Anda di halaman 1dari 17

BAB I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dalam upaya mengelola sumberdaya pesisir dengan tetap mempertahankan
prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, diperlukan pengetahuan yang baik tentang
potensi sumberdaya alam (hayati dan non hayati), kondisi lingkungan, keadaan social
ekonomi budaya dan jenis budaya yang terdapat di kawasan yang akan di kelola. Salah
satu aspek lingkungan yang penting untuk diketahui agar pengelolaan sumberdaya dapat
dilaksanakan dengan tepat adalah dinamika dari perairan tersebut. Hal ini disebabkan
karena perairan berupa fluida tidak mengenal batas administrasi atau ekologi, sehingga
jika perairan di suatu lokasi tercemar, maka dampaknya akan tersebar ke kawasan di
sekitarnya. Dampak tersebut dapat dibatasi atai dapat dicegah dengan pola gerakan
massa airnya. Dinamika perairan tersebut dapat diketahui dengan mengetahui
parameter-parameter oseanografi perairan yang dimaksud.
Perairan Teluk Ambon Bagian dalam merupakan salah satu contoh daerah yang
wilayah pesisirnya digunakan untuk berbagai kegiatan seperti perikanan tangkap,
budidaya, pelayaran, pelabuhan, dan pemukiman. Berbagai kegiatan ini menghasilkan
berbagai limbah yang akan menurunkan kondisi dan mencemarkan perairan teluk.
Pencemaran yang dihasilkan oleh salah satu kegiatan akan menyebar ke kawasan oleh
gerakan massa air yang pada gilirannya akan menimbulkan adampak negative terhadap
kegiatan di teluk Ambon. Dengan dasar pemikiran tersebut, perlu untuk mengetahui
kondisi oseanografi perairan pesisir Teluk Ambon Bagian Dalam untuk keperluan
perencanaan pen gelolaan sumberdaya wilayah pesisir Teluk Ambon Bagian Dalam.
Praktikum ini sebagai suatu latihan mengukur dan menganalisis data
oseanografi pesisir terutama di Teluk Ambon Bagian Dalam, dimana dapat
diimplementasikan dalam penelitian-penelitian yang sebenarnya di waktu yang akan
datang.

2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah :
- Mengetahui teknik pengukuran suhu permukaan dan kejernihan air laut
2
- Mengetahui variasi suhu permukaan berdasarkan sudut elevasi matahari
- Mengetahui variasi densitas permukaan laut berdasarkan sudut elevasi matahari
- Mengetahui karakteristik gelombang dan arus di perairan pantai Teluk Ambon
- Mengetahui tipe pasang surut di perairan pantai Teluk Ambon
Sedangkan manfaat yang hendak dicapai dalam praktikum ini adalah :
- Dapat mengenali dan memahami secara baik teknik pengukuran, penggambaran
dan analisis variasi suhu, densitas dan kejernihan air laut berdasarkan sudut
elevasi matahari.
- Dapat memahami teknik pengukuran gelombang dan arus di perairan pantai
Teluk Ambon
- Dapat mengenali dan memahami secara baikteknik pengukuran dan cara
penentuan tipe pasang surut di suatu perairan.

3. Waktu dan Lokasi penelitian
Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2004 dan berlokasi di perairan
pantai Teluk Ambon Bagian Dalam (Gambar 1.)
















Gambar 1. Peta Lokasi Praktikum
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


