pembuatan saus salad, puding, gel buah- buahan dalam es krim, selai, dan jeli. Pektin berkadar metoksil rendah efektif digunakan dalam pembentukan gel saus buah-buahan beku karena stabilitasnya yang tinggi pada proses pembekuan, thawing dan pemanasan, serta digunakan sebagai penyalut dalam banyak produk pangan (Glicksman 1969). Pektin memiliki potensi juga dalam industri farmasi, yaitu digunakan dalam penyembuhan diare dan menurunkan tingkat kolesterol darah. Pektin bisa digunakan sebagai zat penstabil emulsi air dan minyak. Pektin juga berguna dalam persiapan membran untuk ultrasentrifugasi dan elektrodialisis. Dalam industri karet pektin berguna sebagai bahan pengental lateks. Pektin juga dapat memperbaiki warna, konsistensi, kekentalan, dan stabilitas produk yang dihasilkan (Towle & Christensen 1973).
Analisis Termogravimetri (TGA) TGA merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan untuk menentukan stabilitas panas suatu senyawa dengan melihat perubahan massa yang hilang ketika sampel dipanaskan. Penggunaan teknik ini dilakukan dalam kondisi atmosfer lembam yang mengandung gas nitrogen, helium, dan argon. Senyawa yang dapat dianalisis dengan TGA ialah polimer, senyawa anorganik, logam, dan keramik. Suhu yang digunakan pada teknik ini berkisar antara 25-900C. Suhu maksimum yang masih bisa digunakan sebesar 1000C. Bobot contoh yang dapat diukur berkisar antara 1-150 mg. Bobot contoh yang biasa dipilih ialah 25 mg dengan sensitivitas bobotnya sebesar 0,01 mg. TGA memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk menentukan suhu dan massa yang hilang dari reaksi dekomposisi polimer, menentukan kandungan molekul air yang hilang pada senyawa anorganik, mengukur kecepatan evaporasi, dan dapat menentukan kemurnian mineral. Salah satu kegunaan TGA ialah penentuan massa yang hilang pada selulosa asetat. Kurva TGA selulosa asetat dapat dilihat pada Gambar 4. Perubahan massa dapat dibagi menjadi tiga daerah. Daerah pertama, yaitu mulai dari suhu ruang hingga suhu 300C terjadi pengurangan massa akibat proses penguapan air. Pada daerah ini perubahan massa tidak signifikan dan sampel stabil secara termal. Daerah kedua yang mulai dari suhu 300C hingga 350C pektin asetat memperlihatkan kehilangan massa yang besar akibat terjadinya dekomposisi termal. Pada proses ini sebanyak 60% dari selulosa asetat terdekomposisi sampai menguap. Daerah terakhir terjadi pada suhu 350C hingga 600C pektin asetat mengalami dekomposisi termal secara lambat (Zhang 2004).
Gambar 4 Kurva TGA selulosa asetat (Zhang 2004). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pektin p.a., asam asetat glasial 100% (v/v), anhidrida asetat 98% (v/v), H 2 SO 4 pekat, etanol 75% (v/v), kertas pH, kertas saring, NaOH 0,5 N, NaOH 0,1 N, HCl 0,5 N, HCl 0,25 N, NaHCO 3 1 N, metanol, boraks, asam oksalat, indikator fenolftalein, merah fenol, dan merah metil. Alat-alat analisis yang digunakan adalah spektrofotometer FTIR merk Perkin Elmer, alat TGA merk 209 F3 Tarsus, dan mikroskop fotostereo Nikon SMZ-1000.
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah pencirian bahan baku yang meliputi penetapan kadar air, kadar abu, bobot ekuivalen, kadar metoksil, dan kadar galakturonat. Tahap kedua adalah sintesis pektin asetat dengan variasi waktu aktivasi dan asetilasi. Lama aktivasi yang digunakan 2, 3, dan 4 jam sedangkan asetilasi dilakukan selama 60, 90, dan 120 menit. Tahap ketiga adalah pencirian pektin asetat dengan 4 menggunakan spektrofotometer fourier transformed infrared (FTIR), analisis termogravimetri (TGA), mikroskop fotostereo, dan penentuan kadar asetil.
