Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
1
LAPORAN KUNJUNGAN KE BENDUNGAN Ir. H. DJUANDA (JATILUHUR) PURWAKARTA, JAWA BARAT
Judul : Sedimentasi terhadap Ketersediaan dan Kapasitas Tampungan Air pada Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta, Jawa Barat Waktu Kunjungan : Senin, 26 Mei 2014. Lokasi Kunjungan : Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta, Jawa Barat. Agenda Kunjungan : 1. Pembukaan 2. Pemaparan Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 3. Kunjungan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) dan sesi tanya jawab Topik Pembahasan : Sedimentasi Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Hasil Kunjungan :
LAPORAN UMUM BENDUNGAN Ir. H. DJUANDA (JATILUHUR)
Kondisi Objektif Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) dibangun pada tahun 1957 s.d. tahun 1967. Bendungan ini dibangun berdasarkan gagasan dari Prof. Dr. Ir. WJ. Van Blommestein pada tahun 1948. Gagasan tersebut kemudian dikaji ulang oleh Ir. Van Schravendijk pada tahun 1955. Sedangkan pada tahun 1960 Abdullah Angudi melakukan pengkajian ulang mengenai Bendungan Ir. H. Djuanda. Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) didesain oleh konsultan perencana dan pengawas berkebangsaan Perancis yaitu Coyne et Bellier. Pelaksanan konstruksi bendungan ini dilaksankan oleh Compagnie Francaise dEnterprise, Paris. Kegunaan utama pembangunan Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) adalah sebagai pasokan air irigasi untuk lahan seluas 242.000 ha. Selain digunakan untuk pasokan air irigasi, bendungan ini juga digunakan untuk berbagai kegunaan dan pemanfaatan yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan daya sebesar 187,5 MW, pasokan air minum, pengendalian banjir, perikanan darat, dan pariwisata. Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) terdiri dari beberapa bendungan yaitu Tower Spillway yang berbentuk morning glory atau sering disebut berbentuk bunga kecubung, bendungan utama, pasir gombong saddle dam, Ciganea saddle dam, dan ubrug saddle dam. 1. Bendungan utama merupakan tipe rock fill with inclined Clay Core, dengan panjang puncak 1.220 m, tinggi 100 m, dan elevasi puncak +114,5 m di atas permukaan air laut. Bendungan utama terdiri dari diversion structure, downstream cofferdam, upstream cofferdam, dan main dam. Penampang bendungan utama melalui menara terdiri dari lapisan material kedap air (impervious material), penyaring (filter), selected rockfill, dumped rockfill, dan claystone and compacted and compacted sandstone. 2. Menara berfungsi sebagai pelimpah, power house dan pengaturan air ke hilir. Menara Spillway berbentuk silinder dengan diameter 90 m dan tinggi 110 m. Elevasi puncak pelimpah dengan ketinggian +107 m. Menara spillway ini memiliki kapasitas pelimpah Laporan Kunjungan Lapangan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
2
sebesar 3.000 m 3 /s. Selain itu, menara spillway juga mempunyai 2 katup hollowjet berkapasitas masing-masing 270 m 3 /s dan terdiri dari 6 intake unit pembangkit listrik. 3. Pasir Gombong Barat. Bendungan ini merupakan jenis bendungan dengan tipe pembangunan yaitu homogenous earth fill dam dengan penutup menggunakan batu andesit. Spillway ini memiliki puncak 1.950 m, dengan elevasi +114,4 m. 4. Pasir Gombong Barat. Bendungan ini merupakan jenis bendungan dengan tipe pembangunan adalah homogenous earth fill dam dengan penutup menggunakan batu andesit. Panjang puncak spillway yaitu 400 m, dengan elevasi puncak +114,5 m. 5. Ubrug. Bendungan ini merupakan jenis bendungan yang memiliki tipe homogenous earth fill dam dengan penutup menggunakan batu andesit. Panjang puncak bendungan ini adalah 550 m dengan elevasi puncak +114,5 m. Bendungan Ubrug memiliki pelimpah yang bersifat sementara (auxiliary spillway) dengan kapasitas 2.000 m 3 /s. Ubrug Spillway memiliki elevasi +102 m, dengan jumlah pintu 4 buah. Elevasi puncak spillway yaitu +114,5 m dengan kapasitas 2.000 m 3 /s pada tinggi muka air +111,6 m. Spillway ini terdiri dari beton lunak, yang akan diledakkan apabila dalam kondisi darurat dengan menggunakan dinamit. 6. Bendungan Ciganea memiliki tipe homogenous earth fill dam dengan penutup menggunakan batu andesit. Adapun panjang puncak adalah 330 m dengan elevasu +114,5 m.
