Anda di halaman 1dari 3

1

Aksioma Russel: Pikiran, Sikap dan Solusi



Oleh:
Bruri M. Laimeheriwa
(NIM. 13694111001)


Aksioma Russel:

a) Perikanan ikan Cod, ikan Tembang, Herring, Pilchard, Mackerel dan
kemungkinan semua sumberdaya perikanan besar lainnya adalah tetap
(sustain) dan tidak dapat habis sifatnya (inexhaustible).
b) Tidak ada hal serius yang manusia dapat lakukan dan dapat berakibat
kepada jumlah ikan dan sumber-sumber perikanan lainnya. Dengan
demikian apapun usaha yang ditempuh manusia untuk mengatur (manage)
sumber-sumber perikanan yang ada adalah merupakan hal yang sia-sia saja
(useless)

Berdasarkan kedua aksioma di atas, penulis berpendapat, bahwa perlu
menilik kembali konteks pada saat dimana aksioma ini disampaikan. Penulis
mencoba untuk menelusuri beberapa pustaka dan disebutkan bahwa hal ini
bermula ketika pada tahun 1884, T.H. Huxley, yang kala itu jabatannya sebagai
The President of the Royal Society, berbicara pada suatu konferensi
Internasional yang berlangsung di London dengan mengatakan bahwa saya
percaya bahwa sumberdaya perikanan tidak pernah akan habis. Menurut
beliau, sesuai dengan karakteristik perairan di laut utara pada saat itu, maka
sumberdaya perikanan yang paling menonjol adalah ikan Cod, ikan Tembang,
Herring, Pilchard, Mackerel, tidak akan habis walaupun ditangkap atau
dieksploitasi. Keyakinan beliau ini sangat kuat pada saat itu sehingga beliau
juga berpendapat bahwa kemungkinan semua sumberdaya perikanan besar
lainya adalah tetap (sustain) dan tidak dapat habis sifatnya (inexhaustible).
Atas dasar keyakinan tersebut, maka beliau berpendapat bahwa apapun yang
akan dilakukan oleh manusia terhadap sumberdaya perikanan (termasuk
jumlahnya) tersebut merupakan usaha yang sia-sia saja (useless). Dalam
konteks waktu pada saat itu dengan karakteristik perairan dengan sumberdaya
yang melimpah saat itu, apa yang dikatakan memang belum bisa disalahkan
ataupun dibantah. Pada sisi lain, saya berpendapat ini masalah kegembiraan,
semangat dan keyakinan yang berdasar, apalagi dalam forum yang bergengsi di
jaman dimana jumlah penduduk yang belum sebanyak sekarang serta ilmu dan
teknologi perikanan yang belum terlalu berkembang seperti saat ini.
Dalam kondisi terkini dan yang akan datang saya berpikir bahwa aksioma
ini bertolak belakang dengan kenyataan sebenarnya yang terjadi di alam.
Pikiran ini tentu punya dasar dan bukti yang dapat dikemukakan bahwa banyak
laporan yang sekaligus merupakan bukti adanya semakin menurunnya hasil
tangkapan per unit usaha pada kegiatan perikanan baik perikanan dunia.
Adanya bukti lain bahwa ukuran rata-rata ikan yang tertangkap juga semakin
TUGAS FALSAFAH SAINS
2

menurun. Hal ini mengisyaratkan tentang akibat-akibat besar pada sumber
daya hayati laut yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan eksploitasi (FAO,
2012). Sumberdaya hayati laut kita di Indonesia termasuk di perairan Maluku
juga sedang dan akan mengalami tekanan eksploitasi yang semakin besar dan
intensif. Menurut Naamin (1984), di laut Arafura saja, kondisi sumberdaya
perikanan udangnya sudah melampaui Maximum Sustainable Yield (MSY). Lebih
khusus lagi saat ini tercatat bahwa telah terjadi over-exploited terhadap udang
dan pelagic kecil di laut Arafura. Hal lain, dulu, teluk Ambon bagian dalam
merupakan lokasi yang ideal untuk beberapa species ikan umpan dari genus
Stolephorus, tembang (make, Ambon) dari genus Sardinella dan
Herclothsychties maka kini kondisi tersebut hanya dapat dicatat sebagai satu
bukti sejarah perikanan pelagis kecil di Maluku.
Dengan banyaknya bukti menurunnya sumberdaya perikanan seperti
dikemukan di atas, timbul pertanyaan masihkah kita yang tetap yakin bahwa
aksioma Russel masih berlaku?. Terhadap pertanyaan tersebut, saya memiliki
sikapyakni terhadap aksioma (a) saya masih yakin, sedangkan aksioma (b)
dengan sangat jelas saya tidak yakin bahkan menolak pendapat tersebut.
Alasan yang dapat dikemukakan adalah sumberdaya perikanan adalah
sumberdaya alam yang dapat pulih atau re-newable, karena memiliki siklus
hidup yang tetap sepanjang waktu untuk meregenerasi dirinya dalam proses
reproduksi, Status dan kondisi ini hanya dapat dicapai apabila evaluasi dan
pengelolaan yang tepat terus dilakukan secara berkesinambungan (continue).
Pengelolaaan dan evaluasi yang dimaksud adalah sebagai intervensi atau
usaha-usaha manusia. Agar usaha-usaha tidak menjadi sia-sia (useless) dan
untuk menjamin evaluasi dan pengelolaan yang baik, maka pengetahuan yang
cukup dan lengkap mutlak diperlukan terutama menyangkut aspek biologi yang
di dalamnya mencakup aspek reproduksi, pertumbuhan, makanan dan cara
makan serta distribusi dari tiap jenis. Pengelolaan (management) termasuk
usaha budidaya sumberdaya hayati yang ada baik di laut maupun di darat
merupakan tindakan rasional yang patut dilakukan oleh pihak-pihak yang
terlibat (stakeholder) di dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan ini baik
langsung maupun tidak langsung.
Ada tiga konsep yang menurut saya dapat dijadikan sebagai solusi
terhadap keyakinan saya di atas yakni:
Pertama, menejemen perikanan berbasis ekosistem (EBFM). Konsep ini
merupakan suatu pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan yang
menghindari pemanfaatan yang bersifat selektif seperti dalam praktek selama
ini (selective fishing). Konsep EBFM ini sebenarnya tidak terlalu baru juga,
karena memang sudah cukup lama diperkenalkan, namun karena konsep ini
belum diadopsi secara umum dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang
ada maka tidaklah heran jika konsep ini masih dapat dianggap baru dan perlu
terus diperkenalkan. Dengan demikian pemahamannya masih perlu diperluas
sehingga secara perlahan-lahan dapat dipraktekan terutama pada perikanan
yang bersakala industri. Oleh Para ahli Perikanan dikatakan bahwa konsep ini
cenderung mengusulkan agar pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada
bersifat proporsional terhadap fungsional ekologi dari setiap komponen yang
3

