Anda di halaman 1dari 14

1

1. PENDAHULUAN

Sejak zaman dahuluvitiligo telah dikenal dengan beberapa istilah yakni shwetekusta,
suitra, behak, dan beras
1
.Kata vitiligo sendiri berasal dan bahasa latin, yaknivitellus yang
berarti anak sapi, disebabkan karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit anak sapi
yang berbercak putih. Istilah vitiligo mulai diperkenalkan oleh Celsus, ia adalah seorang
dokter Romawi pada abad kedua
2
.
Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai
semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada
perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari
banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga
dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus)
pada usia 1030 tahun
3
.
Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini
adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secarapoligenikatau secara autosomal
dominan. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari penderita
vitiligomempunyai penyakit yang sama padaorangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah
dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik
3,4
.
Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun, beberapa
faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang
2
:
1. Faktor mekanis
Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya
setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi
2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A
Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau
UV A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang
Terpajan
3. Faktor emosi/psikis
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah
mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat
4. Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan
kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.


2

2. DEFINISI

Vitiligo adalahgangguan depigmentasiidiopatik didapat yang ditandai dengan
gambaran makulaputihtidakbersisik,hasildari hancurnyamelanosit kulit secara selektif
5,6
.
Gambaranhistologi pada lesi vitiligo, berupa bercak-bercak putih, memperlihatkan
akanhilangnyamelanositdan melanin dari lapisan kulit
7
.


Gambar 2.1. Melanosit pada histologi jaringan kulit normal
8
.

3. EPIDEMIOLOGI

Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%
3
. Survey
epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan prevalensi vitiligo
mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga berlaku untuk negara-negara lain
di utara-barat Eropa
4
.
Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda,
dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat
terjadi pada semua usia.Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama
dengan perempuan. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih
berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan
dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik
3
.

4. ETIOPATOGENESIS

Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini
adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secarapoligenikatau secara autosomal
dominan.Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari30% dari penderita
vitiligomempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka.
Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik
3,4
.
3

Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun, beberapa
faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang
2
:
1. Faktor mekanis
Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah
tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi
2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A
Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA
dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan
3. Faktor emosi / psikis
Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat
gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat
4. Faktor hormonal
Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan
kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan.

Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga patofisiologi
penyakit ini masih menjadi teka-teki. Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis utama tentang
mekanismepenghancuranmelanositpadavitiligo, yang masing-masing mempunyai
kekuatan dan kelemahan, yaitu
3,4
:
1. Hipotesisautoimunmenyatakan bahwa melanosit yang terpilihdihancurkan
olehlimfosit tertentuyang telah diaktifkan. Namun, mekanisme pengaktifan limfosit
tersebut belum diketahui secara pasti. Teori ini juga berdasarkan adanya temuan klinis
terhadap hubungan antara vitiligo terhadap gangguan autoimun. Autoantibodiorgan
spesifikuntuktiroid, sel parietallambung, dan jaringanadrenal lebih seringditemukanpada
serumpasiendengan vitiligo dibandingkan denganpopulasi umum. Antibodi
terhadapmelanositorang normaldapat dideteksi dengan menggunakan
tesimmunoprecipitationspesifikyangmemiliki pengaruhsitolisis. Didapati profil sel-T
yang abnormal padapasien vitiligodengan penurunan sel T-helper.
2. Hipotesisneurogenikdidasarkanpada interaksi darimelanositdan sel saraf. Hipotesis ini
menyatakan bahwa adanya pelepasan mediator kimiawi tertentu yang berasal dari akhiran
saraf yang akan menyebabkan menurunnya produksi melanin.Namun, studi baru
padapenandaneuropeptidadansaraf padavitiligomenunjukkanbahwa neuropeptida
Ymungkin memilikiperan dalam proses terjadinya vitiligo.
3.Hipotesisneurogenikmenyatakan bahwa melanositdihancurkan olehzat-zatberacun
yang dibentuk sebagaibagian dari biosintesismelaninyang alami. Penghancuran ini
4

