Anda di halaman 1dari 20

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian sebelumnya tentang Pengaruh Pemberian Makanan Tambahan
Pemulihan (PMT-P) terhadap Status Gizi Buruk di Dinas Kesehatan Kota
Semarang tahun 2012 oleh Dian Widanarta dengan PMT-P yang diberikan dalam
bentuk formula dan biskuit menghasilkan adanya perbedaan status gizi balita
sebelum dan setelah pemberian PMT-P berdasarkan BB/TB dan BB/U dengan
nilai p=0,000 dan p=0,002. Perbedaan status gizi berdasarkan BB/TB yang terjadi
setelah pemberian PMT-P yaitu dari 100% balita sangat kurus menjadi 18,2%
normal, 40.9% kurus, dan 40.9% sangat kurus, sedangkan berdasarkan BB/U dari
86.4% balita gizi buruk menjadi 40.9% gizi kurang. Pemberian PMT-P juga
memberikan kontribusi energi sebesar 54.60±15.42% dan protein 79.17±37.75%
dari kebutuhan seharusnya dalam sehari. Kesimpulan : PMT-P selama 2 bulan
memberikan pengaruh terhadap perubahan status gizi berdasarkan BB/TB dan
BB/U balita gizi buruk dengan kontribusi energi sebanyak 54.60±15.42% dan
protein 79.17±37.75%.
Penelitian yang dilakukan oleh Tiommanisyah (2010) yaitu tentang
Analisa Kadar Protein Kasar dalam Kacang Kedelai, Kacang Tanah dan Kacang
Hijau Menggunakan Metode Makro Kjeldhal sebagai Bahan Makanan Campuran.
Dari hasil analisa diperoleh kadar protein kasar setiap 100 gram: kacang kedelai =
31,8 gram, kacang tanah = 23,9 gram dan kacang hijau = 23,7 gram. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa kandungan protein kasar dalam kacang kedelai, kacang tanah
dan kacang hijau mengandung asam amino esensial yang cukup tinggi, dan dapat
memenuhi angka kecukupan protein pada anak-anak umur 1-6 tahun yaitu 23-32
gram protein.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Diniyati (2012) yaitu Kadar
Betakaroten, Protein, Tingkat Kekerasan, dan Mutu Organoleptik Mie Instan
dengan Tepung Ubi Jalar Merah (Ipomoea batatas) dan Kacang Hijau (Vigna
7

radiate), subtitusi tepung kacang hijau meningkatkan protein mie instan dan
membuat produk tidak mudah tengik karena kandungan lemak kacang hijau
rendah dibandingkan kacang kedelai dan kacang tanah yaitu, 1,2 gram/100 gram.
Penelitian yang dilakukan oleh Belaoka (2016) tentang Pengaruh
Substitusi Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea Batatas L.) Terhadap Kadar Beta
Karoten Dan Proksimat Pada Biskuit diperoleh data nilai kadar beta karoten pada
biskuit yang disubstitusi tepung ubi jalar oranye 0%, 40%, 50%, dan 60% yaitu
<62,9mg/Kg. Kadar air tertinggi 4,58% dan terendah 3,68%, kadar abu tertinggi
1,6% dan terendah 1,06%, kadar lemak tertinggi 20,18% dan terendah 18,36%,
kadar protein tertinggi 8,82% dan terendah 4,85% dan kadar karbohidrat tertinggi
71,4% dan terendah 67,1%. Terdapat pengaruh substitusi tepung ubi jalar oranye
terhadap nilai proksimat pada biskuit dengan nilai sig. = 0,00 (p<0,05).
2.2 Gizi Kurang pada Balita
Balita gizi kurang menurut Kemenkes RI (2011) adalah balita dengan
status gizi kurang berdasarkan indikator BB/U dengan nilai z-score: -2 SD sampai
dengan <-3 SD. Indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U) memberikan
indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan berkorelasi positif dengan
umur dan tinggi badan. Berat Badan menurut Umur (BB/U) rendah dapat
disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau menderita penyakit infeksi
(masalah gizi akut). Anak dengan asupan gizi kurang akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat daripada anak dengan asupan
gizi cukup. Seperti pada pertumbuhan yang meliputi rendahnya tinggi badan,
berat badan, perkembangan otak, tingkat kecerdasan, serta psikisnya pun rendah
dan rentan terhadap penyakit infeksi (Hasdinah, 2014).
2.2.1 Penyebab Gizi Kurang
Menurut Unicef (1998), gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh
beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, pokok masalah di masyarakat, dan akar masalah.

