Anda di halaman 1dari 30

11

BAB II
TINJAUANPUSTAKA
2.1 Usahatani
Usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya
dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa
mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk
memperoleh hasil selanjutnya (Adiwilaga, 1992).
Menurut Mubyarto (1986) dan Soekartawi (1987), biaya usaha tani
dibedakan menjadi: Biaya tetap (fixed cost): biaya yang relatif tetap jumlahnya,
dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit.
Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran
irigasi; Biaya tidak tetap (variable cost): biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh produksi yang diperoleh, seperti biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk,
pestisida, dan bibit).
Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai
produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun
yang tidak dijual. Untuk menaksir komoditi atau produk yang tidak dijual,
digunakan nilai berdasarkan harga pasar yaitu dengan cara mengalikan produksi
dengan harga pasar (Soekartawi, dkk, 1986). Soeharjo dan Patong (1973) dan
Hernanto (1989) menyatakan penerimaan usahatani dapat berupa: (1) hasil
penjualan tanaman, ternak, ikan, atau produk yang akan dijual; (2) produk yang
12



dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan kegiatan; dan 3)
kenaikan nilai investasi.
Soeharjo dan Patong (1973) dan Mubyarto (1986) mengatakan bahwa
berusahatani sebagai suatu kegiatan untuk memperoleh produksi di lapangan
akan dinilai dari penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Selisih
antara penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan merupakan
pendapatan usahatani.
Dinas Pertanian (http://www.deptan.go.id/pusdatin/statistik/metodo-
logi/bab2_final.pdf) menyatakan perkebunan rakyat merupakan usaha tanaman
perkebunan yang dimiliki dan/atau diselenggarakan atau dikelola oleh perorangan
atau tidak berbadan hukum. Luasan maksimal adalah 25 hektar, atau pengelola
tanaman perkebunan yang mempunyai jumlah pohon yang dipelihara lebih dari
batas minimum asaha (BMU). Berdasarkan besar kecilnya, usaha perkebunan
rakyat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengelola tanaman perkebunan dan
pemelihara tanaman perkebunan. Pengelola Tanaman Perkebunan adalah
perkebunan rakyat yang diselenggarakan secara komersial dan mempunyai
jumlah pohon yang dipelihara lebih besar dari BMU. Sedangkan, pemelihara
tanaman perkebunan adalah perkebunan rakyat yang diselenggarakan atas
dasar hobi atau belum diusahakan secara komersial dan mempunyai jumlah pohon
lebih kecil dari BMU.
Petani Pekebun adalah petani yang membudidayakan/mengusahakan
tanaman perkebunan dengan tujuan sebagian/seluruh hasilnya untuk dijual atau
memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri, dan mempunyai jumlah
13



pohon lebih besar dari BMU. Jumlah Petani Pekebun adalah banyaknya rumah
tangga petani pekebun di desa tersebut yang membudidayakan/mengusahakan
tanaman perkebunan
2.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem informasi geografis (SIG) atau geografhic informations system (GIS)
merupakan suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang
bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain suatu sistem
informasi geografis adalah suatu sistem basis data yang memiliki kemampuan khusus
untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan
seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000 dalam As-syakur, 2006).
Hal senada juga diungkapkan Nuarsa (2005: 13) SIG merupakan suatu alat yang
dapat digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses, dan output) data spasial
atau data yang bereferensi georafis. Reddy (2008: 222) mengungkapkan SIG
dipromosikan sebagai salah satu isu yang mendasar dalam pemanfaatan teknologi
informasi dalam menganalisis permasalahan bumi atau relasi suatu sistem.
Prasetyo (2003) mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem yang men-
capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan
menampilkan data secara spasial (keruangan) yang mereferensikan kondisi bumi.
Teknologi SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query
dan analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang
dimiliki oleh pemetaan.
14



Hal yang sama juga diungkapkan Prakash (2001 dikutif dalam As-syakur, 2009).
SIG merupakan suatu sistem berbasis komputer yang memungkinkan pengguna
untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data
spasial. SIG merupakan suatu disiplin ilmu yang sedang mencoba beberapa jenis
operasi untuk mengembangkan satu set alat yang kuat untuk mengumpulkan,
menyimpan, mengambil, mengubah, dan menampilkan data spasial dari dunia
nyata untuk satu set tujuan tertentu (Burrough, 1986). Hal yang senada juga
diungkapkan oleh Star dan Estes (1990), SIG adalah sistem informasi yang
dirancang untuk bekerja dengan data yang direferensikan oleh spasial atau
koordinat geografis. Dalam kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan
kemampuan khusus untuk data spasial-referenced, serta seperangkat operasi
untuk bekerja dengan data. SIG dapat dioperasikan secara manual atau sering
disebut analog atau otomatis, yaitu berdasarkan pada komputer digital. Manual
SIG biasanya terdiri dari beberapa elemen data termasuk peta, lembaran bahan
transparan menggunakan overlay, foto udara dan tanah, laporan statistik, dan
laporan surve lapangan (Star dan Estes, 1990). SIG adalah suatu sistem otomatis
berbasis komputer yang mampu menyediakan empat set kemampuan untuk
menangani data geo-referensi. Kemampuan SIG dalam mengolah geo-referensi
yaitu: input, manajemen data (penyimpanan dan pengambilan data), manipulasi
dan analisis, dan output.
Deby et al. (2004 dikutif dalam As-syakur, 2009) mengklasifikasikan tiga
tahap penting dalam bekerja dengan data geografis, yaitu (1) penyusunan dan
memasukkan data, pada tahap awal yaitu dilakukan penyusunan fenomena
15



