Anda di halaman 1dari 21

0

MODUL ORGAN TMK


SEORANG BAYI IKTERUS SEJAK USIA 12 JAM PASCA LAHIR


kelompok 4

03010032 Aninda Rebecca
03010033 Anisa Saraswati
03010034 Anita Damar Riyanti
03010036 Afriliani Zahra
03010038 Arief Purwodito
03010039 Arifi
03010040 Ariyanti Putri
03010041 Atikasyahriza Wibawa
03010042 Attika Dini Ardiana
03010044 Ayesha Riandra
03010045 Ayu Andini Putri
03010046 Ayu Nabila KP
03010047 Bagus Dwi Putranto












FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta, 6 Mei 2013



1


KATA PENGANTAR

Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung pada :

Hari, tanggal : Rabu, 8 Mei 2013
Pukul : 10.00 - 12.00
Ketua : Ayu Nabila
Sekretaris : Afrilliani Zahra

Pembahasan makalah dengan kasus sesi pertama berjudul Serorang bayi ikterus sejak
usia 12 jam pasca lahir didiskusikan oleh anggota kelompok 4 yang berjumlah 12 orang,
dengan dibimbing oleh dr. Oktavianus sebagai tutor. Pada akhir diskusi telat dibuat
kesimpulan akhir serta pengelolaan yang tepat yang akan dilakukan pada pasien tersebut.
Walau demikian, sudah tentu makalah ini masih banyak kekurangan dan belum
sempurna karena kemampuan kelompok. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat
membangun dari semua pihak kami harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang
akan datang bisa lebih baik lagi.


















2


BAB I
PENDAHULUAN

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada bagian
neonatus, ikterus akan ditemukan pada minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan
80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% bayi menderita ikterus. Ikterus ini
pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang
mnetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat
perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu
serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebak baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.




















3

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang bayi mengalami ikterus sejak usia 12 jam pasca lahir. Lahir operasi caesar
dengan berat 3200 g dan langsung menangis. Pada pemeriksaan fisis didapatkan sadar, tidak
panas, kterus. Hasil pemeriksaan bilirubin total 10.5 mg/dl. Anda sebagai mahasiswa diminta
untuk merancang tatalaksana kasus tersebut.





























4


BAB III
PEMBAHASAN

Masalah
Seorang bayi ikterus sejak usia 12 jam pasca lahir

Analisis Masalah
Pada kasus ini, masalah utama yang dialami oleh pasien adalah ikterus yang dialami
sejak usia 12 jam pasca lahir. Ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan
pigmen empedu dalam tubuh sehingga menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi
kuning, biasanya dapat dideteksi pada sklera, kulit, atau urine.
1
Pigmen empedu yang
dimaksud adalah pigmen bilirubin (bilirubin tak terkonjugasi maupun bilirubin terkonjugasi)
yang merupakan hasil akhir dari katabolisme heme. Pada keadaan ikterus ditemukan kadar
bilirubin serum yang lebih tinggi daripada normal, atau disebut juga hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia dapat dibedakan menjadi tiga tipe, antara lain tipe pre-hepatik,
tipe hepatik, dan tipe post-hepatik. Pada tipe pre-hepatik, hiperbilirubinemia disebabkan oleh
pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hari normal untuk mengekskresikannya,
2