1. Penyebab Langsung
a. Asupan makanan anak yang tidak memadai
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi
makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin
8

bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi


jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan
kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan,
agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier,
2002).
b. Penyakit infeksi
Faktor asupan makanan dan penyakit infeksi saling berkaitan satu sama
lain. Anak yang mendapat asupan makan yang cukup baik tetapi sering disering
diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya anak yang
tidak mendapatkan asupan makan yang cukup baik maka daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi. Penyakit
infeksi dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, malabsorbsi, metabolism
terganggu, dan perubahan perilaku sehingga berpengaruh terhadap pola makan
anak dan akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000).
2. Penyebab Tidak Langsung
a. Ketahanan pangan di keluarga
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan, harga
pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan
(Adisasmito, 2007). Selain itu, kebutuhan pangan yang bermutu gizi seimbang
menuntut adanya ketersediaan sumber zat tenaga (karbohidrat dan lemak), sumber
zat pembangun (protein), dan sumber zat pengatu (vitamin dan mineral).
b. Pola pengasuh anak
Kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu,
perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat bertumbuh dan berkembang
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental, dan social. Kurang baiknya pola
pengasuhan anak karena pengetahuan ibu yang kurang, terutama dalam pemberian
makanan pada anak mengakibatkan anak tidak mendapatkan makanan sesuai
dengan kebutuhan (Hayati, 2014).
3. Pokok Masalah di Masyarakat
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam hal peningkatan gizi,
namun tanpa dukungan dan kepedulian dari masyarakat tidak akan mendapatkan
hasil yang optimal dan efektif. Kader posyandu merupakan salah satu bentuk
kepedulian masyarakat dan partisipasi untuk perbaikan gizi masyarakat. Kader
adalah tumpuan pemberdayaan masyarakat dan keluarga yang perlu mendapatkan
9

pembekalan pengetahuan gizi melalui penyuluhan atau pelatihan. Sehingga kader


dapat memberikan pesan-pesan gizi secara sederhana, pelayanan gizi,
pemanfaatan lahan pekarangan yang semuanya dapat dilakukan oleh masyarakat
itu sendiri (Hayati, 2014).
4. Akar Masalah
Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah
terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang
mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit
infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
2.3 Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah suatu program yang telah
lama dikenal dalam bentuk intervensi untuk mengatasi masalah gizi kurang
(undernutrition). Adanya PMT diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
total konsumsi makanan sehari. Namun demikian, PMT hanya dilaksanakan
sebagai program penanggulangan masalah gizi jangka pendek. Pemberian PMT
ditujukan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya gizi kurang. Sedangkan
untuk jangka panjang, dibutuhkan suatu program berupa kegiatan yang secara
tidak langsung dapat mengatasi akar masalah dari penyebab tersebut. Kegiatan
tersebut meliputi usaha peningkatan pendapatan keluarga, pemanfaatan
pekarangan, peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, penyediaan sumber
daya yang mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan gizi (Depkes
RI, 1999).
Pemberian makanan tambahan bertujuan untuk meningkatkan status gizi
anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapainya status gizi
dan kondisi gizi yang sesuai dengan umur anak tersebut. PMT juga bertujuan
untuk memperbaiki keadaan gizi pada anak golongan rawan gizi yang menderita
gizi buruk, dan diberikan dengan kriteria anak balita yang dua kali berturut-turut
tidak naik timbangnya serta yang berat badannya pada KMS terletak di bawah
garis merah. Program PMT dilaksanakan sebagai bentuk intervensi gizi dengan
tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi, khususnya pada
kelompok resiko tinggi, yaitu bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas yang menderita
KEK (Kemenkes RI, 2011).
2.4 Jenis Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
10