1. Karakteristik Air laut

a. Suhu
Laut tropik memiliki massa air permukaan hangat yang disebabkan oleh adanya
pemanasan yang terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun. Pemanasan tersebut
mengakibatkan terbentuknya stratifikasi di dalam kolom perairan yang disebabkan oleh
adanya gradien suhu. Berdasarkan gradien suhu secara vertikal di dalam kolom
perairan, Wyrtki (1961) membagi perairan menjadi 3 (tiga) lapisan, yaitu: a) lapisan
homogen pada permukaan perairan atau disebut juga lapisan permukaan tercampur; b)
lapisan diskontinuitas atau biasa disebut lapisan termoklin; c) lapisan di bawah
termoklin dengan kondisi yang hampir homogen, dimana suhu berkurang secara
perlahan-lahan ke arah dasar perairan.
Menurut Lukas and Lindstrom (1991), kedalaman setiap lapisan di dalam kolom
perairan dapat diketahui dengan melihat perubahan gradien suhu dari permukaan sampai
lapisan dalam. Lapisan permukaan tercampur merupakan lapisan dengan gradien suhu
tidak lebih dari 0,03
o
C/m (Wyrtki, 1961), sedangkan kedalaman lapisan termoklin
dalam suatu perairan didefinisikan sebagai suatu kedalaman atau posisi dimana gradien
suhu lebih dari 0,1
o
C/m (Ross, 1970).
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi,
evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang
terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang
dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu
permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan perairan.
Menurut McPhaden and Hayes (1991), evaporasi dapat meningkatkan suhu kira-kira
sebesar 0,1
o
C pada lapisan permukaan hingga kedalaman 10 m dan hanya kira-kira 0,12
o
C pada kedalaman 10 75 m. Disamping itu Lukas and Lindstrom (1991) mengatakan
bahwa perubahan suhu permukaan laut sangat tergantung pada termodinamika di lapisan
permukaan tercampur. Daya gerak berupa adveksi vertikal, turbulensi, aliran buoyancy,
dan entrainment dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pada lapisan tercampur
4
serta kandungan bahangnya. Menurut McPhaden and Hayes (1991), adveksi vertikal
dan entrainment dapat mengakibatkan perubahan terhadap kandungan bahang dan suhu
pada lapisan permukaan. Kedua faktor tersebut bila dikombinasi dengan faktor angin
yang bekerja pada suatu periode tertentu dapat mengakibatkan terjadinya upwelling.
Upwelling menyebabkan suhu lapisan permukaan tercampur menjadi lebih rendah.
Pada umumnya pergerakan massa air disebabkan oleh angin. Angin yang berhembus
dengan kencang dapat mengakibatkan terjadinya percampuran massa air pada lapisan
atas yang mengakibatkan sebaran suhu menjadi homogen.

b. Salinitas
Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi
air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan
tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah sedangkan
perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu
pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu perairan.
Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan bertambahnya
kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara
vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan memungkinkan salinitas menjadi
homogen. Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di
lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya salinitas permukaan perairan.
Sistem angin muson yang terjadi di wilayah Indonesia dapat berpengaruh
terhadap sebaran salinitas perairan, baik secara vertikal maupun secara horisontal.
Secara horisontal berhubungan dengan arus yang membawa massa air, sedangkan
sebaran secara vertikal umumnya disebabkan oleh tiupan angin yang mengakibatkan
terjadinya gerakan air secara vertikal. Menurut Wyrtki (1961), sistem angin muson
menyebabkan terjadinya musim hujan dan panas yang akhirnya berdampak terhadap
variasi tahunan salinitas perairan. Perubahan musim tersebut selanjutnya mengakibatkan
terjadinya perubahan sirkulasi massa air yang bersalinitas tinggi dengan massa air
bersalinitas rendah. Interaksi antara sistem angin muson dengan faktor-faktor yang lain,
seperti run-off dari sungai, hujan, evaporasi, dan sirkulasi massa air dapat
mengakibatkan distribusi salinitas menjadi sangat bervariasi. Pengaruh sistem angin
5
muson terhadap sebaran salinitas pada beberapa bagian dari perairan Indonesia telah
dikemukakan oleh Wyrtki (1961). Pada Musim Timur terjadi penaikan massa air lapisan
dalam (upwelling) yang bersalinitas tinggi ke permukaan di Laut Banda bagian timur
dan menpengaruhi sebaran salinitas perairan. Selain itu juga di pengaruhi oleh arus
yang membawa massa air yang bersalinitas tinggi dari Lautan Pasifik yang masuk
melalui Laut Halmahera dan Selat Torres. Di Laut Flores, salinitas perairan rendah pada
Musim Barat sebagai akibat dari pengaruh masuknya massa air Laut Jawa, sedangkan
pada Musim Timur, tingginya salinitas dari Laut Banda yang masuk ke Laut Flores
mengakibatkan meningkatnya salinitas Laut Flores. Laut Jawa memiliki massa air
dengan salinitas rendah yang diakibatkan oleh adanya run-off dari sungai-sungai besar di
P. Sumatra, P. Kalimantan, dan P. Jawa.

2. Gelombang Laut.
Aksi gelombang laut yang ditimbulkan oleh angin (wind waves) terutama di
perairan dangkal dapat menimbulkan gangguan yang cukup berarti pada instalasi
pembuangan tailing. Daerah yang dipilih untuk pembuangan tailing harus aman dari
gangguan aksi gelombang. Survey yang mendetail tentang iklim gelombang (wave
climate) dan prediksi tinggi serta perioda ulang (return period) dari gelombang besar atau
gelombang badai yang mungkin datang ke lokasi tempat pemasangan pipa pembuang
tailing perlu dilakukan dengan presisi tinggi untuk dapat menentukan design
wave. Gelombang internal (internal wave) tidak senyata gelombang permukan yang
ditimbulkan oleh angin namun dampaknya terhadap instalasi (pipa-pipa) bawah laut
dapat sangat membahayakan.
Gelombang internal terbentuk dan merambat pada bidang antara (interface) yang
memisahkan dua lapisan air laut yang densitasnya berbeda, periodanya bervariasi dari
perioda pasut (tides) hingga beberapa menit.
Di laut terbuka (open ocean) gelombang internal sering dijumpai bergerak
sepanjang thermocline sebagai gelombang progresif dengan panjang gelombang sampai
beberapa km. Gelombang internal terbentuk oleh trigger yang diakibatkan oleh variasi
tekanan dan stress angin dipermukaan, oleh interaksi gelombang permukaan dan, oleh
6
interaksi gerakan pasut dengan dasar laut yang kasar (rough) misalnya dengan sill di
dasar laut.
Gelombang internal ini dapat mentransmisikan energi dan momentum keseluruh
bagian laut, tidak saja secara horizontal tetapi juga secara vertikal. Gelombang internal
ini dapat mentransmisikan energi dari permukaan sampai keseluruh kedalaman. Ini dapat
membahayakan instalasi bawah laut misalnya pipa pembuangan tailing. Gerakan vertikal
dari partikel air yang diakibatkan oleh gelombang internal dapat membawa partikel-
partikel tailing ke lapisan permukaan menembus lapisan thermocline yang stabil.
Identifikasi dari ada tidaknya gelombang internal di lokasi yang dipilih sebagai tempat
pembuangan tailing menjadi sangat krusial. Keberadaan gelombang internal dapat
ditentukan dengan data arus yang diperoleh dari mooring current meter dan dari studi
fluktuasi isotherm yang diperoleh dari data time series suhu di beberapa lokasi dan
kedalaman.

3. Arus Laut.
Arus laut termasuk arus pasut merupakan faktor penggerak partikel-partikel padat
yang melayang didalam air laut. Partikel-partikel tailing dapat dipindahkan dari tempat
pembuangannya ke tempat-tempat lain yang jauh dari sumbernya. Pemahaman yang
benar tentang pola arus tiga dimensi di lokasi tempat pembuangan tailing sangat penting
sekali untuk mengetahui kemana arah pergerakan tailing bila ia terbawa oleh gerakan
arus laut. Pola arus diperairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh musim. Oleh karena itu
studi tentang pola arus di lokasi pembuangan tailing harus dilakukan secara seksama
untuk empat musim seperti disebutkan dimuka.
Model hidrodinamika tiga dimensi dapat digunakan untuk mempelajari dinamika
arus (tiga dimensi) di daerah pembuangan tailing. Model hidrodinamika tiga dimensi
dapat mensimulasi pola arus di daerah pembuangan tailing dan dapat memprediksi apa
yang akan terjadi terhadap arus bila kekuatan angin, misalnya berubah. Dengan model
hidrodinamika tersebut dapat dilihat secara detail kekuatan dan arah arus secara vertikal
diseluruh tempat pembuangan tailing.
7
BAB III. METODE PRAKTIKUM