penelitian, serta siap untuk dimasukkan ke sistem, (2) analisis data: tahap ini
dilakukan pengkajian terhadap data yang telah dikumpulkan dengan hati-hati,
misalnya untuk menemukan pola, dan (3) penyajian data: tahap akhir di mana
hasil analisis awal disajikan dalam cara yang tepat.
Beberapa kelebihan ini merupakan ciri SIG dengan Sistem Informasi
lainnya sehingga berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian,
merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi. Prasetyo (2003)
mengungkapkan SIG memiliki sedikitnya lima kegunaan sebagai berikut:
1. Memetakan letak
Data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer
dengan setiap layernya merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang
mempunyai kesamaan, contohnya layer jalan, layer bangunan, dan layer customer.
Layer-layer ini kemudian disatukan dengan disesuaikan urutannya.
Setiap data pada setiap layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query
terhadap data base, untuk kemudian dilihat letaknya dalam keseluruhan peta.
Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mencari dimana letak suatu
daerah, benda, atau lainnya di permukaan bumi. Fungsi ini dapat digunakan
seperti untuk mencari lokasi rumah, mencari rute jalan, mencari tempat-tempat
penting dan lainnya yang ada di peta. Orang dapat pula melihat pola-pola yang
mungkin akan muncul dengan melihat penyebaran letak-letak feature, misalnya
sekolah, pelanggan, daerah miskin dan sebagainya.

16



2. Memetakan kuantitas
Orang sering memetakan kuantitas, yaitu sesuatu yang berhubungan
dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling
sedikit. Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut dapat mencari tempat-
tempat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan digunakan untuk
pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-
masing tempat tersebut. Pemetaan ini akan lebih memudahkan pengamatan
terhadap data statistik dibanding database biasa.
3. Memetakan kerapatan (densities)
Sewaktu orang melihat konsentrasi dari penyebaran lokasi dari suatu obyek
material (feature) di wilayah yang mengandung banyak feature mungkin akan
mendapat kesulitan untuk melihat wilayah mana yang mempunyai konsentrasi lebih
tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Peta kerapatan dapat mengubah bentuk
konsentrasi ke dalam unit-unit yang lebih mudah untuk dipahami dan seragam,
misalnya membagi dalam kotak-kotak selebar 10 km
2
, dengan menggunakan
perbedaan warna (gradasi warna) untuk menandai tiap-tiap tingkat kerapatan suatu
obyek material.
4. Memetakan perubahan
Dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat untuk peta
historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan
datang dan dapat pula digunakan untuk evaluasi kebijaksanaan. Seorang manajer
17



pemasaran dapat melihat perbandingan peta penjualan sebelum dan sesudah
dilakukannya promosi untuk melihat efektivitas dari promosinya.
5. Memetakan apa yang ada di dalam dan di luar suatu area
SIG dapat juga digunakan untuk memonitor apa yang terjadi dan
mengambil keputusan apa yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada
pada suatu area, dan apa yang ada diluar area. Suatu areal perkebunan misalnya
di dalamnya telah terdapat beberapa fasilitas seperti pabrik, rumah makan, jalan
dan sebagainya. Dengan SIG juga dapat digunakan untuk memonitor di luar area
perkebunan. Misalnya pada radius 10 km, terdapat vasilitas sekolah dasar, rumah
sakit, jalur transportasi dan sebagainya. tujuan dari memonitor apa yang ada di
dalam dan di luar bertujuan untuk mengintegrasikan fasilitas di dalam perusahaan
(perkebunan) dengan fasilita sumum lainnya yang ada di luar lokasi perkebunan.
Nuarsa (2005:13) mengunkapkan dalam SIG, data dapat dibebdakan menjadi
dua macam, yaitu data grafis dan data atribut (tabular). Data grafis adalah data yang
menggambarkan bentuk atau kenampakan objek di permukaan bumi. Sedangkan data
tabular merupakan data deskriptif yang menyatakan nilai dari data grafis tersebut.
(1) Data grafis
Data grafis secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
data titik (point), garis (line/poline), dan area (region/polygon). Data grafis titik
biasanya digunakan untuk mewakili objek kota, stasiun curah hujan, alamat
pelanggan, dalam hal penelitian ini digunakan untuk mewakili lokasi pabrik, dan
sumber mata air. Data grafis dapat digunakan untuk menggambarkan jalan, sungai
18



jaringan listrik dan sebagainya, sedangkan data area digunakan untuk mewakili
batas administrasi, penggunaan lahan, kemiringan lereng, dalam hal penelitian ini
juga digunakan untuk mewakili areal perkebunan kopi (Nuarsa, 2005).
(2) Data atribut
Data atribut (tabular) menyimapan informasi tentang nilai atau besaran
dari data grafis. Untuk struktur data vektor, data atribut tersimpan secara terpisah
dalam bentuk tabel, sedangkan data raster nilai data grafisnya tersimpan langsung
pada nilai grid/piksel tersebut.
Beberapa output hasil pengolahan Sistem Informasi Geografis (SIG)
disajikan pada Gambar 2.1.


a. Representasi SIG terhadap dunia nyata b. Peta penentuan di dalam dan diluar arial suatu
pembangkit listrik (PLTN)

c. Peta jalur yang akan dilalui badai
(historikal)
d. Peta Kuantitas
Sumber: Prasetyo (2003)
Gambar 2.1
Beberapa Output Analisis SIG