Pengelolaan Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Pengelolaan bendungan terdiri dari pemantauan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi bendungan. 1. Pemantauan Pemantauan dilaksanakan skala waktu tertentu yaitu harian, dua minggu, bulanan, 6 bulanan dan tahunan. Secara harian dengan memantau data klimatologi, rembesan, tinggi muka air, dan pemantauan debit aliran dengan menggunakan accelograph. Pemantauan tekanan air pori dan rembesan di dalam menara yang dilakukan dalam jangka waktu dua mingguan. Untuk deformasi tubuh bendungan dan tekanan air pori di Bendungan Pasir Gombong dilakukan pemantauan secara bulanan. Deformasi tubuh Bendungan Pelana Ubrug dan Ciganea dilakukan pemantauan secara 6 bulanan. Pemantauan secara tahunan dilakukan untuk mendeteksi deformasi tubuh Bendungan Pelana Pasir Gombong. 2. Pemantauan instrumen Pemantauan instrumen dilakukan dengan pemantauan gerakan eksternal yang meliputi pemantauan terhadap kondisi bendungan. Selain itu, juga dilakukan pemantauan gerakan internal, pengukuran tekanan air pori pada bendungan, rembesan dan pengukuran gempa. 3. Operasi Pengoperasian Bendungan Jatiluhur berdasarkan pada Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang rencana tanam, SK Direksi PJT II tentang rencana pemberian air dan pola operasi tiga waduk (waduk kaskade). Pengelolaan bendungan juga dilakukan dalam bentuk waduk kaskade Citarum yang terdiri dari Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Pemantauan hidrologi dan klimatologi dilakukan dengan menghitung curah hujan, aliran, penguapan dan data-data lainnya. Pembuatan pola operasi tahunan berdasarkan atas equal dan sharing. Pelaksanaan operasi waduk mengacu pada pola operasi tahunan yang Laporan Kunjungan Lapangan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
3
disusun dengan pengelola Waduk Saguling dan Cirata untuk pemenuhan kebutuhan air di hilir semaksimal mungkin apabila terjadi kekurangan air dari sumber setempat. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan untuk konservasi bendungan, pemeliharan bendungan, pemeliharaan bangunan khusus, pengendalian tumbuhan air secara rutin, pemeliharaan sabuk hijau, dan pemeliharaan rutin yang dilakukan untuk babadan rumput, cabutan di riprah, dan pengecatan pada bendungan. 5. Rehabilitasi Rehabilitasi dilakukan pada tahun 1996 s.d. 2000 oleh Departemen Pekerjaan Umum (IBRD Loan No. 3742-IND). Rehabilitasi dilakukan untuk pelandaian lereng udik dan hilir bendungan utama, pemasangan pengukur rembesan di kaki bendungan, perbaikan dan peningkatan jalan inspeksi dan pemantauan, perbaikan lereng Ubrug dan Pasir Gombong Saddle Dam.
