Anda di halaman 1dari 9

Sultan Di Banten

1. Maulana Hasanudin, Sultan Banten I (1552-1570 M)


Namanya adalah Pangeran Sebakingking, beliau adalah putera dari Sunan Gunung
Jati dari pernikahannya dengan Nhay kawunganten. Sultan Hasanudin berkuasa di
kesultanan Banten selama 18 tahun (1552-1570). Banyak kemajuan yang dialami
Banten pada masa kepemimpinan Sultan Hasanudin. Daerah kekuasaan pun
meliputi seluruh daerah Banten, Jayakarta, Kerawang, Lampung dan Bengkulu.
Seluruh kota dibentengi dengan benteng yang kuat, yang dilengkapi meriam di
setiap sudutnya. Para pedagang dari Arab, Persi, Gujarat, Birma, Cina dan negara-
negara lainnya datang ke Banten untuk melakukan transaksi jual beli.
Pada saat itu di Banten terdapat tiga buah pasar yang ramai. Yang pertama terletak
disebelah timur kota (Karangantu), disana banyak pedagang asing dari Portugis,
Arab, Turki, India, Pegu (Birma), Melayu, Benggala, Gujarat, Malabar, Abesinia dan
pedagang dari Nusantara. Mereka berdagang sampai pukul sembilan pagi. Pasar
kedua terletak di alun-alun kota dekat masjid agung. Pasar ini dibuka sampai tengah
hari bahkan hingga sore hari. Di pasar ini diperdagangkan merica, buah-buahan,
senjata, tombak, pisau, meriam kecil, kayu cendana, tekstil, kain, hewan peliharaan,
hewan ternak, dan pedagang Cina menjual benang sulam, sutera, damas, beludru,
satin, perhiasan emas dan porselen. Pasar ketiga berada di daerah Pecinan, yang
dibuka hingga sampai malam hari.
Disamping itu Banten pun menjadi pusat penyebaran Agama Islam, sehingga
tumbuhlah beberapa perguruan Islam di daerah Banten, seperti di Kasunyatani di
tempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya lebih tua dari Masjid Agung
Banten. Disini pula tempat tinggal dan mengajar Kyai Dukuh yang bergelar
Pangeran Kasunyatan (Guru dari Pangeran Yusuf). Disamping membangun Masjid
Agung, Maulana Hasanudin juga memperbaiki masjid di Pecinan dan Karangantu.
Dari pernikahannya dengan puteri Sultan Trenggano yang bernama Pangeran Ratu
atau Ratu Ayu Kirana (Pada Tahun 1526), Sultan Hasanudin memiliki putera/i
sebagai berikut : Ratu Pembayun (menikah dengan Ratu Bagus Angke putera dari ki
mas Wisesa Adimarta, yang selanjutnya mereka menetap di Jayakarta), Pangeran
Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran
Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu
Ayu Arsanengah. Sedang dari istri yang lainnya, Sultan Hasanudi memiliki putera/i
sebagi berikut : Pangeran Wahas, Pangeran Lor, Ratu Rara, Ratu Keben, Ratu
Terpenter, Ratu Wetan dan Ratu Biru.
Sultan Hasanudin wafat pada tahun 1570, dan beliau dimakamkan di samping
Masjid Agung Banten. Kemudian sebagai Sultan Banten II di angkat puteranya yang
bernama Pangeran Yusuf. (Q)
2. Maulana Yusuf, Sultan Banten II (1570-1580 M)
Beliau adalah Putera dari Sultan Hasanudin dari pernikahanannya dengan Ratu Ayu
Kirana. Seperti juga ayahnya Maulana Yusuf ingin memajukan Banten. Tapi pada
masa Maulana Yusuf disamping pendidikan agama, juga lebih ditekankan pada
bidang pembangunan kota, keamananan dan pertanian.
Pada masanya pulalah Ibukota Pajajaran (Pakuan) dapat ditaklukan oleh banten.
Para ponggawa kerajaan Pajajaran lalu diislamkan dan masing-masing memegang
jabatannya seperti semula. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan
di Banten semakin maju. bahkan bisa dikatakan bahwa pada saat itu Banten
bagaikan kota penimbunan barang-barang dari penjuru dunia yang nantinya
disebrakan ke kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara. Sehingga banten menjadi
begitu ramai dikunjungi, baik dari luar maupun oleh para penduduk nusantara.