2.4.1 Pemberian Makanan Tambahan Penyuluhan


Makanan tambahan penyuluhan adalah suplementasi gizi dalam bentuk
makanan tambahan dengan formulasi khusus dan difortifikasi dengan vitamin dan
mineral sebagai tambahan selain makanan utama bagi kelompok sasaran guna
memenuhi kebutuhan gizi. Tujuan PMT Penyuluhan adalah memberikan makanan
tambahan untuk mencegah terjadinya masalah gizi (Kemenkes RI, 2017). PMT
penyuluhan merupakan sarana penyuluhan gizi bagi orang tua dan balita. PMT
penyuluhan diselenggarakan sekali sebulan dan biasanya dilakukan di posyandu.
Sasarannya adalah semua anak balita bukan penderita gizi kurang maupun gizi
buruk saja. Kegiatan yang dilakukan saat penyuluhan adalah pemberian makanan
tambahan sekaligus memberikan contoh pemberian makanan tambahan yang baik
bagi balita serta memberikan motivasi pada ibu untuk memberikan makanan yang
terbaik pada balitanya.
Hasil PMT penyuluhan tidak dapat diukur sehingga tidak dapat diketahui
secara pasti dampaknya terhadap pemeliharaan gizi anak balita (Moehji, 2007).
2.4.2 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
Program Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) diberikan
kepada anak gizi kurang maupun anak yang dalam pemulihan pasca perawatan
gizi buruk yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan status
gizi anak. Intervensi berupa pemberian makanan yang jumlah dan jenis
kandungan zat gizinya sudah diatur. Tujuan PMT-P pada bayi dan balita gizi buruk
untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin serta
mineral secara bertahap guna mencapai status gizi yang optimal.
a. Prinsip
Menurut Kemenkes RI (2011) prinsip-prinsip dalam pelaksanaan PMT-P
adalah sebagai berikut:
1. PMT Pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan
lokal dan tidak diberikan dalam bentuk uang.
2. PMT Pemulihan hanya sebagai tambahan terhadap makanan yang
dikonsumsi oleh balita sasaran sehari-hari, bukan sebagai pengganti
makanan utama.
3. PMT Pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita
sasaran sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi
antar ibu dari balita sasaran.
11

4. PMT pemulihan merupakan kegiatan di luar gedung puskesmas dengan


pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dapat diintegrasikan dengan
kegiatan lintas program dan sektor terkait lainnya.
5. PMT Pemulihan dibiayai dari dana Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK). Selain itu PMT pemulihan dapat dibiayai dari bantuan lainnya
seperti partisipasi masyarakat, dunia usaha dan Pemerintah Daerah.
b. Sasaran
Menurut Kemenkes RI (2011) sasaran yang dipilih melalui hasil
penimbangan bulanan di posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria
sebagai berikut:
1. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat
Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS
2. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T)
3. Balita kurus
4. Bawah Garis Merah (BGM)

c. Persyaratan Jenis dan Bentuk Makanan


Menurut Kemenkes RI (2011) dan Depkes RI (2008) persyaratan jenis dan
bentuk makanan tambahan sebagai berikut:
1. Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau
makanan lokal. Jika bahan makanan lokal terbatas, dapat digunakan
makanan pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan
memperhatikan kemasan, label dan masa kadaluarsa untuk keamanan
pangan.
2. Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi
balita sasaran.
3. PMT Pemulihan merupakan tambahan makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizi balita dari makanan keluarga.
4. Makanan tambahan balita ini diutamakan berupa sumber protein hewani
maupun nabati (misalnya telur/ ikan/daging/ayam, kacang-kacangan atau
penukar) serta sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari
sayur-sayuran dan buah-buahan setempat.
5. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 60 hari.
6. Komposisi gizi mencukupi 1/3 dari kebutuhan sehari.
7. Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan/makanan lokal
ada 2 jenis yaitu berupa:
12

a) MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan).


b) Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan
berupa makanan keluarga.
Semakin meningkat usia anak balita, semakin meningkat pula kebutuhan
akan zat-zat gizi yang harus tersedia dalam makanan. Penentuan kebutuhan gizi
berbeda antar zat gizi. Patokannya berdasarkan penentuan angka atau nilai asupan
gizi untuk mempertahankan orang tetap sehat sesuai kelompok umur atau tahap
pertumbuhan dan perkembangan, jenis kelamin, aktivitas fisik dan kondisi
fisiologinya (Hayati, 2014). Untuk balita gizi kurang kebutuhan Angka
kecukupan zat gizi rata-rata yang dianjurkan untuk bayi dan anak balita terlihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Angka Kecukupan Zat Gizi Rata-rata yang Dianjurkan untuk
Bayi dan Anak Balita (per orang per hari)
Golongan Umur
0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun
Berat Badan (kg) 6 9 13 19
Tinggi Badan (cm) 61 71 91 112
Energi (kkal) 550 725 1125 1600
Protein (g) 12 18 26 35
Vitamin A (RE, g) 375 400 400 450
0.3 0.4 0.6 0.8
Tiamin (mg) 0.3 0.4 0.5 0.6
Riboflavin (mg) 0.1 0.3 0.5 0.6
Piridoksin (mg) 2 4 6 9
Niacin (mg) 0.4 0.5 0.9 1.2
Vitamin B12 (mg) 65 80 160 200
Asam Folat (mg) 40 50 40 45
Vitamin C (mg) 200 250 650 1000
Kalsium (mg) 100 250 500 500
Fosfor (mg) - 7 8 9
Besi (mg) - 3 4 5
Seng (mg) 90 120 120 120
Iodium ( g)
Sumber: Kementerian Kesehatan RI (2013)
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2016), PMT balita merupakan
pemberian suplementasi gizi untuk melengkapi kebutuhan gizi agar mencapai
berat badan sesuai usia. Tiap 100 gram PMT mengandung 450 kalori, 14 gram
lemak, 9 gram protein, dan 71 gram karbohidrat. PMT balita mengandung 10
vitamin (vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, D, E, K, dan Asam Folat) dan 7 mineral
13

(besi, zink, fosfor, selenium, dan kalsium). Setiap bungkus PMT balita terdiri dari
12 keping biskuit atau 540 kalori (45 kalori per biskuit). Usia 12-59 bulan
diberikan 12 keping per hari selama 1 bulan, setara dengan 30 bungkus PMT
balita. Bila berat badan telah sesuai, pemberian PMT balita dihentikan dan untuk
selanjutnya mengonsumsi makanan keluarga gizi seimbang.
2.5 Kacang Hijau

Gambar 2.1 Kacang Hijau


Sumber: https://www.alibaba.com
Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal
luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polongpolongan
(Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai
sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia
menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan kacang-kacangan,
setelah kedelai dan kacang tanah. Di Indonesia tanaman kacang hijau umumnya
tumbuh subur di daerah tropis. Kacang hijau merupakan tanaman yang sederhana
namun mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Adapun nilai kandungan
gizi kacang hijau per 100 gram dibandingkan kacang kedelai dan kacang tanah
dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.
14

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Kacang Hijau, Kacang Kedelai, Kacang Tanah per 100
gram
Uraian Kacang Hijau Kacang Kedelai Kacang Tanah
Energi (kal) 345,00 286,00 452,00
Protein (g) 22,00 30,20 25,30
Karbohidrat (g) 62,90 30,10 21,10
Lemak (g) 1,20 15,60 42,80
Kalsium (mg) 125,00 196,00 58,00
Fosfor (mg) 320,00 506,00 335,00
Zat Besi (mg) 6,70 6,90 1,30
Vitamin A (SI) 157,00 95,00 -
Vitamin B1 (mg) 0,64 0,93 0,30
Vitamin C (mg) 6,00 - 3,00
Air (g) 10,00 20,00 4,00
Sumber: Purwono (2005)
Kacang hijau merupakan sumber protein nabati tinggi. Protein yang
terkandung memiliki asam amino lengkap. Asam aminonya sebagian berubah ke
dalam bentuk bebas yang cepat diserap oleh tubuh. Kacang hijau memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi sebesar 22,9% dan merupakan sumber
mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya
merupakan asam lemak tak jenuh.
Kandungan kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk
memperkuat tulang. Kacang hijau juga mengandung rendah lemak yang sangat
baik bagi mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Kadar lemak
yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman
yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik.
Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak jenuh dan 27%
asam lemak jenuh. Umumnya kacang-kacangan memang mengandung lemak tak
jenuh tinggi. Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan
jantung. Kacang hijau mengandung vitamin B1 yang berguna untuk pertumbuhan.
Di Indonesia dapat dijumpai produk olah dari kacang hijau dengan
berbagai jenis olahan yang bervariasi seperti di olah menjadi bubur bayi instan,
sereal maupun dalam bentuk olahan lainnya. Kacang hijau memiliki kandungan
15

