Anda di halaman 1dari 17

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
2.1.1 Definisi Tidur
Tidur adalah sebuah keadaan yang ditandai dengan berkurangnya kesadaran,
berkurangnya pergerakan dari otot otot skelet, dan penurunan metabolisme.
(10)

Tidur merupakan suatu proses aktif, bukan hilangnya kesadaran terjaga, yang terdiri
dari periode berulang tidur gelombang lambat dan paradoks.
(11)
Seseorang yang
tertidur dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau ransangan
lainnya. Hal ini yang membedakan tidur dengan koma, dimana koma merupakan
keadaan bawah sadar saat seseorang tersebut tidak dapat dibangunkan.
(12)

2.1.2 Fisiologi Tidur
Kata kesadaran merujuk pada keadaan mengetahui secara subyektif tentang
dunia luar dan diri sendiri, termasuk mengetahui alam pikirannya sendiri yaitu,
kesadaran akan pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya. Siklus banguntidur adalah
suatu variasi siklik normal dalam kesadaran akan lingkungan. Berbeda dari keadaan
terjaga, orang yang tidur secara tidak sadar mengetahui dunia eksternal, tetapi mereka
memiliki pengalaman kesadaran dunia internal misalnya mimpi. Selain itu, mereka
dapat dibangunkan dengan rangsangan luar, misalnya bunyi alarm.

Siklus tidur bangun disebabkan oleh hubungan timbal balik antara tiga
sistem saraf, yaitu sistem keterjagaan, yaitu bagian dari reticular activating system
(RAS) yang berasal dari batang otak, pusat tidur gelombang lambat di hipotalamus
yang mengandung neuron tidur yang menginduksi tidur, dan pusat tidur paradoksal di
batang otak yang mengandung neuron tidur Rapid Eye Movement (REM), yang
menjadi sangat aktif sewaktu tidur REM. Pola interaksi diantara ketiga regio saraf
2

menghasilkan rangkaian siklis yang dapat diperkirakan antara keadaan terjaga dan
kedua jenis tidur, kini menjadi bahan penelitian intensif.
(11)
Teori lama menyatakan
bahwa area eksitatori pada batang otak bagian atas yaitu RAS, mengalami kelelahan
setelah seharian terjaga sehingga menjadi inaktif. Keadaan ini disebut teori pasif dari
tidur. Percobaan penting telah mengubah pandangan ini ke teori yang lebih baru
bahwa tidur disebabkan oleh proses penghambatan aktif. Hal ini terbukti bahwa
pemotongan batang otak setinggi regio mediopontil menghasilkan otak dengan
korteks yang tidak pernah tertidur. Dengan kata lain, ada beberapa pusat yang terletak
di bawah ketinggian mediopontil pada batang otak, yang diperlukan untuk
menyebabkan tidur dengan cara menghambat bagianbagian otak lainnya.
(12)
Diluar
dari teori itu, para ilmuwan saraf barubaru ini mempelajari bahwa neuron yang
membuat seseorang terjaga, yaitu pada reticular activating system, melepaskan
muatan secara otonom dan terusmenerus. Neuronneuron ini harus dihambat agar
kita dapat tidur, mungkin oleh PPI yang dihasilkan oleh masukan dari neuron tidur
atau oleh masukan dari inhibitorik lain.
(11)

Siklus tidur bangun ini juga mempengaruhi sistem saraf otonom. Sistem
saraf otonom adalah sistem saraf involunter yang berfungsi untuk mempersarafi
kelenjar dan organ organ dalam tubuh yang bertujuan untuk mengatur homeostasis
tubuh, contohnya adalah denyut jantung, pernapasan, sistem endokrin dan
gastrointestinal. Tugas dari sistem saraf otonom saat tidur beraneka ragam tergantung
organ yang diperiksa. Contohnya, fungsi esofagus akan berkurang saat tidur oleh
karena keinginan menelan berkurang. Aktivitas motorik rektum tetap ada, mungkin
untuk menjaga kontinensi saat tidur. Termoregulasi oleh sistem saraf otonom
dipengaruhi oleh irama sirkadian dan tidur, dimana suhu tubuh akan diatur lebih
rendah saat non rapid eye movement (NREM) dibandingkan saat bangun, dan
didapatkan adanya penghambatan dari termoregulasi saat rapid eye movement
(REM).
(13)
3

