I. PENDAHULUAN Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED), atau lebih dikenal dengan Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit), yang diselenggarakan pada bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, telah menyepakati bahwa di dalam proses pembangunan tidak lagi bisa dipisahkan antara pembangunan sosial-ekonomi dan pengelolaan lingkungan. Salah satu produk yang dihasilkan konferensi yang dihadiri oleh 179 negara tersebut, termasuk di antaranya Indonesia, adalah dokumen Agenda 21. Menindaklanjuti hasil-hasil Earth Summit, Indonesia telah menyusun Agenda 21 untuk Indonesia, atau dikenal dengan Agenda 21 Nasional. Agenda 21 Nasional mempunyai tujuan untuk mengintegrasikan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam satu paket kebijakan dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Di dalam Agenda 21 Nasional terkandung aspek-aspek kebijakan, pengembangan program, dan strategi yang meliputi perencanaan pembangunan bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Selanjutnya, Agenda 21 Nasional telah dijabarkan ke dalam Agenda 21 Provinsi DKI Jakarta. Visi Agenda 21 DKI Jakarta adalah tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup; terwujudnya warga Kota Jakarta sebagai insan yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup; terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; tercapainya kelestarian fungsi lingkungan; dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana. Dalam mewujudkan visi tersebut, misi Agenda 21 DKI Jakarta adalah mewujudkan komitmen pembangunan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan di abad ke-21 bersama seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders). Mengingat banyaknya permasalahan yang mengakar pada aktivitas lokal, maka visi dan kandungan Agenda 21 Provinsi DKI Jakarta perlu diaplikasikan ke dalam pelaksanaan pembangunan di tingkat lokal, termasuk di Kotamadya Jakarta Barat.
Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
2 Tulisan ini akan membahas tentang implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat khususnya pada aspek pengelolaan sumberdaya air. Pengelolaan sumberdaya air ini merupakan salah satu bagian dari pengelolaan sumberdaya alam. Aspek yang lain di dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah pengelolaan keanekaragaman sumberdaya hayati, pemanfaatan bioteknologi, dan pengembangan informasi lingkungan. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan gambaran tentang kondisi dan rekomendasi pengelolaan sumberdaya air terkait dengan Agenda 21 Kotamadya Jakarta Barat. Tulisan ini juga dilengkapi dengan penyusunan program pengelolaan sumberdaya air di Jakarta Barat.
II. KERANGKA PEMIKIRAN Secara skematis, kerangka pemikiran dalam kajian implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat dapat dilihat pada Gambar 1. Pada garis besarnya, ada beberapa proses yang harus dilalui, yaitu : a. Identifikasi dan Pemetaan Permasalahan Di dalam kajian implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat, langkah awal yang diperlukan adalah memahami isu atau permasalahan, baik yang tengah berlangsung maupun yang diperkirakan akan terjadi. Untuk itu dilakukan identifikasi dan pemetaan permasalahan pengelolaan sumberdaya air yang ada di Kotamadya Jakarta Barat. b. Penentuan Strategi Berpijak pada permasalahan yang ada, maka pada tahap penentuan strategi dilakukan penentuan berbagai indikator dan parameter berdasarkan teori-teori yang terkait dengan permasalahan tersebut. Setelah itu, dilakukan analisis untuk mengkaji hubungan sebab-akibat dari permasalahan yang ada. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab, faktor penunjang atau yang terkait, serta pola hubungan sebab-akibat antara permasalahan dan faktor-faktor tersebut, akan memudahkan dalam menyusun strategi apa saja yang diperlukan. Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
3 Kajian terhadap hasil-hasil penelitian Data sekunder Wawancara Pengamatan lapangan Teori dan standar Pengolahan data dan analisis Identifikasi dan pemetaan isu/ permasalahan Penentuan indikator dan parameter Analisis hubungan sebab-akibat melalui pendekatan kesisteman Pola hubungan sebab-akibat Faktor penunjang/ terkait Faktor peny ebab Strategi Struktur kelembagaan y ang ada Program y ang ada dan y ang dipastikan akan berjalan Peraturan y ang terkait (RTRW DKI) Inv entarisasi teknologi y ang ada PROGRAM Kegiatan Sarana pelaksanaan Agenda 21 Nasional dan DKI Gambar 1.1. Alur Pikir Pengkajian Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Implemantasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
c. Penyusunan Program Mengacu pada strategi yang telah disusun, pada tahap berikutnya dapat disusun program-program yang diperlukan. Selain itu, ada pula beberapa pertimbangan lainnya yang perlu diperhatikan dalam penyusunan program, yakni : - Peraturan-peraturan yang menjadi acuan dan terkait, misalnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2010. - Struktur kelembagaan yang ada beserta kewenangannya. Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
4 - Program-program yang tengah berjalan dan yang akan berjalan. - Berbagai temuan dan teknologi yang telah ada, yang dinilai memiliki keterkaitan. Beberapa metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data untuk mengkaji implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat adalah : - Survei instansional untuk memperoleh data-data sekunder. - Wawancara untuk menggali berbagai informasi yang tidak terdapat dalam data sekunder. - Pengamatan langsung ke lapangan sebagai upaya untuk lebih mengenal permasalahan yang ada. Adapun data dan informasi yang berkaitan dengan sumberdaya air diperlukan untuk melaksanakan pengkajian implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat meliputi : - Sumberdaya air permukaan dan air tanah : mencakup jenis, kuantitas, kualitas, pemanfaatan, dan pola pengelolaannya. - Data banjir : meliputi besaran, sebaran lokasi, kondisi, dan pola pengelolaannya.