Kadar Air (AOAC 1999) Cawan petri kosong dikeringkan selama satu jam pada suhu 105C dalam oven bersirkulasi udara. Setelah itu, ditimbang bobotnya dengan teliti (W 1 ) setelah didinginkan dalam eksikator. Sebanyak 2 g contoh uji ditimbang teliti (W 2 ) di dalam cawan petri itu lalu dikeringkan kembali pada suhu yang sama. Bobot (contoh uji + cawan petri) ditetapkan setiap interval 1-3 hari, setelah didinginkan di dalam eksikator. Setelah tercapai bobot konstan (W 3 ), kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut: Kadar air (%) = (1- 2 1 3 W W W ) x 100%
Kadar Abu (AOAC 1999) Cawan porselin dikeringkan dalam tanur pada suhu 600C lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 1 g pektin ditimbang dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya kemudian dipijarkan pada tanur listrik selama 3-4 jam pada suhu 600C. Abu yang diperoleh didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) = bobot abu (g) 100 bobot contoh (g)
Bobot Ekuivalen (BE) (Ranganna 1977) Pektin sebanyak 0,5 g dibasahi dengan 5 ml etanol dan dilarutkan dalam 100 ml air suling yang berisi satu gram NaCl. Larutan hasil campuran tersebut dititrasi perlahan- lahan dengan 0,1 N NaOH dengan indikator fenol merah sampai terjadi perubahan warna menjadi merah kekuningan (pH 7,5) yang bertahan sedikitnya 30 detik. Bobot ekuivalen dihitung dengan rumus:
Bobot ekuivalen = bobot contoh (mg) ml NaOH N NaOH
Kadar Metoksil (KM) (Ranganna 1977) Larutan netral dari penentuan BE ditambah 25 ml larutan 0,25 N NaOH, dikocok, dan dibiarkan selama 30 menit pada suhu kamar dalam keadaan tertutup. Selanjutnya ditambahkan 25 ml larutan 0,25 N HCl dan dititrasi dengan 0,1 N NaOH dengan indikator fenol merah sampai titik akhir seperti penentuan BE. Kadar metoksil dihitung dengan rumus:
KM (%) = ml NaOH 31 N NaOH 100 bobot contoh (mg) Angka 31 adalah bobot molekul metoksil yang berupa CH 3 O.
Kadar Galakturonat (KG) (McCready 1970)
Kadar galakturonat dihitung dari mek (miliekuivalen) NaOH yang diperoleh dari penentuan BE dan kadar metoksil (KM). Kadar asam anhidrogalakturonat dihitung dengan rumus:
KG (%) = mek (BE+KM) 176 100 bobot contoh (mg) Angka 176 adalah bobot molekul galakturonat.
Sintesis Pektin Asetat Pektin sebanyak 10 g dilarutkan ke dalam asam asetat glasial sebanyak 97 ml. Larutan tersebut kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik dan dipanaskan pada suhu 40C selama 1 jam. Setelah itu dilakukan tahap aktivasi dengan menambahkan 17 ml asam asetat glasial dan 0,1 ml H 2 SO 4 pekat lalu dipanaskan pada suhu yang sama. Waktu aktivasi yang digunakan diragamkan selama 2, 3, dan 4 jam. Tahap selanjutnya ialah asetilasi dengan menambahkan anhidrida asetat 98% (v/v) sebanyak 74 ml. Larutan tersebut kemudian direfluks sambil diaduk dengan pengaduk magnetik. Waktu asetilasi yang digunakan diragamkan selama 60, 90, dan 120 menit. Larutan didekantasi dan disaring dengan penyaring vakum. Endapan kemudian dicuci dengan NaHCO 3 1 N hingga pH netral (Lampiran 1).
