Anda di halaman 1dari 21

1

SUNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM KEDUA



Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok pada semester kedua
Dosen Pengampu : DR. Khalil Nafis



Oleh Kelompok Kelima:
Ali Fitriana Rahmat
Muhammad Ulul Albab

Fakultas Ushuludin
Jurusan Tafsir


Sekolah Tinggi Kulliyatul Quran Al-Hikam
Depok Jawa Barat
2013
2

BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang
Islam sebagai agama samawi memiliki syariat yang senyawa dengan
agama-agama samawi terdahulu. Kitab suci menjadi undang-undang bagi syariat
agama samawi. Memberi pedoman dan petunjuk merupakan tugas para rasul yang
terhimpun dalam kitab suci yang telah diturunkan oleh Dzat yang Maha Kuasa.
Al-Quran sebagai kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah swt bagi
rasul terakhir, telah mencakup semua syariat samawi terdahulu. Bahkan kitab suci
ini menjadi pelengkap dari kitab-kitab suci sebelumnya. Kehadiran al-Quran ini
menjadi petunjuk bagi seluruh makhluk di alam semesta sampai hari kiamat.
Cakupannya yang luas menjadikannya sebagai rujukan dalam segala hal. Mulai
menjadi pedoman, sumber hukum, undang-undang dan lain sebagainya.
Tentunya al-Quran tidak menjadi sumber hukum tunggal bagi agama
islam. Karena muatannya yang komprehensif dan global, al-Quran masih
membutuhkan penjelas dan pemerinci dalam melaksanakan syariat. Maka dari itu,
tampillah sunah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran.
Sunah rasul menterjemahkan kalam-kalam ilahi yang dianggap cukup
rumit untuk dipahami. Rincian-rincian hukum yang dikandung oleh sumber
pertama semua ada dalam sunah. Terkadang salah satu tugas sunah menjadi
penegas hukum yang sudah ada.
Nabi Muhammad saw mewarisi dua pusaka bagi umat islam, yaitu al-
Quran dan sunah. Seorang muslim tidak akan sesat selagi ia masih berpegang
teguh pada dua pusaka ini yang telah diwasiatkan Nabi saw. Sebagaimana
tercantum dalam riwayat Malik bin Anas dalam kitabnya al-Muwatha' ;
3

((

))
1
Aku meninggalkan bagi kalian dua perkara, selagi kalian berpegang teguh pada
keduanya kalian tidak akan sesat. Dua perkara itu adalah al-Quran dan sunah
Nabi saw.
Tulisan ini akan sedikit membahas tentang sumber hukum kedua, yakni
as-sunnah. Penulis juga akan menyuguhkan beberapa alasan mengapa sunah bisa
menjadi sumber hukum. Kurang afdal rasanya membahas tentang sunah jika tidak
memaparkan pengertian, klasifikasi dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan
tema pembahasan. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan dan keterbatasan,
penulis akan berusaha menyuguhkan tulisan ini sesuai dengan kemampuan dan
pengetahuannya.
I.B. Rumusan Masalah
Apa itu sunah?
Apa alasan sunah menjadi hujah?
Ada berapa macam sunah itu dan apa saja pembagiannya?
Apa kedudukan sunah bagi al-Quran?

I.C. Tujuan

Makalah ini diharapkan memberikan pengenalan dan pengetahuan tentang
sunah sebagai salah satu sumber hukum islam. Yang dikemudian akan
memudahkan bagi penggali hukum dalam usahanya untuk mencetak sebuah
produk hukum. Semoga tulisan ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca.




1
Malik bin Anas al-Ashbahi, Muwatha' al-Imam Malik (Mesir, Dar Ihya' at-Turats al-'Arabi ; tt)
4

BAB II
PEMBAHASAN
SUNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM KEDUA
Sunah tampil sebagai sumber hukum kedua setelah al-Quran untuk
menterjemahkan kalam-kalam ilahi yang dianggap cukup rumit untuk dipahami.
Rincian-rincian hukum yang dikandung oleh sumber pertama semua ada dalam
sunah.
Kata as-sunah lebih tepat untuk dipilih ketimbang kata al-Khabar dan al-
atsar, dikarenakan al-khabar memiliki pengertian khusus pada 'ucapan, tindakan,
ketetapan dan sifat yang dinisbahkan kepada baginda Nabi saw. Sedangkan al-
atsar lebih khusus pada hadis marfu' ataupun mauquf.
2