III. ISU, PERMASALAHAN DAN ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DI KOTAMADYA JAKARTA BARAT Berdasarkan perkembanganan pada dekade-dekade terakhir menunjukkan bahwa air yang merupakan unsur esensial tidak saja bagi kehidupan manusia dengan segala aktifitasnya, tetapi juga bagi alam dan lingkungan itu sendiri, semakin terancam keberadaannya, kesinambungan (kontinuitas), kuantitas maupun kualitas, oleh perilaku dan cara manusia memenuhi kebutuhannya yang kurang tepat, kurang terkendali dan kurang terencana. A. Ketersediaan dan kebutuhan sumberdaya air Penelitian ketersediaan air khusus untuk Jakarta Barat saat ini belum ada, sehingga cadangan air tanahnya belum dapat diketahui. Namun secara keseluruhan DKI Jakarta berdasarkan data NLHD DKI Jakarta tahun 2001 didapatkan perkiraan cadangan potensi air tanah dalamnya yaitu sekitar 77 juta m 3 /tahun. Secara umum air tanah yang ada di Jakarta Barat berasal dari daerah selatan yang merupakan daerah resapan. Sedangkan pemanfaatan air terbesar adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik disusul untuk industri (lihat Tabel 1).
Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
5 Tabel 1. Penggunaan air di Kotamadya Jakarta Barat tahun 2000 Penggunaan Pertanian Industri Rumah tangga Kons. lainnya Jumlah Wilayah juta m 3 % juta m 3 % juta m 3 % juta m 3 % juta m 3 % Jakarta Barat 3,71 3,1 13,42 11,1 104,04 85,9 - - 121,17 100 DKI Jakarta 35,68 6,9 18,85 3,6 434,64 83,5 - - 520,29 100
Sumber : NLHD DKI Jakarta, 2001 (diolah)
Saat ini diperkirakan kebutuhan air bersih untuk kebutuhan domestik penduduk Kotamadya (berdasarkan BPS Jakarta Barat : jumlah penduduk tahun 2000 sebesar 1.556.591 jiwa) dengan asumsi kebutuhan maksimal sebesar 175 liter/orang/hari (tingkat perkotaan) adalah 99,427,250 m3 pertahun. Dengan kenyataan ini jumlah penggunaan air untuk kebutuhan domestik ternyata melebihi proyeksi kebutuhan yang dibuat. Fenomena yang nampak adalah telah terjadi suatu kenaikan kebutuhan air per hari. Selain itu pemanfaatan airnya telah melebihi potensi air tanah dalam yang ada. Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus karena potensi air tanah dangkal baik secara kuantitas maupun kualitas terbatas. Tinjauan dari segi jenis pemanfaatan dan sumber airnya ternyata sumber air yang banyak dipergunakan untuk bahan baku air minum/masak adalah air leding yang berasal dari PDAM, lalu sumur pompa, sumur/mata air, sedangkan untuk sumber air untuk mandi/cuci paling banyak adalah sumur pompa, disusul sumur/mata air dan air leding. PAM Jakarta saat ini masih mengandalkan sumber air dari sungai-sungai yang mengalir melintasi Jakarta. Selain itu juga mengandalkan pasokan dari luar seperti dari Waduk Jatiluhur, Juanda dan Cisadane. Permasalahan yang ada adalah sumber air yang berasal dari Jakarta sifat kontinuitasnya kurang terjamin dan disamping itu tingkat pencemarannya cukup tinggi oleh limbah domestik dan industri. Kerusakan peralatan juga sering terjadi. Permasalahan yang lain adalah belum meratanya distribusi air perpipaan. B. Banjir Permasalahan banjir merupakan suatu fenomena yang hampir terjadi setiap tahunnya di Jakarta Barat. Wilayah ini merupakan bagian bawah (hilir) dari beberapa sungai yang berhulu di daerah atasan seperti Bogor dan Sukabumi. Wilayah ini termasuk ke dalam sistem DAS Ciliwung-Cisadane dengan beberapa sistem aliran Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
