Penyusun: Marlene Abigail Dokter Pembimbing: dr. Wahyu BM, Sp.THT
Kepaniteraan Klinik Ilmu THT RS Panti Wilasa Dr. Cipto Periode 15 April 18 Mei 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan YME atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan referat berjudul OTITIS MEDIA DENGAN EFUSI ini. Adapaun referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dalam kegiatan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok di RS Panti Wilasa Dr. Cipto, Semarang. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Wahyu BM, Sp.THT atas segala bimbinganya kepada kami, peserta kepaniteraan ini. Terimakasih juga kepada teman-teman kelompok kepaniteraan periode 15 April 18 Mei 2013 atas kerjasamanya selama menjalani kepaniteraan di RS ini. Besar harapan penulis agar referat ini dapat berguna bagi pembaca khususnya teman sejawat. Kiranya apa yang dituangkan dalam karya tulis ini dapat menambah pengetahuan bagi kita semua sebagai bekal dalam mencapai cita-cita kita menjadi seorang dokter. Tentunya masih banyak kekurangan dalam referat ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari sejawat sekalian. Akhir kata penulis ucapakan terimakasih dan selamat membaca.
Daftar Pustaka ............................................................................................................25 4
BAB I. PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Otitis media adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan inflamasi pada telinga tengah tanpa merujuk pada patogenesis atau etiologi yang spesifik. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. 1
Otitis media berdasarkan durasi penyakitnya dibagi atas akut (< 3 minggu), subakut (3 12 minggu) dan kronis (> 12 minggu). Sedangkan menurut gejala klinisnya otitis media dapat terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non-supuratif (otitis media dengan efusi = OME). Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media supuratfi akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK/OMP). Begitu pula otitis media efusi terbagi menjadi otitis media efusi akut dan otitis media efusi kronis. 2
Istilah otitis media dengan efusi terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus dan disertai tanda-tanda radang maka disebut otitis media akut. 2
Otitis media dengan efusi dikarakterisasi dengan efusi nonpurulen di telinga tengah yang dapat berupa mukoid atau serosa. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). 1
Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachius. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terjadi pada pasien setelah mengalami barotrauma contoh pada seorang penyelam dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachius akibat infeksi atau alergi saluran napas atas. 2
Kondisi yang dianggap sebagai penyebab utama munculnya otitis media dengan efusi adalah setiap keadaan yang mempengaruhi muara atau ujung proksimal tuba eustachius di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens dari tuba eustachius. Tuba eustachius dianggap sebagai katup (valve) penghubung telinga tengah dan nasofaring. Struktur ini menjamin ventilasi telinga tengah, sehingga menjaga tekanan tetap sama di kedua sisi gendang telinga. Edema faring dan peradangan akibat ISPA biasanya berefek terhadap ujung proksimal tuba eustachius di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens tuba eustachius. Keadaan lain seperti: alergi hidung, barotrauma, penekanan terhadap muara/torus tuba oleh massa seperti adenoid yang membesar ataupun tumor di nasofaring, abnormalitas anatomi tuba eustachius ataupun deformitas celah palatum, benda asing seperti nasogastrik atau nasotrakeal tube, dapat pula menjadi faktor predisposisi. 1,2
Otitis media efusi merupakan penyakit yang sering di derita oleh bayi dan anak-anak. 1
Di Indonesia masih jarang ditemukan kepustakaan yang melaporkan angka kejadian penyakit ini, hal ini di sebabkan kerena belum ada penelitian yang khusus mengenai penyakit ini, atau tidak terdeteksi karena minimalnya keluhan pada anak yang menderita otitis media dengan efusi. Adanya cairan di dalam telinga tengah mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran. Orang tua mengeluhkan anak-anaknya mendengarkan suara televise dengan volume terlalu keras, sering menanyakan ulang atas jawaban yang diberikan orang tuanya dan tidak segera mengacuhkan bila dipanggil. Beberapa anak mungkin tidak didapatkan 5
keluhan. Cairan dalam telinga tengah pada anak-anak bisa berbulan-bulan dan baru diketahui ketika diadakan pemeriksaan rutin. 1
Anak-anak memerlukan kemampuan mendengar untuk belajar berbicara. Adanya gangguan pendengaran karena cairan di telinga tengah mengakibatkan terjadinya kelambatan bicara. Diagnosis dan penatalaksanaan dini dapat mencegah hambatan pendengaran anak akibat otitis media dengan efusi. 1
6
BAB II. PEMBAHASAN
II. 1 ANATOMI TELINGA Untuk memahami tentang gangguan pendengaran, perlu diketahui anatomi telinga, fisiologi pendengaran, dan cara pemeriksaan pendengaran. Telinga terdiri dari telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam (Gambar 1). 3
Gambar 1. Anatomi Telinga
Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3 cm. 3 Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan rawan ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di posteroinferior liang telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. 4
7
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen. 3
Membran Timpani Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars falksida (membran Sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh epitel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. 3 Pars tensa mempunya satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan fibrosa di bagian tengah dimana tangkai maleus dilekatkan. Lapisan fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan membran Sharpnell menjadi lemas (flaksid). 4
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan (Gambar 2). 3
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah- belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. 3
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menbhubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. 3
Gambar 2. Membran Timpani Telinga Kanan
Telinga Tengah Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. 4
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fosa kranii media. Pada bagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum tulang mastoid dan bawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura 8
petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah. 4
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang di sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tangah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis nervus bagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis ini, muara tuba Eustachius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus koklreariformis dan berinsersi pada leher maleus. 4
Dinding lateral dari telinga tengah adalah dinding tulang epitimpanum di bagian atas, membran timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. 4
Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutupi lingkaran koklea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintasi promontorium ini. fenestra rotundum terletak di poteroinferior dari promontorium, sedangkan kaki stapes terletak pada fenestra ovalis pada batas posterosuperior promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus kokleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. 4
Rongga mastoid berbentuk seperti piramid berisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah duramater pada daerah ini. pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula. 4
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat apda inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. 3
Tuba Eustachius Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eutachius adalah bagian yang bertulang sementara dua pertiga bagian medial bersifat kartilagoginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing dipersarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis. 4 Pada anak, tuba lebih pendek, lebih lebar, dan kedudukannya lebih horizontal dibandingkan dengan tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa sekitar 37,5 mm dan pada anak di bawah 9 tahun sekitar 17,5 mm (Gambar 3).