Sehingga pada masa pemerintahan Maulana Yusuf pulalah dibuatnya peraturan
penempatan penduduk berdasarkan keahliannya dan asal daerahnya.
Perkampungan untuk orang asing biasanya ditempatkan diluar tembok kota. seperti
Kampung Pakojan terletak disebelah barat pasar Karangantu, untuk para pedagang
dari Timur Tengah, Pecinan terletak disebalh barat Masjid Agung, untuk para
pedagang dari Cina.Kampung Panjunan (Untuk para Tukang Belanga, gerabah,
periuk dsb), Kampung Kepandean (Untuk tukang Pandai besi), Kampung
Pangukiran (Untuk Tukang Ukir), Kampung Pagongan (Untuk tukang gong),
Kampung Sukadiri (Untuk para pembuat senjata). Demikian pula untuk golongan
sosial tertentu, misalkan Kademangan (untuk para demang), Kefakihan (Untuk para
ahli Fiqih), Kesatrian (Untuk para Satria, perwira, Senopatai dan prajurit istana).
Pengelempokan pemukiman ini selain dimaksudkan untuk kerapihan dan keserasian
kota, tapi lebih penting untuk keamanan kota. Tembok kota pun diperkuat dengan
membuat parit-parit disekelilingnya, dalam babad banten disebutkan Gawe Kuta
bulawarti bata kalawan kawis Perbaikan Masjid Agung Pun dikerjakannya, dan
sebagai kelengkapan dibangun sebuah menara dengan bantuan Cek Ban Cut
arsitek muslim asal Mongolia
Disamping mengembangkan pertanian yang sudah ada,sultanpun mendorong
rakyatnya untuk membuka daerah-daerahbaru bagi persawahan.Oleh karenanya
sawah di Banten bertambah meluas sampai melewati daerah Serang
sekarang.Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah
tersebut,dibuatnya terusan-terusan dan bendungan-bendungan.Bagi persawahan
yang terletak disekitar kota,dibuatnya juga satu danau buatan yang disebut
Tasikardi.Air dari Sungai Cibanten dialirkan melalui terusan khusus ke danau ini.Lalu
dari sana dibagi ke daerah-daerah persawahan di sektarnya.Tasikardi juga
digunakanbagi penampungan air bersih bagi kebutuhan kota.Dengan melalui pipa-
pipa yang terbuat dari terakota,setelah dibersihkan/diendapkan air tersebut dialirkan
kekeraton dan tempat-tempat lain di dalam kota.Di tengah-tengah danau buatan
tersebut terdapat pulau kecil yang digunakan untuk tempat rekreasi keluarga
keraton.
Dari permaisuri Ratu Hadijah,Maulana Yusuf mempunyai dua orang anak yaitu Ratu
Winaon dan Pangeran Muhammad.Sedangkan dari istri-istri lainnya,baginda
dikaruniai anak antara lain angeran Upapati,Pangeran Dikara,Pangeran Mandalika
atau Pangeran Padalina,Pangeran Aria Ranamanggala,Pangeran
Mandura,Pangeran Seminingrat,Pangeran Dikara ,Ratu Demang atau Ratu
Demak,Ratu Pacatanda atau Ratu Mancatanda,Ratu Rangga,Ratu Manis,Ratu
Wiyos dan Ratu Balimbing
Pada tahun 1580, Maulana yusuf mangkat dan kemudian dimakamkan di
Pekalangan Gede dekat Kampung Kasunyatan. Setelah meninggalnya, Maulana
Yusuf diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede atau Pangeran
Pasarean. Dan sebagai penggantinya diangkatlah puteranya yang bernama
Pangeran Muhammad.(Q)

3. Sultan Muhammad, Sultan Banten III (1580-1596 M)
Beliau diangkat ketika masih berusia 9 Tahun. Para Kadhi menyerahkan
perwaliannya kepada Mangkubumi. Pangeran Muhammad diangkat menjadi sultan
dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Ketika Maulana Muhammad
memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi semakin kuat dan ramai. Orang-
orang dapat melayari kota dengan menyusuri banyak sungai yang terdapat di
Banten.
Mulai dari pintu gerbang besar istana sampai luar, terdapat berbagai bangunan :
Made Bahan tempat tambak baya melakukan jaga, Made Mundu dan Made gayam,
Sitiluhur atau Sitinggil yang didekatnya terdapat bangunan untuk gudang senjata
dan kandang kuda kerajaan. Pakombalan yaitu tempat penjagaan wong Gunung.