Terdapat dua perilaku yang berlainan: tidur gelombang lambat dan tidur
paradoksal atau REM.
(11)
Setiap malam, seseorang mengalami dua tipe tidur saling
bergantian satu sama lain. Tipe ini disebut (1) tidur gelombang lambat, karena pada
tipe ini gelombang otak sangat kuat dan frekuensinya sangat rendah, dan (2) tidur
dengan pergerakan mata yang cepat (REM), karena pada tipe tidur ini mata bergerak
dengan cepat meskipun orang tetap tidur.
9
Kedua jenis tidur ini ditandai oleh pola
Elektroensefalogram (EEG) yang berbeda.
(11)

Setiap malamnya, sebagian besar masa tidur terdiri atas gelombang lambat yang
bervariasi; yakni tidur yang nyenyak/dalam dan tenang yang dialami seseorang pada
jam-jam pertama tidur sesudah terjaga selama beberapa jam sebelumnya. Di pihak
lain, tidur REM timbul dalam episode-episode dan meliputi sekitar 25 persen dari
seluruh masa tidur pada orang dewasa; setiap episode normalnya terjadi kembali
setiap 90 menit. Tipe tidur ini tak begitu tenang, dan biasanya berhubungan dengan
mimpi yang hidup.
(12)
1 Tidur NREM
Tidur gelombang lambat sering juga disebut tidur NREM. Non rapid
eye movement dibagi menjadi 4 tahap berdasarkan peningkatan kedalaman
dari tidur. Pada satu siklus tidur pola ultradian selama 90 menit, tidur NREM
(terutama tahap 3 dan 4) mendominasi separuh pertama sepanjang malam,
dimana tidur REM dan tidur NREM tahap 2 mendominasi separuh kedua
malam.
Selama tahapan menuju tidur NREM, aktivitas elektroensefalografi
(EEG) mulai melambat, dengan dominansi dari aktivitas theta (4-8 Hz). Pada
tahap awal menuju tahap 2 NREM, terdapat juga kemunculan dari fase
elektrik termasuk kompleks-K dan sleep spindle.
(14)
Kompleks-K adalah
gelombang pada EEG yang disebut sebagai gelombang terbesar pada EEG
manusia normal. Kompleks-K dibuat pada area area korteks yang tersebar
4

luas oleh sel sel dendritik bagian luar yang terdapat pada lapisan tengah dan
atas korteks. Kompleks-K memiliki kontribusi terhadap preservasi tidur dan
konsolidasi memori.
(15)
sedangkan sleep spindle adalah ledakan ritmis yang
spontan dari gelombang yang terdapat pada vertex dengan frekuensi tipikal
antara 12 14 Hz dan durasi antara 0,5 1 detik. Sleep Spindle terdapat pada
voltase yang lebih tinggi, EEG lambat sebagai pemberhentian terisolasi atau
terhubung dengan kompleks-K.
(16)
Tahap 3 dan 4 NREM sering disatukan
bersama sebagai slow wave sleep (SWS) dikarenakan kemunculan dari
gelombang beramplitudo tinggi pada jarak delta (0,5-4 Hz).
(14)


2 Tidur REM
Sepanjang tidur malam yang normal, tidur REM yang berlangsung 5
sampai 30 menit biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit. Bila seseorang
sangat mengantuk, setiap tidur REM berlangsung singkat dan bahkan
mungkin tak ada. Sebaliknya, sewaktu orang menjadi semakin lebih nyenyak
sepanjang malamnya, durasi tidur REM juga semakin lama.
Terdapat beberapa hal yang sangat penting dalam tidur REM:
a. Tidur REM biasanya disertai mimpi yang aktif dan pergerakan otot
tubuh yang aktif.
b. Seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik
selama tidur gelombang lambat, namun orang orang terbangun
secara spontan di pagi hari sewaktu episode tidur REM.
c. Tonus otot di seluruh tubuh sangat berkurang, dan ini
menunjukkan adanya hambatan yang kuat pada area pengaturan
otot di spinal.
d. Frekuensi denyut jantung dan pernapasan biasanya menjadi
irregular, dan ini merupakan sifat dari keadaan tidur dengan
mimpi.
5

e. Walaupun ada hambatan yang sangat kuat pada otot-otot perifer,
masih timbul pergerakan otot yang tidak teratur. Keadaan ini
khususnya mencakup pergerakan mata yang cepat.
f. Pada tidur REM, otak menjadi sangat aktif, dan metabolism di
seluruh otak meningkat sebanyak 20 persen. Pada
elektroensefalogram (EEG) terlihat pola gelombang otak yang
serupa dengan yang terjadi selama keadaan siaga. Tidur tipe ini
disebut juga tidur paradoksikal karena hal ini bersifat paradoks,
yaitu seseorang dapat tetap tertidur walaupun aktivitas otaknya
meningkat.
Ringkasnya, tidur REM merupakan tipe tidur saat otak benar-benar
dalam keadaan aktif. Namun, aktivitas otak tidak disalurkan ke arah yang
sesuai agar orang itu siaga penuh terhadap keadaan sekelilingnya sehingga
orang tersebut benar benar tertidur.
Sampai saat ini, masih belum dimengerti mengapa keadaan tidur
dengan gelombang lambat secara periodik diselingi oleh keadaan tidur REM.
Akan tetapi, obat yang kerjanya menyerupai asetilkolin akan meningkatkan
timbulnya tidur REM. Oleh karena itu, muncul postulat bahwa neuron
neuron besar pada formasio retikular batang otak bagian atas akan menyekresi
asetilkolin mungkin, melalui serabut eferennya yang panjang, mengaktifkan
sebagian besar daerah otak. Keadaan ini secara teoritis dapat menimbulkan
aktivitas yang berlebihan aktivitas berlebihan pada daerah daerah tertentu di
otak selama berlansungnya tidur REM, walaupun sinyal sinyalnya tidak
dialirkan ke daerah otak yang sesuai untuk menimbulkan keadaan terjaga
yang disadari, yang merupakan sikap keadaan siaga.
(12)
2.1.3 Fungsi Tidur
6

Tidur memiliki peranan yang penting dari suatu kehidupan mahluk hidup.
Terdapat banyak hipotesis mengenai fungsi dari tidur. Salah satunya menyatakan
bahwa tidur merupakan modulator penting dari fungsi neuroendokrin dan
metabolisme glukosa baik pada anakanak ataupun orang dewasa.
(7)
Pada suatu
penelitian yang dilakukan pada subjek yang kurang tidur, didapatkan toleransi
glukosa yang lebih rendah, penurunan kadar tirotropin, peningkatan kadar kortisol,
dan peningkatan aktivitas saraf simpatis.
(17)
Pada penelitian lain yang dilakukan pada
8 pria muda yang sehat, didapatkan kadar growth hormone (GH) yang meningkat saat
tidur, kortisol yang terstimulasi saat transisi tidur-bangun dan terinhibisi saat transisi
bangun-tidur, dan peningkatan glukosa diikuti dengan peningkatan insulin saat
tidur.
(18)

Selain itu, tidur dipercaya memiliki fungsi terhadap memori. Beberapa studi
telah menunjukan bahwa terdapat efek menguntungkan dari tidur terhadap memori
deklaratif (yaitu memori yang didapat dari keadaan sadar, contohnya mempelajari
kosakata atau mengingat kejadian) dan memori prosedural (yaitu memori yang
didapat dari hasil latihan yang berulang, seperti mengendarai sepeda atau bermain
piano), tanpa adanya bukti yang menyatakan keadaan sebaliknya (tidur menginduksi
lupa). Selain itu, penderita insomnia juga sering mengeluhkan adanya masalah
dengan ingatan dan konsentrasi.
(19)
Akan tetapi, jumlah jam tidur optimal untuk
meningkatkan fungsi memori hingga saat ini masih belum jelas.
(20)