Oleh sebab itu, anak- anak lebih rentan terhadap otitis media. 3
9
Gambar 3. Perbandingan Tuba Eustachius pada Orang Dewasa dan Anak.
Telinga Dalam Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut sebagai labirin. Derivat vesikel otika membentuk suatu rongga tertutup yaitu labirin membran yang terisi endolimfe, satu-satunya cairan ekstraseluler dalam tubuh yang tinggi kalium dan rendah natrium. Labirin membran dikelilingi oleh cairan perilimfe (tinggi natrium, rendah kalium) yang terdapat dalam kapsula otika bertulang. Labirin tulang dan membran memiliki bagian vestibular dan bagian koklear. Bagian vestibularis (pars superior) berhubungan degnan keseimbangan, sementara bagian koklearis (pars inferior) merupakan organ pendengaran. 4
Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu-setengah putaran. Aksis dari spital tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis oseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibuli berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang dikenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah). 4
Terletak di atas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ corti, yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari suatu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12.000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel- sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrana tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu punggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus. 4
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar dari endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka 10
gaya dari otolit akan membengkokan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor. 4
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakan kupula yang selanjutnya akan membengkokan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor. 4
II.2 FISIOLOGI TELINGA Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis. 3
Fisiologi Tuba Eustachius Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tenah dengan nasofaring. Fungsi tuba adalah untuk ventilasi, drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara laur. Adanya fungsi ventilasi tuba ini dapat dibuktikan dengan perasat Valsava dan perasat Toynbee. 2
Perasat Valsava dilakukan dengan cara meniupkan dengan kerasa dari hidung sambil hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka makan terasa udara masuk ke dalam rongga telinga yang menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila ada infeksi pada jalan nafas atas. 2
Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik ke medial. 2
Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tensor veli palatini apabila perbedaan tekanan berbeda antara 20-40 mmHg. 2 Sekresi telinga tengah akan dialirkan ke nasofaring melalui tuba eustachius yang berfungsi normal. Karena selalu tertutup, tuba eustachius dapat melindungi telinga tengah dari kontaminasi sekresi telinga tengah dan organisme patogenik. 3 11
II.3 PEMERIKSAAN THT
Pemeriksaan Telinga Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga adalah lampu kepala, corong telinga, otoskop, dan garpu tala. Pasien duduk dengan posisi badan sedikit condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk mempermudah melihat liang telinga dan membran timpani. Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga (retro aurikuler) apakah terdapat tanda peradanagan atau sikatriks bekas oeprasi. Dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan mempermudah pemeriksa melihat membran timpani. Otoskop digunakan untuk melihat lebih jelas bagian-bagian membran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dipegang dengan tangan kiri untuk memeriksa telinga kiri. Agar posisi otoskop stabil maka jari kelinking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Uji pendengaran dilakukan dengan garputala dan dari hasil pemeriksaan dapat diketahui jenis ketulian konduktif atau sensorineural. Uji penala yang sehari-hari dilakukan adalah Rinne, Weber, dan Swabach. Uji Rinne dilakukan dengan cara sebagai berikut. Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus, setelah tidak terdengat penala dipegang di depan liang telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif, bila tidak terdengar disebut Rinne negatif. Uji Weber dilakukan dengan cara menggetarkan penala dan tangkai penala diletakan di garis tengah kepala. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber laterisasi ke telinga tersebut. Bila tidak terdapat bunyi yang lebih keras di salah satu telinga disebut Weber tidak ada lateralisasi. Uji Swabach dilakukan dengan menggetarkan penala dan diletakkan di prosesus mastoideus pasien sampai tidak terdengar bunyi, kemudian tangkai penala dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Swabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya. Bila pasien masih dapt mendengar maka disebut Swabach memanjang. 5