6 sungai. Sungai-sungai yang melintasi wilayah Jakarta Barat yang hampir setiap tahunnya terjadi banjir adalah sebagai berikut : 1) Sungai Pasanggrahan 2) Sungai Angke 3) Sungai Grogol 4) Kali Krukut/Besar 5) Banjir Kanal Barat 6) Cengkareng Drain 7) Sungai-sungai/saluran kecil-kecil. Wilayah Kotamadya Jakarta Barat yang mempunyai bentuk morfologi dataran rendah dan cekungan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya banjir/genangan. Faktor-faktor lain khususnya yang disebabkan oleh perilaku manusia antara lain : 1) Penyempitan alur sungai akibat bantaran sungai digunakan untuk membangun tempat tinggal 2) Penyumbatan sungai-sungai dan saluran/drainase perkotaan akibat pembuangan sampah sembarangan oleh masyarakat 3) Pembangunan fisik yang mengakibatkan semakin berkurangnya lahan untuk resapan air. Dengan demikian pembangunan yang dikontrol tidak hanya di bagian hulu saja (Provinsi Jawa Barat) tetapi juga di Wilayah Kotamadya Jakarta Barat, kareana banjir/genangan tidak hanya karena banjir kiriman saja tetapi juga banjir setempat. 4) Situ dan waduk sebagai tempat parkir air (reservoar) semakin menyempit akibat tergusur oleh pembangunan gedung/tempat tinggal/jalan Tol dan pendangkalan/sedimentasi. 5) Sarana-sarana pengendali banjir yang telah dibangun kapasitasnya masih belum mencukupi untuk menghadapi debit air yang cukup besar. Lokasi-lokasi di Wilayah Kotamadya Jakarta Barat yang rawan terhadap bahaya banjir/genangan adalah sebagai berikut : 1) Kecamatan Kalideres, meliputi semua kelurahan, yaitu : Kelurahan Tegal Alur, Semanan, Pegadungan, Kalideres dan Kamal, 2) Kecamatan Cengkareng, meliputi semua kelurahan, yaitu : Kelurahan Duri, Rawa Buaya, Kapuk, Kedaung Kaliangke, Cengkareng Timur dan Cengkareng Barat, 3) Kecamatan Kembangan, meliputi Kelurahan Meruya Utara, Kembangan Utara, Kembangan Selatan dan Srengseng, 4) Kecamatan Kebon Jeruk, meliputi Kelurahan Kedoya Utara, Kedoya Selatan, Duri Kepa, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Sukabumi Utara dan Sukabumi Selatan, Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
7 5) Kecamatan Tambora, meliputi Kelurahan Roa Malaka, Tambora, Pekojan, Jembatan Lima, Duri Utara dan Duri Selatan, 6) Kecamatan Tamansari, meliputi Kelurahan Krukut, Tamansari, Pinangsia, Glodok, Maphar, Tangki, Keagungan dan Mangga Besar, 7) Kecamatan Grogol Petamburan, meliputi Kelurahan Tomang, Jelambar Baru, Jelambar, Wijayakusuma, Grogol, Tanjung Duren Selatan dan Tanjung Duren Utara, 8) Kecamatan Palmerah, meliputi Kelurahan Kotabambu Utara, Kotabambu Selatan dan Jatipulo.