gizi yang baik, sehingga baik untuk dikembangkan menjadi produk makanan baru
oleh karena itu kacang hijau perlu dikembangkan lagi salah satunya dengan
pembuatan tepung kacang hijau.
2.6 Tepung Kacang Hijau
Tepung kacang hijau adalah tepung yang didapat dari hasil olahan kacang
hijau yang dijadikan tepung yang melalui beberapa proses seperti pencucian,
penyangraian, penggilingan dan pengayakan, sehingga dapat menjadi tepung.
Tepung kacang hijau menurut SNI 01-3728-1995 adalah bahan makanan yang
diperoleh dari biji tanaman kacang hijau (Phaseolus radiates L) yang sudah
dihilangkan kulitnya dan diolah menjadi tepung. Tepung kacang hijau yang baik
adalah tepung kacang hijau yang sesuai dengan syarat mutu.
Tabel 2.3 Kandungan Gizi Tepung Kacang Hijau per 100 gram.
Kandungan Gizi Tepung Kacang Hijau
Energi (kkal) 358,1
Lemak (g) 1,55
Protein (g) 22,15
Karbohidrat (g) 63,95
Sumber: Laporan Hasil Uji Institut Pertanian Bogor
2.7 Ubi Jalar Oranye

Gambar 2.2 Ubi Jalar Oranye


Sumber:
https://rossyyajis.wordpress.com
Ubi jalar adalah tanaman herba yang tumbuh menjalar didalam tanah dan
menghasilkan umbi. Ubi jalar mempunyai nama botani Ipomoea batatas (L.)
Lam, termaksud golongan famili Convolvulaceae (suku kangkung-kangkunga)
yang terdiri lebih dari 400 galur atau spesies. Tanaman ini dapat tumbuh
diberbagai tempat baik dataran tinggi maupun dataran rendah, dan disegala
macam jenis tanah.
Ubi jalar memiliki kulit yang relatif lebih tipis dibandingkan dengan kulit
ubi kayu. Warna daging ubi jalar bermacam-macam seperti warna putih, kuning,
jingga kemerah-merahan atau ungu. Ubi jalar juga memiliki warna kulit luar yang
16

berbeda-beda, biasanya putih kekuningan atau merah ungu dan tidak selalu sama
dengan warna umbinya. Begitupula bentuk ubi jalar tidak seragam ada yang bulat,
lonjong, dan benjol-benjol. Ubi jalar mengandung serat, banyak atau sedikitnya
serat tersebut tergantung pada jenis atau varietas ubi jalar (Muchtadi dalam
Apriliyanti, 2010).
Ubi jalar oranye (Ipomoea batatas (L.) Lam var. Ase jantan) selain
mengandung karbohidrat, juga mengandung betakaroten. Warna daging umbi
memiliki hubungan dengan kandungan gizi terutama kandungan β-karotennya.
Umbi yang berwarna jingga atau oranye mengandung betakaroten lebih tinggi
daripada jenis ubi jalar dengan warna yang lebih terang. Demikian pula, daging
umbi yang berwarna oranye memiliki rasa yang lebih manis daripada daging umbi
yang berwarna lain (Juanda, 2000).
Ubi merah yang berwarna jingga mengandung 9900 μg (32967 SI)
betakaroten. Ubi jalar merah merupakan sumber provitamin A. Banyak negara
berkembang yang menjadikan ubi jalar sebagai makanan pokok kedua dan
berperan dalam mengatasi kekurangan vitamin A. Ubi jalar sangat layak untuk
dipertimbangkan sebagai sumber komponen alami yang dapat meningkatkan
kesehatan karena kandungan β-karotennya sehingga berpotensi menjadi pangan
fungsional.