Pemeriksaan Hidung Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deiasi atau depresi tulang hidung. Apakah ada pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal. Pemeriksaan rongga hidung bagian dalam dilakukan dengan cara rhinoskopi anterior menggunakan spekulum hidung. Spekulum dimasukan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam, dan tetap dibuka sampai spekulum dikeluarkan dari hidung supaya bulu hidung tidak tercabut. Yang diperhatikan adalah keadaan vestibulum hidung, septum, konka dan meatus, dan keadaan mukosa hidung. Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rhinoskopi posterior sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan ini diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan. Pasien diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah. 12
Pasien diminta untuk bernafas melalui mulut dan kaca nasofaring dimasukan menghadap ke atas melalui mulut. Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernafas biasa melalui hidung. Diperhatikan keadaan bagian belakang septum dan koana, konka dan meatus, torus tubarius, muara tuba eustachius, dan fossa Rossenmuler. 5
Pemeriksaan Tenggorok Pemeriksaan faring dan rongga mulut dimulai dengan inspeksi keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah, dan gerakan lidah. Dengan menekan spatula pada bagian tengah lidah maka bagian-bagian rongga mulut akan lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya, uvula, arkus faring dan gerakannya, tonsil, mukosa pipi, gusi, dan gigi geligi. Untuk pemeriksaan hipofaring dan laring pasien duduk lurus agak condong ke depan dengan leher sedikit fleksi. Pasien diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin. Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan hati-hati. Kemudian kaca laring yang sudah dihangatkan dimasukan ke dalam mulut dengan arah kaca ke bawah, bersandar pada uvula dan palatum mole. Melalui kaca dapat dilihat hipofaring dan laring. Untuk menilai gerakan pita suara aduksi pasien diminta mengucapkan iiii sedangkan untuk menilai gerakan pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik pasien diminta untuk inspirasi dalam. 5
II.4 DEFINISI OTITIS MEDIA DENGAN EFUSI
Otitis media adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan inflamasi pada telinga tengah tanpa merujuk pada patogenesis atau etiologi yang spesifik. Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media dengan efusi dikarakterisasi dengan efusi nonpurulen di telinga tengah yang dapat berupa mukoid atau serosa. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue ear). 1 Istilah otitis media dengan efusi terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan disertai tanda-tanda radang maka disebut otitis media akut. 2
II.5 PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya otitis media efusi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu otitis media serosa dan otitis media mukoid. Otitis media serosa adalah bentuk yang akut sementara mukoid adalah bentuk yang kronis. Pada otitis media serosa, sekret terjadi secara tiba-tiba di telinga tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga, sedangkan pada keadaan kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala- gejala pada telinga yang berlangsung lama. 2
Otitis media serosa terutama terjadi akibat adanya transudat atau plasma yang mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, dan rongga mastoid. Faktor yang berperan utama dalam keadaan ini adalah terganggunya fungsi tuba Eustachius. 13
Faktor lain yang dapat berperan sebagai penyebab barotrauma, sinusitis, rinitis, defisiensi imunologik atau metabolik. Keadaan alergik sering berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya cairan di telinga tengah (efusi di telinga tengah). 2
Disfungsi tuba Eustrachius adalah prekursor yang utama. Jika tuba eustachius tersbumbat, maka akan tercipta keadaan vakum di dalam telinga tengah. Sumbatan yang lama dapat mengarah pada peningkatan produksi cairan yang semakin memperberat masalah. Gangguan pada tuba eustachius yang membuat tuba eustachius tidak dapat membuka secara normal antara lain berupa palatoskisis dan obstruksi tuba, serta barotrauma. 6
Palatoskisis dapat menyebabkan disfungsi tuba eustachius akibat hilangnya penambat otot tensor veli palatini. Pada palastokisis yang tidak dikoreksi, otot menjadi terhambat dalam kontraksinya membuka tuba eustachius pada saat menelan. Ketidakmampuan untuk membuka tuba ini menyebabkan ventilasi telinga tengah tidak memadai, dan selanjutnya terjadi peradangan. 6