C. Airtanah Air tanah merupakan salah satu sumberdaya air yang banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, tak terkecuali masyarakat perkotaan. Di kawasan perkotaan, kebutuhan air bersih pada umumnya telah disediakan oleh PDAM, namun karena keterbatasan suplai dari pihak PDAM itu sendiri (baru bisa melayani sekitar 43% penduduk) maupun tingkat perekonomian masyarakat kelas bawah maka air tanah khususnya air tanah dangkal/bebas (kedalaman < 40m) tetap merupakan sebagai suatu andalan. Penduduk di wilayah DKI Jakarta yang menggunakan air tanah dangkal diperkirakan sekitar 60%, sedangkan air tanah dalam/tertekan (kedalaman >40 m) banyak digunakan oleh industri, perhotelan dan perkantoran. Air tanah dalam yang umumnya memiliki kualitas yang cukup baik justru sebagian besar digunakan oleh kalangan industri dan perhotelan. Hal ini karena masyarakat secara individu tidak mampu untuk membangun sumur dalam yang biayanya realtif besar. Permasalahan yang muncul untuk air tanah dangkal adalah jenis air tanah ini rawan akan terkena pencemaran ataupun air tanahnya berupa payau. Pencemaran terhadap air tanah dangkal banyak disebabkan oleh limbah domestik. Hal ini terbkti banyaknya sumur pantau di Jakarta Barat yang airnya banyak mengandung bakteri fecal coli. Hal ini banyak ditemui hampir di seluruh kecamatan yang ada di Jakarta Barat. Adanya kandungan bakteri ini dapat menimbulkan kemungkinan penyakit diare (water borne desease). Sanitasi lingkungan yang buruk, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi dan tingkat perekonomian yang rendah menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah. Hal ini didukung adanya beberapa industri rumah tangga yang membuang limbahnya secara tidak terkontrol (tidak melalui IPAL). Permasalahan akibat adanya eksploitasi air tanah dalam yang tak terkendali oleh beberapa industri, perkantoran, perhotelan dan lain-lainnya adalah penurunan muka tanah (land subsidance) dan kompaksi terhadap kantong-kantong air payau Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
8 yang banyak terdapat di wilayah ini. Penurunan muka tanah di Jakarta Barat berdasarkan penelitian BPPT (1993) terhadap patok ketinggian (Benchmarks) diketahui bahwa di Jalan Rawa Buaya (No. BBM : PP. 750) telah terjadi penurunan 1 meter dari tahun 1979 sampai dengan 1991 dengan tingkat kecepatan penurunan 8,3 cm/tahun, sedangkan di Jl. Perintis Kemerdekaan (No. BBM : PP. 450) telah terjadi penurunan 0,5 meter dari tahun 1979 sampai dengan 1990 dengan tingkat kecepatan penurunan 4,5 cm/tahun. Imbuhan air ke dalam tanah oleh hujan dari tahun ke tahun semakin berkurang. Hal ini diakibatkan semakin berkurangnya lahan terbuka akibat dari semakin meluasnya lahan terbangun. Lahan kedap air semakin meluas menyebabkan resapan air hujan ke dalam tanah semakin berkurang karena air akan menjadi air limpasan permukaan sehingga pada akhirnya cadangan air tanahpun berkurang.
D. Sungai/Saluran Sungai-sungai yang mengalir dan melintasi wilayah Jakarta Barat dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain : air baku air minum, perikanan dan perkotaan. Sesuai dengan SK Gubernur KDKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 penggolongan air sungai sebagai berikut : 1. Golongan A : air yang digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. 2. Golongan B : air yang digunakan sebagai air baku air minum 3. Golongan C : air yang digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan 4. Golongan D : air yang digunakan untuk keperluan pertanian dapat dimanfaatkan utnuk usaha perkotaan, industri pembangkit linstrik tenaga air. Sebagian besar sungai-sungai yang melintasi wilayah Jakarta Barat masuk ke golongan C dan D. Tabel 2 menunjukkan kondisi sungai-sungai yang melintasi wilayah Jakarta Barat. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa aliran sungai- sungai tersebut telah tercemar dan tidak sesuai lagi dengan peruntukkannya.
Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
9 Tabel 2 Kondisi Sungai-sungai di Jakarta Barat No Sungai Gol. Debit (m 3 /det) COD (mg/l) BOD (mg/l) Keterangan 1. Pasanggrahan C 0,83 -1,99 25,00-164,07 rerata 98,63 12,80-123,0 rerata 67,33 2. Mookervart C 0,88 -4,55 19,23-61,26 rerata 31,02 11,05-42,0 rerata 20,23 3. Grogol C 0 0,42 17,6948,86 rerata 31,18 12,4-34,20 rerata 19,18 4. Angke C 1,8 8,29 19,21-57,05 rerata 33,62 12,10-34,95 rerata 21,47 5. Krukut D 0,23 ,75 28,96 16,32 Bakumutu Gol. C : COD : 30mg/l BOD : 20mg/l Gol. D : COD : 30mg/l BOD : 20mg/l
Sumber : Bapedalda DKI Jakarta, 2000
E. Waduk dan Situ Waduk di wilayah Jakarta Barat berjumlah 3 buah, yaitu : Waduk Empang Bahagia, Waduk Jelambar dan Waduk Intercon, sedangkan jumlah situ menurut data dari Dit. Pengairan tahun 1997 sebanyak 6 buah dengan luas total 11,5 Ha. Secara umum fungsi awal dari waduk dan situ yang ada sebagai penampung air, pengendali banjir dan menjaga kelestarian air tanah di sekitarnya. Namun sejalan dengan laju pembangunan yang pesat maka telah terjadi degradasi lingkungan fisik waduk/situ. Waduk dan situ yang ada sebagian besar telah terjadi pendangkalan akibat sedimentasi dan pengerukan sehingga luasnya menjadi berkurang dan daya tampungnya menjadi lebih sedikit. Degradasi waduk dan situ juga disebabkan karena dijadikannya reservoar ini sebagai tempat buangan sampah dan limbah. Berdasarkan data kualitas air dari Bapedalda DKI Jakarta sebagian besar waduk yang ada secara fisik (DHL, kekeruhan, TDS, dan TSS), kimia (amonia, klorida, phosphat, dan sulfat), kimia organik (BOD, COD, DO, fenol, minyak lemak, dan detergen), dan biologi (kandungan coliform, fecal coli, dan plankton) tidak memenuhi persyaratan untuk Golongan C karena parameter-parameter sebagian besr telah melampaui ambang batas yang telah ditentukan.
Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
10 IV. PENYUSUNAN PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR DALAM IMPLEMENTASI AGENDA 21 KOTAMADYA JAKARTA BARAT Indikasi program disusun untuk memberikan arahan bagi terlaksananya implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat secara bertahap dan terintegrasi khususnya aspek pengelolaan sumberdaya air. Indikasi program ini dibedakan untuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Di dalam jangka pendek, program diuraikan untuk masa satu tahun. Sedangkan jangka menengah lima tahun dan jangka panjang sepuluh tahun. Selain memuat tahapan waktu, indikasi program ini juga memuat uraian program, kegiatan, lokasi, dan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan program tersebut. Penyusunan indikasi program untuk implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut : 1) Tujuan dan sasaran dari Agenda 21 Nasional dan Agenda 21 Provinsi DKI Jakarta, disesuaikan dengan keempat topik Agenda 21 Jakarta Barat yang meliputi pelayanan masyarakat, pengelolaan limbah, optimalisasi dan peningkatan kualitas ruang, serta pengelolaan sumberdaya air. 2) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta 2010, RTRW Kotamadya Jakarta Barat, dan RTRW kedelapan kecamatan yang ada di Kotamadya Jakarta Barat. 3) Potensi-potensi yang ada di Kotamadya Jakarta Barat, baik potensi fisik, sosial, ekonomi, dan budaya yang dipandang mempunyai keterkaitan dengan pengembangan wilayah di Kotamadya Jakarta Barat. 4) Permasalahan-permasalahan yang ada di Kotamadya Jakarta Barat, baik di bidang fisik, sosial, ekonomi, maupun budaya. 5) Tipologi kawasan di Kotamadya Jakarta Barat, yang terdiri dari kawasan mantap, kawasan dinamis, dan kawasan peralihan (peralihan menuju mantap dan perlaihan menuju dinamis). 6) Struktur kelembagaan, khususnya yang ada di lingkungan Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat. Secara lebih rinci, indikasi program yang disusun pada program implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Program Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat : Pengelolaan Sumberdaya Air