1. Alat dan bahan
a. Fisik fisik air laut
Alat dan bahan yang digunakan antara lain : thermometer, refraktometer, secchi
disk, jam tangan, stopwatch, table pasut, kertas kalkir, kertas millimeter blok, peta
bathimetri, alat tulis menulis, checklist dan documenter.
b. Gelombang dan arus
Alat dan bahan yang digunakan adalah tide pole, stopwatch, current cross,
floating material (balon kosong), table pasut, peta bathimetri, kertas kalkir, kertas
millimeter blok, peta bathimetri, alat tulis menulis, checklist dan documenter.
c. Pasang Surut
Alat dan bahan yang digunakan adalah tide pole, jam digital, peta bathimetri,
senter, table pasut, kertas kalkir, kertas millimeter blok, peta bathimetri, alat tulis
menulis, checklist dan documenter.

2. Prosedur/cara kerja
2.1. Pengukuran Suhu dan salinitas air laut
- Gunakan termometer, untuk mengukur suhu permukaan laut dan suhu udara dan
gunakan refraktometer untuk mengukura salinitas air laut dalam waktu
bersamaan setiap interval 15 menit di beberapa lokasi pengamatan.
- Catat angka pembacaan suhu air, suhu udara dan salinitas air laut, waktu
pengukuran dan kondisi cuaca pada checklist yang tersedia.
2.2. Kedalaman visibility
- Gunakan secchi disk, turunkan sampai kedalaman dimana piringan tidak tampak
pada beberapa lokasi (titik pengamatan)
- Catat kedalaman secchi, waktu pengukuran dan kondisi cuaca saat itu.
- Amati warna air laut pada lokasi pengamatan anda dan nyatakan dalam warna
tampak
8
- Buat ulangan pengukuran di tiap lokasi beberapa kali dalam interval 15 30
menit.
2.3. Pengukuran gelombang
- Amati seri gelombang yang berada di luar zona surf sampai tiba di pantai dan
deskripsi ciri gelombang tersebut pada tiap zona (di luar zone surf, pada zone
surf dan pada zona breaker ketika ia pecah)
- Tentukan arah datang gelombang tersebut terhadap garis pantai (dalam derajat)
- Catat periode gelombang tersebut (detik) menggunakan stopwatch
- Tentukan sudut datang gelombang () ketika ia pecah di pantai
- Tentukan sudut kemiringan lereng pantai () di mana gelombang pecah
- Kenali tipe gelombang di perairan itu
- Lakukan pengamatan selama 15 menit.
2.4. Pengukuranpengukuran arus di sepanjang pantai dan beach drifting
- Gunakan floating material atau current cross untuk deteksi pergerakan arus
sepanjang apnatai ketika gelombang pecah
- Catat arah dan kecepatan arus dan gambarkan pola pergerakannya pada lokasi
pengamatan anda
- Ulangi pengamatan tiap interval waktu 10 -15 menit
- Ketika surut, amati profil pantai dan deskripsi zona abrasi atau deposisi jika ada
2.5. Pengukuran pasut
2.5.1. Pengukuran di lapangan
- Pasang tide pole pada lokasi yang sesuai
- Amati tinggi air pada palem tiap interval waktu 30 menit selama 1 hari pasut
- Catat hasil pembacaan pada checklist anda
2.5.2. Penggunaan tabel pasut
- Siakan tabel pasut tahun 2003 sesuai lokasi yang diinginkan (minimal 3 lokasi)
- Gambarkan profil tinggi air pada kertas milimeter blok data tanggal 1-3, 14-16,
28 30) pada bulan Januari, Maret, Juli, September dan Desember.
- Berdasarkan profil tinggi air itu kenali tipe pasut di lokasi itu.


