Anda di halaman 1dari 19

TUGAS UTS

EKONOMETRIKA DASAR









Oleh :
Moch. Noer Fahad Dery Lazuardy
125020407111017


Program Studi Keuangan Perbankan
Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Pengaruh Ekspor terhadap Inflasi di Indonesia
Tahun 2013
Uji Stasioneritas & Kointegrasi

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kestationeritasan dari data Ekspor dan
Inflasi, serta untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan jangka panjang dari
Ekspor dengan Inflasi di Indonesia pada tahun 2013. Data yang digunakan dalam
tulisan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah dengan menggunakan Uji Unit root
(Augmented Dickey Fuller) dan analisis Kointegrasi (johansen test). Hasil dari
penelitian menunjukan data Ekspor dan Inflasi adalah stationer. Analisa ini juga
menunjukan bahwa tidak ada hubungan jangka panjang antara Ekspor dengan Inflasi.
Bab 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflasi dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dalam negeri dan dunia. Adanya
defisit anggaran belanja serta kenaikan tarif impor barang luar negeri turut
mempengaruhi tingkat inflasi. Dalam bidang perekonomian, inflasi tidak selamanya
membawa dampak yang buruk. Adanya inflasi yang terkendali merupakan dorongan
dalam meningkatkan kegiatan perekonomian.
Tingkat inflasi di suatu negara akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang
negara yang bersangkutan. Inflasi biasanya ditandai dengan kenaikan harga. Jika
tingkat inflasi masih ringan dan terkendali, dapat meningkatkan pendapatan dan
kenaikan investasi masyarakat.
Untuk meningkatkan permintaan terhadap mata uang, pihak pemerintah akan
menaikkan suku bunga dalam jangka pendek agar nilai mata uang tersebut menguat.
Akibat penguatan mata uang, harga barang impor akan lebih murah dibandingkan
dengan komoditas barang ekspor. Kegiatan ekspor barang pun akan menurun.
Inflasi selalu membawa perubahan. Dalam kegiatan ekspor barang, inflasi
berdampak pada biaya produksi barang, pajak, bea cukai, serta entries barrier lain
dalam melakukan perdagangan antar negara, baik itu ekspor maupun impor.
Dalam keadaan inflasi, daya saing akan barang ekpor pun akan berkurang.
Hal ini terjadi karena harga barang akan melambung dengan tidak diimbangi oleh
perbaikan kualitas barang.
Inflasi biasanya menyulitkan para eksportir dan negara dalam menentukan
kebijakan perekonomian bagi masyarakat. Jumlah penjualan barang ekspor juga akan
menurun karena kurangnya daya saing yang berakibat pada kerugian. Selain itu,
anggaran devisa negara akan berkurang karena tingkat ekspor barang yang menurun.
Inflasi dapat menguntungkan bagi produsen apabila pendapatan lebih tinggi
daripada produksi barang. Akan tetapi jika terjadi sebaliknya, produsen akan
menghentikan produksinya jika tidak sanggup mengikuti laju inflasi yang terjadi.
Akibatnya kegiatan ekspor barng akan lesu bahkan menurun drastic. Untuk
mengatasinya, bank sentral wajib mengeluarkan kebijakan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Bank sentral akan mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestic dan
mengendalikan peredaran mata uang dengan suku bunga agar kegiatan ekspor dapat
terus berlangsung. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat akan meningkat.

1.2 Rumusan Masalah
Apakah data dari Ekspor dan Inflasi stasioner?
Apakah ada hubungan jangka panjang antara variabel Ekspor dengan
Inflasi di Indonesia?

1.3 Tujuan Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk menguji adanya anggapan bahwa sebuah data
time series tidak stationer. Dalam penelitian ini meliputi data Ekspor dan Inflasi.
Pengujian ini juga bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
jangka panjang antara Ekspor dengan Inflasi di Indonesia.

1.4 Sumber Data dan Metodologi
Data yang digunakan dalam tulisan ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik.
Metode yang dipakai dalam analisis ini adalah dengan menggunakan Uji Unit root
(Augmented Dickey Fuller) dan analisis Kointegrasi(johansen test) dengan
menggunakan Eviews.