2.1.4 Kualitas Tidur
Kualitas tidur dapat diperiksa secara objektif menggunakan Polysomnografi
(PSG) dan secara subjektif menggunakan kuesioner Pittsburg Sleep Quality Index
(PSQI).
(21)
Masalah yang terkait dengan tidur dan rendahnya kualitas tidur adalah
persoalan kesehatan publik dengan prevalensi tinggi di seluruh dunia. Penurunan
kualitas tidur dapat disebabkan penyakit organik, efek samping dari obat obatan,
gangguan psikiatrik (seperti depresi, gangguan kecemasan, insomnia, skizofrenia)
atau penggunaan substansi substansi psikoaktif. Penurunan kualitas tidur dan
7

gangguan tidur dapat memberikan dampak merugikan pada kualitas hidup dengan
menurunkan produktifitas pada tempat kerja dan membuat aktivitas sosial menjadi
kurang menyenangkan. Dengan demikian, penilaian dari kualitas tidur penting untuk
penelitian dan untuk klinisi.
PSQI adalah kuesioner yang dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit.
Merupakan sebuah kuesioner standar yang dikelola sendiri, PSQI ditemukan pada
tahun 1989 dan telah diterima secara luas sebagai suatu instrumen yang berguna
untuk menilai masalah tidur yang mungkin berhubungan dengan ansietas, stress,
depresi, dan skizofrenia. Reabilitas dan validitas PSQI telah didemonstrasikan untuk
pasien dengan gangguan psikiatrik dan ganggunan tidur dan untuk pasien dengan
gangguan somatik lainnya. PSQI mengandung 7 komponen yang menilai kesulitan
tidur, dan jumlah skor dari 7 komponen ini menghasilkan skor global dari kualitas
tidur subjektif (jangkauan skor 0 21). PSQI telah ditranslasikan menjadi 55 bahasa,
termasuk Bahasa Perancis, Jepang, Jerman, Spanyol, Ibrani, Nigeria, Cina, dan
Arab.
(22)

PSQI memiliki 19 pertanyaan, yang mengkaji kualitas dan kuantitas tidur
subjektif, kebiasaan tidur yang berkaitan dengan kualitas dan kemunculan dari
gangguan tidur pada interval 1 bulan. 19 pertanyaan individual tersebut digunakan
untuk membuat skor 7 komponen: kualitas tidur subyektif (1 pertanyaan), latensi
tidur (2 pertanyaan), durasi tidur (1 pertanyaan), efisiensi kebiasaan tidur (3
pertanyaan), gangguan tidur (9 pertanyaan), penggunaan obat tidur (1 pertanyaan),
dan gangguan atau penurunan produktifitas dalam aktivitas di siang hari (1
pertanyaan). Setiap skor komponen bernilai 03, dimana 0 mengindikasikan tidak ada
kesulitan dan 3 mengindikasikan kesulitan berat. Skor global berkisar antara 0 21,
dimana skor yang lebih tinggi mengindikasikan lebih banyak keluhan tidur dan
penurunan kualitas tidur. Skor global PSQI yang lebih tinggi sama dengan 5 dapat
dipertimbangkan mengindikasikan buruknya kualitas tidur.
(22-3)


2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)
8

2.2.1 Definisi IMT
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah suatu hasil kalkulasi dari berat dan tinggi
badan seseorang. Indeks Massa Tubuh menyediakan suatu indikator yang dapat
diandalkan untuk kegemukan tubuh bagi kebanyakan orang dan digunakan untuk
menyaring kategori berat badan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan.
(24)
IMT
adalah pengukuran yang paling sering digunakan untuk memantau prevalensi dari
overweight dan obesitas pada populasi. IMT juga merupakan cara yang paling umum
untuk mengukur apakah suatu individu overweight atau obesitas.
(25)
IMT adalah salah satu cara kasar untuk menilai komposisi tubuh. Komposisi
tubuh adalah persentase berat tubuh yang terdiri dari jaringan nonlemak dan jaringan
lemak. Menilai komposisi tubuh adalah langkah penting dalam mengevaluasi status
kesehatan seseorang.
(11)


