada beberapa Perusahaan Efek tersebut.
Hal ini agak berbeda dengan konsep Outsourcing Back Office yang
ada. Hal ini mengingat bahwa untuk ASP, jasa yang diberikan hanya
penyediaan software (vendor) untuk pelaksanaan operasional back
office Perusahaan Efek tanpa adanya pemberian jasa sumber daya
manusia yang mengoperasikannya, perawatannya, dan
pengawasannya yang semuanya ini dilakukan tetap oleh Perusahaan
Efek.
Konsep outsourcing yang dikaji dalam studi ini adalah konsep
Bussiness System Provider (BSP) dimana fungsi-fungsi Back Office
tertentu dilakukan oleh perusahaan lain berdasarkan suatu kontrak
yang mengikat. Meskipun demikian, hasil yang diperoleh dari
penerapan ASP telah dirasakan oleh Perusahaan Efek khususnya
yang bergerak di Perantara Pedagang (brokerage) sehingga
Perantara Pedagang Efek dapat lebih fokus pada kompetensi mereka
77
untuk meningkatkan dan memanage nasabah. Mempertimbangkan
hasil yang telah diperoleh dari penerapan ASP, maka dapat
diperkirakan hasil yang dapat diperoleh dari penerapan BSP dimana
jasa yang diberikan lebih luas dari ASP, sehingga diharapkan
Perusahaan Efek dapat lebih efisien dalam kegiatan usahanya dan
lebih fokus pada peningkatan kualitas penanganan nasabahnya
(marketing).
Hal lain yang harus diperhatikan dalam penerapan konsep
outsourcing adalah aspek pengawasan dan pengendalian atas
pelaksanaan back office Perusahaan Efek dan kerahasiaan data
nasabah. Menurut para pelaku, hal ini dapat dilakukan dan dijaga
dengan memformulasikan langkah-langkah dan parameter-parameter
tentang pengawasan dan pengendalian serta penanganan
kerahasiaan yang memadai dalam kontrak kerja antara Perusahaan
Efek dan perusahaan penyedia jasa outsourcing.

78
DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Peraturan Bapepam No V.D.3 tentang Pengendalian Interen dan Penyelenggaraan
Pembukuan oleh Perusahaan Efek
Peraturan Bapepam No V. D.9 tentang Pedoman Perjanjian Agen Perusahaan Efek
Anggota Bursa Efek
Materi Presentasi PT Dhanawibawa Artha Cemerlang mengenai Outsourcing Back
Office
Materi Presentasi PT Megatech Global Media mengenai ASP
Materi Presentasi PT Sarijaya Indosurya
http://www.mas.gov.sg
http://www.sc.com.my
http://www.fsc.go.kr
http://www.gov.im/fsc

Anda mungkin juga menyukai