Tabel 2.4 Komposisi Kimia dan Fisik Ubi Jalar 100 gram Bahan
No. Kandungan Gizi Umbi Putih Umbi Merah/Oranye
1. Energi (kal) 123 123
2. Protein (g) 1,8 1,8
3. Lemak (g) 0,7 0,7
4. Karbohidrat (g) 27,9 27,9
5. Serat (g) - -
6. Abu (g) - -
7. Air (g) 68,5 68,5
8. Kalium (g) 30 30
9. Fosfor (g) 49
10. Natrium (g) - -
11. Kalsium (g) - -
12. Niacin (mg) - -
17

13. Vitamin A (IU) 60 7.700


14. Vitamin B (mg) 0,9 0,9
15. Vitamin B2 (mg) - -
16. Vitamin C (mg) 22 22
Sumber : Winarti (2010)
Serat pangan ubi jalar merupakan polisakarida yang tidak tercerna dan
terserap didalam usus halus, sehingga akan terfermentasi di dalam usus besar.
Serat pangan bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan bersifat prebiotik serta
merangsang pertumbuhan bakteri baik bagi usus, sehingga penyerapan zat gizi
menjadi menjadi lebih baik. Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, ubi jalar
juga merupakan sumber β-karoten yang tinggi dibandingkan dengan umbi-umbian
lainnya (Murtiningsih dan Suryanti, 2011)
Ubi jalar segar dikonsumsi dengan cara direbus, dikukus, dioles mentega
kemudian digoreng, sebagai pengental dalam pembuatan saus, sebagai dessert dan
snack/ keripik. Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai tepung komposit dengan
tepung terigu dalam industri bakery. Tepung ubi jalar dapat digunakan untuk
pembuatan roti, biskuit, cake, donat, rock buns dan pastry yang lain.
2.8 Tepung Ubi Jalar Oranye
Ubi jalar oranye memiliki prospek dan peluang yang besar sebagai bahan
baku industri pangan. Salah satu bentuk olahan ubi jalar yang cukup potensial
dalam kegiatan industri adalah tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar dapat menjadi
pilihan yang tepat untuk diversivikasi. Pembuatan tepung ubi jalar oranye akan
meningkatkan pemanfaatan serta menjadikannya sebagai salah satu sumber
provitamin A (Sigit, dkk., 2010). Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan
salah satu alternatif untuk memudahkan penyimpanan dan pengawetan ubi jalar.
Pemanfaatan ubi jalar dalam bentuk tepung dapat mempermudah penggunaannya
sebagai bahan baku industri pangan maupu non pangan. Pengolahan ubi jalar
menjadi tepung dapat meningkatkan diversifikasi produk pangan dan dapat
memberi nilai tambah dan mengangkat ubi jalar menjadi komoditas yang bernilai
tinggi. Selain itu, pengolahan ubi jalar menjadi tepung, diharapkan dapat
mengurangi jumlah ubi jalar yang terbuang percuma karena rusak ataupun busuk
karena dapat berguna sebagai bahan utama olahan produk pertanian maupun
sebagai bahan suplemen (Suprapti, 2003).
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Tepung Ubi Jalar per 100 gram Bahan
18

No. Parameter Tepung Ubi Tepung Ubi Tepung Ubi


Jalar Putih Jalar Oranye Jalar Ungu
1. Kadar air (%) 7,00 6,77 7,28
2. Kadar abu (%) 2,14 4,71 5,31
3. Protein (%) 0,53 4,41 2,79
4. Lemak (%) 2,11 0,91 0,81
5. Karbohidrat (%) 81,74 83,19 83,81
6. Serat kasar (%) 3,00 5,54 4,72
Sumber : Ambarsari (2009)
Ubi jalar oranye dapat meningkatkan nilai ekonomisnya sebagai bahan
baku pengganti tepung terigu. Pembuatan tepung ubi jalar oranye adalah sebagai
berikut: tahap pertama dalam pembuatan tepung ubi jalar oranye adalah 2 kg ubi
jalar oranye segar dikupas, kemudian dicuci denganair mengalir, diiris dengan
ketebalan ± 1 mm, kemudian di blanching air panas selama 1 menit, dikeringkan
pada kabinet dryer suhu 60oC selama 12 jam, didapatkan chip kering kemudian
digiling, dan diayak dengan ayakan 80 mesh (Subandoro, dkk., 2013). Sedangkan
menurut Amalia, dkk. (2014), proses pembuatan tepung ubi jalar sebagai berikut:
ubi jalar dikupas dan dicuci kemudian diiris tipis-tipis. Setelah itu, irisan bahan
direndam dalam larutan sodium metabisulfit 0,3% selama 5 menit (untuk
mencegah terjadinya pencoklatan). Kemudian irisan ubi jalar disusun pada loyang
untuk dikeringkan dalam oven pengeringan pada suhu 50 oC selama 14 jam, lalu
didinginkan pada suhu ruang dan digiling, kemudian diayak dengan ayakan 80
mesh. Dihasilkan tepung ubi jalar dan dikemas di dalam plastik dalam keadaan
tertutup rapat.
2.9 Biskuit
Menurut Manley (1998) biskuit diklasifikasikan berdasarkanbeberapa
sifat, yaitu : (1) tekstur dan kekerasan; (2) perubahan bentuk akibat pemangganan;
(3) ekstensibilitas adonan; dan (4) pembentukan produk. Berdasarkan SII tahun
1990, biskuit dapat diklasifikasikan menjadi biskuit keras, crackers, cookies, dan
wafer. Biskuit keras dibentuk dari adonan keras dan memiliki tekstur padat.
Crackers adalah biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui fermentasi dan
memiliki struktur yang berlapis-lapis. Cookies merupakan jenis biskuit yang
dibuat dari adonan lunak dengan sifat yang lebih renyah karena tekstur yang
19