II.A. Definisi As-Sunah
Kata yang berakar dari huruf sin, nun dan nun memiliki arti asal
'berjalannya sesuatu dengan mudah'. Dinamakan 'sunah' karena menjadi
'perjalanan hidup seseorang'. Sunah Rasul adalah jalan hidup beliau saw.
3


Menurut etimologi sunah berarti perjalanan hidup atau jalan yang biasa
atau cara yang baik ataupun buruk. Sebagaimana dalam hadis;

((

))
4
Orang yang membuat suatu cara yang baik, ia akan mendapatkan pahalanya serta
pahala orang yang melakukan cara itu sampai hari kiamat. Orang yang membuat
suatu cara buruk, ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang yang
mengerjakannya sampai hari kiamat.

2
Wahbah az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damasykus, Dar al-Fikr ; 1986) Hal. 449
3
Ibnu faris, Maqayis al-Lughah (ttp, ittihad al-kitab al-arab:2002) hal.44 jld. 3
4
HR Muslim
5

((

))
5
Kalian pasti akan mengikuti cara dan jalan hidup kaum sebelum kalian sedikit
demi sedikit
Sunah dalam istilah syarak berarti 'jalan biasa untuk beramal dalam agama'
atau 'sesuatu yang secara khusus dinukil dari Nabi saw dan bukan termasuk al-
Quran' atau 'gambaran amaliah Nabi saw dan para sahabatnya untuk
mempraktekkan perintah-perintah al-Quran'. Jadi sunah adalah antonim dari
bid'ah. Seseorang dikatakan ahlu sunah jika ia beramal sesuai tuntunan Nabi saw.
Kata sunah juga digunakan untuk sesuatu yang dilakukan oleh sahabat.
6


Dalam istilah ahli hadis, sunah memiliki arti 'sesuatu yang dinukil dari
Nabi saw berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, sifat jasmani, akhlak, dan
perjalanan hidup baik sebelum kenabian atau setelahnya'. Jadi dengan pengertian
seperti ini sunah menjadi sinonim dari hadis menurut ahli hadis.
7


Istilah sunah bagi ahli fikih berarti 'sesuatu yang mana orang yang
melakukannya akan dipuji dan yang meninggalkannya tidak dicela'. Atau juga
bisa diartikan 'sesuatu yang jika dikerjakan akan mendapat pahala dan jika
ditinggalkan tidak ditindak atau tidak berdosa'
8
.

Menurut ulama ushul, sunah dalam arti istilah ialah 'sesuatu yang datang
dari Rasulullah saw baik berupa perkataan, perbuatan, atau ketetapannya
(taqrir)'.
9



5
HR Bukhari dan Muslim
6
Abu Ishaq Ibrahim bin Musa asy-Syathibi, al-Muwafaqat ( Saudi Arabia, Dar Ibn 'Affan ; 1997)
hal. 289
7
Musthafa as-Siba'i, As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri' al-Islami (ttp, Dar al-Warraq ; tt)
Hal. 65
8
Syarafuddin Yahya al-Imrithi, Nadzhm al-Waraqat Fi al-Ushul al-Fiqhiyyat ( ttp : tp, tt ) bait. 16
9
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal.36
6

Dalam tulisan ini akan lebih memfokuskan pada pengertian menurut
ulama ushul. Karena pengertian mereka menjadi hulu pemicaraan tentang sunah
sebagai hujah dan sumber kedua hukum islam. Dari segi isi dan muatannya, sunah
dibagi menjadi tiga, yaitu:
Sunah qauliyah, yaitu hadis-hadis yang diucapkan Nabi saw dalam
berbagai kesempatan dan tujuan. Seperti sabda Nabi saw:

((

))
Mulailah berpuasa (Ramadhan) karena melihat hilal. Dan berhentilah
puasa (Ramadhan) karena melihat hilal.

((

))
Binatang yang makan rumput di tempat penggembalaan itu (ada)
zakatnya.