Program Kegiatan Lokasi Kelompok Sasaran Tahun Pihak Terkait 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 A. Pengelolaan Sumberdaya Air Permukaan 1. Pelestarian kapasitas sungai Normalisasi sungai : - refungsi sempadan sungai sebagai kawasan lindung (UU) - pengerukan ke arah muara sungai - penurapan Sungai Angke, Sungai Pasanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut. Masyarakat sekitar sungai X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air 2. Pelestarian kapasitas waduk Normalisasi waduk : - refungsi sempadan waduk sebagai kawasan lindung - pengerukan Empang Bahagia, Jelambar, Intercon Masyarakat sekitar waduk X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air 3. Peningkatan kualitas air permukaan a. Pengoperasian IPAL (industri) Sungai Angke, Sungai Grogol, Sungai Krukut, Sungai Pasanggrahan Industri besar dan kecil X X X X X BPLH Kodya, Swasta b. Penetapan standar baku mutu effluent yang ketat Sungai Angke, Sungai Grogol, Sungai Krukut, Sungai Pasanggrahan Industri besar dan kecil X X X X X Bapekodya, BPLH Kodya c. Refungsi air sungai sebagai sumber air baku (Gol. B) Sungai Krukut X X X X X X X X Sudin PU Tata Air B. Pengelolaan Sumberdaya Air Tanah 1. Konservasi sumberdaya air tanah a. Refungsi daerah resapan Kecamatan Cengkareng, Kalideres, Kembangan Masyarakat X X X X X Bapekodya, Sudin Tata Kota, Sudin PU Tata Air, Swasta b. Pembuatan sumur resapan Seluruh kecamatan Masyarakat X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air, Swasta Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
12 Program Kegiatan Lokasi Kelompok Sasaran Tahun Pihak Terkait 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 c. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan air tanah Seluruh kecamatan Industri dan Jasa X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air, Swasta 2. Peningkat an kualitas air tanah a. Perluasan jaringan PAM Kecamatan Kalideres X X X X X PDAM b. Penetapan ketentuan jarak minimal septic tank terhadap sumur gali/pompa Seluruh kecamatan X X X BPLH Kodya, Pelayanan kesehatan c. Pengelolaan limbah industri kecil Kecamatan Kalideres X X X X X X X X BPLH Kodya, Swasta C. Pemanfaatan Sumberdaya Air 1. Optimalisasi pemanfaatan air a. Diseminasi tentang arti pentingnya air bagi kehidupan Seluruh kecamatan Masyarakat X X X Bapekodya, BPLH Kodya b. Inventarisasi kebutuhan dan ketersediaan air secara berkala Seluruh kecamatan X X X X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air, BPLH Kodya D. Pengendalian Banjir 1. Pelestarian kemampuan daerah resapan air a. Refungsi daerah resapan
Seluruh kecamatan Masyarakat X X X X X Bapekodya, Sudin Tata Kota, Sudin PU Tata Air b. Pembuatan sumur resapan Kecamatan Kebun Jeruk, Kembangan, Palmerah Masyarakat X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air c. Penegakan hukum dan penataan kawasan sempadan sungai/waduk Sepanjang aliran sungai Masyarakat, Aparat pemerintah X X X X X Sudin Tata Kota, Bapekodya, BPLH Kodya Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
13 Program Kegiatan Lokasi Kelompok Sasaran Tahun Pihak Terkait 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2. Peningkatan fungsi sungai/saluran drainase, waduk, dan bangunan air lainnya a. Peningkatan saluran drainase Seluruh kecamatan X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air b. Peningkatan partisipasi masyarakat dan swasta dalam pemeliharaan kebersihan sungai/waduk dan saluran drainase Seluruh kecamatan Masyarakat X X X X X X X X Bapekodya, BPLH Kodya c. Pembangunan sarana dan prasarana pengendali banjir (dam dan tanggul) Sungai Angke, Sungai Pasanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut.