9
BAB IV. HASIL PENGAMATAN


1. Suhu dan Salinitas
Lokasi Teluk Ambon Bagian Dalam Kondisi cuaca Cerah, sedikit awan
Tgl/bln/thn 22 Maret 2004 Pengamat Bruri L

Waktu
pengamatan
Suhu air
Suhu
udara
Salinitas
Densitas
(Sigma_t)
Kondisi
Cuaca
11.30 31.0 28 32 1023 Cerah
11.45 31.0 28 32 1023 Cerah
12.00 31.2 28.4 32 1023 Cerah
12.15 31.3 28.6 32 1023 Cerah
12.30 31.5 28.9 32 1023 Cerah

2. Gelombang pantai
Lokasi Teluk Ambon Bagian Dalam Kecepatan angin > 1 m/det
Tgl/bln/thn 22 Maret 2004 Arah gelombang 270
0
Arah angin Barat laut Utara barat laut

Pengamat Bruri, Vera, Udin

Gelombang yang diamati termasuk tipe gelombang pantai yakni tipe spilling
dengan arah gelomang dari 270
0
.

3. Arus sepanjang pantai (ASP)

Lokasi Teluk Ambon Bagian Dalam Kecepatan angin 3 - 5 m/det
Tgl/bln/thn 22 Maret 2004 Arah gelombang 270
0
Arah angin Barat laut Utara barat laut

Pengamat Bruri, Vera,
Udin

10
Waktu
pengam
atan
FM1
(det)
FM2
(det)
Kecepatan
ASP FM1
(m/det)
Kecepatan
ASP FM2
(m/det)
Rata-Rata
Kecepatan
ASP
11.30 55 66 5.5 6.6 6.05
11.45 67 67 6.7 6.7 6.70
12.00 61.3 72 6.13 7.2 6.67
12.15 79.2 94.2 7.92 9.42 8.67
12.30 81.3 84.5 8.13 8.45 8.29
Catatan : FM = Floating Material
ASP = Angin Sepanjang Pantai
Panjang tali pengukur 10 m

4. Pasang Surut

Lokasi Teluk Ambon Bagian Dalam Kecepatan angin 3 - 5 m/det
Tgl/bln/thn 22 Maret 2004 Bentuk Pantai Datar, agak landai

Arah angin Barat laut Utara barat laut

Pengamat Bruri, Vera, Udin
Data pengamatan pasut di lapangan diperoleh secara kebetulan sudah ada pole
tide, akan tetai pengamatannya hanya dilakukan 3 kali.
Waktu
pengamatan
Tanggi Air
(dm)
11.30 60
12.00 63
12.30 65