((

))
Laut itu airnya suci dan bangkainya halal.
Sunah filiyah, yaitu perbuatan-perbuatan Nabi saw. Seperti melaksanakan
salat lima kali sehari semalam, dengan cara-cara dan rukun-rukunnya.
Mengerjakan manasik haji. Mengadili perkara dengan seorang saksi dan
sumpah orang yang mendakwa.
Sunah taqririyah, apa yang ditetapkan oleh Rasul, dari perkataan atau
perbuatan yang bersumber dari sebagian sahabat dengan cara diam, tidak
mengingkarinya ataupun dengan menyetujuinya dan menyatakan
kebaikan-kebaikannya. Maka ketetapan dan persetujuan ini semua
bersumber dari Rasul saw. Seperti hadist yang menceritakan dua orang
sahabat yang bepergian. Kemudian dalam perjalanan tibalah waktu salat.
Dan mereka tidak menjumpai air. Lalu keduanya tayamum dan salat.
Kemudian pada waktu mereka salat, ditemukan air. Salah seorang dari
kedua orang itu mengulang salatnya. Tapi yang seorang lain tidak.
10



10
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal.36
7

II.B. Kehujahan As-Sunah
Ulama telah sepakat bahwa perkataan, perbuatan, atau ketetapan yang
keluar dari Rasulullah saw dimaksudkan sebagai pembentukan hukum-hukum
islam dan sebagai tuntunan, serta diriwayatkan kepada kita dengan sanad yang
sahih yang menunjukkan kepastian atau dugaan kuat tentang kebenarannya, maka
ia menjadi hujah bagi kaum muslimin, dan sebagai sumber hukum syarak yang
mana para mujtahid menggali berbagai hukum syarak berkenaan dengan
perbuatan orang-orang mukalaf.
11
Banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan
sunah sebagai hujah, diantaranya
12
;
1) Nas al-Quran. Seringkali Allah swt dalam kitab suci memerintahkan taat
kepada Rasul. Taat dan patuh kepada Rasul ini, bearati taat dan patuh
kepada Allah swt. Allah juga memerintahkan orang muslimin jika mereka
berselisih untuk mengembalikannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila
Allah dan Rasul memutuskan suatu perkara, maka orang Islam itu tidak
memilki pilihan lain. Semua bukti-bukti yang datangnya dari Allah itu
menunjukkan bahwa tasyri Rasul itu adalah tasyri Ilahi yang wajib
dijalankan. Allah berfirman dalam Al Quran.
_ `-,L < ..l | l. | < > _.>l __
Katakanlah, ikutilah olehmu Allah dan Rasul.

_. _L`, _.l .1 _!L < _. _|. !. ,..l. ,l. !L,> _
Barang siapa mengikuti Rasul, maka sesunnguhnya dia telah mengikut
Allah.

11
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal.37
12
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal.38
8

!!., _.] `.., `-,L < `-,L _.l _|` . `>.. | ,.s... _ ,`_: ::`
_|| < _.l | ,.. `... <!, ,,l > ,l: ,> _.> ,!. __
Hai orang-orang beriman, patuhlah kepada Allah dan patuhlah kepada
Rasul dan Ulil Amri daripada kamu. Apabila terjadi pertengkaran dalam
sesuatu (masalah) maka pulangkanlah kepada Allah dan Rasul (QS.4 :
59).

:| >,l> ". _. _. .>l `s: ., l :: _|| _.l _|| _|` .
.. .l-l _.] ..L,..`. .. l `_. < ,ls ...- `.-,. _.L,:l |
,l __
Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan Ulil Amri diantara
mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan
dapat mengetahuinya (QS. 4 : 83)

!. l _..l ..`. :| _. < .`]. . >, `l :,>' _. >. _.
_-, < .`]. .1 _. .l. !.,. __
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi
perempuan yang mukmin, apakah Allah dan Rasulnya telah menetapkan
sesuatu ketetapan, Akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka (QS 33 : 36)

9

,, _`..`, _.> .>>`, !., >: `., . .> _ .. l>>
!.. ,. .l. !.,l`. __
Maka demi tuhanmu, maka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikankamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap keptusan yang kamu berikan kepada mereka, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya (QS : 4 65)

!. ,! < _ls .]. _. _> _1l < _.ll _.] _1l _...,l _,>...l
_ _,,.l _ >, ]: _,, ,!,.s >.. !. `>.., `_.l :.`> !. >..
.s ..! 1. < | < .,.: ,!1-l _
Apa yang diberikan Rasul kepada-mu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah (QS 59 : 7)

Ayat-ayat ini sudah cukup menjadi dalil-dalil qath'i yang
menunjukkan bahwa Allah swt mewajibkan patuh kepada Rasul saw dari
hal apa yang disyariatkannya.