contohnya pada penyakit hemolitik (hemolytic disease of the newborn), sehingga kadar
bilirubin tak terkonjugasi akan meningkat dan menyebabkan ikterus. Pada tipe hepatik,
hiperbilirubinemia disebabkan oleh kegagalan hati untuk mengeksresikan bilirubin yang
diproduksi dalam jumlah normal. Sedangkan pada tipe post-hepatik, terjadi obstruksi saluran
ekskresi hati, sehingga ekskresi bilirubin juga terhambat. Pada tipe ini, jenis bilirubin yang
meningkat di dalam darah adalah bilirubin terkonjugasi.
Ikterus merupakan keadaan fisiologis yang sering dijumpai pada bayi preterm maupun
pada bayi yang cukup bulan. Dikatakan sebagai keadaan fisiologis karena pada bayi yang
baru lahir, hepar belum dapat menghasilkan enzim UDP-glukoronil transferase yang berguna
untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi yang larut lemak menjadi bilirubin terkonjugasi
yang lebih larut dalam air. Sehingga terjadi penimbunan bilirubin tak terkonjugasi di jaringan
tubuh, yang menyebabkan ikterus. Keadaan ini disebut neonatal physiological jaundice,
muncul pada hari ke 2-3 pasca lahir.
Pada kasus ini, pasien adalah seorang bayi yang mengalami ikterus sejak 12 jam pasca
lahir. Ikterus yang muncul dalam waktu 24 jam setelah lahir adalah ikterus yang patologis.
3

Adapun penyebab dari ikterus patologis umumnya adalah adanya keadaan hemolitik pada


5

bayi, dimana katabolisme heme terlalu berlebihan sehingga bilirubin tak terkonjugasi yang
terbentuk sangat banyak sedangkan kemampuan hepar untuk mengekskresikan bilirubin
tersebut belum sempurna. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin tak terkonjugasi di dalam
darah akan melebihi normal sehingga terjadi penimbunan di jaringan tubuh, contohnya di
kulit dan sklera.

HIPOTESIS
Berdasarkan informasi yang kami dapat mengenai masalah yang terdapat pada pasien,
maka hipotesisnya antara lain:
1. Penyakit hemolitik a.Thallasemia,
b. Eritoblastosis Fetalis,
c. Inkompatibilitas darah,
d. G6PD
Hipotesis tersebut kami pikirkan berdasarkan masalah pada pasien ini, yaitu ikterus.
Hal ini dikarenakan pada penyakit hemolitik yang kami sebutkan di atas terjadi
peningkatan hemolisis eritrosit yang hasil akhirnya berupa bilirubin indirek yang
dapat menimbulkan gejala klinis berupa ikterik.
2. Penyakit infeksi a. sepsis,
b. hepatitis,
c. infeksi intra uterine (Toxoplasma, Rubella, Citomegalovirus,
Herpes)
3. Penyakit endokrin hipotiroid
Hipotesis ini didasarkan karena dengan rendahnya hormon tirod juga dapat
berdampak pada menurunnya enzim glukoronil transferase yang berfungsi untuk
mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct yang dapat larut air dalam tubuh.
4. Penyakit kongenital atresia bilier
Hipotesis ini berdasarkan keadaan ikterik yang ada pada pasien dapat juga
ditimbulkan akibat adanya kelainan kongenital dari saluran untuk bilirubin menuju
usus, maka bilirubin tersebut akan menumpuk dan menimbulkan manifestasi klinis
berupa ikterik.





6

ANAMNESIS TAMBAHAN
1. Bagaimana riwayat persalinan dan kehamilani ibu? ( hal ini ditanyakan untuk
mengetahui apakah terdapat infeksi pada saat persalinan)
2. Bagaimana kemampuan bayi saat menyusu?
3. Bagaimana gaya hidup ibu? Apakah ibu pernah merokok, minuman keras dan
lain-lain atau tidak?
4. Apakah ibu menderita penyakit diabetes militus ?
5. Apakah ada riwayat keluarga yang menderita peyakit hati?
6. Si bayi merupakan anak ke berapa dari ibu dan bapak?
7. Bagaimana Rhesus ibu dengan Rhesus anak? Apakah ibu menikah dengan lelaki
yang berbeda ras tau tidak?
8. Apakah pada waktu hamil ibu pernah vaksinasi Torch ata tidak?
9. Apakah ada riwayat G6PD pada keluarga?

PEMERIKSAAN YANG DILAKUKAN

A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Compos Mentis
2. Tanda vital : - Suhu : Febris
- Pernafasan : -
- Tekanan Darah : -
- Nadi : -
3. Inspeksi : Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Pada kulit bewarna kuning terang menandakan
adanya pengendapan kadar Bilirubin I, Pada kulit bewarna kuning kehijauan menandakan
adanya pengendapan kadar Bilirubin II biasanya karena adanya obstruksi.
4. Palpasi : Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan
jaringan subkutan.

B. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
a. Uji darah lengkap


7

b. Uji Coombs
c. Bilirubin direk, bilirubin indirek
d. Uji faal hati
e. Uji tiroid
f. Uji serologi terhadap TORCH
2. USG
Diperlukan untuk mendeteksi kelainan kongenital pada bayi


DIAGNOSIS BANDING
Karena belum mendapatkan hasil lab yang lengkap, maka pada kasus ikterus pada
bayi 12 jam pasca lahir ini didapatkan diagnosis banding sebagai berikut :
1.Penyakit hemolitik (Thallasemia, Eritoblastosis Fetalis, Inkompatibilitas darah,
G6PD)
3. Penyakit infeksi (sepsis, hepatitis, infeksi intra uterine (Toxoplasma, Rubella,
Citomegalovirus, Herpes))
4. Penyakit endokrin (hipotiroid)
5. Penyakit kongenital (atresia bilier)

PENATALAKSANAAN
1. Fototerapi
Fototerapi adalah radiasi yang menggunakan sinar dengan intensitas tinggi dalam
spectrum tertentu untuk menurunkan neurotoksisitas yang terkait dengan bilirubin indirek.
Bilirubin mengabsorbsi sinar maksimal pada kisaran biru/ blue range (420-470 nm). Bilirubin
pada kulit mengabsorbsi energy sinar yang akan diubah menjadi bilirubin isomer konfigurasi
tak terkonjugasi .
Indikasi fototerapi antara lain:
1. Hiperbilirubinemia patologis, bilirubin indirek > 10 mg%.
2. Pre dan post transfuse tukar.
3. Ikterus pada hari pertama.
Kontra indikasi ialah porfiria dan cedera mata

Peralatan yang dibutuhkan antara lain tabung floresen biru sepsial 8-10 masing-
masing 20 watt, menempatkannya 15-20 cm dari pasien, Selimut serat optic, penutup
mata untuk mencegah radiasi terhadap sinar,s erum bilirubin dan hematokrit harus selalu


8

dimonitor setiap 4-8 jam pada anak-anak dengan penyakit hemolisis atau memiliki kadar
bilirubin toksik.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Diare
2. Makular atau purpura
3. Overheating
4. Dehidrasi
5. Hipotermia
6. Sindrom Bronze Baby


2. Transfusi Pengganti
Tujuan transfusi tukar adalah:
1. Memperbaiki keadaan anemia
2. Menggantikan eritrosit yang terlah diselimuti oleh antibody dengan eritrosit
normal
3. Mengurangi kadar serum bilirubin
4. Menghilangkan imun antibody yang berasal dari ibu

3. Terapi Obat
Fenobarbital dapat memperbesar konjugasi dan eksresi bilirubin. Pemberiannya
akan membatasi perkembangan ikterus pada bayi baru lahir bila diberikan pada
ibu dengan dosis 90 mg/24 jam sebelum persalinan.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang akan terjadi pada hiperbilirubinemia bayi ini adalah
1. Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin tak
terkonjugasi pada sel sel otak. Gejala yang ditemukan antara lain adalah bayi tidak
mau menghisap, letargi, mata berputar, involuntary movement, kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi infeksi/ sepsis,
peritonitis, dan pneumonia.








9


BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 -28 hari. Kehidupan pada masa
neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di
luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka
kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur
satu tahun terjadi pada masa neonates. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali.
Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai
berikut:
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas
(pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk
mempertahankan homeostatis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan
badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi
organ tersebut diatas.