5 Kadar Asetil (ASTM D-678-91) Kandungan asetil ditentukan dengan cara melihat banyaknya NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan contoh O R(O-C-CH 3 ) x Na O O-C-CH 3 xNaOH R(OH) x
Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 40 ml etanol 75% (v/v) dan dipanaskan pada penangas air selama 30 menit pada suhu 60C. Ke dalam contoh ditambahkan 40 ml NaOH 0,5 N dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu yang sama. Contoh didiamkan selama 72 jam dan kelebihan NaOH dititrasi dengan HCl 0,5 N menggunakan indikator fenolftalein sampai warna merah muda lenyap. Contoh didiamkan selama 24 jam untuk memberi kesempatan bagi NaOH berdifusi. Selanjutnya contoh dititrasi dengan NaOH 0,5 N sampai terbentuk warna merah muda. Pengukuran blanko dilakukan sama dengan contoh. Kadar asetil (KA) dihitung dengan rumus:
KA (%) = [(D-C)Na + (A-B)Nb] (F/W) dengan A = volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi contoh B = volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi blanko C = volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi contoh D = volume HCl yang dibutuhkan untuk titrasi blanko Na = Normalitas HCl Nb = Normalitas NaOH F = 4.305 untuk kadar asetil W = bobot contoh
Rancangan Percobaan Pengaruh waktu aktivasi dan asetilasi terhadap kadar asetil pektin asetat dianalisis secara statistik dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) lalu dilanjutkan dengan uji Duncan dan kontras polinomial ortogonal (Mattjik & Sumertajaya 2002). Model rancangan tersebut adalah Yijk = + i + j + ()ij + ijk Keterangan: Yijk = kadar asetil pektin asetat pada waktu aktivasi ke-i, waktu asetilasi ke-j, serta ulangan ke-k, dengan i = 1, 2, 3, j = 1, 2, 3, dan k = 1, 2, 3, 4. = rataan umum i = pengaruh waktu aktivasi ke-i j = pengaruh waktu asetilasi ke-j ()ij = pengaruh interaksi waktu aktivasi ke-i serta waktu asetilasi ke-j ijk = pengaruh acak dari waktu aktivasi ke-i, waktu asetilasi ke-j, serta ulangan ke-k. Hipotesis yang diuji 1 Pengaruh waktu aktivasi H o = 1 = 2 = 3 = 0 (waktu aktivasi memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar asetil) H 1 = setidaknya ada satu i dengan i 0, i = 1, 2, 3 2 Pengaruh waktu asetilasi H o = 1 = 2 = 3 = 0 (waktu asetilasi memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar asetil) H 1 = setidaknya ada satu j dengan j 0, j = 1, 2, 3 3 Pengaruh interaksi antara waktu aktivasi dan waktu asetilasi H o = ()ij
= 0 untuk semua ij H 1 = setidaknya ada satu ()ij 0
HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Bahan Baku Fungsi pencirian bahan baku ialah menentukan kemurnian dan kelayakan pektin terhadap proses asetilasi. Hasil pencirian disajikan pada Tabel 1.
T
abel 1 Ciri bahan baku Pencirian Pektin p.a. SNI Kadar air (%) 8,480,03 maks. 12 Kadar abu (%) 2,190,03 maks. 10 Bobot Ekuivalen 2,5610 3 70,27 - Kadar Metoksil (%) 6,380,07 maks. 7 Kadar Galakturonat (%) 43,110,57 min. 35
Kadar air yang diperoleh pada pektin sebesar 8,48%0,03 (Lampiran 2). Kadar air ini sesuai dengan kadar air yang ditetapkan SNI (1979), yaitu maksimum 12%. Kadar air pektin berpengaruh pada jalannya reaksi asetilasi. Reaksi asetilasi bersifat reversibel sehingga kadar air pektin yang terlalu tinggi akan menyebabkan hasil reaksi yang digunakan tidak tercapai karena pektin asetat akan terhidrolisis. Kadar air juga berpengaruh pada anhidrida asetat. Kadar air yang tinggi akan menghidrolisis anhidrida asetat menjadi