Obstruksi tuba eustachius dapat disebabkan oleh berbagai keadaan termasuk peradangan, seperti nasofaringitis atau adenoitis. Obstruksi juga disebabkan oleh tumor nasofaring. Bila suatu tumor nasofaring menyumbat tua eustachius, temuan klinis pertama dapat berupa cairan dalam telinga tengah. Obstruksi dapat pula disebabkan oleh benda asing, misalnya tampon posterior untuk pengobatan epistaksis, atau trauma mekanis akibat adenoidektomi yang terlalu agresif sehingga terbentuk parut dan penutupan tuba. 6
Obstruksi mekanik atau fungsional tuba eustachius mengakibatkan efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik instrinsik dapat diakibatkan infeksi atau alergi dan obstruksi ekstrinsik dari adenoid obstruktif atau tumor nasofaring. Kolaps menetap tuba eustachius selama menelan dapat mengakibatkan obstruksi fungsional akibat pengurangan kekakuan tuba, dan mekanisme pembukaan aktif yang tidak efisien, atau ekduanya. Obstruksi fungsional adalah lazim pada bayi dan anak kecil karena jumlah dan kekuan kartilago yang mendukung tuba kurang daripada jumlah dan kekakuan pada anak yang lebih tua dan orang dewasa. Karena tuba Eustachius telibat dengan otot-otot yang melekat pada palatum lunak dan karena ia merupakan bagian dari dasar tengkorak, penderita dengan anomali pada daerah ini, seperti palatum lemah dan anak dengan sindroma Down, mempunyai insiden yang jauh lebih tinggi disfungsi tuba eustachius dan otitis media kronik dengan efusi. 7
Obstruksi tuba eustachius mengakibatkan tekanan telinga tengah negatif dan, jika menetap, mengakibatkan efusi telinga tengah transudatif. Drainase efusi dihambat oleh pengangkutan mukosiliare yang terganggu dan oleh tekanan negatif terus menerus. Bila tuba eustachius tidak secara total terobstruksi secara mekanik, kontaminasi ruang telinga tengah dari sekresi nasofaring dapat terjadi karena refluks, karena aspirasi (dari telingan tengah yang sangat negatif), atau karena peniupan (insufflasi) selama menangis, peniupan hidung, bersin, dan penelanan bila hidung terobstruksi. Bayi dan anak kecil mempunyai tuba eustachius yang lebih pendek daripada anak yang lebih tua dan orang dewasa, yang membuatnya lebih rentan terhadap refluks sekresi nasofaring ke dalam ruang telinga tengah dan terhadap perkembangan otitis media akut. 7
Infeksi virus pada saluran pernapasan atas mungkin menyebabkan edema mukosa tuba eustachius sehingga menyebabkan penambahan disfungsi tuba eustachius. 7
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba- tiba di luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk membuka. Apabila perbedaan tekanan mencapai 90 14
cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak mampu membuka tuba. Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga telinga tengah, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah. 2
Otitis media efusi dapat didahului dengan otitis media akut. Hal ini disebabkan oleh sekresi cairan dari mukosa yang terinflamasi. Mukosa telinga tengah tersensitisasi oleh paparan bakteri sebelumnya, dan melalui reaksi alergi terus menerus memproduksi sekret. Tetapi otitis media dengan efusi tidak harus selalu diawali dengan otitis media akut. 1 Patofisiologi otitis media dengan efusi dan hubungnanya dengan penyebab diringkas dalam skema 1.
Skema 1. Patofisiologi Otitis Media dengan Efusi 2
Sembuh/normal Efusi OME Fungsi tuba tetap terganggu Infeksi (-) Tekanan negatif di telinga tengah Gangguan tuba Etiologi: Perubahan tekanan udara tiba-tiba Alergi Infeksi Sumbatan OMA Tuba tetap terganggu Infeksi (+) Sembuh OME OMSK 15
II.6 ETIOLOGI
Gangguan fungsi tuba eustachius merupakan penyebab utama. Gangguan tersebut dapat terjadi pada: 1,2,6
1. Kegagalan fungsi tuba Eustachi. Disebabkan oleh: a. Hiperplasia adenoid b. Rinitis kronik dan sinusitis c. Tonsilitis kronik. pembesaran tonsil akan menyebabkan obstruksi mekanik pada pergerakan palatum molle dan menghalangi membukanya tuba eustachius. d. Tumor nasofaring yang jinak dan ganas. Kondisi ini selalu menyebabkan timbulnya otitis media unilateral pada orang dewasa. e. Defek palatum, misalnya celah pada palatum atau paralisis palatum.
2. Alergi Alergi inhalans atau ingestan sering terjadi pada anak-anak. Ini tidak hanya menyebabkan tersumbatnya tuba eustachius oleh karena udem tetapi juga dapat mengarah kepada peningkatan produksi sekret pada mukosa telinga tengah.
3. Otitis media yang belum sembuh sempurna Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada OMA dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyembuhkan secara sempurna. Akan menyisakan infeksi dengan grade yang rendah. Proses ini dapat merangsang mukosa untuk menghasilkan cairan dalam jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan kelenjar mukus juga bertambah.
4. Infeksi virus Berbagai virus adeno dan rino pada saluran pernapasan atas dapat menginvasi telinga tengah dan merangsang peningkatan produksi sekret.
