Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN



1. Latar Belakang

Jumlah dan keanekaragaman biota di laut sangat menakjubkan. Walaupun sudah
banyak sekali diketahui jenis-jenis tersebut, namun para ilmuwan masih saja menemukan
penghuni-penghuni baru, terutama di daerah-daerah terpencil dan di lingkungan laut yang
dulunya tak pernah dijangkau orang (Romimohtarto et al., 2001). Perbedaan keadaan
berbagai lingkungan di laut sangat besar dan penghuninya pun beraneka-ragam. Namun
demikian, ada keteraturan dalam penyebaran makhluk-makhluk laut tersebut.
Di laut terdapat organisme yang mulai dari yang berupa jasad hidup bersel satu
yang sangat mikroskopis sampai yang berupa jasad hidup yang berukuran sangat besar
seperti ikan paus yang panjangnya lebih dari 10 meter. Ratusan ribu jenis biota laut telah
diketahui dan semua relung di lingkungan laut dihuni oleh biota. Di sebagian besar
ekosisem laut terdapat banyak sekali jenis organisme yang saling berinteraksi.
Meskipun di laut terdapat kehidupan yang sangat beraneka-ragam, tetapi biasanya
biota laut hanya dikelompokan dalam tiga kategori utama yaitu plankton, nekton dan
benthos, (Romimohtarto et al.,2001). Pengelompokkan ini tidak ada kaitannya dengan
jenis menurut klasifikasi ilmiah, ukuran atau apakah mereka tumbuh-tumbuhan atau
hewan, tetapi hanya berdasarkan kebiasaan hidup secara umum seperti gerakan berjalan,
pola hidup dan sebaran menurut ekologinya.
Organisme bentik mencakup biota menempel, merayap dan meliang di dasar laut.
Kelompok bentik ini hidup di dasar perairan mulai dari garis pasut samapi dasar abisal.
Komunitas fauna bentik terdiri dari lima kelompok, yaitu moluska, polychaeta, crustacea,
echinodermata dan kelompok lain yang terdiri dari takson yang kecil seperti sipunculudae
dan pogonophora, (Romimohtarto et al., 2001).
Berdasarkan kebiasaan hidupnya, fauna bentik dapat dikelompokkan menjadi in-
fauna yakni organisme yang hidup di dalam sedimen dan epi-fauna yakni organisme yang
hidup menempel pada daun-daun lamun atau rumput laut dan di atas dasar laut.
Sedangkan berdasarkan ukurannya, fauna bentik dikelompokkan atas dua yaitu
2
meiofauna yakni fauna bentik yang berukuran antara 500 1000 m, dan makrofauna
yakni yang berukuran leboh dari 1000 m.
Kehadiran meifauna di suatu dasar perairan, terutama di teluk Ambon Bagian
Dalam masih banyak yang belum diketahui baik jumlahnya maupun jenisnya. Hal ini
disebabkan karena penelitian taksonomi meifauna di perairan tersebut masih sangat
jarang bahkan masih bersifat temporal atau insidentil. Padahal fungsi dan peranan
meiofauna ini sebagai bioindikator suatu perairan sangat besar.

2. Tujuan Praktikum

Praktikum yang dilakukan ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui teknik-teknik pengumpulan dan analisa sampel bentik, terutama
meiofauna di perairan bersubstrat lunak
b. Mampu melakukan identifikasi dan taksonomi terhadap kelompok meiofauna
yang ditemukan di suatu perairan.

3. Waktu dan lokasi praktikum
Praktikum ini berlangsung pada tanggal 17 dan 18 Maret 2004. Pengumpulan
sampel dari lapangan dilakukan pada tanggal 17 Maret bertempat di sekitar daerah
mangrove Passo dan identifikasi sampel dilakukan di laboratorium pasca sarjana Ilmu
Kelautan Universitas Pattimura, Ambon.

3
II. METODE PRAKTIKUM



1. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktiukum ini antara lain: correr, untuk pengambilan
sampel meiofauna; botol sampel, saringan (500 m dan 38 m), wadah ember,
mikroskrop binokuler, pipet, jarum ose, botol semprot, gelas obyek, cawan petri, alat
tulis, kamera digital, dll.
Bahan yang digunakan antara lain : formalin 4%, Rose Bengal, akuades, air kran,
tisue, sampel meiofauna, buku identifikasi, dll.