11
BAB V. PEMBAHASAN


Kedalaman perairan di teluk Ambon bagian dalam antara 11 41 m. Kedalaman
perairan makin besar dengan menuju ke arah barat laut, dimana kedalaman mencapai 41
m (Profil teluk Ambon, 2002). Kondisi ini mencirikan bahwa perairan teluk Ambon
Bagian Dalam lebih dipengaruhi oleh perairan Teluk Ambon Bagian Luar.
Pasang surut merupakan proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur,
dibangkitkan terutama oleh daya tarik bulan dan matahari. Karena posisi bulan dan
matahari terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur, maka besarnya kisaran
pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Selain itu, pasut terdiri
dari berbagai komponen yang dapat dikelompokkan menurut siklusnya, seperti
komponen pasut harian (diurnal), tengah harian (semi-diurnal) atau komponen perempat
harian (guarternal). Komponen pasut tersebut (terutama diurnal dan semi-diurnal)
menentukan tipe pasut disuatu perairan pesisir. Jika perairan tersebut mengalami satu
kali pasang dan surut per hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut tunggal.
Dan jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari (24 jam), maka
pasutnya dikatakan bertipe pasut ganda. Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara
tipe tunggal dan tipe ganda dan dikenal sebagai pasut campuran.
Tipe pasut ini dapat berubah tergantung, terutama pada kondisi perubahan
kedalaman perairan pantai tersebut. Di perairan pantai teluk Ambon, tipe pasut yang
ditemui mirip dengan yang ditemui tipe pasut di Samudra Pasifik yaitu tipe pasut
campuran dengan didominasi pasut ganda (Pariwono, 1985). Pengaruh pasut dari Lautan
pasifik ini diperkirakan merambat memasuki perairan teluk Ambon melalui laut Banda.
Ini berarti bahwa dalam satu hari perairan pantai teluk Ambon Bagian Dalam mengalami
dua kali pasang dan dua kali surut, dimana air pasang atau surut yang satu lebih kuat
daripada yang lainnya. Secara kuantitatif, tipe pasut suatu perairan pantai pesisir dapat
ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur
pasut tunggal utama dengan amplitudo unsur-unsur pasut ganda utama.
Arus sepanjang pantai (ASP) di perairan teluk Ambon bagian dalam merupakan
perpindahan massa air dari suatu tempat ke tempat lain, yang disebabkan oleh berbagai
faktor seperti gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan densitas, atau pasang suarut.
12
Dari hasil pengamatan di perairan pantai teluk Ambon bagian dalam, faktor utama yang
menimbulkan arus yang relatif kuat adalah akibat hembusan angin dan pengaruh pasang
surut. Arus yang disebabkan oleh angin umumnya musiman, dimana satu musim arus
mengalir ke satu arah tertentu secara tetap, dan pada musim berikutnya akan berubah arah
sesuai dengan perubahan arah angin. Dalam praktek ini arah angin adalah dari barat laut
sampai utara barat laut, sehingga arah aruspun adapat diperikirakan dari arah barat laut
sampai uatara barat laut pula.
Pasang surut di lain pihak menimbulkan arus yang bersifat harian, sesuai dengan
kondisi pasut di perairan teluk Ambon. Pada saat pasang arus pasut umumnya akan
mengalir dari laut ke arah tepi pantai, dan akan mengalir kembali ke arah semula pada
saat surut. Dengan mengetahui pola sirkulasi arus di perairan teluk Ambon ini, kita akan
dengan mudah menentukan arah dan sebaran dari materi yang terkandung (dibawa) oleh
badan air yang mengalir bersama arus tersebut. Kecepatan arus di perairan semi tertutup
seperti teluk Ambon bagian dalam ini pada umumnya lebih rendah dibandingkan di teluk
Ambon bagian luar. Informasi inilah sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan wilayah
pesisir suatu perairan.
Data gelombang di perairan teluk Ambon bagian dalam ini tidak banyak
ditemukan. Untuk perairan ini, hanya bisa dilihat tipe gelombangnya yakni spilling, akan
tetapi amplitudo serta perioda tidak dapat diamati. Pada umumnya kondisi gelombang di
perairan teluk Ambon bagian dalam ini, diperoleh secara tidak langsung dari data angin
yang terjadi di kawasan ini. Hal ini didasari atas kondisi umum yang berlaku di laut yaitu
sebagian besar gelombang yang ditemui di laut dibentuk oleh energi yang ditimbulkan
oleh tiupan angin. Gelombang jenis ini dikenal dengan gelombang angin. Gelombang ini
merupakan fungsi dari tiga faktor utama yakni kecepatan angin, lamanya angin
berhembus (duarsi) dan jarak dari tiupan angin pada perairan terbuka. Jika diasumsikan
bahwa gelombang yang terjadi di teluk dalam adalah gelombang angin (spilling), maka
kita dapat memperkiarakan dari arah mana datangnya gelombang tersebut. Sebagai
contoh kita dapat menentukan gelombang yang terjadi di perairan teluk saat pengamatan
berasal dari arah 270
0
arah barat daya di mana juga adalah arah angin pada saat itu.
Suhu permukaan laut di teluk Ambon bagian dalam pada saat pengamatan adalah
28.38
0
C dengan suhu maksimum 28.9
0
C dan minimum 28
0
C. Kisaran suhu permukaan
13
ini tidak terlalu menyolok, karena perairan ini tidak berhubungan langsung dengan
perairan laut terbuka. Sehingga lebih dipengaruhi oleh suhu yang menyebar di teluk
Ambon bagian luar.
Salinitas perairan di teluk Ambon bagian dalam saat pengamatan rata-rata sebesar
32 ppt. Dimana nilai ini tidak jauh berbeda di tempat lain dalam teluk ini, karena perairan
ini bersifat semi tertutup dan hanya ada beberapa sungai kecil saja yang berada di
sekiatnya.