2.2.2 Klasifikasi IMT
Klasifikasi IMT dikembangkan berdasarkan hubungan antara IMT dan
penyakit penyakit kronik dan resiko mortalitas pada populasi sehat. Pengukuran
antopometri lain (sebagai contoh lingkar pinggang) mungkin dapat menjadi indikator
yang lebih baik terhadap penyakit kronis.
Untuk dewasa berusia 20 tahun atau lebih, IMT diinterpretasikan
menggunakan kategori status berat normal yang sama untuk semua usia dan pada
kedua jenis kelamin. Kategori status berat normal yang berhubungan dengan BMI
adalah:
Indeks Massa Tubuh (IMT) Status Berat
< 18,5 Berat badan dibawah normal (underweight)
18,5 24,9 Berat badan normal
25 29,9 Berat badan diatas normal (overweight)
30 Obesitas
Dikutip dari
9

Penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan BMI yang lebih tinggi
lebih mudah mengalami masalah kesehatan yang berhubungan dengan obesitas.
Kategori IMT ini digunakan diseluruh dunia untuk dewasa berusia 20 tahun atau
lebih. Klasifikasi IMT oleh WHO mengenai overweight dan obesitas ini
dimaksudkan untuk penggunaan internasional. IMT merefleksikan resiko penyakit
kardiovaskular dan Diabetes Mellitus (DM) tipe 2.

Terdapat 3 faktor spesifik yang membuat WHO mengadakan konsultasi ahli
pada klasifikasi BMI. Pertama, terdapat penambahan bukti dari tingginya prevalensi
DM tipe 2 yang muncul dan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular di Asia
dimana rata rata IMT dibawah titik batas 25kg/m
2
yang mendefinisikan kelebihan
berat badan dalam klasifikasi WHO saat ini. Kedua, terdapat peningkatan bukti
bahwa hubungan antara IMT, persentase lemak tubuh, dan distribusi lemak tubuh
berbeda antar populasi. Secara khusus, dalam beberapa populasi Asia IMT tertentu
mencerminkan persentase yang lebih tinggi dari lemak tubuh dibandingkan pada
populasi kulit putih atau Eropa. Beberapa populasi Pasifik juga memiliki persentase
lemak tubuh yang lebih rendah dari IMT yang sama dibandingkan populasi kulit
putih atau Eropa. Ketiga, sebelumnya terdapat 2 upaya untuk menginterpretasi IMT
WHO pada populasi Asia Pasifik, dimana masih menjadi perdebatan, apakah
dibutuhkan pengembangan IMT berbeda untuk kelompok etnis yang berbeda.
(26)
Bagi
kebanyakan populasi di Asia, poin pemicu untuk tindakan kesehatan public
diidentifikasi sebagai 23kg/m
2
atau lebih, yang mewakili peningkatan risiko, dan
27,5kg/m
2
atau lebih mewakili risiko tinggi.


Dikutip dari
(26)
10

Klasifikasi BMI (kg/m
2
)
Underweight < 18.5
Normal 18.5 22.9
Overweight:
Praobesitas
Obesitas I
Obesitas II
23
23 24.9
25 29.9
30
Dikutip dari
(27)

IMT dihitung dengan cara yang sama untuk dewasa dan anak anak, tetapi
hasil yang diinterpretasikan berbeda. Untuk dewasa, klasifikasi IMT tidak tergantung
usia dan jenis kelamin. Untuk anak anak dan remaja berusia antara 2 20 tahun,
IMT diinterpretasikan relatif terhadap usia dan jenis kelamin anak dikarenakan
jumlah dari lemak tubuh berubah dengan peningkatan usia dan variasi jenis kelamin.
Persentil spesifik untuk usia dan jenis kelamin mengklasifikasikan kekurangan berat
badan, berat badan sehat, kelebihan berat badan, dan obesitas pada anak-anak.
Kategori IMT tergantung usia ditentukan untuk mengindikasi posisi relatif dari IMT
anak diantara anak dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Kategori IMT
tergantung usia dan persentil yang sesuai adalah:
Persentil Status Berat
Kurang dari 5
th

persentil

Berat badan dibawah normal (Underweight)
5
th
persentil - < 85
th
persentil Berat badan sehat
85
th
persentil - < 95
th
persentil Berat badan diatas normal (Overweight)
95
th
persentil Obesitas
Dikutip dari
(25)
11


Dikutip dari www.cdc.gov
12



dikutip dari www.cdc.gov
13

IMT harus berfungsi sebagai skrining awal untuk anak anak dan remaja. Seorang
penyedia layanan kesehatan harus mengintegrasikan faktor faktor lain dalam sebuah
penilaian kesehatan, termasuk evaluasi dari diet, aktivitas fisik, riwayat keluarga, dan
skrining kesehatan lain yang sesuai.
(25)
Untuk menghitung IMT digunakan rumus
berikut:
(11)


( )
( )


atau



2.2.4 Obesitas dan Dampaknya
Obesitas adalah akumulasi dari jaringan adiposa yang berlebihan pada tubuh.

Kata obesitas pertama kali digunakan oleh dokter berkebangsaan Inggris bernama
Tobias Venner.