2) Ijma (konsesus) sahabat dalam kewajiban mengikuti sunahnya. Baik
ketika Nabi saw masih hidup maupun setelah wafat. Diwaktu Nabi masih
hidup, para sahabat menjalankan hukum-hukumnya dari apa-apa yang
diperintahkan dan dilarangnya. Mereka tidak berselisih dalam menjalankan
hukum-hukum yang bersumber dari Al Quran dan yang bersumber dari
Nabi sendiri. Dalam hal ini kata Muadz bin Jabal. Jika hukum yang akan
aku jalankan itu tidak terdapat dalam kitabullah, maka akan aku
10

mencarinya dalam sunah Rasulullah saw. Hal ini terus berlaku setelah
Nabi saw wafat.
3) Secara rasio dan logika, sunah sebagai penjelas al-Quran. Sebagaimana
kita ketahui, di dalam al-Quran beberapa kewajiban yang al-Quran
sendiri tidak menguraikannya secara terperinci tentang hukum-hukumnya
dan bagaimana tata caranya. Didalam Al Quran disebutkan;
-

((

)) -
Dirikanlah salat dan tunaikan zakat.
-

((

)) -
Diwajibkan kepadamu untuk berpuasa.
-

((

)) -
Diwajibkan bagi orang-orang untuk haji ke Baitullah karena Allah swt

Sedangkan didalam Al Quran itu sendiri tidak dijelaskan
bagaimana cara mendirikan salat itu. Bagaimana cara membayar zakat itu.
Dan bagaimana caranya berpuasa dan haji itu. Maka dalam hal ini Rasul
saw menjelaskan itu semua dengan sunah qauliyah dan sunah filiyah.
Karena Allah telah memberikan kuasa kepada Rasul saw untuk
menerangkan sejelas-jelasnya kepada kaum muslimin. Allah berfirman
dalam Al Quran:
..,l!, ,l !.l. ,,l| .] _,,.l _!.ll !. _. ,l| l-l _`>., __
Dan kami turunkan kepada-mu Al-Quran agar engkau menerangkannya
kepada umat manusia apa-apa yang telah diturunkan kepada mereka (Qs
16 : 44)




11

II.C. Pembagian Sunah dari Segi Sanad
Para ahli hadis dahulu memiliki perhatian besar dalam periwayatan hadis
Nabi saw secara qauli, fi'li dan taqriri. Mereka juga meneliti para periwayat hadits
dimulai dari para sahabat, tabi'in, tabi' tabi'in hingga seterusnya.
Hadis dari segi sanad pada mulanya dibagi menjadi dua; hadis yang
sanadnya menyambung dan hadis yang sanadnya tidak menyambung. Ulama
ushul telah banyak membicarakan kekuatan pengambilan hukum dari hadis yang
tidak menyambung sanadnya
13
. Sedangkan pembagian hadis yang sanadnya
bersambung dilihat dari kuantitas perawi menurut mayoritas ulama ada dua yaitu;
mutawatir dan ahad. Sedangkan menurut Hanafiyah dibagi menjadi tiga;
mutawatir, masyhur, dan ahad.
a. Mutawatir
Dalam kamus al-munawir mutawatir memilki arti 'sesuatu yang berturut-turut'.
14

Sebagaimana firman Allah swt : -((
15

))- (Kemudian kami utus


rasul-rasul kami secara berurutan). Kata ini berbentuk isim fa'il dari mashdar,
yaitu tawatur. Ini juga bisa diketahui bahwa kata tatabu' merupakan sinonimnya.
Secara istilah mutawatir berarti 'hadis yang diriwayatkan dari Rasul saw
oleh sejumlah orang dari sejumlah perawi lain yang sekiranya mereka tidak
mungkin bersekongkol untuk berbohong', dikarenakan mereka berjumlah banyak,
dapat dipercaya, dan datang dari berbagai daerah dan suku. Setiap tingkatan
jumlah mereka banyak, mulai dari tingkatan pertama sampai kepada kita.
16
Akan
tetapi menurut Wahbah az-Zuhaili, banyaknya jumlah perawi mutawatir hanya
disyaratkan pada tiga tingkatan; sahabat, tabi'in, dan tabi' tabi'in. karena
periwayatan setelah itu hanya melalui cara kodifikasi.
17


13
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh (ttp, Dar al-Fikr al-'Arabi ; tt) Hal. 107
14
Ahmad warson munawir, Kamus a-lmunawir (Surabaya : Pustaka Progresif, 2002) hal. 1534
15
Surah al-Mu'minun; 44
16
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal. 41
17
Wahbah az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damasykus, Dar al-Fikr ; 1986) Hal. 452
12