1.5 Hipotesis
1. Data Ekspor stationer
2. Data Inflasi stationer
3. Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara Ekspor dengan Inflasi






















Bab 2 LANDASAN TEORI
2.1 Ekspor
Ekspor adalah penjualan barang ke luar negeri dengan menggunakan sistem
pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah disetujui
oleh pihak eksportir dan importir. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan
untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukannya
ke negara lain. Ekspor barang secara besar umumnya membutuhkan campur tangan
dari bea cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah bagian penting
dari perdagangan internasional.
Penjualan barang oleh eksportir keluar negeri dikenai berbagai ketentuan dan
pembatasan serta syarat-syarat khusus pada jenis komoditas tertentu termasuk cara
penangan dan pengamanannya. Setiap negara memiliki peraturan dan ketentuan
perdagangan yang berbeda-beda. Khusus ekspor komoditas pertanian dan perikanan
di indonesia sebagaian besar tidak memiliki ketentuan dan syarat yang terlalu rumit
bahkan pemerintah saat ini mempermudah setiap perusahaan untuk mengekspor hasil
pertanian dan perikanannya ke luar negeri.
Menurut Punan (1992:2) Ekspor adalah mengeluarkan barang dari dalam
keluar daerah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan berlaku.
Tetapi menurut Curry (2001:145) Ekspor adalah barang dan jasa yang dijual
kepada negara asing untuk ditukarkan dengan barang lain(Produk,uang).
Sedangkan menurut Winardi (1992:2003) pengertian ekspor adalahbarang-
barang (termasuk jasa-jasa) yang dijual kepada penduduk Negara lain,ditambah
dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk Negara tersebut berupa
pengangkutan permodalan dan hal-hal lain yang membantu ekspor tersebut.
Berdasarkan UU No 17 tahun 2006 eksportir adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha baik berbentuk badan hukum / bukan badan hukum
yang melakukan kegiatan ekspor dalam wilayah hukum RI.

2.2 Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk
juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses
dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga
yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi.
Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk
mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP
Deflator.
Teori Sktrukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas
pengalaman di negara Amerika Latin. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran
(rigidities) dari struktur perekonomian yang sedang berkembang. Karena inflasi
dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor ini hanya
bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) maka teori ini disebut juga
teori inflasi jangka panjang.
Menurut teori ini ketegaran utama ada dua macam:
1. Ketegaran yang pertama berupa ketidakelastisan dari penerimaan eksport.,
yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan
sektor- sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh:
Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut makin
tidak menguntungkan dibanding dengan barang-barang impor yang
harus dibayar (term of trade makin memburuk).
Supplay atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap
kenaikan harga (supplay barang-barang ekspor yang tidak elastis).
Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini, berarti kelambanan
pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan
(untuk konsumsi maupun investasi). Akibatnya negara tersebut mengambil
kebijaksanaan pembangunan yang menekankan pada penggalakkan produksi
dalam negeri dari barang-barang yang sebelumnya diimpor (import
substitution strategy), meskipun biaya produksi dalam negeri lebih tinggi dan
berkualitas rendah daripada barang- barang sejenis yang diimpor. Biaya yang
lebih tinggi ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi pula. Bila proses
substitusi impor ini makin meluas, biaya produksi juga meluas ke berbagai
barang, sehingga makin banyak harga barang yang naik, dan inflasipun
terjadi.

2. Ketegaran Kedua berkaitan dengan ketidakelastisan dari supplay atau produksi
bahan makanan di dalam negeri. Produksi bahan makanan dalam negeri tidak
tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan per kapita, sehingga
harga bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk menaik melebihi
kenaikan harga barang- barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya
tuntutan karyawan untuk memperoleh kenaikan upah. Kenaikan upah berarti
kenaikan ongkos produksi, yang berarti kenaikan harga barang-barang tersebut.
Kenaikan harga tersebut menyebabkan tuntutan kenaikan upah lagi. Dan
kenaikan upah ini diikuti kenaikan harga-harga. Demikian seterusnya.























Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN
A.Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dimana data yang didapat dari
pihak lain yaitu data yang diperoleh dalam bentuk jadi dan diolah oleh pihak lain,
yang biasanya dipublikasikan. Jenis data yang digunakan adalah time series (runtun
waktu) dari bulan Januari-Desember 2013. Sumber data diperoleh dari Badan Pusat
Statistik. Metode yang dipakai dalam analisis ini adalah dengan menggunakan Uji
Unit root (Augmented Dickey Fuller) dan analisis Kointegrasi dengan menggunakan
Eviews.
B.Metode Analisis
Asumsi Klasik
Menurut Teorema Gauss-Markov, dengan asumsi asumsi tertentu ,metode
OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya
menjadi satu metode analisis regresi yang paling kuat(Powerfull) dan populer. Model
regresi ini dikenal dengan model regresi klasik , standar ,atau linear umum.
Asumsi-asumsi tersebut adalah :
1. Uji Normalitas
2. Uji Multikolinearitas
3. Uji Heterokedastisitas
4. Uji Autokorelasi
5. Koefisien Determinansi (R2)

Uji stationeritas (Unit root )

Dalam statistik dan ekonometrik, uji akar unit digunakan untuk menguji
adanya anggapan bahwa sebuah data time series tidak stasioner. Uji yang biasa
digunakan adalah uji augmented DickeyFuller. Uji lain yang serupa yaitu Uji
PhillipsPerron. Keduanya mengindikasikan keberadaan akar unit sebagai hipotesis
null.
Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang bersifat
flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman yang konstan, serta tidak
terdapat fluktuasi periodik.Untuk diketahui adanya akar unit, maka dilakukan
pengujian Dickey-Fuller (DF-test) sebagai berikut:
Jika variabel Yt sebagai variabel dependen, maka akan diubah menjadi

Yt = Yt-1 + Ut

Jika koefisien Yt-1 () adalah = 1 dalam arti hipotesis diterima, maka variabel
mengandung unit root dan bersifat non-stasioner. Untuk mengubah trend yang
bersifat non-stasioner menjadi stasioner dilakukan uji orde pertama (first difference)

Yt = (-1) (Yt Yt-1
Koefisien akan bernilai 0, dan hipotesis akan ditolak sehingga model
menjadi stasioner.
Hipotesis yang digunakan pada pengujian augmented dickey fuller adalah:

H0 : = 0 (Terdapat unit roots, variabel Y tidak stasioner)

H1 : 0 (Tidak terdapat unit roots, variabel Y stasioner)

Kesimpulan hasil root test diperoleh dengan membandingkan nilai t-hitung
dengan t-tabel pada tabel Dickey-Fuller.

Uji akar unit adalah salah satu cara untuk menguji kestasioneran suatu data
runtun waktu. Uji akar unit digunakan untuk mengamati apakah nilai koefisien
tertentu dari variabel yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Uji akar unit
dapat dijelaskan dari model di bawah ini :

(4)
dengan

adalah residual yang bersifat acak atau stokastik dengan rata-rata


nol,variansi konstan dan saling tidak berhubungan sebagaimana asumsi OLS
(Ordinary Least Square).

yang bersifat acak dapat dikatakan sebagai white noise


(Endri, 2008). Jika =1 maka variabel acak Y mempunyai akar unit. Jika data runtun
waktu mempunyai akar unit maka dikatakan data tersebut bergerak secara acak
(random walk) dan data yang mempunyai sifat random walk bersifat tidak stasioner.
Dari persamaan (4) diperoleh,

(5)

( )

. (6)
Persamaan (6) dapat ditulis menjadi

dengan dan

. Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit dapat dilakukan estimasi
pada persamaan

dengan hipotesis . Jika maka


sehingga data Y mengandung akar unit dan data runtun waktu tidak stasioner.
Untuk menguji apakah data runtun waktu mengandung akar unit, Dickey-
Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut :

adalah random walk :

(7)

adalah random walk dengan drift :

(8)

adalah random walkdengan drift dan trend :

(9)
dengan t adalah trend waktu. Persamaan 8 dan 9 adalah dua regresi dengan
memasukkan konstanta dan variabel trend waktu. Jika data runtun waktu
mengandung akar unit maka data tersebut tidak stasioner dengan hipotesis nolnya
adalah , dan jika sebaliknya maka data runtun waktu itu stasioner.

Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi dipopulerkan oleh Engle dan Granger (1987) (Damodar
Gujarati, 2009). Pendekatan kointegrasi berkaitan erat dengan pengujian terhadap
kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-
variabel ekonomi seperti yang disyaratkan oleh teori ekonomi. Pendekatan
kointegrasi dapat pula dipandang sebagai uji teori dan merupakan bagian yang
penting dalam perumusan dan estimasi suatu model dinamis (Engle dan Granger,
1987). Dalam konsep kointegrasi, dua atau lebih variabel runtun waktutidakstasioner
akan terkointegrasi bila kombinasinya juga linier sejalan dengan berjalannya waktu,
meskipun bisa terjadi masing-masing variabelnya bersifat tidak stasioner. Bila
variabel runtun waktutersebut terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil
dalam jangka panjang, bila dua seri tidak stasioner yang terdiri atas

terkointegrasi, maka ada representasi khusus sebagai berikut:


(11)


sedemikian rupa hingga

(error term) stasioner, I(0). Untuk mengetahui


runtunwaktu stasioner atau tidak stasioner dapat digunakan regresi. Uji kointegrasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kointegrasi yang dikembangkan oleh
Johansen. Uji Johansen menggunakan analisis trace statistic dan nilai kritis pada
tingkat kepercayaan = 5 %. Hipotesis nolnya apabila nilai trace statistic lebih besar
dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan = 5 % atau nilai probabilitas (nilai-p)
lebih kecil dari = 5 % maka terindikasi kointegrasi.





















Bab 4 PEMBAHASAN

4.1 ASUMSI KLASIK

4.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengasumsikan apakah dalam uji regresi
linear normal klasik populasi gangguan (disturbances) ui di distribusikan secara
normal. Variabel yang didistribusikan secara normal kovarians atau korelasi nol
berarti variabel tersebut independen (bebas), (Gujarati 1991:66).
Identifikasi permasalahan normalitas dilakukan dengan melihat nilai
Probability.Untuk melihat data terdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat dari
nilai Probability >, maka data tersebut terdistribusi normal. Sebaliknya. Jika data
tersebut menunjukan nilai Probability < maka data tersebut tidak terdistribusi
normal. Dengan nilai = 0.05 atau 5%


Dari hasil diatas ,dapat dilihat nilai Probability sebesar 0.709512. Dengan =
0.05 atau 5%, maka data tersebut dinyatakan terdistribusi normal.

4.1.2 Uji Multikolinearitas

Istilah Multikolinearitas mula-mula ditemukan oleh Ragnar Frisch. Pada
mulanya multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau
pasti, diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi.
Untuk menguji multikolinear, bisa dilihat matrik korelasinya.Jika masing-masing
variabel bebas berkorelasi lebih besar dari 80 % maka termasuk yang memiliki
hubungan yang tinggi atau ada indikasi multikolinearitas,(Gujarati,2003).

EKSPOR INFLASI
EKSPOR 1.000000 -0.315562
INFLASI -0.315562 1.000000
0
1
2
3
4
-1.00 -0.75 -0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50 0.75 1.00
Series: Residuals
Sample 2013M01 2013M12
Observations 12
Mean -4.86e-16
Median 0.144132
Maximum 0.756461
Minimum -0.952880
Std. Dev. 0.521834
Skewness -0.372026
Kurtosis 2.094958
Jarque-Bera 0.686356
Probability 0.709512


Dari matriks korelasi di atas terlihat bahwa hubungan antara variabel
independennya (Ekspor) di bawah 65% sehingga bisa disimpulkan bahwa tidak
terdapat masalah multikolinear di dalam model.

4.1.3 Uji Heterokedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah varian dari
observasi dalam penelitian sama (homogen) untuk semua variabel terikat dengan
variabel bebas sehingga hasil estimasi tidak bias. Indentifikasi ada atau tidaknya
permasalahan heteroskedastisitanya dilakukan dengan uji White.
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey


F-statistic 0.245673 Prob. F(1,10) 0.6308
Obs*R-squared 0.287739 Prob. Chi-Square(1) 0.5917
Scaled explained SS 0.109396 Prob. Chi-Square(1) 0.7408



Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 08/09/14 Time: 23:50
Sample: 2013M01 2013M12
Included observations: 12


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


C 0.923457 1.361940 0.678045 0.5131
EKSPOR -4.43E-11 8.94E-11 -0.495654 0.6308


R-squared 0.023978 Mean dependent var 0.249619
Adjusted R-squared -0.073624 S.D. dependent var 0.272816
S.E. of regression 0.282681 Akaike info criterion 0.462013
Sum squared resid 0.799083 Schwarz criterion 0.542831
Log likelihood -0.772080 Hannan-Quinn criter. 0.432092
F-statistic 0.245673 Durbin-Watson stat 2.936485
Prob(F-statistic) 0.630850



Berdasarkan hasil pengujian diatas dapat dilihat bahwa nilai probability untuk
Prob.Chi-Squared adalah 0.5917 > () = 5% (0.05), maka data tersebut tidak
terdapat gejala heteroskedastisitas. Hal ini menginformasikan model OLS yang
diajukan dapat dikatakan terbebas dari heteroskedastisitas.



4.1.4 Uji Autokorelasi
Istilah autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu [ seperti dalam data deretan
waktu] atau ruang [seperti dalam data cross sectional],(Gujarati,1991).

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:


F-statistic 2.363564 Prob. F(2,8) 0.1561
Obs*R-squared 4.457057 Prob. Chi-Square(2) 0.1077


Berdasarkan hasil pengujian tersebut, dapat dilihat bahwa nilai probability untuk
Prob.Chi-Squared adalah 0,1077 > () = 5% (0.05), maka tidak terdapat gejala
autokorelasi.

4.1.5 Koefisien Determinasi (R2)

Dependent Variable: INFLASI
Method: Least Squares
Date: 08/09/14 Time: 23:57
Sample: 2013M01 2013M12
Included observations: 12


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


C 3.278869 2.636883 1.243464 0.2421
EKSPOR -1.82E-10 1.73E-10 -1.051627 0.3177


R-squared 0.099579 Mean dependent var 0.510833
Adjusted R-squared 0.009537 S.D. dependent var 0.549933
S.E. of regression 0.547304 Akaike info criterion 1.783389
Sum squared resid 2.995422 Schwarz criterion 1.864207
Log likelihood -8.700334 Hannan-Quinn criter. 1.753467
F-statistic 1.105919 Durbin-Watson stat 1.347457
Prob(F-statistic) 0.317719


Hasil olah data menunjukkan bahwa R
2
yang diperoleh dari hasil estimasi adalah
rata-rata sebesar 0.099579. Hal ini berarti bahwa rata-rata 9.95 % dari variabel inflasi
mampu dijelaskan oleh variable ekspor, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel
lain di luar model.




4.2 UJI STATIONERITAS

Perlu diketahui bahwa data yang dikatakan stasioner adalah data yang bersifat
flat, tidak mengandung komponen trend, dengan keragaman yang konstan, serta
tidak terdapat fluktuasi periodik. Untuk diketahui adanya akar unit, maka dilakukan
pengujian Dickey-Fuller (DF-test) sebagai berikut:
Uji stationeritas pada variabel Inflasi :

Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=2)


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.484379 0.0403
Test critical values: 1% level -4.582648
5% level -3.320969
10% level -2.801384


*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 8


Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(INFLASI,2)
Method: Least Squares
Date: 08/09/14 Time: 00:04
Sample (adjusted): 2013M05 2013M12
Included observations: 8 after adjustments


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


D(INFLASI(-1)) -2.299452 0.659932 -3.484379 0.0253
D(INFLASI(-1),2) 1.041066 0.483738 2.152127 0.0977
D(INFLASI(-2),2) 0.716710 0.350899 2.042500 0.1106
C -0.085614 0.239157 -0.357982 0.7384


R-squared 0.793248 Mean dependent var 0.145000
Adjusted R-squared 0.638185 S.D. dependent var 1.065230
S.E. of regression 0.640747 Akaike info criterion 2.254490
Sum squared resid 1.642228 Schwarz criterion 2.294210
Log likelihood -5.017958 Hannan-Quinn criter. 1.986589
F-statistic 5.115628 Durbin-Watson stat 2.381507
Prob(F-statistic) 0.074392



H0 : = 0 (Terdapat unit roots, variabel Inflasi tidak stasioner)
Dari pengujian diatas , Prob*(0,0403) < 0,05 ,Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Inflasi stationer (Karena prob. Kurang dari 5%) .