merupakanmekanisme proteksi alami untuk menyingkirkan prekursor melanin yang
beracun. Hipotesis ini berdasarkan temuan klinis dari vitiligo dan penelitan eksperimen
terhadap depigmentasi kulit oleh senyawa kimia yang memilik efek mematikan pada
fungsi melanosit. Senyawa ini juga dapat menghasilkan leukoderma yang dibedakan
dengan vitiligo idiopatik.
Sementara
itu,mekanismelangsungterjadinyamakulaputihdisebabkanpenghancuranmelanosit yang
progresifoleh sel-T sitotoksi, lainnyaditentukan secara genetis melalui perubahan
sitobiologika dansitokinyang terlibat
3
.

5. MANIFESTASI KLINIS

Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulitdidapat. Kulit vitiligo menunjukan
gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau oleh
hiperpigmentasi
9
. Pada vitiligo, ditemukan makula dengan gambaran seperti Kapur atau
putih pucat dengan tepi yang tajam.
Progres dari penyakit ini bisa merupakan suatu pengembangan bertahap dari makula
lama atau pengembangan dari makula baru.Trichromevitiligo (tiga warna: putih,coklat
muda,coklat tua) mewakilitahapan yang berbeda dalamevolusi vitiligo
3,9
.
Tangan,pergelangan tangan, lutut, leher dan daerahsekitarlubang(misalnya
mulut)merupakan daerah-daerah yangsering ditemukan vitiligo
5,6
. Kadang dapat juga
ditemukan gambaran rambut yang memutih atau uban prematur. Gambaran rambut putih
pada vitiligo, dianalogikan dengan makula putih, disebut dengan poliosis
3
.


Gambar 5.1. gambaran vitiligo pada wajah
3
.




5



6. KLASIFIKASI

Bermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Koga membagi
vitiligo dalam 2 golongan yaitu
7,2
:
1. Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom.
2. Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom.


Gambar 6.1. gambaran vitiligo bentuk fokal pada daerah lutut
3
.

Berdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Nordlundmembagi menjadi
7
:
1. Tipe lokalisata, yang terdiri atas:
a) Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satudaerah dan tidak segmental.
b) Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih makula dalamsatu atau lebih daerah
dermatom dan selalu unilateral.
c) Bentuk mukosal : lesi hanya terdapat pada selaput lendir(genital dan mulut).
2. Tipe generalisata, yang terdiri atas:
a) Bentuk akrofasial : lesi terdpat pada bagian distal ekstremitasdan muka.
b) Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus.
c) Bentuk mixed : lesi campuran segmental dan vulgaris atau akrofasial
3. Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atauhampir seluruh tubuh.

Gambar 6.2. Gambaran vitiligo universalis
3


6


Gambar 6.3. Gambaran lokasi predileksi vitiligo
3



7. DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta
ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood.
Biasanya, diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan klinis
pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak kapur putih, bilateral (biasanya
simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang khas.
Pada pemeriksaan dengan lampu wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau dan hal
ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya.
Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan untuk melihat
ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis
3
.
Kelainan kulit pada vitiligo juga dapat kita temukan pada pemeriksaan dengan
mikroskop elektron. Pada pemeriksaan ini terlihat hilangnya melanosit, danmelanosom
padakeratinosit, juga terdapat perubahan dalamkeratinosit: spongiosis,
eksositosis,basilarvacuopathy, dan apoptosis.Beberapa penulismenjumpai infiltrat
limfositik di epidermis
3
.

7


Gambar 7.1.Perbandinganmelanosit normal(A) dan melanositvitiligo(B)
menggunakanimmunocytochemistry. (C) analisisWestern blotmenegaskan bahwaekspresiBcl-
2 berkurangdalam dua barismelanositvitiligodibandingkandengan
empatbarismelanositkontrol
6
.