Syarat-syarat mutawatir
Panca indera menjadi sandaran dan alat dalam periwayatan.
Diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang banyak. Tidak ada batas tertentu
dalam jumlah banyaknya, yang terpenting bisa ifadatul ilmi. Demikian
menurut pendapat sahih.
Mustahil adanya persekongkolan diantara perawi untuk berbohong
menurut akal dan secara normal.
Para perawi meriwayatkannya dengan yakin dan berlandaskan ilmu.
Semua syarat diatas harus terpenuhi dalam semua tingkatan.
18

Syarat-syarat diatas merupakan syarat bagi pembawa riwayat. Sedangkan
bagi penerima riwayat memiliki syarat tersendiri, yaitu; berakal, mengerti esensi
hadis, dan tidak memiliki kepercayaan yang berbeda dengan isi hadis.
19

Macam-macam mutawatir
20

a. Mutawatir Lafdzhi
Mutawatir lafdzhi yaitu hadits yang mutawatir lafadz dan maknanya.
Jumlah mutawatir lafdzhi sangat sedikit sekali, bahakan ada yang menganggap
tidak ada. Contoh ;

((

21
))
Siapa yang sengaja berdusta atas namaku, ia telah memesan tempat di
dalam neraka


18
Muhammad Husain al-Jaizani, Ma'alim Ushul al-Fiqh 'Inda Ahli as-Sunah wa al-Jama'ah
(Jedah, Dar Ibn al-Jauzi ; 1996) Hal. 143
#
#
#
19
Muhammad bin Ali asy-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila tahqiq al-Haq min 'ilm al-Ushul (Kairo,
Dar as-Salam ; 2006) Hal. 171
20
Muhammad Mushtafa Syibli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Beirut, ad-Dar al-Jami'iyah ; tt) hal.141
21
Abu Abdillah Muhammad bin ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar Thauq al-Najah,
1422 H) hal. 111
13

b. Mutawatir Maknawi
Mutawatir maknawi yaitu hadits yang mutawatir dalam maknanya saja.
Setiap perawi meriwayatkan dengan redaksi yang berbeda dengan perawi yang
lainnya.
Kebanyakan contoh hadis mutawatir dari sunah fi'liyah, karena memang
hadis mutawatir mayoritas termasuk mutawatir maknawi. Seperti riwayat yang
menerangkan tentang tata cara wudlhu, salat, haji dan lain sebagainya. Dan tidak
banyak contoh mutawatir dari sunah qauliyah sebagaimana contoh hadis
mutawatir lafdzhi.
Implikasi Hadis Mutawatir
Pasti (qath'i) datang dan ketetapannya dari Nabi saw
Menjadi ilmu yaqin secara mutlak.
22

Wajib menjadi bahan istinbath.
Wajib diamalkan
23

Wajib dibenarkan, meskipun tidak ada dalil lain yang mendukungnya.
24

Menjadi ilmu pasti (dharuri) yaitu ilmu yang menuntut kita untuk
membenarkannya, sekiranya tidak bisa ditolak. Atau ilmu yang bisa
diketahui dengan panca indera.
25

Orang yang mengingkarinya termasuk kafir.





22
#
23
Muhammad Mushtafa Syibli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Beirut, ad-Dar al-Jami'iyah ; tt) hal.143
24
Sa'd Nasir asy-Syasyri, Syarh Qawa'id al-Ushul wa Ma'aqid al-Fushul (Riyadh, Dar Kunuz
Isybiliya; 2006)Hal. 144
25
Muhammad bin Ahmad as-Sarkhasi, Ushul as-Sarkhasi ( Beirut, Dar al-Ma'rifah ; 1997 )
hal.302 jld.1
14

b. Masyhur
Masyhur yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang sahabat ataupun
sejumlah yang tidak mencapai batas mutawatir, kemudian diriwayatkan lagi oleh
sejumlah tabi'in yang mencapai batas mutawatir, dan juga oleh tabi' tabi'in.
26

Contoh:
((

... ))
Sesungguhnya amal itu tergantung niat .
((

)) ...
Islam dibangun atas lima dasar .
((

))
Tidak ada bahaya ataupun yang membahayakan
Hadis masyhur bisa membatasi (qayyid) kemutlakan ayat dan
mengkhususkan keumuman ayat
27
.
Implikasi Hadis Masyhur
Pasti (Qath'i) datangnya dari sahabat yang meriwayatkan.
28

Menjadi ilmu thuma'ninah, yakni mendekati ilmu yakin tetapi masih ada
kemungkinan salah.
29

Orang yang mengingkarinya termasuk fasik tidak sampai kafir.