19



2.3 ArcView
ArcView merupakan salah satu perangkat lunak SIG yang paling popular
dan paling banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Sofe ware ini dibuat
oleh Environmental System Research Institute (ESRI). ArcVew dapat membatu
dengan mudah dalam melakukan input data, menampilkan data, mengolah data,
menganalisis data, dan memuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data
spasial bereferensi geografis (Nuarasa, 2005: 17).
Nuarsa (2005: 18 s.d. 23) mengungkapkan setiap projek dalam ArcView
terdiri atas lima komponen yaitu Views, Tabels, Charts, layouts, dan Scrips.
Masing-masing komponen memiliki fungsi masing-masing sebagai berikut.
1. Views pada projek ArcView digunakan untuk mengelola data grafis, baik
vector maupun grid atau raster. Seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan
manajemen data grafis dapat dilakukan pada View, mulai dari input data,
manipulasi tampilan data grafis, hingga analisis data.
2. Fasilitas tables (tabel) dapat digunakan untuk memanajemen data atribut
atau tabular. Membuat tabel baru, menambah field dan record, joint antar
tabel merupakan beberapa aktivitas yang dapat dilakukan pada tables.
Pada struktur data vektor. Data yang tersimpan dalam tabel akan
terkoneksi dengan data grafis pada view.
3. Charts, yaitu digunakan untuk mengelola grafik. Data yang digunakan
untuk membuat grafik bersumber dari data pada tabel. Beberapa jenis
grafik yang dapat dibuat pada fasilitas charts ini diantaranya grafik batang,
kolom, garis, area, lingkaran, dan scatter XY.
20



4. Layouts, yaitu dapat digunakan untuk membuat layout atau komposisi peta
sebelum peta dicetak. Fasilitas ini meliputi penggunaan view untuk layout,
pembuatan legenda, skala, arah utara, judul peta, serta asesoris lainnya.
5. Scripts, yaitu kumpulan dari perintah ArcView yang ditulis dalam bahasa
Avenue. Falisitas ini sangat membatu bagi pengguna ArcView yang sudah
Advance, karena pengguna dapat melakukan customize dan kreasi sendiri
analisis sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, proses yang sifatnya
berulang-ulang dapat dibuatkan script sehingga pekerjaan menjadi lebih
efektif dan efisien.
2.4 Kopi
2.4.1 Sejarah kopi
Kopi (Copea spp.) dikenal sebagai bahan minuman yang memiliki aroma
harum, rasa nikmat yang khas, serta dipercaya memiliki khasiat menyegarkan
badan. Karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, kopi sangat akrab di lidah
dan banyak digemari tidak saja di Indonesia, tapi di mancanegara. Hingga saat ini
belum diketahui sejak kapan kopi dikenal masuk ke peradaban manusia. Menurut
catatan sejarah, kopi pertama kalinya dikenal di Benua Afrika, tepatnya Etiopia.
Karena kopi sangat digemari oleh Bangsa Etiopia, tanaman ini selalu dibawa
ketika mereka mengembara ke wilayah-wilayah lain seperti Arab, Persia (Irak),
hingga Yaman (Najiyati dan Danarti, 2007: 1,2).
Penyebaran kopi pada awalnya cukup lambat. Hal ini dikarenakan kopi
hanya dikenal sebagai minuman untuk menyegarkan badan. Kopi mulai terkenal
21



ke berbagai negara di Eropa, Asia, dan Amerika setelah ditemukan cara
pengolahan sehingga menghasilkan aroma harum yang khas, rasanya nikmat, serta
memiliki khasiat menyegarkan badan. Biji Kopi mengandung kafein yang dapat
merangsang kerja jantung dan otak sehingga sebagian orang tidak tahan minum
kopi. Untuk mengatasi hal tersebut, serta dalam rangka meningkatkan konsumsi
kopi dunia, telah ditemukan cara pengolahan biji kopi yang dapat menghilangkan
kandungan kafein tanpa mengurangi aroma dan rasa khas kopi.
Di Indonesia kopi diperkenalkan pertama kalinya oleh perusahaan Belanda
(VOC) pada masa penjajahan antara tahun 1696 s.d. tahun 1699. Pada mulanya
kopi ditanam untuk percobaan, karena hasilnya memuaskan, maka VOC
menyebarkan ke berbagai daerah untuk ditanam penduduk, perusahaan
perkebunan kopi didirikan, sehingga kopi tersebar ke daerah lampung, Sumatera
Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, serta daerah-daerah lain di Indonesia.
Perkembangan kopi di Indonesia mengalami fluktuasi. Kopi pernah
terserang penyakit berbahaya hemelia vastatrix (HV) yang menyerang daun pada
tahun 1876. Karena serangan penyakit HV ini, kembali didatangkan kopi jenis
robusta ke Indonesia dengan harapan akan penyakit HV. Namun ternyata juga
rentan terhadap penyakit. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul beberapa hasil
persilangan varietas kopi arabika, liberika, dan robusta. Hasil persilangan ini
menghasilkan varietas dengan sifat yang berbeda dengan induknya. Varietas baru
ini dinamakan varietas lokal sesuai dengan tempat varietas tersebut ditemukan.

22



2.4.2 Perkembangan kopi di Indonesia
Kopi saat ini tidak hanya nimuman segar dengan khasiatnya, namun kopi
telah menjadi salah satu komoditas dengan nilai ekonomi cukup penting. Petani kopi
telah menggantungkan hidupnya pada perkebunan kopinya. Kopi juga memiliki peran
penting dalam perekonomian Indonesia. Najiyati dan Danarti (2007: 3)
mengungkapkan pada tahun 1981 ekspor kopi Indonesia telah menghasilkan
devisa sebesar US$ 347,8 Juta. Kontribusi kopi terus meningkat dalam
pembentukan devisa negara. Pada tahun 2001 mampu menyumbang US$ 595,7
juta devisa, dan menduduki peringkat pertama diantara komoditas ekspor pada
sub sektor perkebunan.
Perkebunan mempunyai kedudukan strategis dalam pengembangan sektor
pertanian dalam arti luas di Bali. Peningkatan kualitas dan produksi hasil-hasil
perkebunan adalah salah satu tujuan pembangunan sub sektor perkebunan.
Komoditas hasil perkebunan yang potensial dikembangkan dan memiliki peluang
ekspor yang tinggi di Bali adalah kelapa, kopi, cengkeh, vanili dan jambu mete
(BPS Bali, 2009: 208).
Kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan potensial di Bali.
Berdasarkan data BPS Provinsi Bali (2009: 209), Untuk kopi arabika, luas areal
tahun 2007 seluas 7.888 hektar, dan mengalami peningkatan sebesar 4,03% pada
tahun 2008 yaitu seluas 8.206 hektar. Namun jumlah produksi justru mengalami
penurunan sebesar 4,87 persen, yaitu dari 3.135,75 ton menjadi 3.296,13 ton.
Sedangkan untuk kopi robusta, dilihat dari luas arealnya relatif tetap yakni dari
23.848 hektar di tahun 2007 menjadi 23.847 hektar di tahun 2008. Sedangkan, jumlah
23