Kondisi di bawah ini harus dipertimbangkan saat mengevaluasi pasien dengan suspel otitis media dengan efusi: 1
Masa nasofaring jinak Karsinoma nasofaring Otitis media akut Hipertrofi adenoid Defek kongenital apda tuba eustachius Diskinesia silia Defisiensi IgG
II.7 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, infeksi telinga tengah adalah masalah kesehatan utama yang ditemukan pada bayi dan anak. Suatu survei yang melakukan skrining pada anak-anak yang sehat usia bayi sampai 5 tahun menunjukkan sebanyak 15-40% memiliki efusi pada telinga tengah. Studi lain, pada anak yang diperiksa secara berkala selama 1 tahun, 50-60% peserta dan 25% anak usia sekolah ditemukan efusi pada telinga tengah, dengan puncak insiden pada musim dingin. 1
16
Antara 84%-93% populasi anak mengalami paling sedikit 1 episode otitis media akut. Sekitar 80% anak-anak mengalami episode otitis media dengan efusi saat berusia kurang dari 10 tahun. 5% dari anak-anak usia 2-4 tahun mengalami hilangnya pendengaran karena efusi telingan tengah yang menetap selama 4 bulan atau lebih. Prevalensi otitis media dengan efusi didapatkan paling tinggi pada kelompok usia 2 tahun ke bawah, dan menurun secara drastis pada anak di atas 6 tahun. 1
Sebuah studi selama 7 tahun yang dilakukan di Boston menunjukkan frekuensi otitis media akut. Pada anak kurang dari 1 tahun, 62% mengalami paling tidak 1 episode otitis media akut, dan 17% mengalami 3 atau lebih episode. Pada anak kurang dari 3 tahun, 83% mengalami paling tidak 1 kali episode otitis media akut, dan 46% 3 episode atau lebih. 1
Pada studi lain, 12,8 juta episode otitis media terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun. Karena paling tidak 30-45% anak-anak dengan otitis media akut mengalami otitis media dengan efusi setelah 30 hari, dan 10% mengalami otitis media dengan efusi stelah 90 hari, paling tidak tercatat 4,84 juta episode otitis media dengan efusi pada tahun tersebut, di antaranya ada 1,28 episode yang persisten sampai 3 bulan atau lebih. 1
Faktor Predisposisi Usia Insidens tertinggi ditemukan pada kelompok usia 6-20 bulan. Setelah usia 2 tahun, insiden otitis media menurun secara progresif, walaupun penyakit ini tetap umum ditemukan pada anak usia sekolah. Alasan tingginya insiden pada bayi dan anak-anak meliputi masih belum matangnya sistem imun dan anatomi tuba eustachius yang lebih lebar, lebih pendek, serta letaknya lebih horizontal. 7
Jenis Kelamin Walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prevalensi otitis media ddngan efusi pada pria dan wanita, tetapi beberapa studi menunjukan bahwa frekuensi pada pria sedikit lebih banyak. 1
Genetik Penyakit pada telinga tengah cenderung ditunrunkan di dalam keluarga dan beberapa studi telah memberi gagasan bahwa ada komponen herediter pada otitis media. Ditemukan lebih banyak kasus otitis media pada kembar monozigot dibandingkan dizigot. 7
Status Sosioekonomi Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya otitis media meliputi padatnya rumah, minimnya fasilitas sanitasi, status nutrisi yang kurang baik, akses untuk mendapatkan pelayanan media yang terbatas, dan kurangnya kemampuan untuk membeli obat. 7
Pemberian ASI ASI memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap otitis media dibandingkan dengan susu formula. Pada kelompok dengan status sosiekonomi tinggi, mungkin tidak didapatlan banyak perbedaan, tetapi pemberian ASI memberikan manfaat yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan susu formula pada kelompok status sosiekonomi rendah. 7
17
Paparan Asap Rokok Studi telah menunjukkan bahwa paparan terhadap asap rokok, termasuk perokok pasif, meningkatkan keretanan terhadap otitis media. 7
Pajanan dengan Anak yang Sakit Banyak studi telah menunjukan bahwa ada hubungan yang positif antara terjadinya otitis media dan keseringan anak berada di dekat anak-anak yang lain, seperti pada tempat penitipan anak. 1,7
Musim Pada negara 4 musim, angka kejadian tertinggi otitis media adalah selama musim dingin dan paling rendah selama musim panas, pola ini sesuai dengan pola ISPA. Dengan demikian, ada hubungan yang signifikan antara ISPA dan otitis media.
Anomali Kongenital Otitis media dengan efusi banyak ditemukan pada bayi dengan palatoskisis yang tidak ditangani, anomali kranial lainnya, dan sindroma Down. Kebanyakan yang terjadi pada anomali kongenital ini adalah defisiensi fungsi tuba eustachius, yang mempredisposisi penderita kepada penyakit telinga tengah. 7
Kebiasaan Menempatkan bayi pada posisi berbaring saat minum ASI atau susu pada dasarnya meningkatkan resiko otitis media dengan efusi, karena hal tersebut menyebabkan reflux ke tuba eustachius saat menelan. 1
II.8 GEJALA DAN ANAMNESIS
Otitis media dengan efusi hampir selalu diawali dengan otitis media akut setelah otitis media akut sembuh. Namun, efusi telinga tengah dapat timbul tanpa diawali dengan otitis media akut, seperti pada kasus otitis media serosa setelah barotrauma. 1
Keluhan yang paling sering disampaikan oleh orangtua dari anak yang menderita otitis meda dengan efusi adalah tanda-tanda penurunan pendengaran, seperti tidak menjawab ketika dipanggil dan seringkali meminta mengulangi pembicaraan. Tetapi, tanda ini tidak konsisten dan tidak selalu mengindikasi efusi telinga tengah. 1
Orang dewasa dengan otitis media efusi mengeluh rasa penuh di telinga dan/atau rasa tertekan, telinga terasa tersumbat atau pendengaran berkurang. Pasien jarang mengeluh nyeri. 1
Temuan yang berhubungan pada pengambilan riwayat dapat meliputi riwayat infeksi saluran nafas bagian atas sebelumnya, riwayat perjalanan dengan pesawat atau menyelam sebelumnya, atau alergi terhadap alergen di lingkungan. 1 Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda, pada telinga yang sakit. Kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit nyeri dapat timbul pada saat awal tuba terganggu yang menyebabkan timbulnya tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada barotrauma), tetapi setelah sekret terbentuk, pelan-pelan tekanan negatif ini hilang. Rasa nyeri dalam 18
telinga tidak ada jika penyebabnya adalah virus atau alergi. Tinitus dan vertigo terkadang dapat ditemukan dalam bentuk yang ringan. 2
Perasaan tuli pada otitis media mukoid lebih menonjol oleh karena sekret yang kental. Seringkali pada anak keadaan ditemukan tidak sengaja saat pemeriksaan THT rutin. 2
II.9 PEMERIKSAAN FISIK
Otoskopi Otoskopi pada otitis media serosa terlihat membran timpani retraksi dan utuh. Kadang-kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan di dalam kavum timpani. Otoskopi pada otitis media mukoid terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-abuan (Gambar 4). Tidak terdapat tanda-tanda radang pada membran timpani. 1,2
Gambar 4. Perbandingan Membran Timpani pada Telinga Normal dan Otitis Media dengan Efusi.