Uji stationeritas pada variabel Ekspor :
Null Hypothesis: D(EKSPOR) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=2)


t-Statistic Prob.*


Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.172819 0.0120
Test critical values: 1% level -4.297073
5% level -3.212696
10% level -2.747676


*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 10


Augmented Dickey-Fuller Test Equation
Dependent Variable: D(EKSPOR,2)
Method: Least Squares
Date: 08/09/14 Time: 01:23
Sample (adjusted): 2013M03 2013M12
Included observations: 10 after adjustments


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


D(EKSPOR(-1)) -1.394676 0.334229 -4.172819 0.0031
C 2.17E+08 3.63E+08 0.599605 0.5654


R-squared 0.685193 Mean dependent var 1.39E+08
Adjusted R-squared 0.645842 S.D. dependent var 1.92E+09
S.E. of regression 1.15E+09 Akaike info criterion 44.73246
Sum squared resid 1.05E+19 Schwarz criterion 44.79297
Log likelihood -221.6623 Hannan-Quinn criter. 44.66607
F-statistic 17.41242 Durbin-Watson stat 1.822128
Prob(F-statistic) 0.003110



H0 : = 0 (Terdapat unit roots, variabel Tabungan tidak stasioner)
Dari pengujian diatas , Prob*(0,0120) < 0,05 ,Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Ekspor stationer (Karena prob. Kurang dari 5%)









4.4 Analisis Kointegrasi

Date: 08/09/14 Time: 01:32
Sample (adjusted): 2013M03 2013M12
Included observations: 10 after adjustments
Trend assumption: Linear deterministic trend (restricted)
Series: INFLASI EKSPOR
Lags interval (in first differences): 1 to 1

Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace)


Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**


None * 0.911737 27.29096 25.87211 0.0331
At most 1 0.260409 3.016582 12.51798 0.8746


Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

H0= Apabila nilai trace statistic lebih besar dari nilai kritis pada tingkat kepercayaan
= 5 % atau nilai probabilitas (nilai-p) lebih kecil dari = 5 % maka terindikasi
kointegrasi.
Dari pengujian kointegrasi diatas, Prob** pada at most 1 menunjukan angka 0.8746,
hal ini berarti H0 ditolak. Maka tidak terdapat atau tidak terindikasi ada kointegrasi,
Berarti tidak ada hubungan jangka panjang antara Ekspor dengan Inflasi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Data Ekspor stationer.
2. Data Inflasi stationer.
3. Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara Ekspor dengan Inflasi. Ini
terbukti dari hasil Uji Kointegrasi.

5.2 Saran
Dari penelitian kali ini dapat dilihat kestasioneran dari data Ekspor & Inflasi,
dimana kedua variable tersebut variabel dependent (Inflasi) dan variable independent
(Ekspor) tidak memiliki hubungan jangka panjang. Namun meski begitu Indonesia
harus meningkatkan ekspornya agar dapat menamabah kas negara dan untuk
menguatkan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Begitu pula dengan
inflasi yang harus diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai mana kebijakan yang
dianut yaitu Inflation Targeting Framework (ITF).

LAMPIRAN
Data Ekspor
Last updated: 08/09/14 - 20:30

2013M01 1.54E+10
2013M02 1.50E+10
2013M03 1.50E+10
2013M04 1.48E+10
2013M05 1.61E+10
2013M06 1.48E+10
2013M07 1.51E+10
2013M08 1.31E+10
2013M09 1.47E+10
2013M10 1.57E+10
2013M11 1.59E+10
2013M12 1.70E+10

Data Inflasi

Last updated: 08/09/14 - 20:40

2013M01 1.030000
2013M02 0.750000
2013M03 0.630000
2013M04 -0.100000
2013M05 -0.030000
2013M06 1.030000
2013M07 1.290000
2013M08 1.120000
2013M09 -0.350000
2013M10 0.090000
2013M11 0.120000
2013M12 0.550000

Anda mungkin juga menyukai