produksinya mengalami penurunan sebesar 10,97%, dari 12.351,27 ton di tahun 2007
menjadi 10.996,61 ton di tahun 2008 (BPS Provinsi Bali, 2009: 209).
Perkembangan Kopi di Bali dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Data
BPS menunjukkan dari tahun 2002 s.d. tahun 2008 terjadi penurunan produksi.
Produksi kopi hanya mengalami peningkatan pada tahun 2003, dan setelah itu
terus mengalami penurunan. Perkembangan produksi kopi di Bali rentang waktu
2002 s.d. 2008 disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika di Provinsi Bali Tahun 2002 s.d. Tahun 2008
No Keterangan
Luas areal
Produksi
(Ton)
TBM
(Ha)
TM/
(Ha)
TT/R
(Ha)
Jumlah
(Ha)
1 2008 1.758 5.949 498 8.206 3.135,75
2 2007 1.447 5.984 457 7.888 3.296,13
3 2006 1.292 5.701 518 7.511 2.679,06
4 2005 1.280 5.732 544 7.556 3.279,46
5 2004 1.750 6.762 1.172 9.684 3.696,21
6 2003 2.074 6.656 887 9.617 4.412,62
7 2002 2.104 6.670 686 9.460 3.788,42
Sumber: BPS Provinsi Bali (2009)
Keterangan:
TBM : Tanaman belum menghasilkan
TM : Tanaman menghasilkan
TT/R : Tanaman tua/rusak


Kabupaten Bangli memiliki produksi kopi tertinggi dibandingkan
kabupaten lainnya di Bali. Berdasarkan Data Statistik Perkebunan Provinsi Bali,
pada tahun 2008 dari total produksi kopi di Provinsi Bali sebesar 3.135,75 ton,
sebesar 56,94% atau 1.785,37 ton dihasilkan di Kabupaten Bangli. Diikuti
Kabupaten Buleleng sebesar 770,53 ton (24,57%). Sedangkan, sisanya tersebar di
Kabupaten karangasem, Badung, Tabanan, dan Gianyar (Tabel 2.2).
24



Tabel 2.2
Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika di Provinsi Bali Tahun 2008
No Kabupaten
Luas areal Produksi

(Ton)
TBM
(Ha)
TM
(Ha)
TT/R
(Ha)
Jumlah
(Ha)
I. Perkebunan rakyat
1 Jembrana - - - - -
2 Tabanan 340 157 27 534 73,15
3 Badung 430 457 88 975 177,90
4 Gianyar 33 131 10 174 70,90
5 Bangli 669 3,156 100 3.925 1.785,37
6 Klungkung - - - - -
7 Karangasem 57 471 55 583 257,90
8 Buleleng 221 1.577 218 2.016 770,53
9 Kota Denpasar - - - - -
Jumlah 1.750 5.949 498 8.198 3.135,75
II. Perkebunan besar
1 Tajun 8 - - 8 -
Jumlah 8 - - 8 -
Sumber: BPS Provinsi Bali (2009).
Keterangan:
TBM : Tanaman belum menghasilkan
TM : Tanaman menghasilkan
TT/R : Tanaman tua/rusak


Perkebuan Kopi di Kabupaten Bangli terkonsentrasi di Kecamatan
Kintamani. Dari 1.661,328 ton produksi pada tahun 2007, sebanyak 1.537,110 ton
dihasilkan oleh Kecamatan Kintamani, sedangkan sisanya diproduksi oleh
Kecamatan Bangli dan Tembuku (Tabel 2.3). Terkonsentrasinya perkebuanan kopi di
Kecamatan Kintamani karena secara agroklimat kawasan ini sangat sesuai untuk
perkebunan kopi arabika (coffea arabica) dimana tumbuhan ini menghendaki daerah
dengan ketinggian antara 700-1.700 m dpl dengan suhu sekitar 16
0
s.d. 20
0
C (Najiyati
dan Danarti, 2007:17) Kopi Arabika Kintamani telah mampu menembus pasar
mancanegara, seperti Jepang, Eropa, Arab, dan Australia. Pada tahun 2008, ekspor
terbesar adalah ke Jepang yang mencapai 125 ton (www.antaranews.com).
25



Tabel 2.3
Produksi dan Produktivitas Perkebunan Kopi di Kabupaten Bangli Tahun 2007

Kecamatan
Luas areal
Produksi
(Ton)
Produk-
tivitas
(Kg/Ha/Th)
TBM
(Ha)
TM
(Ha)
TT/R
(Ha)
Jumlah
(Ha)
Kec.Bangli 32 173 - 205 120,86 699
Kec.Susut - - - - - -
Kec.Tembuku - 10 1 11 3,36 336
Kec.Kintamani 679 2.932 108 3.719 1.537,11 524
Jumlah 711 3.115 109 3.935 1.661,33 533
Sumber: Statistik Perkebunan Provinsi Bali (2007)
Keterangan:
TBM : Tanaman belum menghasilkan
TM : Tanaman menghasilkan
TT/R : Tanaman tua/rusak
Kec. : Kecamatan