2. Pengumpulan sampel
Beberapa prosedur dalam pengumpulan sampel sebagai berikut :
- sampling meiofauna dilakukan dengan menggunakan corr tangan dari bahan fibre
glass tembus pandang, dengan panjang 15 cm dan 3,6 cm.
- Corr tersebut dimasukan ke dalam sedimen bersubrat lunak sedalam 15 cm dan
ketika sudah terbenam, penutup atas corr ditutup dengan tujuan menghindari
tertumpahnya sedimen saat diangkat. Sedimen diambil beberapa kali pengulangan
secara acak.
- Untuk mengetahui distribusi vertikal meiofauna biasanya sedimen dalam corr
dipotong melintang sepanjang corr dengan ketebalan 1 cm, namun dalam
pratikum ini tidak dilakukan karena tidak melihat sebaran meiofauna. Sehingga
sedimen di dalam corr kemudian langsung dimasukan dalam plastik sampel yang
berisi formalin 4% untuk pengawetan..

3. Pengawetan sampel
- Sampel sedimen yang sudah diawetkan, kemudian disaring dengan menggunakan
saringan berganda dengan mata saring 500 mikron dan 38 mikron. Semua proses
penyaringan dilakukan dengan air kran yang bertekanan tinggi.
4
- Setelah itu, sedimen yang lolos dari saringan dimasukan kedalam wadah dengan
air 5 liter. Kemudian diberikan air kra bertekanan tinggi dengan tujuan untuk
memisahkan organisme meiofauna dari bahan yang tertempel.
- Kemudian dilakukan penyaringan lagi, kegiatan ini dilakukan sebanyak 10 kali
hingga airnya jernih.
- Dengan menggunakan botol semprot, pisahkan sampel yang tertahan pada
saringan dan dengan bantuan cocoran sampel tersebut dimasukan dalam botol
sampel.
- Sampel tersebut diberi formalin 4% yang telah diberi pewarna Rose Bengal
secukupnya. Perbandingan formalin dan Rose Bengal adalah 1 liter berbanding
200 ml. Penggunaan Rose Bengal dengan tujuan untuk diserap oleh meiofauna
sehingga mudah dibedakan dengan material lainnya yang tercampur.

4. Pencacahan/penghitungan dan identifikasi
- Sampel yang telah diberi Rose Bengal kemudian, diambil dengan pipet dan
dimasukan kedalam petri disc, selanjutnya diamati dibawah mikroskop binokuler.
- Sebelum dilakukan pencacahan dilakukan dulu pengenalan jenis meiofauna.
- Setelah itu, ambil lagi cuplikan sampel yang lain dan diidentifikasi di bawah
mikroskop dan dihitung jumlahnya.
- Untuk menentukan kelompok jenis meiofauna, digunakan buku identifikasi
meiofauna.

5. Analisa data
Data hasil pencacahan dan identifikasi, kemudian di tabulasikan. Perhitungan
meiofauna menggunakan pendekatan luas dengan satuan individu dalam 10 cm
2
. Data
tersebut kemudian dianalisa nilai dominannya serta analisis lainnya sesuai tujuan
praktikum ini.

5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN




1. Hasil pengamatan
Dari hasil pengamatan terhadap sampel sebanyak 10 kali diperoleh jenis dan
jumlah meiofauna sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel. 1. Jumlah individu meiofauna yang diperoleh selama praktikum

Taksa
Pengamatan Jumlah
Ind./10
m
2
Rata-
Rata
I II III IV V VI VII VIII IX X
Nematoda 1 1 3 2 4 5 3 3 2 2 26 2.6
Rotifera 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.1
Oligochaeta 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 3 0.3
Polychaeta 1 1 0 1 1 2 1 1 0 2 10 1

Dari tabel 1 terlihat bahwa hanya ditemukan 4 kelompok jenis meiofauna yakni
nematoda sebanyak 26 ind./10 m
2
atau rata-rata 2.6 ind. /10 m
2
, sedangkan Rotifera 1
ind./10 m
2
atau rata-rata 0.1ind. /10 m
2
, Oligochaeta 3 ind./10 m
2
atau rata-rata 0.3 ind.
/10 m
2
dan Polychaeta 10 ind./10 m
2
atau rata-rata 1 ind. /10 m
2
. Gambar 1. menunjukan
jenis dan jumlah meiofauna yang diperoleh selama praktikum.
