X X X X X Sudin PU Tata Air d. Pembuatan situ/waduk untuk pengendali banjir dan penyuplai sumber air baku per kecamatan Setiap kecamatan minimal satu buah
X X X X X X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air, Swasta e. Peningkatan sistem informasi tentang banjir Seluruh kecamatan Masyarakat X X X Bapekodya, Sudin PU Tata Air 3. Melakukan koordinasi dalam rangka pengendalian banjir Menjalin kerja sama dengan pemda lain dan instansi pusat untuk pembentukan suatu institusi bersama untuk mengurus pengendalian banjir Kotamadya Jakarta Barat Stakeholders X X X Bapekodya, Sudin, PU Tata Air, LSM, Bappenas, Dep. Kimpraswil, Swasta
Sumber : Hasil Analisis, 2002 Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
14 V. REKOMENDASI Uraian di bawah ini akan mengemukakan beberapa rekomendasi, sebagai pelengkap bagi program-program yang telah dipaparkan sebelumnya untuk memudahkan bagi para pihak terkait dalam mengimplementasikannya. Rekomendasi yang terkait pengelolaan sumberdaya air, baik air permukaan, air tanah, pemanfaatan air, serta pengendalian banjir di Kotamadya Jakarta Barat adalah sebagai berikut. 1. Pengelolaan sumberdaya air permukaan : a. Penertiban dan penataan ulang hunian di sekitar sempadan sungai dengan memperhatikan kriteria kawasan lindung untuk sempadan sungai, yaitu : Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul. Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang. Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang. b. Refungsi kawasan waduk/situ sebagai kawasan lindung, yaitu daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk (antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat). Pada jarak tersebut waduk/situ harus bebas dari bangunan yang tidak terkait dengan waduk/situ. c. Refungsi sungai sebagai sumber baku air minum (Golongan B) dimana pada saat sekarang sebagian besar sungai-sungai yang melintasi Kotamadya Jakarta Barat termasuk ke Golongan C (perikanan) dan D (perkotaan). d. Pembangunan situ dan normalisasi waduk untuk setiap kecamatan, atau paling tidak untuk Kecamatan Kebun Jeruk dan Kembangan (kecamatan- kecamatan yang terletak di bagian selatan atau awal alur sungai yang masuk ke wilayah Kotamadya Jakarta Barat).
Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
15 2. Pengelolaan sumberdaya air tanah : a. Penetapan peraturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) rendah, khususnya di sekitar bangunan yang masih belum terbangun, sehingga masih terdapat ruang yang cukup untuk tempat peresapan air. b. Penggalakan pembuatan sumur resapan dan melakukan pengawasan bagi setiap aktivitas pelaksanaan pembangunan, sehingga pembuatan sumur resapan yang merupakan kewajiban dapat dilaksanakan sesuai kriteria yang ada. c. Pengenaan sanksi bagi kegiatan usaha maupun domestik yang mengeksploitasi air bawah tanah tidak sesuai dengan peraturan. Untuk itu, harus lebih digiatkan pengawasan secara berkala yang bersifat aktif dari instansi terkait. 3. Pemanfaatan sumberdaya air : a. Inventarisasi prediksi ketersediaan air dan kebutuhan air serta proyeksinya untuk jangka pendek dan jangka panjang, sehingga memudahkan dalam program pengelolaan sumberdaya air. Selain itu, harus pula dikembangkan sistem informasi yang terkait dengan sumberdaya air yang mudah diakses oleh masyarakat. b. Untuk memenuhi kebutuhan air, maka perlu penyediaan hidran dalam jumlah yang mencukupi, terutama di wilayah padat dan sekitar industri. c. Keterlibatan dan peran serta masyarakat dan swasta secara aktif untuk menjaga kelestarian sumberdaya air perlu ditingkatkan. d. Perlunya membentuk kelompok masyarakat pencinta air, sehingga diharapkan semakin meningkatnya kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian air di muka bumi ini. 4. Pengendalian banjir : a. Penyediaan bangunan pengendali banjir, seperti bendung (karet dan gerak). b. Menjalin kerja sama dengan wilayah lain di atasnya (hulu) karena wilayah Kotamadya Jakarta Barat merupakan daerah bawah (hilir), sehingga mau tidak mau Kotamadya Jakarta Barat selalu menerima dampak/limpahan yang berasal dari daerah atas seperti limbah, banjir, dan lain-lain. Implementasi Agenda 21 di Kotamadya Jakarta Barat
16 c. Penegakan hukum yang mengacu pada peraturan-peraturan yang sudah ada. Untuk itu, perlu ditingkatan sosialisasi peraturan, pengawasan aktif, dan Pelatihan PPNS Bidang Lingkungan.
VI. REFERENSI - AGENDA 21 NASIONAL - AGENDA 21 PROVINSI DKI JAKARTA - NERACA KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH DKI JAKARTA - RTRW PROVINSI DKI JAKARTA - RTRW KECAMATAN-KECAMATAN DI KOTAMADYA JAKARTA BARAT