2.4.3 Penanganan pascapanen kopi Arabika
Kopi arabika di kawasan Kintamani telah terdaftar dan mendapat
perlindungan sebagai produk asli Kintamani (perlindungan indikasi geografis).
Dengan perlindungan indikasi geografis tersebut, kopi arabika Kintamani
memiliki posisi tawar dalam pasar kopi Internasional. Terkait dengan hal tersebut,
maka beberapa tahapan produksi dan penanganan pascapanen harus dilakukan
didalam kawasan indikasi geografis. Produksi gelondong merah, pengolahan
sampai kopi HS basah, serta penyimpanan harus dilakukan di dalam kawasan,
sedangkan penjemuran, penggrebusan, sortasi, pengepakan kopi OSE boleh
dilakukan di luar kawasan, namun masih di Pulau Bali. Sedangkan proses
penyangraian dan pembubukan dapat dilakukan di mana saja. Etapa produksi
selengkapnya diajikan pada Tabel 2.4.
26



Tabel 2.4
Tahapan Produksi dan Proses Pengolahan Pascapanen Kopi Arabika Kintamani
Berdasarkan Persyaratan Perlindungan Indikasi Geografis

No Tahapan produksi dan proses kopi Tempat
1 Produksi gelondong merah Kawasan dibatas
2 Pengolahan sampai kopi HS basah Kawasan dibatas
3 Penjemuran Pulau Bali
4 Penyimpanan (2 bulan) Kawasan dibatas (tempat
pengolahan)
5 Penggerebusan Pulau Bali
6 Sortasi Pulau Bali
7 Pengepakan (packaging) kopi Ose Pulau Bali
8 Penyangraian/Pembubukan Di mana saja
Sumber: MPIG (2007)
Berdasarkan perlindungan indikasi geografis ini, pemakaian nama Kopi
Kintamani Bali hanya dapat digunakan untuk kopi asli/murni. Kopi yang dijual
dengan nama ini harus memiliki komposisi 100 % kopi Arabika Kintamani Bali.
Kopi campuran tidak bisa dijual dengan menggunakan nama ini. Nama Kopi
Kintamani Bali dapat muncul dalam daftar bahan untuk campuran, apabila kopi
kintamani digunakan campuran pada jenis produk yang lain. Namun, persentase
kandungan kopi Kintamani Bali yang digunakan harus secara jelas dicantumkan.
Perlindungan diajukan atas nama Kintamani, atau Kintamani Bali.
Sedangkan kata Bali atau Kopi Bali, tidak dianggap sebagai penyalah gunaan
atau tiruan, dan dengan demikian bisa digunakan oleh produsen bukan kopi
Kintamani Bali IG (MPIG, 2007;34). Logo pemasaran kopi IG Kintamani Bali
seperti terlihat pada Gambar 2.2.
27




Sumber: MPIG (2007; 35)
Gambar 2.2
Logo IG Kopi Kintamani Bali


2.4.4 Jenis-jenis kopi
Kopi memiliki beragam spesies, namun yang paling sering dibudidayakan
yaitu kopi arabika, kopi robusta,dan kopi liberika. Pada umunya penggolongan
kopi dilakukan berdasarkan spesiesnya, kecuali pada kopi robusta bukan
merupakan nama spesies karena merupakan keturunan bari beberapa unsur kopi
terutama Coffea cannephora (Najiyati dan Danarti, 2007: 15).
1. Kopi Liberika
Kopi Liberika berasal dari Anggola. Kopi ini masuk ke Indonesia sejak tahun
1965. Beberapa vareitas yang pernah didatangkan ke Indonesia antara lain Ardoniana
28



dan Durvei. Namun hingga saat ini, jumlahnya masih sangat terbatas. Hal ini
disebabkan karena kualitas dan rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 2007: 15).
Kopi Liberika memiliki karakteristik ukuran daun, cabang, bunga,buah, dan
pohon yang lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Cabang primer lebih
tahan lama, dan dalam satu buku dapat menghasilkan bunga/buah lebih dari satu kali.
Kopi Liberika peka terhadap penyakit HV, kualitas buah relatif rendah dengan
produksi 4,5 ku/haa/tahun s.d. 5 ku/haa/tahun, dengan rendemen 12%. Liberika
tumbuh baik di dataran rendah, dan mampu berbuah sepanjang tahun tetapi buah
yang dihasilkan tidak merata.
2. Kopi Arabika
Kopi arabika berasal dari Etiopia dan Abessinia. Kopi jenis ini merupakan
kopi pertama yang dikenal dan dibudidayakan, dan merupakan kopi yang paling
banyak dibudidayakan hingga akhir abad 19. Namun dominansi kopi arabika
menurun karena sangat peka terhadap penyakit HV, terutama jika ditanam di dataran
rendah. Kopi arabika dapat dibudidayakan pada daerah 700 m dpl s.d. 1700 m dpl
dengan suhu 16
0
-20
0
C. Kopi arabika menghendaki mendapat 3 bulan kering tiap
tahun secara berturut-turut, tetapi sesekali mendapat hujan kiriman (hujan yang turun
di musim kemarau). Rata-rata produksi sedang yaitu 4,5 s.d. 5 ku kopi beras/ha/th.
Tetapi kopi arabika memiliki kualitas, cita rasa, dan harga relatif lebih tinggi
dibandingkan kopi lainnya. Produksinya dapat ditingkatkan hingga 15 s.d. 20 ku/ha/th
dengan rendemen 18%, dengan budidaya yang intensif. Kopi arabika berbuah sekali
dalam satu tahunnya (Najiyati dan Danarti, 2007; 17, 18). Kopi arabika memiliki
beberapa varietas seperti disajikan pada Tabel 2.5.
29



Tabel 2.5
Beberapa Vareitas Kopi Arabika
No Vareitas Sifat
1 Abesinia Bentuk pohon lebih kekar, bisa ditanam di dataran
rendah, dan lebih resisten terhadap penyakit HV
2 Pasumah Bentuk pohon lebih kekar, dan agak resisten terhadap
penyakit HV
3 Marago type Ukuran buah lebih baik, dan kualitas lebih baik
4 Congensis Biji berukuran sangat kecil, kurang produktif, tetapi
resisten terhadap penyakit HV
Sumber: Najiyati dan Danarti (2007).