26
Muhammad Mushtafa Syibli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Beirut, ad-Dar al-Jami'iyah ; tt) hal.143
27
)) (( meng-qayyid -)) ((-
(( )) dan )) (( men-takhshish ayat waris
28
Wahbah az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damasykus, Dar al-Fikr ; 1986) Hal. 454
29
Muhammad Mushtafa Syibli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Beirut, ad-Dar al-Jami'iyah ; tt) hal.144
15

c. Ahad
Hadis yang diriwayatkan oleh jumlah perawi yang tidak sampai derajat
mutawatir ataupun masyhur dalam semua tingkatan terutama tingkatan sahabat
dan tabi'in. Semua hadis kebanyakan masuk dalam kategori ini.
Implikasi Hadis Ahad
Datangnya hadis dari Nabi saw sampai ke kita masih dalam dugaan
(dzhanniyah).
Wajib diamalkan dalam hal hukum amaliah
30
.
Tidak bisa diamalkan dalam hal akidah dan mewajibkan suatu perbuatan.
31


Semua tiga bagian sunah diatas dalam hal (dalalah) sebagian ada yang
qath'i ad-dalalah, jika teks tidak bisa ditakwil. Dan dzhanni ad-dalalah, jika teks
memungkinkan untuk ditakwil.

Sunah Mutawatir, masyhur, dan ahad semuanya menjadi hujah yang wajib
untuk diikuti dan diamalkan. Dikarenakan hadis mutawatir itu pasti (qath'i)
datangnya dari Rasul saw. Meskipun hadis masyhur dan ahad datangnya itu dalam
dugaan (dzhanni), dugaan itu menjadi mantab dengan adilnya periwayat dan
hafalannya yang kuat (tamam adh-dhabth). Dugaan yang mantab sudah cukup
untuk menjadikan sesuatu menjadi wajib untuk diamalkan. Seorang hakim
memutuskan perkara dengan kesaksian seorang saksi pasti dilandasi dengan
dugaan yang mantab. Banyak sekali hukum yang berlandaskan dengan dugaan
yang mantab (dzhann).
32
Jika saja setiap perkara amaliah ataupun hukum harus
dilandasi dengan kepastian dan keyakinan, maka semua orang akan kesulitan
untuk menjalankannya.
33


30
#
31
Muhammad Mushtafa Syibli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Beirut, ad-Dar al-Jami'iyah ; tt) hal.144
Ali Hasballah, Ushul at-Tasyri' al-Islami (Kairo, Dar al-Fikr al-'Arabi ; 1997) Hal. 37
32
Yaitu memilih salah satu perkara yang memiliki kecenderungan lebih kebenarannya.
Abdul Hamid Quds, Lathaif al-Isyarat ( Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah ; 2011) hal.34
33
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal. 43
16


Bisa disimpulkan bahwa suatu hadis menjadi wajib untuk diamalkan
ketika memenuhi beberapa syarat. Perawi harus tamyiz dan dlhabth ketika
menerima riwayat. Dalam meriwayatkan perawi harus baligh, islam, adil, tetap
dlhabth mulai menerima hadis sampai menyampaikannya, dan harus bersambung
sanadnya. Tidak boleh dihapus sebagian redaksinya yang dapat mengurangi
kesempurnaan makna, dan makna hadis tidak bertentangan dengan dalil yang
lebih kuat.
34


II.D. Kedudukan Sunah bagi Al-Quran

Sunah menempati urutan kedua sebagai hujjah dan rujukan dalam
penggalian hukum syari'at. Seorang mujtahid merujuk kepada sunah sebagai
sumber hukum jika ia tidak menemukannya dalam al-Quran. Karena al-Quran
menjadi sumber pertama dalam penggalian suatu hukum.
35


Sunah juga memiliki beberapa kedudukan bagi al-Quran dari sisi hukum
yang terkandung di dalamnya sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam as-Syafi'i,
yaitu;
a) Sunah sebagai penegas dan penguat hukum yang sudah ada dalam al-
Quran. Seperti perintah menegakkan salat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan, haji, serta semua perintah dan larangan yang ada dalam al-
Quran dan dikuatkan oleh dalil-dalil as-sunah.