kurang padat. Sedangkan wafer adalah jenis biskuit dari adonan cair dengan sifat
yang sangat renyah dan memiliki tekstur yang berongga (Faridah dkk, 2008).
Biskuit yang baik harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan SNI 2973-
2011 seperti yang terdapat pada Tabel 2.6. Biskuit umumnya berwarna cokelat
keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan kuran seragam, kering, renyah dan
ringan serta aroma yang menyenangkan (Matz dalam Imandira, 2012).
Biskuit kaya akan energi. Kandungan energi dalam 100 gram biskuit
kurang lebih 400-500 kkal. Karena itu, biskuit sangat tepat dijadikan bekal bagi
mereka yang sibuk beraktivitas dan memerlukan banyak energi, termasuk juga
bagus untuk dijadikan bekal bagi anak-anak sekolah. Dengan teknologi fortifikasi
(penambahan zat gizi tertentu), biskuit tidak lagi sekadar makanan sumber energi,
tetapi juga sebagai sumber zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Ke dalam
biskuit dapat ditambahkan berbagai vitamin, mineral, serat pangan, prebiotik, dan
komponen bioaktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan kemajuan
teknologi, biskuit dapat dijadikan makanan yang enak, bergizi, berpenampilan
menarik, serta bermanfaat bagi kesehatan.
22

Tabel 2.6 Syarat Mutu Biskuit


No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
2 Kadar air (b/b) % Maks. 5
3 Protein (N x 6.25) (b/b) % Min. 5
Min. 4,5 *)
Min. 3 **)
4 Asam lemak bebas % Maks. 1,0
(sebagai asam oleat( (b/b)
5 Cemaran logam
5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0.5
5.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0.2
5.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40
5.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0.05
6 Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5
7.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks. 1 x 104
7.2 Coliform APM/g 20
7.3 Eschericia Coli APM <3
7.4 Salmonella sp. - Negatif / 25g
7.5 Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 1 x 104
7.6 Bacillus cereus koloni/g Maks. 1 x 104
7.7 Kapang dan khamir koloni/g Maks. 2 x 104
Catatan
*) untuk produk biskuit yang dicampur dengan pengisi dalam adonan
**) untuk produk biskuit yang diberi pelapis atau pengisi (coating/filling)
Sumber: SNI 2973-2011

Bahan-bahan pembuat biskuit dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan
pengikat (binding material) dan bahan pembuat tekstur (tenderizing material).
23

Bahan pengikat atau pembentuk adonan yang kompak adalah tepung, susu, putih
telur, dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, kuning telur,
shortening, dan bahan pengembang (Faridah dkk, 2008).
1. Tepung Maizena
Tepung maizena meski jarang sekali digunakan sebagai bahan utama pada
pembuatan cake dan cookies, tapi selalu menjadi bahan pembantu untuk
mendapatkan tekstur sempurna. Pada resep cookies maizena dipakai sebagai
bahan pembantu “merenyahkan”, sedangkan pada resep cake, maizena adalah
bahan pembantu untuk “melembutkan”. Penggunaanya berkisar 10% s/d 20% saja
dari bahan tepung terigunya, sebab kalau terlalu banyak cake dan cookies akan
mudah berjamur atau tidak awet.
2. Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan biskuit.
Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur dan
penampilan biskuit. Fungsi gula dalam proses pembuatan biskuit selain sebagai
pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan warna pada
permukaan biskuit, dan mempengaruhi biskuit.
Meningkatnya kadar gula di dalam adonan biskuit, akan mengakibatkan
biskuit menjadi semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran
harus sesingkat mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat
dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna.
3. Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit.
Kandungan lemak dalam adonan biskuit merupakan salah satu faktor yang
berkontribusi pada variasi berbagai tipe biskuit. Di dalam adonan, lemak
memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit/cookies
menjadi lebih lembut. Selain itu,lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein
tepung terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak
melapisi tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah
24

pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di
dalam mulut.
Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan biskuit adalah mentega
(butter) dan margarin. Menggunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah
tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan
warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam
pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur,
pergunakan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan
menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak
berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah
lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret
dimulut.
Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan biskuit
karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi
terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara
bahan baku yang lain dalam industri cookies/biskuit. Dibandingkan dengan terigu
dan gula, harga lemak yang paling mahal. Oleh karena itu, penggunaannya harus
benar-benar diperhatikan untuk memperoleh produk yang berkualitas dengan
harga yang terjangkau. Lemak digunakan baik pada adonan, disemprotkan
dipermukaan biskuit/cookies, sebagai isi krim dan coating pada produk biskuit
cokelat. Tentu saja untuk setiap fungsi yang berbeda dipergunakan jenis lemak
yang berbeda pula.
4. Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari
fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning telur
memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak
sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahan-bahan
lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk menambah rasa
dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang karena menangkap
udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning
telur bersifat sebagai pengempuk.
25

5. Susu Skim
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan
sering digunakan pada pembuatan biskuit/cookies. Skim merupakan bagian susu
yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi
memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang
terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika
berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses
pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan
biskuit/cookies setelah dipanggang.
6. Garam
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain
yang digunakan dalam pembuatan biskuit/cookies. Sebenarnya jumlah garam
yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang
dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih
banyak garam karena garam akan memperkuat protein. Faktor lain yang
menentukan adalah formulasi yang dipakai. Formula yang lebih lengkap akan
membutuhkan garam yang lebih banyak.
7. Bahan Pengembang
Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu
leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan cookies adalah baking
powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan
selama pengolahan.
Kombinasi sodium bikarbonat dan asam dimaksudkan untuk memproduksi
gas karbondioksida baik sebelum dipanggang atau pada saat dipanaskan dioven.
Bahan pengasam yang digunakan tidak selalu berupa asam, yang penting dapat
memberikan ion hidrogen (H+) supaya dapat melepas CO2 dari NaHCO3,
misalnya garam alumunium-sulfat bila bereaksi dengan air akan menghasilkan
asam sulfat. Pereaksi asam yang digunakan adalah garam asam dari asam tartarat,
asam fosfat, atau senyawa alumunium. Fungsi bahan pengembang adalah untuk
26

meng“aerasi” adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan


biskuit/cookies yang renyah dan halus teksturnya.
2.10 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah di paparkan di atas, dapat disusun
kerangka konseptual sebagai berikut

Gizi kurang pada balita


usia 24-59 bulan

PMT Penyuluhan PMT Pemulihan

Biskuit dengan subtitusi tepung


kacang hijau dan ubi jalar oranye

Analisis kimia: Sifat organoleptik:


Protein Uji hedonik
-karoten Uji mutu hedonik

Perlakuan Terbaik

Analisis Komposisi Gizi

Pemorsian sebagai PMT


Pemulihan Gizi Kurang

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
27

2.12Hipotesis Penelitian
a. Ada perbedaan pada kadar protein dan vitamin A biskuit dengan subtitusi
tepung kacang hijau dan tepung jalar oranye.
b. Ada perbedaam mutu organoleptik biskuit dengan subtitusi tepung kacang
hijau dan tepung jalar oranye.
c. Ada perlakuan terbaik pada biskuit tepung kacang hijau dan tepung jalar
oranye dengan karakteristik yang paling baik.
d. Terdapat komposisi gizi (protein, lemak, karbohidrat, kadar air dan kadar
abu) yang sesuai dengan syarat PMT-P untuk balita gizi buruk.
e. Terdapat pemorsian biskuit yang sesuai dengan syarat PMT-P untuk balita
gizi kurang.

Anda mungkin juga menyukai