3. Kopi Robusta
Kopi robusta berasal dari kongo, dan masuk ke Indonesia tahun 1900.
Kopi robusta memiliki sifat unggul. Oleh karenanya perkembangannya sangat
pesat, bahkan mendominasi perkebunan kopi di Indonesia. Beberapa jenis kopi
robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora. Kopi robusta resisten
terhadap penyakit HV, baik tumbuh pada ketinggian 400 s.d. 700 m dpl, tapi
masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl. Suhu ideal pada kisaran
21
0
s.d. 24
0
C. Kopi jenis ini menghendaki tiga hingga empat bulan kering dalam
setiap tahunnya dengan tiga sampai empat kali mendapat hujan kiriman. Kopi
robusta memiliki produksi lebih tinggi dibandingkan arabika maupun liberika.
Produksi rata-rata mencapai 9-13 kuintal kopi beras/ha/th. Namun jika diusahakan
secara intensif, jumlah produksinya dapat meningkat hingga 20 ku/ha/th.
Meskipun memiliki produksi lebih tinggi, namun kualitas biji kopi robusta lebih
rendah dari robusta, tetapi masih lebih tinggi dari liberika, dengan redimen 22%
30



(Najiyati dan Danarti, 2007: 19-20). Secara lebih spesifik, jenis-jenis kopi robusta
berikut sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6
Bebrapa Jenis Kopi Robusta Beserta Sifat-sifatnya.

No Vareitas Sifat
1 Quillou Pohon tegap, cabang primer panjang dengan arah pertumbuhan
mendatar, dan ujung agak melengkung kebawah.
Daun agak sempit dan panjang dengan permukaan berombak.
Buah matang berwarna merah jernih dan bergaris.
Produksi tinggi pada tahun pertama, tapi setelah itu menurun
cepat.
Contoh klon Quill 121.

2 Uganda Cabang primer lemah dengan bagian ujung agak melengkung ke
atas seperti membentuk huruf S dan tahan lama.
Daun kecil dan sempit, helainya agak menutup, dan permukaan
daun berombak
Buah mudah rontok dan mudah terserang hama bubuk.
Sesuai untuk dataran tinggi (diatas 500 m dpl)
Contohnya adalah klon Ugn 1, Ugn 2, Ugn 3-02. Dan ugn 2-08.

3 Canephora Pohon banyak mengeluarkan cabang reproduksi.
Daun sempit dengan permukaan berombak. Daun muda berwarna
cokelat-kemerahan.
Buah muda berwana cokelat-kemerahan.
Mudah terserang penyakit HV.
Bersifat self steril sehingga harus ditanam bersama klion lain.
Contohnya adalah kloin BP39, BP 42, SA 13, SA 34, SA 56,
BGN 300, BGN 471.
Sumber: Najiyati dan Danarti (2007)

2.4.5 Syarat tumbuh tanaman kopi
Setiap tanaman memiliki lingkungan ideal untuk hidup, begitu juga dengan
tanaman kopi. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi sangat dipengaruhi
oleh lingkungan. Bahkan seperti yang telah digambarkan sebelumnya, kopi memiliki
spesifikasi agroklimat yang berbeda bagi masing-masing jenis. Faktor lingkungan
31



yang sangat berpengaruh pada tanaman kopi antara lain ketinggian tempat, curah
hujan, sinar matahari, angin, dan kondisi tanah.
Ketinggian tempat tidak berpengaruh secara langsung kepada pertumbuhan
kopi. Namun faktor suhu berpengaruh langsung terhadap petumbuhan tanaman kopi,
terutama pada pembentukan bunga dan resistensi terhadap penyakit. Namun tinggi
rendahnya suhu sangat ditentukan oleh ketinggian daerah tersebut. Setiap jenis kopi
menghendaki ketinggian dan suhu yang berbeda. Kopi Robusta dapat tumbuh optimal
pada ketinggian 400 s.d.700 m dpl. Namun beberapa diantaranya masih tumbuh baik
dan ekonomis pada ketinggian 1000 m dpl. Kopi Arabika menghendaki ketinggian
yang lebih tinggi dari pada kopi Robusta. Jenis kopi ini akan mampu tumbuh pada
ketinggian 500 m s.d. 1.700 m dpl. Apabila ditanam di bawah ketinggiann 500 m dpl,
maka biasanya produksi dan mutunya akan rendah. Selain itu, akan mudah terserang
penyakit HV (Najiyati dan Danarti, 2007: 23).
Faktor lingkungan penting lainnya yang berpengaruh adalah hujan. Curah
hujan dan waktu turunnya hujan sangat berpengaruh pada produktivitas tanaman
kopi. Hujan sangat berpengaruh pada ketersediaan air yang dibutuhkan tanaman,
sedangkan waktu turunnya hujan sangat berpengaruh pada proses terbentuknya
bunga dan buah. Kopi tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan
2.000 mm/th s.d. 3.000 mm/th. Namun, kopi masih tumbuh baik pada daerah
dengan curah hujan lebih rendah (1.000 mm/th s.d. 1.300 mm/th), tetapi harus
dengan mulsa dan irigasi yang intensif.
32