Obesitas tidak menarik perhatian dari media massa hingga dekade
terakhir walaupun prevalensi dari obesitas pada negara industri secara progresif
meningkat pada abad terakhir. Pada awal abad ke 20, hampir semua populasi obesitas
yang menjadi masalah kesehatan public berasal dari negara maju, terutama di
Amerika Serikat dan Eropa.
(2)

Seseorang yang obese biasanya tidak dapat hidup lama. Terdapat peningkatan
tinggi terhadap morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan diabetes mellitus
tipe 2, penyakit jantung koroner, penyakit kardiovaskular, hipertensi, penyakit batu
empedu, sindrom metabolik, osteoartitis, sleep apnea, gout, penyakit reproduksi,
beberapa penyakit kanker tertentu (seperti kanker payudara, ovarium, dan prostat),
dan peningkatan kematian prematur.
(2,28)
Dikarenakan peningkatan prevalensi
obesitas yang cepat dan dampak kesehatan yang serius, obesitas dipertimbangkan
secara umum sebagai salah satu tantangan kesehatan di awal abad ke 21.
(4)


14

2.3 Hubungan antara indeks massa tubuh dengan kualitas tidur
Selama beberapa tahun terakhir, terdapat banyak sekali penelitian yang
menghubungkan peningkatan IMT, peningkatan prevalensi obesitas dengan
penurunan durasi tidur, baik pada anak anak, dewasa muda, maupun pada lansia.
(29-
31)
Durasi tidur mungkin dapat merupakan regulator dari metabolisme dan berat badan
tubuh.

Bagaimana kekurangan tidur dapat berinteraksi dengan berat badan tubuh
dalam mengatur nafsu makan masih belum dapat diketahui, tetapi hormon yang
meregulasi nafsu makan dan pengeluaran energi dapat terlibat.
Sejumlah hormon dapat memediasi interaksi antara durasi tidur yang pendek,
metabolisme, dan IMT yang tinggi. Terdapat hipotesis bahwa 2 hormon kunci yang
berlawanan dalam pengaturan nafsu makan, leptin dan ghrelin, memainkan peran
penting dalam interaksi antara durasi tidur yang pendek dan peningkatan IMT. Leptin
adalah derivat hormon adiposit yang menekan nafsu makan.
(10)
Profil leptin manusia
terutama tergantung pada asupan makanan dan karena itu menunjukkan kadar
minimum pada pagi hari dan peningkatan kadar sepanjang hari yang berpuncak pada
malam hari. Ghrelin adalah hormon peptida lambung yang menstimulasi nafsu
makan.
27
Beberapa penelitian menemukan bahwa penurunan durasi tidur berkaitan
terhadap peningkatan kadar ghrelin dan penurunan kadar leptin.
(8,10,32)
Eksperimen
pada dewasa sehat menunjukkan bahwa kurang tidur menyebabkan penurunan kadar
leptin sebesar 18% dan peningkatan kadar ghrelin sebesar 28%. Sebuah kuesioner
untuk kelaparan dan nafsu makan dikerjakan sampel dan menunjukkan peningkatan
kelaparan sebesar 24%, peningkatan nafsuk makan sebesar 23% dan terjadi
peningkatan yang faktanya akan menghasilkan peningkatan intake energi.
(8,33)
Nafsu
makan untuk nutrient kaya karbohidrat adalah yang paling terpengaruh dengan
peningkatan hingga 32% pada tidur 4 jam dibandingkan dengan 10 jam.
(33)
Yang
lebih penting, laporan subjektif mengenai peningkatan kelaparan berkorelasi dengan
peningkatan rasio ghrelin-leptin. Observasi ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan
15