LAPORAN KHUSUS SEDIMENTASI TERHADAP KETERSEDIAAN DAN KAPASITAS AIR PADA BENDUNGAN Ir. H. DJUANDA (JATILUHUR) PURWAKARTA , JAWA BARAT
Pengaruh Sedimentasi Terhadap Ketersediaan Air Irigasi pada Bendungan Ir. H. Djuanda Sedimentasi pada Bendungan Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal dengan sebutan Waduk Jatiluhur tergolong sangat kecil. Kenaikan sedimentasi pada bendungan hanya sekitar 0.5 cm atau 5 mm per tahun. Kecilnya tingkat sedimentasi yang ada pada bendungan ini tentunya tidak memiliki pengaruh terhadap ketersediaan air, khususnya untuk saluran irigasi yang ada pada bendungan Ir. H. Djuanda. Rendahnya tingkat sedimentasi pada Bendungan Ir. H. Djuanda dikarenakan adanya dua bendungan lainnya yang terletak di hulu sungai Citarum yaitu Bendungan Saguling dan Cirata. Sebelum dibangunnya dua bendungan tersebut, tingkat sedimentasi pada bendungan Ir. H. Djuanda tergolong tinggi yaitu sekitar 12,2 juta ton per tahun. Hal inilah yang akhirnya mendorong pemerintah untuk membangun Bendungan Saguling dan Cirata. Sejak dibangunnya dua bendungan tersebut, kini bendungan Ir. H. Djuanda merupakan waduk yang paling bersih dan sedimentasi yang tertinggi terdapat pada Bendungan Saguling yang terletak paling hulu dari ketiga bendungan yang ada pada Sungai Citarum. Berdasarkan hasil prediksi yang dilakukan pada tahun 2000 s.d. 2009 tingkat erosi permukaan dan hasil outlet pada Bendungan Cirata yang ada pada Bendungan Ir. H. Djuanda adalah sebesar 20.553.040 m 3
Tingkat sedimentasi memang tidak terlalu mempengaruhi ketersediaan air pada Bendungan Ir. H. Djuanda. Namun, banyaknya jumlah keramba jaring apung yang ada pada bendungan ini mengakibatkan tingkat pencemaran yang tinggi dengan kualitas air yang menurun. Hal ini diakibatkan karena adanya buangan rumah tangga dan limbah manusia yang dibuang ke bendungan ini. Selain itu, adanya pakan ikan yang berlebihan mengakibatkan kerusakan atau korosi pada turbin sehingga mengurangi umur pakai turbin. Pencemaran yang Laporan Kunjungan Lapangan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
4
ada pada bendungan ini berdampak negatif terhadap pasokan air untuk di hilir dan mengganggu sirkulasi air yang ada pada bendungan.
Sedimentasi Terhadap Kapasitas Tampungan Bendungan Ir. H. Djuanda Bendungan Ir. H. Djuanda pada tahun 1967 memiliki kapasitas tampungan sebesar 3 milyar m 3 . Pada tahun 2000, kapasitas tampungan menurun sekitar 500 juta m 3 . Sehingga setelah 40 tahun beroperasi, kapasitas tampungan bendungan menjadi 2,44 milyar m 3 . Adanya penurunan kapasitas tampungan disebabkan adanya sedimentasi pada bendungan. Akan tetapi, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah beroperasinya Bendungan Saguling pada tahun 1985 dan Bendungan Cirata pada tahun 1987 mengakibatkan tingkat sedimentasi pada Bendungan Ir. H. Djuanda mengalami penurunan. Secara umum, tingginya tingkat sedimentasi akan mempengaruhi kapasitas tampungan yang ada pada Bendungan Ir. H. Djuanda.
Seberapa Sering Pengambilan Sedimen Dilakukan untuk Meningkatkan Kinerja Bendungan Ir. H. Djuanda Pengambilan/pengerukan sedimentasi pada Bendungan Ir. H. Djuanda belum pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan tingkat sedimentasi yang masih tergolong rendah, sehingga pengerukan/pengambilan sedimen yang dilakukan kurang efisien dan buangan sedimen juga masih belum bisa dipikirkan secara mendalam.
Pengaruh Sedimentasi Terhadap Kinerja Bendungan Ir. H. Djuanda Adanya sedimentasi yang ada pada Bendungan Ir. H. Djuanda memiliki pengaruh terhadap kapasitas tampungan bendungan. Hal ini diketahui berdasarkan adanya penurunan kapasitas tampungan sebesar 500 juta m 3 setelah 40 tahun dioperasikan.
Laporan Kunjungan Lapangan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
5
LAMPIRAN DOKUMENTASI KUNJUNGAN
No. Dokumentasi Keterangan 1
Sebelum keberangkatan menuju Bendungan Ir. H. Djuanda bersama rombongan. 2
Pemaparan Materi mengenai Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 3
Memasuki Lokasi Bendungan Utama Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Laporan Kunjungan Lapangan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
6
4
Kondisi objektif Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 5
Kondisi Hilir Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 6
Kondisi Spillway Morning Glory Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) 7
Kondisi Intake Pada Spillway morning glory
Laporan Kunjungan Lapangan ke Bendungan Ir. H. Djuanda (Jatiluhur) Purwakarta Field Visit Report (Irrigation and Hydroulic Structures)
7
8
Kondisi sedimentasi pada hilir Bendungan Ir. H. Djuanda. 9
Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Ir. H. Djuanda. 10