Tes Penala Hasil tes penala sesuai dengan tuli konduktif, yaitu Rinne negatif, Weber laterisasi ke telinga yang sakit, Schwabach memanjang.
Pemeriksaan Hidung dan Tenggorok Tekadang, hipertrofi tonsilar juga dapat ditemukan. Lebih sering didapatkan hipertrofi adenoid, terutama pada pasien dengan kondisi yang rekuren. Tumor nasofaring mungkin ditemukan. Temuan lainnya dapat meliputi hidung tersumbat, post nasal drip, rinorea, dan mata gatal dan berair, sesuai dengan tanda infeksi saluran nafas atas atau alergi lingkungan.
19
II.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium jarang digunakan untuk menunjang diagnosis otitis media dengan efusi, kecuali ada kecurigaan terhadap penyakit lain. Anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah cukup sensitif dan spesifik untuk menunjang diagnosis otitis media dengan efusi. Namun beberapa modalitas di bawah dapat digunakan. 1
Timpanometri Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan (gerakan) membran timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi dihantarakan pada telingan melalui suatu tabung tersumbat; sebagian diabsorpsi dan sisanya dipantulkan kembali ke kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari ujung tabung tersebut. Jika telinga normal, besar energi yang dipantulkan tersebut lebih kecil dari energi insiden. Sebaliknya bila telinga terisi cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal. Dengan demikian jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini digunakan sebagai saranan pengukur kelenturan. 6
Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dan kelenturan relatif sistem osikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah (Gambar 5).
Gambar 5. Timpanogram
Tipe A (timpanogram normal). Kelenturan maksimal terjadi pada atau dekat tekanan udara sekitar, memberi kesan tekanan udara di dalam telinga tengah yang normal. 6
Tipe B. Timpanogram relatif datar atau berbentuk kubah memperlihatkan sedikit perubahan dalam kualitas pemantul sistem timpano-osikular dengan perubahan tekanan udara dalam liang telinga. Timpanogram tipe B dihubungkan dengan cairan di dalam telinga tengah, gendang telinga yang menebal, atau sumbatan serumen. 6
Tipe C. kelenturan maksimal terjadi pada tekanan ekivalen negatif lebih dari 100 mmH2O pada liang telinga. Pemeriksaan otoskop biasanya memperlihatkan retraksi membran timpani dan mungkin juga cairan dalam telinga tengah. 6 Adanya efusi pada telinga tengah akan memperlihatkan timpanogram tipe B, sementara adanya tekanan negatif pada telinga tengah memperlihatkan timpanogram tipe C. Tipe B dapat timbul pada otitis media dengan efusi dimana efusi masih banyak terkumpul di telinga tengah. Tipe C didapatkan pada fase resolusi dari otitis media dengan efusi dan pada disfungsi tuba Eustachius. 8 Timpanogram tipe B didapatkan pada 43% kasus otitis media dengan efusi dan tipe C pada 47% kasus. 1
20
Studi Radiologik Computed tomography (CT-scan) dan magnetic resonance imaging (MRI) sangat sensitif dan tidak dibutuhkan untuk menegakan diagnosis. Namun, kedua modalitas ini dapat berguna untuk mendeteksi masa nasofaring pada pasien dewasa dengan otitis media dengan efusi unilateral. MRI memiliki keunggulan untuk melihat batas-batas jaringan lunak dengan lebih tepat, dan CT scan memiliki keunggulan untuk menggambarkan anatomi tulang dengan lebih spesifik. 1
II.11 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding otitis media dengan efusi adalah otitis media akut stadium oklusi. Yang membedakan otitis media akut dengan otitis media efusi adalah, adanya infeksi bakteri pada otitis media akut dan adanya tanda-tanda radang pada membran timpani pada otitis media akut yang tidak dijumpai pada otitis media efusi. Perbedaan lainnya adalah, cairan pada otitis media akut berupa cairan supuratif, sementara pada otitis media efusi cairannya berupa non supuratif. Namun pada otitis media akut stadium oklusi, gambaran membran timpani adalah retraksi karena adanya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. 1
Pada otitis media dengan efusi dapat dilihat air-fluid level atau gelembung udara pada membran timpani yang dapat membantu membedaknnya dengan otitis media akut stadium oklusi. 7
Dari anamnesis, otitis media akut seringkali didahului oleh ISPA dan merupakan keadaan yang akut. Sementara otitis media efusi yang bukan disebabkan oleh barotrauma lebih merupakan keadaan yang kronis. Kehilangan pendengaran pada otitis media efusi lebih menonjol daripada otitis media akut stadium oklusi.