Penyesuaian pokok yang dilakukan bayi neonatal yaitu:
1. Perubahan suhu, dimana ketika di dalam rahim suhu berkisar 100 F namun suhu di
luar berkisar 60-70F.
2. Bernafas, jika tali pusar diputus maka bayi mulai harus bernafas sendiri.
3. Mengisap dan menelan, bayi sudah tidak dapat lagi mendapat makanan melalui tali
pusar tetapi memperoleh makan dengan cara mengisap dan menelan.
4. Pembuangan, ketika bayi dilahirkan barulah alat-alat pembuangan itu berfungsi.

Ciri-ciri bayi Neonatal yaitu:
1. Masa bayi Neonatal merupakan periode yang tersingkat dari semua periode


10

perkembangan. Masa ini hanya dimulai dari kelahiran sampai tali pusar lepas dari
pusarnya.
2. Masa bayi Neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian yang radikal. Masa ini
dimana suatu peralihan dari lingkungan dalam ke lingkungan luar.
3. Masa Neonatal merupakan masa terhentinya perkembangan. Ketika periode prenatal
sedang berkembang terhenti pada kelahiran.
4. Masa bayi Neonatal merupakan pendahuluan dari perkembangan selanjutnya.
Perkembangan individu dimasa depan akan tampak pada waktu dilahirkan.
5. Masa bayi Neonatal merupakan periode yang berbahaya. Masa ini berbahaya karena
sulitnya menyesuaikan diri pada lingkungan yang baru.
Ikterus neonatorum adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat
penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini merupakan tanda penting penyakit hati
atau kelainan fungsi hati, saluran empedu dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah
melebihi 2 mg %, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus ikterus masih belum
terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5 mg %. Ikterus terjadi karena
peninggian kadar bilirubin indirect (unconjugated) dan kadar bilirubin direct
(conjugated). Bilirubin indirect akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat
keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia dan hipoglikemia (Markum H, 2005).
Ikterus neonatorum didefinisikan sebagai keadaan dimana terdapat warna kuning pada
kulit, konjungtiva dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan
hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke
arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan (Mansjoer, 2000). Berdasarkan dua pengertian di atas, dengan demikian
ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin
dalam tubuh atau akumulasi bilirubin yang meningkat.
B. Macam Macam Ikterus
Macam macam ikterus menurut Ngastiyah (2005) adalah sebagai berikut:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah keadaan hiperbilirubin karena faktor fisiologis yang
merupakan gejala normal dan sering dialami bayi baru lahir. Ikterus fisiologis diantara
sebagai berikut:
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.
b. Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.


11

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik.
2. Ikterus Patologi
Ikterus patologi adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus
jika tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan
yang patologis. Adapun ikterus patologis menurut beberapa sumber adalah sebagai
berikut:
a. Ikterus patologi
Ikterus patologi menurut Ngastiyah ( 2005)
1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi
12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
3) Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari
4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
5) Kadar bilirubin direct melebihi 1 mg%
6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
b. Ikterus patologi
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik menurut Surasmi (2003) sebagai berikut:
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5
% pada neonatus cukup bulan
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis)
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
C. Etiologi dan Faktor Resiko
1. Etiologi Ikterus
Peningkatan kadar bilirubin umumnya terjadi pada setiap bayi baru lahir,


12

karena hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek
a) Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, ligand dalam protein belum adekuat)
b) Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih befungsinya enzim beta
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien
2. Faktor Resiko Ikterus
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebih (ikterus nonfisiologis) menurut
(Moeslichan, 2004) dapat dipengaruhi oleh faktor faktor di bawah ini:
a) Hemolisis akibat inkontabilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi
G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat
b) Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, Infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin
c) Polisitemia
d) Trauma lahir, sefalhematom
e) Asidosis
f) Hipoksia/asfiksia
Faktor resiko untuk timbulnya ikterus neonatorum menurut (Moeslichan,
2004) adalah sebagai berikut:
a) Faktor maternal
(1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American, Yunani)
(2) Komplikasi kehamilan (DM, inkomtabilitas ABO dan Rh)
(3) Penggunaan oksitosin dalam larutan hipotonik
(4) ASI
b) Faktor Perinatal
(1) Trauma Lahir (sefalhematom, ekimosis)
(2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c) Faktor Neonatus
(1) Prematuritas
(2) Faktor genetik
(3) Obat (Streptomisin, kloramfenikol, benzylalkohol, sulfisoxazol)
(4) Rendahnya asupan ASI
(5) Hipoglikemia
(6) Hipoalbuminemia
D. Penyebab Ikterus