nyata, dimana makanan tersedia kapanpun dan dimanapun, kurang tidur dapat
menyebabkan seseorang mengkonsumsi kalori berlebihan, terutama dari karbohidrat.
Kurang tidur juga diindikasikan dengan perubahan metabolik dan endokrin,
termasuk penurunan toleransi glukosa, penurunan sensitivitas insulin. Hormon
kortisol dan Growth Hormone (GH) juga dipengaruhi oleh kualitas dan durasi tidur.
Pada percobaan kepada laki laki muda sehat yang dibatasi tidurnya menjadi 4 jam
per-malam selama 6 hari berturut turut, terdapat penurunan toleransi glukosa,
penurunan efektifitas dari glukosa, dan respon akut insulin terhadap glukosa.
Penelitian yang sama juga menunjukkan peningkatan dari keseimbangan
symphatovagal, dan peningkatan kadar kortisol nocturnal.
(34)
Peningkatan
keseimbangan sympathovagal

ini mencerminkan penurunan aktivitas nervus vagus,
dimana hal ini dapat menjelaskan peningkatan kadar ghrelin. Beberapa penelitian
telah menunjukkan bahwa aktivitas nervus vagus memiliki pengaruh negatif terhadap
kadar ghrelin. Sedangkan leptin berkaitan dengan aktivitas simpatis, yang mana
perangsangan aktivitas saraf simpatis pada peningkatan keseimbangan sympathovagal
akan menurunkan pelepasan leptin.
(8)

Mediator lain dari metabolisme yang dapat berkontribusi termasuk
adipocnetin dan insulin. Adipocnetin adalah hormon yang disekresikan oleh adiposit
dan berhubungan dengan sensitivitas insulin.

Hubungan antara durasi tidur dengan peningkatan IMT menunjukkan bahwa
kebiasaan tidur kurang dari 7,7 jam berhubungan dengan peningkatan IMT, hal
tersebut similar antara anak anak, remaja, dan dewasa, sedangkan pada penelitian
lain menunjukkan bahwa tidur kurang dari 4-5 jam berhubungan dengan peningkatan
IMT, khususnya pada obesitas. Penelitian kali ini menunjukkan bahwa IMT optimal
didapatkan pada seseorang yang tidur setidaknya 7 jam perhari.
(35)



16

Peneliti Lokasi penelitian Studi
Desain
Variable yang diteliti Subyek studi Lama Hasil studi
Pileggi C,
Lotito F,
Bianco A,
Nobile CGA,
Pavia M (2013)
Catanzaro, Italia Potong
Silang
Hubungan antara
durasi tidur singkat
kronis dan indeks
massa tubuh pada
masa kanak kanak:
Anak anak sekolah
dasar kelas 5 (usia rata
rata 10 tahun) di
seluruh sekolah dasar
public di Catanzaro
(italia selatan)
3 bulan Kurang tidur kronis
terlihat berhubungan
dengan peningkatan
IMT bahkan pada masa
pertengahan kanak
kanak.
Spiegel K,
Tasali E, Penev
P, Cauter EV.
(2004)
Chicago, Amerika
Serikat
Potong
Silang
Hubungan antara
kurang tidur dengan
penurunan leptin,
penigkatan ghrelin,
peningkatan rasa
lapar, dan nafsu
makan
12 laki laki sehat
usia rata rata 222
tahun dan IMT 23,6
2,0 kg/m
2

4 hari Durasi tidur singkat
pada laki laki muda
dan sehat berhubungan
dengan penurunan
leptin, penigkatan
ghrelin, peningkatan
rasa lapar, dan nafsu
makan.
Lemola S,
Ledermann T,
Friedman EM.
(2013)
Amerika Serikat Potong
Silang
Variabilitas dari
durasi tidur
berhubungan dengan
kualitas tidur
subyektif dan
kesejahteraan
subyektif
328 individu kulit
putih amerika dan 128
individu afrika
amerika dari populasi
umum usia 35 85
tahun
7 hari Variabilitas dari durasi
tidur yang rendah
berhubungan dengan
peningkatan kualitas
tidur subyektif dan
kesejahteraan subyektif
yang lebih tinggi.
17

Anda mungkin juga menyukai