8. DIAGNOSA BANDING

1. Pityriasis alba(berukuran kecil, tepi yang tidak berbatas tegas, dan warna yang tidak
terlalu putih )
2. Pityriasis versicolor(sisik halusdengan warna fluoresensikuning -kehijauandi bawah
lampuWood, KOHpositif)
3. Leukoderma oleh bahankimia(riwayat paparanfenolikgermisida, makula confetti).
Penyakit ini merupakan diagnosis banding yang sulit, dikarenakanmelanosityang
tidak ada, samaseperti padavitiligo.
4. Leukoderma terkait dengan melanoma
5. Leukodermapost-inflamasi[makula tidak terlalu putih (biasanyariwayatpsoriasis
ataueksim padayang sama daerahmakula)]
6. Nevusdepigmentosus(stabil, kongenital, makula tidak terlalu putih, unilateral).
7. Nevusanemikus(tidak ada perubahan dengan wood lamp, tidak ada eritema
setelahdigosok).
8. Morbus hansen tipe PB(daerah endemis, warna tidak terlalu putih, biasanya terdapat
makulaanestesi yang tidak berbatas tegas)
9. Hypomelanosis of Ito (bilateral, garis Blaschko, pola kue marmer; 60-75%
mempunyai keterlibatan-sistemik sistem saraf pusat (SSP), mata, sistem
muskuloskeletal).
10. Tuberous sklerosis (stabil, kongenital dengan makula poligonal tidak terlalu putih,
bentuk pohon berdaun, - sesekali makula segmenta, dan makula confetti).
8

11. Piebaldisme (kongenital, putih, stabil, garis berpigmenpada punggung, pola khas
dengan
makulahiperpigmentasibesarditengah daerah hypomelanotik).
12. Mikosis fungoides(depigmentasi dan biopsidiperlukan).
13. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (masalah penglihatan, fotofobia, dysacusisbilateral).
14. Sindrom Waardenburg(penyebab paling umum dariketulian kongengital, makula
putih danrambut putih, irisheterokromia)
3
.


9. PENATALAKSANAAN

Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo. Hampir
semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh pendekatan
memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai
dengan masing-masing penderita.
Tabir surya
Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada kulit dan hal
ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat mencegah terjadinya
fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat mengurangi tanning dari kulit yang
sehat dan dengan demikian mengurangi kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit
yang terkena vitiligo
3
.
Kosmetik
Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakancovermaskkosmetik
sebagai pilihan terapi. Area dengan lesi leukoderma, khususnya pada wajah, leher, atau
tangan dapat ditutup dengan make-up konvensional, produk-produk self tanning, atau
pengecatan topikal lain. Pilihan untuk menggunakan kosmetik cukup menguntungkan
pasiendikarenakan biayanya yang murah, efek samping yang kecil, dan mudah
digunakan
3,9
.
Repigmentasi
1. Glukokortikoid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan secara intermiten (4
minggu pemakaian, 2 minggu tidak) glukokortikoid topikal kelas I cukup praktis,
sederhana, dan aman untuk pemberian pada makula tunggal atau multipel. Jika dalam
2 bulan tidak ada respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif. Perlu dilakukan
pemantauan tanda-tanda awal atrofi akibat penggunaan kortikostreoid
3
. Pada
beberapa penderita vitiligo, terapi dengan kortikosteroid poten tinggi, misalnya
9