13

Penyebab ikterus menurut Markum (2005) ikterus terbagi atas :
1. Ikterus pra hepatik
Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah.
2. Ikterus pasca hepatik (obstruktif)
Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan
peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi:
a. Intrahepatik: bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductuskoleductus
b. Ekstrahepatik: bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus
3. Ikterus hepatoseluler (hepatik)
Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.

E. Penyebab Ikterus Berdasarkan Waktu Timbulnya
1. 24 jam pertama
Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab antara lain:
a. Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
b. Infesi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)
c. Kadang oleh defisiensi G-6- PO
2. 24 jam sampai < 72 jam
Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab anatara lain:
a. Biasanya ikterus fisiologis
b. Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan
lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi
5 mg%/24 jam
c. Polisitemia
d. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub
kapsuler dan lain-lain)
e. Dehidrasis asidosis
3. Lebih dari 72 jam
Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan
penyebab antara lain :
a. Biasanya karena infeksi (sepsis)
b. Dehidrasi asidosis
c. Defisiensi enzim G-6-PD


14

d. Pengaruh obat
F. Tanda dan Gejala
1. Tanda
Tanda dan gejala yang timbul dari ikterus menurut Surasmi (2003) yaitu:
a. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
b. Letargi (lemas)
c. Kejang
d. Tidak mau menghisap
e. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental
f. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot,
epistotonus,kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot
g. Perut membuncit
h. Pembesaran pada hati
i. Feses berwarna seperti dempul
j. Tampak ikterus: sklera, kuku, kulit dan membran mukosa. Joundice pada 24
jam pertama yang disebabkan oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepsis, atau
ibu dengan diabetik/infeksi.
k. Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja gelap.
2. Gejala
Gejala menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi:
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan
displasia dentalis).
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat kelahiran
b. Bila ibu mempunyai golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali
pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan
c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam
pertama kelahiran.


15

G. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul dari ikterus neonatorum terjadi kernikterus,
yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirect pada otak terutama pada
korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar
ventrikel IV (Ngastiyah, 2005).
Kern Ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect
pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern
ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik (Markum,
2005).
H. Penatalaksanaan Ikterus
Pengobatan yang diberikan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin dan
memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah
sudah patologis. Tujuan pengobatan adalah mencegah agar konsentrasi bilirubin indirect
dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksisitas, dianjurkan
dilakukan transfuse tukar dan atau fototerapi. Resiko cidera susunan saraf pusat akibat
bilirubin harus diimbangi dengan resiko pengobatan masing-masing bayi. Kriteria yang
harus dipergunakan untuk memulai fototerapi. Oleh karena fototerapi membutuhkan
waktu 12-24 jam, sebelum memperlihatkan panjang yang dapat diukur, maka tindakan
ini harus dimulai pada kadar bilirubin, kurang dari kadar yang diberikan. Penggunaan
fototerapi sesuai dengan anjuran dokter biasanya diberikan pada neonates dengan kadar
bilirubin tidak lebih dari 10 mg%.
1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan ikterus secara umum menurut Surasmi (2003) antara lain
yaitu:
a. Memeriksa golongan darah ibu, (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamil
b. Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang
dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasi
c. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat
d.Pengobatan terhadap faktor penyebab bila diketahui