Disebelah utara terdapat tempat perbendaharaan dan disebelah barat berdiri masjid
dengan menara disampingnya. Selanjutnya terdapat suatu perkampungan yang
disebut Candi raras yang diantaranya terdapat bangunan-bangunan Made Bobot
dan Made Sirap. disebelah timur Made Bobot terdapat Mandapat yaitu suatu
bangunan terbuka yang dipasangi meriam Ki Jimat mengarah ke Utara. Dekat
Srimanganti terdapat WaringinKurung dan Watu Gilang. Ditepi sungai terdapat
Panyurungan atau galangan kapal kerajaan.
Dekat Panyurungan terdapat tonggak tempat mengikta gajah raja yang bernama
Rara Kawi. Disebelahnya terdapat jembatan besar dari kayu jati melintasi sungai
yang selanjutnya jalan raya dengan pagar kembar menuju ke arah utara ke
perbentengan. Perbentengan sebelah dalam atau Baluwarti Dalme disebut Lawang
Sadeni atau Lawang Saketeng yang disebelah baratnya berdiri pohon beringin besar
dan perbentengan Sampar lebu. (Halwany;Mudjahid Chudari;Masa lalu
Banten;1990:42)
Maulana Muhammad dikenal dengan sebagai seorang yang Shaleh. Untuk
kepentingan penyebaran agama Islam beliau banyak mengarang kitab agama yang
kemudian dibagikan kepada yang memerlukannya. Untuk sarana ibadat beliau
banyak membangun masjid sampai ke pelosok desa. beliau pun selalu menjadi
imam dan khatib pada shalat Jumat dan Hari raya. masjid Agung pun diperindah.
Temboknya dilapisi porselen dan tiang atapnya dibuat dari kayu cendana. Untuk
para wanita disediakan tempat khusus yang disebut Pawestren atau Pewadonan.
Peristiwa menarik pada masa Maulana Muhammad adalah peristiwa penyerbuan ke
Palembang. Penyerbuan ini bermula dari hasutan Pangeran Mas putera dari Aria
Pangiri. Pangeran Mas berkeinginan menjadi raja di Palembang. Maulana
Muhammad yang masih muda dan penuh semangat dihasutnya. Dikatakannya
bahwa Palembang dulunya adalah kekuasaan ayahnya sewaktu menjadi sultan di
Demak. Disamping itu dikatakannya pula bahwa rakyat Palebang saat itu masih
banyak yang kafir. Terdorong oleh darah muda dan semangat untuk memakmurkan
Banten dan mengembangkan agama Islam ke seluruh Nusantara, sultan pun dapat
dipengaruhinya. Saran Mangkubumi dan para pembesar istana lainnya tidak
diindahkan. Sehingga penyerbuan ke Palembangpun harus dilakukan.
Dengan 200 kapal perang berangkatlah pasukan Banten menuju Palembang.
pasukan ini dipimpin langsung oleh Maulana muhammad didampingi Mangkubumi
dan Pangeran Mas. Saat itu lampung, Seputih, dan Semangka (daerah-daerah
kekuasaan Banten) diperintahkan untuk mengerahkan prajuritnya menyerang
Palembang melalui darat. Pertempuran hebat terjadi di sungai Musi hingga berhari-
hari. Pasukan palembang nyaris dapat dipukul mundur. Tapi dalam keadaan yang
hampir berhasil itu, Sultan yang memimpin pasukan dari kapal Indrajaldri tertembak
oleh pasukan Palembang. Dan Sultan pun wafat dalam pertempuran tersebut.
Penyerangan tidak dilanjutkan, dan pasukan Banten kembali tanpa hasil. Peristiwa
gugurnya Sultan ini terjadi menuru sangsakala Prabu Lepas tataning prang atau
pada Tahun 1596 M.