Proses terjadinya bunga dan buah kopi (terutama kopi robusta dan arabika)
sangat dipengaruhi hujan. Saat musim hujan berakhir, cabang-cabang primer
sudah mulai menghasilkan kuncup bunga.
2.4.6 Pengolahan kopi
Najiyati dan Danarti (2007: 125 s.d. 158) mengungkapkan buah kopi
biasanya dipasarkan dalam bentuk kipo beras, yaitu kopi kering yang telah
terlepas dari daging buah dan kulit arinya. Pengolahan kopi bertujuan untuk
memisahkan biji kopi dengan kulit serta mengeringkan hingga diperoleh kopi
beras dengan kadar air tertentu sehingga siap dipasarkan. Pengolahan kopi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu olah basah (WP = wet process), dan olah kering.
Pengolahan secara basah membutuhkan modal besar, namun prosesnya lebih
cepat dan mutu yang dihasilkan lebih baik.
1. Pengolahan basah
Cara ini disebut pengolahan basah, karena dalam prosesnya banyak
menggunakan air. Pengolahan basah hanya digunakan untuk mengolah kopi sehat
yang berwarna sehat. Pengolahan basah dilakukan melalui tujuh tahapan yaitu
sortasi gelondong, pulping, fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling, dan
sortasi biji. Tahapan sistem pengolahan basah adalah sebagai berikut.
(1) Sortasi gelondong
Sortasi gelondong dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang
berbiji dan sehat dengan kopi hampa dan terserang bubuk, kopi yang dipetik
terlalu muda (warna kehijauan). Caranya kopi dimasukkan kedalam bak sortasi
33



yang berisi air. Kopi yang terserang bubuk dan hampa akan mengapung,
sedangkan yang sehat akan mengendap/tenggelam. Kopi yang tenggelam
selanjutnya dimasukkan kedalam mesin pulper.
(2) Pulping (penguapan kulit buah)
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah sehingga
diperoleh biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk. Pemisahan kulit
menggunakan mesin pulper.
(3) Fermentasi
Fermentasi bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan lendir yang
menyelimuti kopi yang keluar dari mesin pulper.
(4) Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan
kotoran yang masih tertinggal setelah fermentasi.
(5) Pengeringan
Kopi yang telah dicuci mengandung air sekitar 53% s.d. 55%. Pengeringan
bertujuan untuk menurunkan kadar air hingga 8% s.d. 10%. Dengan kadar air
8% s.d. 10% kopi tidak mudah terserang cendawan dan tidak mudah pecah ketika
di huling.
(6) Huling (pemecahan kulit tanduk)
Huling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit
tanduk dan kulit ari. Pemisahan dilakukan dengan mesin huler.

34



(7) Sortasi biji
Setelah dilakukan pemisahan kulit tanduk dan kulit ari, maka dilanjutkan
dengan sortasi biji. Sortasi biji bertujuan untuk memilih biji kopi sesuai dengan
grade yang diinginkan.
Secara lebih ringkar, alur pengolahan basah (WP = wet process) disajikan
pada Gambar 2.3.

Sumber: Najiati dan Danarti (2007, 135)
Gambar 2.3
Bagan Tahapan Proses Sistem Olah Basah Kopi Arabika

2. Pengolahan kering
Metode pengolahan kering merupakan metode pengolahan yang sangat
sederhana. Proses ini sangat lazim dilakukan oleh petani-petani kopi. Olah kering
35



masih dapat digunakan untuk kopi gelondong yang masih berwarna hijau, kopi
rambang, dan kopi yang terserang bubuk. Proses olah kering dilakukan dengan
beberapa tahapan yaitu:
(1) Sortasi gelondong
Sortasi gelondong mulai dilakukan sejak pemetikan, tetapi biasanya
diulang kembali pada fase pengolahan. Sortasi dilakukan pada kopi yang baru
datang dari kebun untuk memisahkan kopi yang berwarna hijau, hampa, dan yang
terserang bubuk. Pemisahan ini dilakukan karena kopi biji merah akan
menghasilkan kopi yang bermutu tinggi, sedangkan kopi yang disortir kualitasnya
akan lebih rendah.
(2) Pengeringan
Kopi yang dipetik dan telah disortasi segera di keringkan, agar tidak
mengalami proses kimia yang dapat menurunkan mutu. Proses pengeringan sama
halnya pada pengolahan basah yaitu dijemur (alami), buatan, atau
mengkombinasikan kedua metode tersebut.
(3) Huling (pengupasan kulit)
Huling pada pengolahan kering agak berbeda dengan pada olah basah.
Huling pada pengolahan kering bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit buah,
kulit tanduk, dan kulit ari. Kadar ari kopi yang optimum untuk di-huling adalah
sekitar 15%. Jika kadar air masih diats 15%, maka kulit kopi masih sulit dikupas,
sehingga banyak biji kopi yang belum terkupas. Namun jika kadar air kurang dari
36



15% biji kopi akan banyak yang pecah. Secara lebih ringkas, alur pengolahan
kering disajikan pada Gambar 2.4.

Sumber: Najiati dan Danarti (2007;141)

Gambar 2.4
Bagan Tahapan Proses Sistem Olah Kering Kopi Arabika

2.5 Penataan Kawasan Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian
sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk
kegiatan tersebut, sehingga menjadi produk jadi dan siap untuk dikonsumsi, atau
produk antara dan siap untuk proses lebih lanjut (Anonim, 2011
a
)
37