2. Penatalaksanaan berdasarkan waktu timbulnya ikterus


16

Ikterus neonatorum dapat dicegah berdasarkan waktu timbulnya gejala dan
diatasi dengan penatalaksanaan di bawah ini:
a. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama pemeriksaan yang dilakukan:
1) Kadar bilirubin serum berkala
2) Darah tepi lengkap
3) Golongan darah ibu dan bayi diperiksa
4) Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD biakan darah atau biopsi
hepar bila perlu.
b. Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir: Pemeriksaan yang perlu
diperhatikan:
1) Bila keadaan bayi baik dan peningkatan tidak cepat dapat dilakukan
pemeriksaan darah tepi
2) Periksa kadar bilirubin berkala
3) Pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan lainnya.
c. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama
Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
Pemeriksaan yang dilakukan :
1) Pemeriksaan bilirubin direct dan indirect berkala
2) Pemeriksaan darah tepi
3) Pemeriksaan penyaring G-6-PD
4) Biarkan darah, biopsi hepar bila ada indikasi

3. Ragam Terapi
Jika setelah tiga-empat hari kelebihan bilirubin masih terjadi, maka bayi harus
segera mendapatkan terapi. Bentuk terapi ini macam-macam, disesuaikan dengan
kadar kelebihan yang ada.
a) Terapi Sinar (fototerapi)
Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar
bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi,
bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air
tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga
kadar bilirubin agar tidak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang
lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon
dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan


17

disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy
glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih
efektif.
Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh
bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup
dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya
berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi
belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya, begitu
pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu,
seperti kemandulan.
Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah,
telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus
mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika
sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa
dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa
pulang.
Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada
kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi
karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan
meningkatkan pengeluaran cairan empedu ke organ usus. Hasilnya gerakan
peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi akan
mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari
terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil
b) Terapi Transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin
terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan
terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan
kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena
anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya
keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta
gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni
akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan
bertahap.
Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka


18

yang menggembirakan, maka terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi
maka perlu dilakukan proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul
adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke
dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan
kadar bilirubin yang tinggi.
c) Terapi Obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat Phenobarbital
atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga
bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan
yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi
timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi
ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak
perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek
sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang
minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah
yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan
bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya
dengan fototerapi si kecil sudah bisa ditangani (www.revell-indonesia.com).
d) Menyusui Bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin.
Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki
zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya.
e) Terapi Sinar Matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.
Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi
dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam
dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup.
Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif
mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup
efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga
akan merusak kulit. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke
matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling,
keadaan udara harus bersih.



19

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan kasus di atas, didapatkan pasien seorang bayi dengan ikterus 12 jam
pasca lahir. Ikterus dapat disebabkan karena adanya akumulasi bilirubin dalam darah, yang
bisa disebabkan oleh adanya penyakit hemolitik, infeksi gangguan endokrin atau kelainan
kongenital.
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah fototerapi dengan penyinaran sinar, dapat juga
dilakukan terapi dengan menggunakan transfusi tukar yang dapat mengganti eritrosit penuh
antigen dengan eritrosit yang normal, penggunaan fenobarbital pada ibu sebelum melahirkan
juga dapat mengurangi resiko bayi lahir dengan ikterus.

























20

DAFTAR PUSTAKA

1. 1. Lindseth GN. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. In: Price SA,
Wilson LM, Editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed.
Jakarta: EGC; 2006. p.481.
2. Murray RK. Porfirin & Pigmen Empedu. In: Murray RK, Granner DK, Rodwell VW,
Editors. Biokimia Harper. 27th ed. Jakarta: EGC; 2009. p.299.
3. Kliegman RM. Gangguan Sistem Pencernaan. In: Nelson WE, Behrman RE,
Kliegman R, Arvin AM, Editors. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed. Jakarta:
EGC; 2000. p.610-4.
4. Madam A., Wong R.J and Stevenson D.K. Clinical features and management of
unconjugated hyperbilirubinemia in term and near term infants.
https://store.utdol.com/app/index.asp.uptodate , Sept 7, 2004

5. Sylviati MD, Fatimah I, Agus H, Risa E. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian /
SMF. Ilmu Kes. Anak FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo Surabaya, 2004

Anda mungkin juga menyukai