Maulana Muhammad wafat pada Usia muda (kira-kira 25 Tahun). Beliau
meninggalkan seorang putera yang bernama Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir
yang baru berusia 5 Bulan dari permaisurinya (Ratu wanagiri, puteri dari
mangkubumi). Anak inilah yang nanti menggantikan dirinya. Setelah wafatnya,
Maulana Muhammad diberi gelar Pangeran Seda Ing Palembang atau Pangeran
Seda Ing Rana. Belai dimakamkan di serambi Masjid Agung. (Q)

4. Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir, Sultan Banten IV (1596-1651 M)
Abul Mafakhir dinobatkan sebagai sultan ketika berusia 5 Bulan, sehingga
untuk melaksanakan roda pemerintahan ditunjuklah Mangkubumi Jayanagara
sebagai wali. Mangkubumu Jayanagara adalah juga yang pernah menjadi
Mangkubumi bagi Maulana Muhammad, sehingga kesetiannya pada Kesultanan
Banten tidaklah diragukan lagi. Mangkubumi ini adalah seorang tua yang lemah
lembut dan luas pengalamannya pada bidang pemerintahan. Selain Mangkubumi
ditunjuk pula seorang wanita tua yang bijaksana sebagai pengasuh Sultan, yang
bernama Nyai Embun Rangkun. Mangkubumi Jayanagara mangkat, setelah 6 Tahun
(1602) menjadi Mangkubumi bagi Sultan Abul Mafakhir, dan jabatan Mangkubumi
diserahkan kepada adiknya. Namun pada tanggal 17 Nopember 1602 dia dipecat
karena kelakuanya dinilai tidak baik. Karena perpecahan dan irihati para pangeran,
maka diputuskan untuk tidak mengangkat mangkubumi baru, dan untuk perwalian
sultan diserahkan kepada ibunda sultan Nyai Gede Wanagiri.Tidak lama kemudian
ibunda sultan menikah dengan seorang bangsawan keluarga istana. dan atas
desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai mangkubumi. Namun mangkubumi
yang baru ini tidak memiliki wibawa, bahkan sering menerima suap dari pedagang-
pedagang asing. Sehingga banyak peraturan yang tidak dapat diterapkan di Banten.
Situasi ini menimbulkan rasa tidak puas dari sebagian pejabat istana yang akhirnya
menimbulkan kerusuhan dan kekacauan. Bahkan diantara para pangeran pun terjadi
perselisihan, sebagian lebih condong kepada para pedagang dari Portugis, sedang
yang lainnya lebih condong ke Belanda. Sedangkan antara Belanda da Portugis saat
itu sedang bermusuhan. wajar bila pertentangan ini mengakibatkan banyak
kekacauan.
Pertentangan antar pangeran ini berlangsung berkepanjangan, sehingga pada bulan
Oktober 1604 terjadi peristiwa hebat, yang bermula dari tindakan Pangeran
Mandalika (Putera Maulana yusuf). Pangeran Mandalika menyita perahu Jung dari
Johor.Patih Mangkubumi meminta Pangeran Mandalika untuk melepaskannya,
namun perintah tersebut tidak dipatuhinya.
Untuk menjaga kalau-kalau pasukan kerajaan menyerang dirinya, maka Pangeran
Mandalika bergabung dengan pangeran-pangeran lainnya. Mereka membuat
pertahanan sendiri di luar kota. Makin lama kedudukan mereka makin kuat. bahkan
rakyatpun semakin simpati pada pasukan Pangeran Mandalika.
Pada bulan Juli 1605 datanglah Pangeran Jayakarta datang ke Banten untuk
menghadiri acara khitanan Sultan Muda. Pangeran Jayakarta datang dengan
membawa para pembesar kerajaan dan para pasukannya. Atas permintaan
Mangkubumi, Pangeran Jayakarta bersedia membantu menumpas para
pemberontak. Pangeran Jayakarta dengan dibantu pasukan dari Inggris dapat
memukul mundur para pemberontak. Tapi dengan diusirnya para pemberontak
keadaan Banten, bukannya semakin membaik malah semakin tegang. Puncak
ketegangan terjadi pada bulan Juli 1608.
Pada tanggal 23 Agustus 1608, Syahbandar dan sekretarisnya dibunuh oleh
perusuh. Tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 23 Oktober 1608, Patih
Mangkubumi dibunuhnya pula. Peristiwa inilah yang mempercepat terjadinya
kerusuhan di Banten yang dikenal dengan Peristiwa pailir. Selain peristiwa Pailir ,
pada masa sultan Abul Mafakhir juga terjadi peristiwa Pagarage atau Pacerebonan
yang terjadi pada tahun 1650. Peristiwa ini terjadi bermula dari kedatangan pasukan
dari Cirebon yang akan menyerbu Banten. Peristiwa pertempuran ini dimenangkan
oleh pasukan dari Kesultanan banten.