6
Nematoda
Rotif era
Oligochaeta
Polychaeta
S1
S2
2.6
0.1
0.3
1
26
1
3
10
0
5
10
15
20
25
30


Gambar 1. Jenis dan jumlah serta rata-rata kelompok meiofauna selama praktikum


2. Jenis yang dominan
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis meiofauna yang dominan pada
substrat lunak di perairan Passo, terutama daerah sekitar ekosistem mangrove adalah
nematoda dengan rata-rata 2.6 individu per 10 m
2
, kemudian diikuti oleh polychaeta
dengan rata-rata 1 individu per 10 m
2
.
Kebanyakan nematoda hidup bebas di semua lingkungan laut. Nematoda yang
hidup di sedimen memakan material organik yang ada pada sedimen maupun bersifat
carnivora. Menurut Levinton (1995), densitas populasi nematoda bisa mencapai jutaan
individu per m
2
. Adanya variasi kebiasaan makan yang luas, yakni memakan algae,
memakan invertebrata lain yang ada ada sedimen, serta mengkonsumsi materi organik
pada sedimen menyebabkan hampir pada semua substrat lunak di perairan, didominasi
oleh nematoda sebagai penghuni tetap dalam sedimen. Adanya dominasi dari nematoda
dapat dipahami karena kondisi substrat yang memungkinkan kelompok ini bisa
beradaptasi. Hal ini didukung oleh Nybaken (1988) bahwa organisme laut yang berada
diperairan dengan dasar yang berlumpur, harus dapat beradaptasi dengan sifat fisik dari
lumpur. Karena partikel-partikel lumpur yang halus dapat menyumbat saluran
pernapasan. Disamping itu kadar oksigen yang rendah karena halusnya butiran partikel
lumpur menyebabkan tidak adanya rongga untuk oksigen. Faktor sedikitnya kandungan
7
oksigen ini juga dikarenakan zat organik yang membusuk sehingga mengurangi
kandungan oksigen.
Menurut Krebs (1978), faktor-faktor yang menyebabkan suatu kelompok populasi
dominan dalam suatu areal antara lain adalah faktor fisik dan kimia lingkungan, mampu
berinteralasi dengan organisme lain dalam ekosistem serta mampu berkompetisi dengan
kelompok lainnya baik terhadap makanan maupun ruang. Sedangkan menurut
Andrewartha et.al. (1984) bahwa dengan tingkah laku adaptasi yang baik dan efektif
suatu populasi dapat memimpin area teritorialnya, hal ini memungkin populasi tersebut
lebih mudah mendominasi teritorial tersebut. Tidak ditemukannya copepoda serta hanya
rotifera yang sangat sedikit, mengindikasikan bahwa lokasi tersebut miskin akan oksigen
sehingga hanya bisa didominasi oleh organisme yang mampu beradaptasi dengan oksigen
yang sedikit.

8
IV. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan

Dari hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :
1. Nematoda masih mendominasi dasar perairan yang bersubstrat lunak terutama
daerah substrat berlumpur
2. Dominasi suatu kelompok populasi terhadap suatu habitat tertentu sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor baik faktor fisik, kimia, interelasi dengan
ekosistem serta tingkah laku adaptasi yang efektif terhadap habitat tersebut.

2. Saran
Hal yang perlu disarankan adalah perlu melihat sebaran melintang dari meiofauna
sehingga dapat diprediksi distribusinya berbasarkan tingkat kedalaman substrat, hal ini
sudah tentu membutuhkan waktu yang banyak dalam praktikum ke depan.













9
DAFTAR PUSTAKA


Andrewartha, H.G. and L.C. Birch., 1984. The Ecological Web: More on the distribution
and Abundance of Animals. The University of Chicago Press,
Chicago.506 p.

Krebs, C.J. 1978. Ecology: The experimental Analysis of distribution and Abundance.
Sec.Ed. Harper and ROW, Publishers, New York. 678 p.

Levinton, J.S,.1995. Marine Biology: Function, Biodiverty, Ecology. Oxford University
Press, New York.

Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis (Terjemahan). Gramedia.
Jakarta

Romimohtarto, K. Dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang biota
laut.Penerbit Djambatan, Jakarta. 540 hal.
10
LAMPIRAN - LAMPIRAN






































Gambar 2. Kegiatan pencacahan dan identifikasi sampel meifauna dengan
menggunakan mikroskop





11















(a) (b)

Gambar 3. Mikroskop binokuler (a) dan cuplikan sampel yang dianalisa (b)













(a) Nematoda (b) Nematoda (c) polychaeta

Gambar 4. Jenis-jenis meiofauna yang ditemukan saat identifikasi.

Anda mungkin juga menyukai