II.12 PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi Penatalaksanaan famakologik untuk otitis media dengan efusi meliputi pemberian steroid, antihistamin dan dekongestan, dan mukolitik.
Steroid Beberapa klinisi mengusulkan pemberian kortikosteroid untuk mengurangi respon inflamasi di kompleks nasofaring-tuba Eustachius dan menstimulasi agent- aktif di permukaan tuba Eustachius dalam memfasilitasi pergerakan udara dan cairan melalui tuba Eustachius. Pemberian dapat berupa kortikosteroid oral atau topikal (nasal), ataupun kombinasi. 1
Antihistamin dan Dekongestan Kongesti nasal, rinorea, dan sinusitis seringkali menyertai otitis media dengan efusi, dan anthistamin dan dekongestan dapat diberikan untuk meredakan gejala tersebut. Pemberian terapi ini terutama berguna jika penyebab utamanya adanya alergi. Antihistamin mencegah degranulasi sel mast dan mencegah pelepasan histamin yang dapat menyebabkan udem mukosa dan peningkatan produksi mukus. 1
21
Mukolitik Dimaksudkan untuk merubah viskoelastisitas mukus telinga tengah untuk memperbaiki transport mukus dari telinga tengah melalui tuba eustachius ke nasofaring. Namun demikian mukolitik ini tidak memegang peranan penting dalam pengobatan otitis media dengan efusi. 9
Terapi Bedah Indikasi Bedah Tindakan bedah telah diterima sebagai intervensi terapetik untuk otitis media dengan efusi, dan terbukti efektif. Intervensi ini meliputi miringotomi dengan atau tanpa pemasangan pipa ventilasi, adenoidektomi, atau keduanya. Tonsilektomi tidak terlalu memberi manfaat sebagai terapi otitis media dengan efusi. 1
Indikasi untuk intervensi bedah masih kontroversial, seperti dengan semua pembedahan, keuntungan bagi pasien harus lebih besar dari resiko dan kerugian yang ditanggung. 1
Sebelumnya, intervensi bedah dilakukan jika efusi bertahan lebih dari 3 bulan. Namun, sebuah studi menunjukkan, pada tidak adanya hilang pendengaran yang signifikan, anak-anak yang hanya diobservasi dibandingkan dengan yang menerima pipa ventilasi tidak memiliki perbedaan peningkatan kualitas hidup yang bermakna. Karena itu, jika ambang batas dengar masih 20 dB, observasi menjadi pilihan. Namun, hanya 30% pasien yang memiliki otitis media dengan efusi selama 3 bulan akan sembuh selama 12 bulan ke depan, karena itu, monitor ambang dengar tetap dibutuhkan. 1
Untuk pasien dengan hilang pendengaran dan otitis media dengan efusi, hilangnya pendengaran 40 dB atau lebih adalah inidkasi absolut untuk dilakukan pemasangan pipa ventilasi. Hilang pendengaran di rentang 21-40 dB adalah indikasi relatif. 1
Miringotomi Jika miringotomi dilakukan tanpa pemasangan pipa ventilasi, prosedur ini tidak terlalu berguna untuk anak-anak. Miringotomi dan aspirasi dapat berguna untuk orang dewasa sementara terjadi penyembuhan telinga tengah. Miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi dilakukan pada otitis media dengan efusi kronik. Berkat pemasangan pipa ventilasi, terjadi penyamaan tekanan dan drainase. Biasanya, pipa akan lepas sendiri selama 9-12 bukan setelah pemasangan. Otorea persistem adalah komplikasi yang paling sering terjadi, timbul pada sekitar 15% pasien dan menetap selama 1 tahun pada 5%. Komplikasi yang paling sering kedua adalah timpanoskelrosis. Perforasi persisten adalah komplikasi ketiga yang paling sering terjadi (timbul pada kurang lebih 2%), perforasi persisten meningkat apabila pipa ventilasi tidak lepas lebih dari 18 bulan. Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah formasi jaringan granulasi, kolesteatoma, dan tuli sensorineural. 1
Adenoidektomi Walaupun edenoidektomi adalah terapi utama pada otitis media dengan efusi akibat obstruksi oleh dhipertrofi adenoid, namun prosedur miringotomi dan pemasangan pipa lebih mudah dan resikonya lebih rendah. Komplikasi adenoidektomi meliputi perdarahan (0,4%) dan terbentuknya jaringan parut pada torus tubarius. Indikasi untuk adenodektomi meliputi: (1) hipertrofi adenoid, (2) untuk meningkatkan fungsi tuba eustachius, (3) menghilangkan sumber infeksi di orifisium tuba. 1
22
Hipertrofi adenoid dapat mengoklusi nasofaring dan koana dan menyebabkan tekanan pada nasofaring selama menelan dan dapat menyebabkan refluks pada tuba, selain itu adenoid dapat mengobstruksi orifisium tuba dan menurunkan fungsi tuba. Alasan lain untuk dilakukan adenoidektomi adalah menghilangkan sumber infeksi. Jika dilakukand engan benar, adenoidektomi dapat membuat mukosa nasofaring mulus dan menurunkan kolonisasi bakteri. 1