((

))
36
Menjadi penegas dari firman Allah swt

34
Ali Hasballah, Ushul at-Tasyri' al-Islami (Kairo, Dar al-Fikr al-'Arabi ; 1997) Hal.42
35
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal. 49
36
Ali bin Umar ad-Daruquthni, Sunan ad-Daruquthni ( ttp, tp ;tt ) hal.152
17

!,!., _.] `.., l!. >l. ,., _L.,l!, | _>. :.> _s
_. >.. l.1. >.. | < l >, !.,> __
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

b) Sunah sebagai penjelas al-Quran
37

Tugas ini dibagi menjadi tiga, yaitu;
1) Menjelaskan keglobalan al-Quran.
38
Seperti hadis yang menerangkan
tata cara salat, zakat, haji dll.

((

))
Shalatlah kalian sebagai mana kalian melihat (bagaimana cara) aku shalat.

((

))
Ambillah dariku manasik (cara haji) kalian (untuk kalian ikuti).
2) Mengkhususkan keumuman al-Quran.
39
Seperti hadis;

((

))
Orang yang membunuh tidak bisa mendapat warisan sedikitpun
`>,.`, < _ ..l .l `_:. 1> _,,:.

37
QS an-Nahl ;44
38
#
#
39
Takhsish ialah mengeluarkan sebagian jumlah atau makna yang dikandung lafdz aam.
'Aam ialah lafadz yang mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya pembatasan. Khaash
merupakan kebalikan dari 'aam.
Muhammad bin Muhammad al-Hathaab, Qurrat al-'Ain Fi Syarh Waraqat Imam al-Haramain
(Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah ; 2011)

18

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian
dua orang anak perempuan
3) menerangkan kemutlakan al-Quran.
40
Seperti Nabi menerangkan
tempat potong tangan bagi pencuri.

((

))
Kemudian (Nabi saw) memerintahkan untuk memotong tangannya dari sendi
_!.l !.l `-L! !.,., `,> !., !,. .>. _. < <
,s ',>> __
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

c) Sunah sebagai informasi tentang adanya naskh antar ayat al-Quran.
Seperti ayat;
. >,l. :| .> `.> ,.l | . ,> ,.l _,.lll _,, .`-.l!,
!1> _ls _,1`..l _
diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat

40
Muthlaq yaitu kata sifat atau jenis yang umum tanpa adanya embel-embel secara tertulis
Muqayyad yaitu kata jenis yang menyangkup semua dengan adanya embel-embel berupa sifat
Khalid Ramadhan, Mu'jam Ushul al-Fiqh (ttp, Ar-Raudhah ; 1998) Hal. 271 dan 298
19

untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah)
kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Dinasakh oleh ayat tentang waris (QS an-Nisa' ; 11).
d) Sunah sebagai penetap hukum yang tidak tercantum dalam al-Quran.
Seperti haramnya binatang buas yang bertaring, haramnya memakai kain
sutra dan emas bagi laki-laki dan lain-lain.
41


Perlu diketahui bahwa Imam asy-Syafi'i telah mengutarakan sebuah
pernyataan bahwa as-sunah sebagai pengikut dan pelengkap al-Quran, meskipun
muatan sunah lebih banyak dari pada al-Quran. Karena muatan sunah masuk
dalam landasan dan dasar-dasar hukum yang telah digariskan dalam al-Quran.
Nabi saw pun berijtihad dengan landasan al-Quran. Jadi tidak ada pertentangan
dan kontradiksi antara al-Quran dan sunah.
42


II.E. Tindakan dan Perbuatan Nabi saw
Tindakan Nabi saw ada tiga macam;
1. Perbuatan manusiawi yang dilakukan oleh Nabi saw. Seperti cara berdiri,
duduk, makan, minum dll. Menurut mayoritas madzhab tidak wajib bagi
kita untuk mengikuti perbuatan Nabi saw dalam macam ini. Tetapi ada
yang berpendapat sunah. Sebagaimana sahabat Ibnu Umar yang dikenal
mengikuti seluruh perbuatan dan tindak tanduk Nabi saw.
2. Perbuatan khusus bagi Nabi saw. Seperti mubahnya puasa wishal,
kewajiban salat dhuha, adlha, witir, dan tahajjud serta menikahi
perempuan lebih dari empat dll. Ini merupakan kekhususan bagi Nabi saw
dan tidak bisa diikuti.
3. Tindakan dan perbuatan yang menjadi syari'at. Yaitu perbuatan selain
macam yang telah disebutkan di atas. Kita semua dituntut untuk mengikuti
perbuatan ini sesuai dengan ketentuan hukum, seperti wajib, sunah,
mubah.