ada dalam sistem di laut. Karena dengan melakukan pemanfaatan yang selektif
maka secara teori akan mengganggu keseimbangan dalam ekosisitem karena
hilangnya satu komponen yang sangat penting peranannya dalam sistem.
Namun masih ada pertanyaan tersisa bahwa kalau praktek-praktek
pemanfaatan secara tradisonal dimaksud seperti disebutkan di atas, mengapa
hilangnya sumberdaya perikanan tertentu di suatu wilayah masih sering
dijumpai. Itulah sebabnya konsep ini sebenarnya baik dan dapat diadopsi untuk
menjaga keseimbangan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada namun
pemahaman akan karakterisitk biologi dari setiap sumberdaya yang ada tetap
menjadi sangat penting dan mutlak dilakukan.
Kedua, pengelolaan berbasis konsep ekonomi biru atau blue
economy. Konsep ini mengingatkan kita bahwa semua hasil produksi bernilai
ekonomis, tidak ada yang dibuang, bahkan limbahnya pun dapat didaur ulang
sehingga bernilai tambah dan tidak merusak lingkungan. Konsep ekonomi
biru (blue economy) sejatinya merupakan paradigma yang berkembang dari
konsep ekonomi hijau (green economy). Konsep Ekonomi Biru merupakan
haluan baru untuk pembangunan di Indonesia yang berakselerasi terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan kesehatan
lingkungan. Ekonomi biru merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk
menghasilkan pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan,
sekaligus menjamin kelestarian sumber daya serta lingkungan pesisir dan
lautan. Prinsipnya ekonomi biru adalah memanfaatkan modal alam dan
teknologi berorientasi pelestarian alam untuk mengurangi biaya produksi dan
konsumsi, memperbaiki mutu hidup manusia dan mahluk alam, pengurangan
resiko lingkungan hidup demi keharmonisan kehidupan alam dan manusia.
Ketiga, pengelolaan berbasis genetika. Menurut Allendorf et al. (1987),
genetika dan manajemen perikanan dapat berinteraksi dalam beberapa cara.
Misalnya, bila struktur populasi secara genetis suatu spesies diketahui, maka
distribusi dari subpopulasi-subpopulasi dalam perikanan campuran dapat
diestimasi. Peraturan eksploitasi untuk melindungi populasi-populasi yang lebih
lemah dapat dibuat berdasarkan distribusi-distribusi tadi. Perubahan-perubahan
genetis di dalam satu populasi yang disebabkan oleh perbedaan eksploitasi, sulit
diukur. Perubahan-perubahan dimaksud penting dikenal dan diberlakukan,
sebab efek drastis dan berjangka panjang yang mungkin dapat diakibatkan oleh
perubahan-perubahan tersebut terhadap suatu populasi. Populasi-populasi balai
penetasan (hatchery) pada khususnya, sangat peka terhadap perubahan-
perubahan karena lingkungan yang dimodifikasi serta reproduksi yang dikontrol.
Perhatian yang cukup harus dicurahkan kepada prinsip-prinsip genetika dalam
pengadaan dan pemeliharaan populasi-populasi balai penetasan. Perhatian
terhadap interaksi genetis dari populasi-populasi balai penetasan dan populasi-
populasi alam juga penting, untuk meminimalkan terurainya gene pool
(breakdown of adapted gene pool) dan untuk menghindari kehilangan cadangan
variasi genetis yang tidak tergantikan (irreplaceable reserves of genetic
variation).
Demikianlah pokok pikiran, sikap dan solusi yang dapat disampaikan
berkaitan dengan aksioma Russel, semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai