Anda di halaman 1dari 4

8/7/2014 MASALAH GIZI MAKRO DI INDONESIA | adingpintar

http://adingpintar.wordpress.com/2013/02/27/masalah-gizi-makro-di-indonesia/ 1/4
adingpintar
It's all about Mee..!!!
FEBRUARY 27, 2013 BY ADINGPINTAR
MASALAH GIZI MAKRO DI INDONESIA
A. PENDAHULUAN
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah
Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY), masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah obesitas terutama di kota-kota besar. Pada
Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1993, telah terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah
gizi ganda yang artinya sementara masalah gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh,
sudah muncul masalah baru, yaitu berupa gizi lebih. (Supariasa, 2012).
Secara umum masalah gizi di Indonesia, terutama KEP, masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN
lainnya. Pada tahun 1995 35,4% anak balita di Indonesia menderita KEP (persen median berat
menurut umur < 80%). Pada tahun 1997 berdasarkan pemantauan status Gizi (PSG) yang dilakukan
oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat, prevalensi KEP ini turun menjadi 23,1%. Keadaan ini tidak
dapat bertahan yaitu pada saat Indonesia mengalami krisis moneter yang berakibat pada krisis
ekonomi yang berkepanjangan. Pada tahun 1998, prevalensi KEP meningkat kembali menjadi 39,8%.
Demikian pula masalah KVA yang diperkirakan akan meningkat karena masa krisis ekonomi yang
berkepanjangan. (Supariasa, 2012).
B. PREVALENSI MASALAH GIZI MAKRO DI INDONESIA
Meskipun Indonesia telah menunjukkan penurunan kemiskinan secara tetap, tetapi masalah gizi pada
anak-anak (balita) hanya menunjukkan sedikit perbaikan. Dari tahun 2007 sampai 2011, proporsi
penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 16,6-12,5%, tetapi masalah gizi tidak
menunjukkan penurunan secara signifikan. Sebagai contoh prevalensi anak pendek masih sangat
tinggi, yaitu masih tinggi di atas angka prevalensi WHO yang ditetapkan yaitu 20%. Angka
prevalensi masalah gizi makro pada balita dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Prevalensi Masalah Gizi Makro pada Balita
8/7/2014 MASALAH GIZI MAKRO DI INDONESIA | adingpintar
http://adingpintar.wordpress.com/2013/02/27/masalah-gizi-makro-di-indonesia/ 2/4
Status Gizi Riskesdas 2007 Riskesdas 2010
Gizi Buruk (<-3SD)-
Marasmus
- Kwasiorkort

5,4% 4,9%
Wasting (BB/TB)- Sangat
kurus
- Kurus
13,6
6,2
7,4
13,3
6,0
7,3
Gemuk (BB/TB) 12,2 14
Underweight (BB/U) (Kurus) 18,4 17,9
Stunting (TB/U)- Pendek
- Sangat pendek
36,8
18
18,8
35,6
17,1
18,5
Sumber : Riskesdas, 2007 & 2010
Berdasarkan tabel 1 terlihat prevalensi status gizi buruk pada balita mengalami penurunan,apabila
dibandingkan antara tahun 2007 dan 2010. Sedangkan untuk wasting menunjukkan prevalensi yang
tinggi dan terlihat antara tahun 2007 dan 2010 tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Pada
Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi balita sangat kurus (BB/TB) mencapai 6%
sehingga menempatkan mereka pada resiko kematian yang tinggi. Menurut Riskesdas 2010 beberapa
keadaan yang menyebabkan status gizi kurus ini disebabkan karena nafsu makan yang turun akibat
sakit atau menderita diare.
Demikian pula prevalensi kurus pada usia 6-12 tahun dan 13-15 tahun adalah 11% serta 16-18 tahun
sebesar 8,9%. Selanjutnya prevalensi underweight berdasarkan indikator BB/U ternyata juga masih
tinggi yaitu pada tahun 2010, yaitu 17,9%. Padahal apabila mengacu pada angka WHO (non public
health problem) tidak boleh melebihi 10%. Pada tabel 1, terlihat satu masalah gizi yang prevalensinya
selalu mengalami kenaikan setiap tahun yaitu status gizi gemuk berdasarkan indikator BB/TB yang
semula hanya 12,2 % pada tahun 2007 menjadi 14% pada tahun 2010.
8/7/2014 MASALAH GIZI MAKRO DI INDONESIA | adingpintar
http://adingpintar.wordpress.com/2013/02/27/masalah-gizi-makro-di-indonesia/ 3/4
Untuk stunting walaupun mengalami penurunan, namun angka prevalensinya tetap masih sangat
tinggi apabila dibandingkan dengan angka prevalensi WHO. Prevalensi stunting pada Riskesdas
tahun 2010 menuliskan bahwa prevalensi stunting pada usia 6-18 tahun ternyata juga masih tinggi
yaitu sebesar >30% dan mencapai prevalensi tertinggi pada usia 6-12 tahun yaitu sebesar 35,6%.
Dalam Riskesdas 2010 menuliskan bahwa beberapa penyebab stunting ini adalah seperti kemiskinan,
perilaku pola asuh yang tidak tepat, dan sering menderita penyakit secara berulang karena hygiene
dan sanitasi yang kurang baik. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Prevalensi Stunting pada Usia 6-18 tahun
Status Gizi 6-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun
Sangat pendek 15,1 13,1 7,2
Pendek 20,5 22,1 24,0
Normal 64,5 64,9 68,8
Sumber : Riskesdas, 2010
Masih tingginya prevalensi stunting di Indonesia haruslah diwaspadai dan mendapat perhatian yang
besar karena masalah gizi, khususnya stunting, menghambat perkembangan anak muda, dengan
dampak negative yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan bahwa
anak dengan stunting sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan
yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-anak pendek menghadapi
kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan,
miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak
pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas,
yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang.
(Unicef Indonesia, 2012).
Selain masalah gizi pada balita, masalah gizi yang sering terjadi pada orang dewasa adalah seperti
terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Prevalensi Masalah Gizi Makro pada Dewasa (>18 tahun) berdasarkan IMT
Status Gizi 2007 2010
Laki-laki Perempuan
Kurus 12,6 12,9 12,3
Normal 65,8 70,9 60,8
8/7/2014 MASALAH GIZI MAKRO DI INDONESIA | adingpintar
http://adingpintar.wordpress.com/2013/02/27/masalah-gizi-makro-di-indonesia/ 4/4
BB lebih 10 8,5 11,4
Obese 11,7 7,8 15,5
Sumber: Rislesdas 2007 & 2010
Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa status gizi yang prevalensi mengalami peningkatan adalah status
gizi lebih dan obese. Berdasarkan Riskesdas 2010, menunjukkan bahwa obese meningkat pada usia >
35 tahun dan menurun setelah usia 60 tahun, baik pada laki-laki dan perempuan dan ternyata
kejadian obese lebih besar terjadi di kota dibandingkan di desa. Obese meningkat seiring pendidikan
seseorang bertambah tinggi dan jenis pekerjaan yang dilakukan seperti PNS/TNI/POLRI/Pegawai.
Demikian pula semakin tinggi tingkat pengeluaran RT perkapita cenderung prevalensi obesnya juga
meningkat.
Refference
Kemenkes RI. 2007.Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta .
Kemenkes RI. 2010.Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta .
Supariasa, I Dewa Nyoman., B. Bakri dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta
Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak. Unicef Indonesia.
(By Yetti Wira Citerawati SY)
This entry was posted in Umum. Bookmark the permalink.
Create a free website or blog at WordPress.com. | The Misty Lake Theme.
Follow
Follow adingpintar
Powered by WordPress.com

Anda mungkin juga menyukai