Suyana (2005: 6,7) mengungkapkan nilai tambah yang diperoleh dari
pengembangan produk olahan (hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka
pendekatan pembangunan pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan
produk (product development), dan tidak lagi difokuskan pada pengembangan
komoditas. Pengembangan nilai tambah produk dilakukan melalui pengembangan
industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik
produk antara (intermediate product), produk semi akhir (semi finished product)
dan yang utama produk akhir (final product) yang berdaya saing.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan agroindustri perdesaan
diarahkan untuk: (1) mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan
yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana
penunjangnya, (2) mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan
kecil yang didukung oleh industri pengolahan skala menengah dan besar, dan
(3) mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk
meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Agenda utama pengembangan agroindustri pedesaan adalah penumbuhan
agroindustri untuk membuka lapangan kerja di perdesaan, dengan kegiatan utama:
(1) Fasilitasi penerapan teknologi dan sarana pengolahan hasil pertanian di sentra-
sentra produksi, (2) Pengembangan infrastruktur penunjang di pedesaan, seperti
listrik, jalan, dan komunikasi, (3) Pengembangan akses terhadap permodalan, dan
(4) Peningkatan mutu, efisiensi produksi dan pemasaran. Dengan demikian masa
depan produk dan bisnis pertanian adalah berupa produk berbasis agroindustri
yang memiliki daya saing dan agroservice dengan kandungan teknologi tinggi.
38



Anonim (2011
a
: 142 s.d. 144) mengungkapkan untuk mencapai sasaran
pembangunan dan pengembangan agroindustri, maka pemerintah melaksanakan
beberapa program sebagai berikut.
1. Program peningkatan kemampuan kelembagaan
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan
sehingga mampu mengembangkan permodalan dan menjalin kemitraan yang saling
ketergantungan. Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah (1) pengembangan
kapasitas kelembagaan dan kemitraan, (2) penumbuhan kelembagaan pendukung
perkembangan agroindustri, dan (3) Pelatihan, studi banding, pendampingan dan
magang.
2. Program peningkatan produksi dan daya saing
Program ini untuk bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan produksi dan
daya saing produk agroindustri. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam
program ini adalah: (1) Penyediaan prasarana dan sarana pengolahan/pemasaran
hasil, dan jaringan distribusi, (2) Pengembangan akses masyarakat terhadap pasar
melalui kegiatan kemitraan dan penyediaan informasi, (3) Pengembangan kluster
industri melalui pengembangan pusat industri dan perdagangan di agropolitan
distrik dan agropolitan center, dan (4) Perlindungan usaha agroindustri dari
praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat melalui sosialisasi
Undang-undang No. 5 Tahun 1999, tentang larangan praktik monopoli dan
persaingan tidak sehat.

39



3. Program peningkatan pendapatan dan nilai tambah
Program bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, nilai tambah dan
penyerapan lapangan kerja di sektor agroindustri. Kegiatan program adalah
(1) Pengembangan industri yang memadukan kegiatan pertanian dan non pertanian di
perdesaan, (2) Pengembangan turunan produk industri pertanian dan pengembangan
teknologi daur ulang, (3) Pengembangan industri crumrubber dan kelapa sawit yang
sesuai dengan kondisi perkebunan setempat, dan (4) Pengembangan agroindustri
berbahan baku lokal.
4. Program peningkatan investasi dan promosi agroindustri daerah
Program ini bertujuan untuk meningkatkan investasi daerah dan volume
penjualan produk agroindustri. Kegiatan yang akan dilakukan adalah (1) Penyediaan
informasi hasil studi kelayakan pengembangan agroindustri daerah melalui berbagai
media dan kegiatan produk ekspo/pameran, (2) Promosi produk agroindustri di
berbagai media dan produk ekspor/pameran; dan (3) Penyediaan outlet-outlet produk
agroindustri.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu terkait pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG)
antara lain penelitian Model Prencanaan pengembangan Wilayah Agro industry
Berdasarkan analisis pengindraan jauh dan SIG oleh Arifin (2004). Penelitian
dilakukan di Kabupaten Lampung Tengah. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
tiga zonasi agro industri di daerah penelitian yaitu zonasi agroindustri Padi yang
terdapat di Kecamatan Padang Ratu, agroindustri Jagung di Kecamatan Gunung
Sugih, dan agroindustri Singkong di Kecamatan Rumba.
40



As-syakur (2005) Menggunakan SIG dalam penelitian agroklimat di Pulau
Lombok dengan judul aplikasi sistem informasi geografi (SIG) untuk
pemutakhiran peta agroklimat pulau lombok berdasarkan klasifikasi oldeman dan
schmidt-ferguson. Hasil penelitiannya menunjukkan aplikasi sistem informasi
geografi (SIG) dapat mempermudah dalam penginterpolasian titik dalam membuat
garis isohyet curah hujan dimana hasilnya akan lebih akurat dan user error bisa
diminimalisir. Akan tetapi kelemahan peta isohyet yang dihasilkan oleh SIG tidak
memperhitungkan faktor-faktor lain penyebab hujan selain faktor yang dimasukkan
sebagai input data.
Jayanti (2010) melakukan penelitian tentang mapping of rice field
distribution in bali province using multitemporal modis data. Hasil penelitian
menunjukkan hasil perhitungannya dalam pemetaan distribusi sawah di Provinsi
Bali pada tahun 2009 sebanding dengan distribusi peta penggunaan lahan tahun
2008 dengan tingkat akurasi 88,21%. Pada analisis tingkat kecamatan dan
kabupaten distribusi sawah tersebar hamper di seluruh kabupaten di Bali.
Kabupaten yang terletak di wilayah selatan memiliki luasan sawah tertinggi.
Sedangkan, Dramaputra (2008) meneliti the application of remote sensing
in tourism at nusa dua tourist resort of Bali Island. Hasil penelitiannya
menunjukkan kombinasi remote sensing dan SIG dapat secara jelas menunjukkan
informasi produk pariwisata seperti lokasi akomodasi pariwisata, fasilitas
penginapan, obyek pariwisata di kawasan pariwisata Nusa Dua. Hasil-hasil
penelitian ini dapat menjadi referensi untuk memperkaya dan memperluas
wawasan penelitian, maupun memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti
dalam penyusunan tesis ini.

Anda mungkin juga menyukai