14
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain :
a. Faktor-faktor oseanografi yang sangat berperan dalam mendukung upaya
pengelolaan suatu wilayah perairan pesisir.
b. Secara visual dan pengamatan di lapangan pola atau tipe pasut di peraiarn teluk
dalam adalah tipe campuran dengan didominasi pasut ganda.
c. Rata rata suhu dan salinitas permukaan laut di teluk Ambon pada saat praktikum
adalah 28.36
0
C dan 32 ppt
d. Tipe gelombang teluk Ambon bagian adalah tipe Spilling yang berasal dari arah 270
0

dan arah angin berasal dari barat daya sampau dengan utara barat daya.
2. Saran
Waktu yang sangat singkat dengan kondisi tempat praktikum yang terbatas pula,
sangat mempengaruhi proses pengukuran dan analisis data oseanografi pesisir, sehingga
perlu diperbaiki di waktu-waktu mendatang.
15
DAFTAR PUSTAKA


Agawin, N. S. R, C. M. Duarte, dan S. Agusti., 2000. Nutrien and Temperature
Control of The Contribution of Picoplankton to Phytoplankton Biomass and
Production. J. Limn. and Oceanogr., 45 (3): 591-600.
Anonymous, 2000. Penentuan Potensi Pelagis dan Karakteristik Lingkungan Perairan
Maluku dan Maluku Utara. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,
Puslitbang Oseanologi-LIPI. Jakarta.
Bakti, M. Y., 1998. Dinamika Perairan di Selatan Jawa Timur Bali pada Musim Timur
1990. Tesis. Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D.G. 1999. Analisis Statistik, Multivariabel/Multidimensi. Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Brown, J., A. Colling, D. Park, J. Phillips, D. Rothery, J. Wright, 1989. Ocean
Chemistry and Deep Sea Sediments. Open University.
Chavez, F. P., and R. T. Barber, 1987. An Estimate of New Production in the Equatorial
Pacific. Deep-Sea Res., 34:1229-1243.
Clorboe, T, P. Munk, K. Richardson, V. Christensen, dan H. Paulse., 1988. Plankton
Dynamic and Survival in A Frontal Area
Cullen, J. J., M. R. Lewis, C. O. Davis, and R. T. Barber, 1992. Photosynthetic
Characteristics and Estimated Growth Rates Incate Grazing is the Proximate
Control of Primary Production in the Equatorial Pacific. J. Geophys. Res., 97
(C1): 639 654.
Dickson, M. L, dan P. A. Wheeler. 1993. Chlorophyll a Concentration in The North
Pacific: Does a Latitudinal Gradient Exist.
Fieux, M., C. Andrie, E. Charriaud, A. G. Ilahude, N. Metzl, R. Molcard, and J. C.
Swallow, 1996 a. Hydrological and Chlorofluoromenthane Measurements of the
Indonesian Throughflow Entering the Indian Ocean. J. Geophys. Res., 101 (C5):
12,433 12,454.
Fieux, M., R. Molcard, and A. G. Ilahude, 1996 b. Geostrophic Transport of the Pacific
Indian Oceans Througflow. J. Geophys. Res., 101 (C5): 12,421 12,432.
Gabric, A. J, dan J. Parslow. 1989. Effect of Physical Factors on the Vertical
Distribution of Phytoplankton Eutrophyc Coastal Water. Aust. J. Mar.
Freshwater Resc., 40: 559-69
16






















17
LAMPIRAN DOKUMENTASI PENGAMATAN DI LAPANGAN

Anda mungkin juga menyukai