Sultan Abul Mafakhir mempunyai putera : Pangeran Pekik (Sultan Abul Maali
Akhmad) yang wafat setelah peristiwa Pagarage (1650),makamnya terletak di desa
Kanari. Ratu Dewi, Ratu Mirah, Ratu Ayu, dan Pangeran Banten. Sultan Abul Maali
Akhmad (dari perkawinannya dengan Ratu Marta Kusumah puteri Pangeran
Jayakarta) memiliki putera : Ratu Kulon, Pangeran Surya, Pangeran Arya Kulon,
Pangeran Lor dan pangeran Raja. Dari perkawinannya dengan Ratu Aminah (Ratu
Wetan) Sultan memiliki putera: Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Inten, dan
Ratu Tinumpuk. Sedangkan dari isterinya yang lain, sultan memiliki putera : Ratu
Petenggak, Ratu Wijil, Ratu Pusmita, Pangeran Arya Dipanegara (Tubagus
Abdussalam/Pangeran Raksanagara), Pangeran Arya Dikusuma(Tubagus
Abdurahman/Pangeran Singandaru)
Sultan Abul Mafakhir mangkat pada tanggal 10 Maret 1651. Jenazahnya
dimakamkan di Kanari, dekat makam puteranya (Abul Maali Akhmad). Sebagai
penggantinya diangkatnya cucunya (Putera dari Abul Maali Akhmad), yaitu
Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya Sebagai Sultan Banten V. (Q)

5. Pangeran Surya / Pangeran Adipati Anom (Sultan Ageng Tirtayasa), Sultan
Banten V
Penobatan Pangeran Surya terjadi pada tanggal 10 Maret 1651. seperti
tanggal surat ucapan selamat Gubernur Kompeni Belanda Kepada Sultan. Untuk
memperlancar roda pemerintahan, sultan mengangkat beberapa orang untuk
membantu dirinya. Jabatan Patih Mangkubumi diserahkan kepada Pangeran
Mandura dengan wakilnya Tubagus Wiraatmaja, Sebagai Kadhi atau Hakim Agung
Negara diserahkan kepada Pangeran JayaSentika. Tapi Pangeran Jayasentika tidak
lama menjabat sebagai kadhi, beliau wafat dalam perjalanan menunaikan ibadah
haji, maka jabatan Kadhi diserahkan kepada Entol Kawista yang kemudian dikenal
dengan nama Faqih Najmudin. Faqih Najmudin adalah menantu dari Sultan Abul
Mafakhir yang menikah dengan Ratu Lor. Untuk mempermudah pengawasan daerah
kekuasaan, Sultan mengangkat beberapa Ponggawa atau Nayaka. Mereka berada
di bawah pengawasan dan tanggung jawab Mangkubumi. Selain itu Mangkubumi
juga mengawasi keadaan para prajurit kerajaan. Senjata-senjata di tambah. Rumah
para Senoptai diatur sedemikian rupa, agar mudah mengontrol para
prajurit.Pangeran Surya yang kemudian bergelar Pangeran Ratu Ing Banten adalah
seorang ahli strategi perang. Hal ini sudah dibuktikannya sejak beliau menjadi putera
mahkota. beliau lah yang mengatur strategi perang gerilya saat menyerbu belanda di
Batavia.
Seperti juga kakeknya, Pangeran Surya pun tidak melepaskan dari Kekhalifahan
Islam di Makkah. hubungan ini keharusan untuk memperkuat kekuatan umat Islam
dalam menentang segala macam kesewenangan. Dari dari Kekhalifahan pulalah
Pangeran mendapatkan gelar Sultan Abulfath Abdulfattah. Dari hubungan ini Sultan
mengharapkan bantuan dari Khalifah untuk mengirimkan guru agama ke Banten.
Selain itu Sultan pun tidak setuju dengan pendudukan bangsa Asing atas
negaranya, dan untuk memperkuat pertahanan (terutama dari serbuan Belanda di
Batavia), sultan memperkuat pasukanya di Tangerang yang telah menjadi benteng
pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan Belanda. Dari tangerang ini
pulalah pada tahun 1652 Banten menyerbu Batavia. Melihat situasi yang semakin
memanas, pihak kompeni mengajukan usul perdamaian. Namun sultan bertekad
untuk menghapuskan para penjajah di bumi Nusantara, sultan melihat berbagai
kecurangan pada setiap perjanjian yang diajukan oleh pihak Belanda, sehingga
Sultan pun menolaknya. Pada tahun 1656 pasukan Banten yang bermarkas di
Angke dan Tangerang melakukan gerilya besar-besaran. Perusakan dan sabotase
yang dilakukan para prajurit Banten banyak merugikan pihak Kompeni. Untuk
menghadapi serangan Belanda yang lebih besar, Sultan mempernaiki hubungan
dengan Cirebon dana Mataram, bahkan dari Inggris, Prancis dan Denmark, Sultan
mendapat kemudahan memperoleh senjata api untuk peperangan. Daerah
kekuasaan Banten (Lampung, Bangka, Solebar, Indragiri dan daerah lainnya)
diminta mengirimkan prajuritnya untuk bergabung dengan para prajurit yang berada
di Surosowan. Rakyatpun mendukung langkah Sultan untuk mengusir Penjajah.