betametason valerat 0,1% atau klobetasol propionat 0,05% efektif menimbulkan
pigmen
1
.
2. Topikalinhibitor Kalsineurin.Tacrolimusdan pimecrolimusefektif untuk
repigmentasi vitiligotetapi hanya didaerah yang terpapar sinar matahari. Obat ini
dilaporkanpalingefektif bila dikombinasikan dengan UVBatau terapi
laserexcimer
3
.Terdapat juga hasil penelitian yang menunjukkan
bahwapimecrolimus1% topikalsama efektifnya dengan klobetasolpropionatdalam
memulihkankulitakibatvitiligo
10
.
3. Topikal fotokemoterapimenggunakantopikal8-methoxypsoralen (8-MOP) dan
UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula berukuran kecil dan hanya dilakukan
oleh dokter yang berpengalaman. Hampir sama dengan psoralen oral, mungkin
diperlukan 15 kali terapi untuk inisiasi respon dan 100 kali terapi untuk
menyelesaikannya
3
.
4. Fotokemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan untuk vitiligo yang
luas. PUVAoraldapat dilakukan bersamaanmenggunakan sinar matahari (di musim
panas atau di daerah yangsepanjang tahun disinari oleh matahari)dan 5-
methoxypsoralen (5-MOP) (tersediadi Eropa) atau sinar UVA buatandengan 5-MOP
atau 8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan PUVA ini ditandai oleh
munculnya folikuler kecil yang berpigmen diatas lesi vitiligo. Fotokemoterapi
PUVAoral dengan 8-MOP atau5-MOP keefektifannya mencapai85% untuk>70%
pasiendengan vitiligo dikepala, leher, lengan atas, kaki, dan di badan
3
.
5. UVB Narrow-band(311nm). Efektivitas terapi inihampir sama denganPUVA,
namun tidak memerlukanpsoralen. UVB adalahterapi pilihan untuk anak<6 tahun.
6. Laser Excimer (308nm). Terapiini cukup efektif. Namun, sama seperti padaPUVA,
proses repigmentasitergolong lambat. Terapi jenis ini sangat efektif untuk vitiligo
yang terdapatdi wajah
3
.

10


Gambar 9.1. Gambar repigmentasi vitiligo. Tampak pola repigmentasifolikularsetelah
diberikanterapiPUVA
3
.
7. Immunomudulator sistemik
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan vitiligo,betamethason
telah diganti dengan oral methylprednisolon dan dikombinasikan dengan topikal
ointment fluticasone pada lesi vitiligo. Tingkat keberhasilannya pada > 90% orang
dewasa dan > 65% anak-anak dengan vitiligo adalah dari tingkatan baik sampai
sangat baik
12
.
8. Topikal analog Vitamin D
Analog vitamin D, khususnya Calcipotriol, telah digunakan untuk terapi tunggal atau
dikombinasikan dengan topikal steroid pada managemen vitiligo. Efek Vitamn D
3
ini
mampu menumbuhkan dan mendiferensiasikan melanosit dan keratinosit kembali.
Ini telah dibuktikan pada suatu demonstrasi mengenai reseptor untuk 1-alpha
dihydroxyvitamin D3 pada melanosit. Dipercaya bahwa reseptor ini mengatur
stimulasi dari melanogenesis. Analog vitamin ini juga biasa dikombinasikan dengan
sinar UV (termasuk NB-UVB) dan topikal steroid
12
.
9. Topikal 5-Fluorouracil
Topikal 5-Fluorouracil digunakan untuk menginduksi repigmentasi pada lesi dengan
vitiligo dengan memperbesar stimulasi migrasi dari folicular melanosit ke epidermis
selama proses epitelisasi. Bentuk topikal terapi ini bisa dikombinasikan dengan titik
dermabrasi dari lesi vitiligo untuk meningkatkan respon dari repigmentasi.
Didapatkan respon repigmentasi mencapai 73,3% dengan menggunakan kombinasi
ini setelah terapi selama 6 bulan
12
.
Minigrafting
Teknik pembedahan dengan metodeMinigrafting (Autolog Thin Thierschgrafting,
Suction Blister grafts,autologous minipunch grafts, transplantation of cultured
11

autologous melanocytes)cukup efektif untuk mengatasi vitiligo dengan makula
segmental yang stabil dan sulit diatasi
3
.
Depigmentasi
Tujuan daridepigmentasiadalah "kesatuan" warna kulit pada pasiendengan vitiligoyang
luasatau pasien dengan terapi PUVA yang gagal, yang tidak dapat menggunakan PUVA,
atau pasien yang menolakpilihan terapiPUVA
3
.
Bleaching, Pemutihan kulit normal dengan krimmonobenzyl etherdari
hydroquinone(MEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses bleaching (pemutihan)
ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini >90%. Tahap
AkhirwarnadepigmentasidenganMEHadalahchalkwhite(kapur putih), seperti
padamakulavitiligo
3
.Monobenzon tersedia dalam bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali
sehari selama 2 sampai 3 bulan pada daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi biasanya
dianggap selesai setelah 10 bulan pemberian
9
.