41
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-Islamiyah ;tt) Hal. 49
42
Wahbah az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damasykus, Dar al-Fikr ; 1986) Hal. 464
20

BAB III
PENUTUP
Dari makalah ini yang berjudulkan 'sunah sebagai sumber hukum kedua'
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Sunah ialah 'sesuatu yang datang dari Rasulullah saw baik berupa perkataan,
perbuatan, atau ketetapannya (taqrir)'
Bukti sunah sebagai hujah antara lain; nas al-Quran, konsesus sahabat, dan
menurut rasional
Sunah dari segi sanad dibagi menjadi tiga; mutawatir, masyhur, dan ahad.
Kedudukan sunah bagi al-Quran dari sisi hukum ada tiga; penegas hukum,
penjelas hukum, dan penetap hukum.
Perbuatan Nabi dibagi tiga; perbuatan manusiawi, perbuatan khusus, dan
perbuatan yang menjadi sumber hukum syariat.
Dengan pertolongan dan rahmat Allah swt tulisan ini mampu diselesaikan.
Meskipun semua ini jauh dari kesempurnaan dan tidak lepas dari kesalahan dan
kekurangan yang murni datang dari penulis. Sangat diharap dan ditunggu setiap
kritik dan saran yang membangun kesempurnaan tulisan ini.
Semoga semua curahan tenaga dalam penulisan makalah ini dicatat
sebagai amal ikhlas yang hanya mengharapkan rida Tuhan Yang Maha Esa. Dan
tak lupa pula mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua umat islam
umumnya dan khusunya bagi penulis. Diharapkan pula tulisan ini menjadi salah
satu sumbangan bagi agama Allah swt.




21

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim
Abdul Hamid Quds, Lathaif al-Isyarat ( Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah ;
2011)
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh (Kairo, Maktabah ad-Da'wah al-
Islamiyah ;tt)
Abu Abdillah Muhammad bin ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (ttp: Dar
Thauq al-Najah, 1422 H)
Abu Ishaq Ibrahim bin Musa asy-Syathibi, al-Muwafaqat ( Saudi Arabia, Dar Ibn
'Affan ; 1997)
Ahmad warson munawir, Kamus a-lmunawir (Surabaya : Pustaka Progresif, 2002)
Ali bin Umar ad-Daruquthni, Sunan ad-Daruquthni ( ttp, tp ;tt )
Ali Hasballah, Ushul at-Tasyri' al-Islami (Kairo, Dar al-Fikr al-'Arabi ; 1997)
Ibnu faris, Maqayis al-Lughah (ttp, ittihad al-kitab al-arab:2002)
Khalid Ramadhan, Mu'jam Ushul al-Fiqh (ttp, Ar-Raudhah ; 1998)
Malik bin Anas al-Ashbahi, Muwatha' al-Imam Malik (Mesir, Dar Ihya' at-Turats
al-'Arabi ; tt)
Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh (ttp, Dar al-Fikr al-'Arabi ; tt)
Muhammad bin Ahmad as-Sarkhasi, Ushul as-Sarkhasi ( Beirut, Dar al-Ma'rifah ;
1997 )
Muhammad bin Ali asy-Syaukani, Irsyad al-Fuhul ila tahqiq al-Haq min 'ilm al-
Ushul (Kairo, Dar as-Salam ; 2006)
Muhammad bin Muhammad al-Hathaab, Qurrat al-'Ain Fi Syarh Waraqat Imam
al-Haramain (Jakarta, Dar al-Kutub al-Islamiyah ; 2011)
Muhammad Husain al-Jaizani, Ma'alim Ushul al-Fiqh 'Inda Ahli as-Sunah wa al-
Jama'ah (Jedah, Dar Ibn al-Jauzi ; 1996)
Muhammad Mushtafa Syibli, Ushul al-Fiqh al-Islami (Beirut, ad-Dar al-Jami'iyah
; tt)
Musthafa as-Siba'i, As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri' al-Islami (ttp, Dar al-
Warraq ; tt)
Sa'd Nasir asy-Syasyri, Syarh Qawa'id al-Ushul wa Ma'aqid al-Fushul (Riyadh,
Dar Kunuz Isybiliya; 2006)
Syarafuddin Yahya al-Imrithi, Nadzhm al-Waraqat Fi al-Ushul al-Fiqhiyyat ( ttp :
tp, tt )
Wahbah az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami (Damasykus, Dar al-Fikr ; 1986)
Hal. 452

Anda mungkin juga menyukai