Mereka bertekad lebih baik mati daripada berdamai dnegan penjajah. Sedangkan
kompeni mempekuat pasukkannya dengan prajurit-prajurit sewaan yang berasal dari
Kalasi, ternate, Bandan, kejawan, Melayu, Bali, Makasar dan Bugis.
Pada tanggal 29 April 1658 datang utusan Belanda ke Banten membawa surat dari
Gubernur Jendral Kompeni yang berisi rancangan perjanjian perdamaian, namun
Sultan kembali melihat kecurangan dibalik naskah perjanjian tersebut, pihak
kompeni hanya mengharapkan keuntungan sendiri tanpa memperhatikan
kepentingan rakyat Banten. Oleh karenanya pada tanggal 4 Mei 1658 Sultan
mengirimkan utusan ke Batavia untuk melakukan perubahan perjanjian. Namun
perubahan dari Sultan di tiolak oleh Belanda. Kompeni hanya menginginkan Banten
membeli rempah-rempah dari Belanda dan itupun harus ditambah pajak. Penolakan
tersebut membuat Sultan sadar, bahwa tidaklah mungkin ada persesuaian pendapat
antara dua musuh yang saling berbeda kepentingan. Maka pada tanggal 11 Mei
1658 Sultan mengirim surat balasan yang menyatakan bahwa BANTEN dan
KOMPENI TIDAK AKAN MUNGKIN BISA BERDAMAI .Maka terjadilah pertempuran
hebat di darat dan di laut. Pertempuran ini berlangsung tanpa henti sejak bulan Juli
1658 hingga tanggal 10 juli 1659.
Selain di Tangerang, Sultan juga membuat kampung para prajurit di Tirtayasa,
bahkan akhirnya sultan pun menyuruh mendirikan istana di kampung tersebut. Yang
nantinya digunakan sebagai pusat kontrol kegiatan di Tangerang dan Batavia
disamping untuk tempat peristirahatan. Maka dengan demikian Tirtayasa dijadikan
penghubung antara Istana di Surosowan dengan Benteng pertahanan di Tangerang.
Hal ini akan mempersingat jalur komunikasi sultan. Disamping jalan darat yang
sudah ada, juga dibuat jalan laut yang menghubungkan Surosowan-Tirtayasa-
Tangerang. Maka dibuatlah saluran tembus dari Pontang-Tanara-Sungai Untung
Jawa menyusuri jalan darat melalaui sungai CIkande sampai pantai Pasiliyan.
Saluran ini dibuat cukup besar, hingga mampu dilewati kapal perang ukuran sedang.
Saluran ini dibuat dari tahun 1660 hingga sekitar tahun 1678. Selain di Tirtayasa
Sultan pun berusaha menyempurnakan dan memperbaiki keadaan didalam ibukota
kerajaan. Dengan bantuan beberapa ahli bangunan dari Portugis dan Belanda yang
sudah masuk Islam, diantaranya adalah Hendrik Lucasz Cardeel kemudian dikenal
dengan Pangeran Wiraguna diperbaikilah bangunan istana Surosowan. Benteng
istana diperkuat dengan diberi Bastion, disetiap penjuur mata angin dan dilengkapi
dengan 66 buah meriam yang diarahkan ke segala penjuru.
Demikian juga dengan sungai disekeliling benteng, Irigasi diperbaiki dan diperluas
jangkauannya, Sehingga areal sawah mendapat pengairan dengan baik. Daerah
yang tadinya kesulitan air menjadi subur. Padi dan tanaman produksi lainnya sangat
menunjang kemakmuran rakyat Banten. Produksi Merica mecapai 3.375.000 pon
pada tahun 1680-1780.

Anda mungkin juga menyukai