Gambar 9.2. Algoritma penatalaksanaan vitiligo
11
.


10. PROGNOSIS

Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi prognosisnya masih
meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita terhadap
pengobatan yang diberikan
2
.
12



11. RINGKASAN

Vitiligo merupakan penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya secara pasti.
Namun, beberapa faktor diduga bisa menjadipencetus untuk penyakit ini. Begitu juga,
telah banyak hipotesis yang diungkapkan oleh para peneliti untuk menyingkap misteri
dibalik perjalanan penyakit ini.
Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit ini.
Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yanglokal sampai universal.
Daerah tangan,pergelangan tangan, lutut, leher dan daerahsekitarlubang(misalnya
mulut)adalah daerah-daerah predileksi dari vitiligo.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan woodlamp dan pemeriksaan
laboratorium histopatologi dapat menjadi penunjang untuk menegakkan diagnosis
vitiligo.
Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya dan
kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah serta dapat
digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya. Kortikosteroid topikal
juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo. Tindakan pembedahan Minirafting pada
vitiligo dapat menjadi pilihan terapi apabila terapi lain memang tidak berhasil. Khusus
untuk vitiligo dengan luas permukaanya lebih dari 50% dan pengobatan psoralen tidak
berhasil, dapat dipilih terapi depigmentasi agar seluruh kulit memiliki warna yang
seragam.
Prognosis vitiligo masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan
kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan.










13










DAFTAR PUSTAKA


1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 296-298.
2. Hidayat D. 1997. Vitiligo. Cermin Dunia Kedokteran. 117: 33-35.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Hidayat%2BJ.%2BVitiligo%252C%2Btinjau
an%2Bkepustakaan.%2BDalam%2BCermin%2Bdunia%2Bkedokteran&source=web&cd
=1&ved=0CBgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.kalbe.co.id%2Ffiles%2Fcdk%2Ffile
s%2F11Vitiligo117.pdf%2F11Vitiligo117.pdf&ei=PNCqTtHiI5HirAeKyZDmDA&usg=
AFQjCNG8ZD_6X0lotzoP72Ztn85py_efgA&cad=rja
3. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical
Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. 335-341.
4. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. 1998. Textbook of Dermatology. 6th ed. Blackwell
Science: Malden. 1802-1805.
5. Gawkrodger DJ. 2003. Dermatology an Ilustrated Colour Text. 3rd ed. Churchill
Livingstone: London. 70.
6. Boissy RE, Manga P. 2004. Review On the Etiology of Contact/Occupational Vitiligo.
Pigment Cell Res. 17: 208214.
7. Moretti S. 2003. Vitiligo. Orphanet Encyclopedia.
http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-vitiligo.pdf.
8. Shimizu H. 2007. Shimizu's Textbook of Dermatology. Hokkaido University Press:
Japan. 9.
9. James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrews Disease of The Skin. 10th ed.
Saunders Elsevier: Philadelpia. 860-862.
10. Coskun B, Saral Y, Turgut D. 2005. Topical 0.05% clobetasol propionate versus 1%
14

pimecrolimus ointment in vitiligo.Eur J Dermatol. 15 (2): 88-91.
11. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2008. Fitzpatricks
dermatology in general medicine. 7th ed. Mc Graw Hill:New York. 616-622.
12. Majid I. 2010. Vitiligo Management : an Update. BJMP. 3(3): a332.

Anda mungkin juga menyukai