Anak-anak dengan abnormalitas kraniofasial dan neurologis memerlukan terapi yang lebih agresif. Kriteria ambang dengar 20 dB tidak dapat digunakan pada pasien ini. 9
Perubahan Gaya Hidup dan Pencegahan Modifikasi gaya hidup berikut ini dapat membantu menurunkan frekuensi otitis media dengan efusi: menghindari merokok pasif, memberikan ASI dan menghindari pemberian ASI atau makanan sembari berbaring. Bayi yang mendapatkan ASI memiliki resiko yang lebih rendah untuk mengalami otitis media akut dan otitis media dengan efusi. Menempatkan bayi pada posisi berbaring pada dasarnya meningkatkan resiko otitis media dengan efusi, karena hal tersebut menyebabkan reflux ke tuba eustachius saat menelan. 1
II.13 KOMPLIKASI
Komplikasi otitis media dengan efusi dapat meliputi:
Tuli Konduktif dan Keterlambatan Perkembangan Bahasa dan Wicara Otitis media dengan efusi terutama berhubungan dengan hilangnya pendengaran. Secara rata-rata hilangnya pendengaran ini ringan dan tidak terlalu mengganggu kehidupan. Namun, Rosenfeld dan kolega (1996) mendemonstrasikan bahwa anak-anak dengna otitis media efusi mengalami kesulitan dalam mengenali kata-kata pada volume percakapan biasa. Anak-anak dengan otitis media kronik yang diterapi dengan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi mengalami perbaikan dalam kemampuan bahasa. 9
Tuli Sensorineural Prostaglandin dan leukotriens didapatkan dengan konsentrasi tinggi pada efusi telinga tengah dan dapat memasuki tingkap bulat. Paparan kronik terhadap metabolit ini dapat menyebabkan tuli sensorineual temporer dan kadang-kadang permanen. 1
Disfungsi Vestibular Casselbrant dan kolega (1995) mendemonstrasikan bahwa anak-anak dengan otitis media efusi mengalami goyangan yang lebuh signifikan pada tes postugrafi dibandingkan anak normal. Anak-anak dengan otitis media efusi juga terlihat lebih bergantung pada pengelihatan untuk keseimbangan dibandingkan anak yang sehat. Casselbrant dan kolega (1998) juga menunjukkan adanya abnormalitas vestibular yang menetap pada kelompok anak yang pernah mengalami otitis media dengan efusi yang telah sembuh saat pemeriksaan. Hal ini mengindikasikan adanya efek yang berkepanjangan pada labirin vestibular pada pasien otitis media dengan efusi. 9
Beberapa studi menunjukkan perbaikan fungsi vestibuler setelah pemasangan pipa ventilasi. Casselbrant dan kolega (1995) menunjukkan adanya perbaikan yang siginifikan di dalam tes posturografi setelah pipa ventilasi dipasang. 9
23
Perubahan Struktur dan Fungsi Telinga Otitis media dengan efusi adalah proses inflamasi yang berhubungan dengan infiltrat makrofag, sel fibroblas, dan neutrofil (Ruah et al, 1992). Inflamasi kronik menyebabkan penipisan lapisan fibrosa pada membran timpani dan menyebabkan timpanosklerosis, suatu proses yang ditandai dengan formasi plak pada lapisan submukosa telinga tengah. Plak ini dapat menyebabkan limitasi gerakan osikular yang menyebabkan tuli konduktif. Disfungsi tuba eustachius yang berhubungan dengan otitis media dengan efusi kronik dikombinasi dengan atelektasis membran timpani dapat menyebabkan masalah yang lebih signifikan seperti otitis adesiva, erosi osikular, dan kolesteatoma. 9
II.14 PROGNOSIS
Otitis media dengan efusi adalah penyebab utama hilangnya pendengaran pada anak-anak. Kondisi ini berhubungan dengan keterlambatan bicara pada anak di bawah usia 10 tahun. Hilangnya pendengaran biasanya konduktif, namun otitis media dengan efusi juga berhubungan dengan tuli sensorineural. 1
Secara umum, prognosis dari otitis media dengan efusi adalah baik. Kebanyakan episode dapat sembuh tanpa intervensi. Tetapi, 5% anak-anak yang tidak ditangani secara bedah mengalami otitis media efusi persisten selama 1 tahun. Intervensi bedah secara signifikan meningkatkan pembersihan efusi telinga tengah pada populasi ini, namun kegunaan untuk perkembangan bahasa dan bicara dan kualitas hidup masih kontroversial. 1
24
BAB III. PENUTUP
KESIMPULAN Istilah otitis media dengan efusi terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. 1 Disfungsi tuba Eustrachius adalah prekursor yang utama. Jika tuba eustachius tersbumbat, maka akan tercipta keadaan vakum di dalam telinga tengah. Sumbatan yang lama dapat mengarah pada peningkatan produksi cairan yang semakin memperberat masalah. Gangguan pada tuba eustachius yang membuat tuba eustachius tidak dapat membuka secara normal antara lain berupa palatoskisis dan obstruksi tuba, serta barotrauma. 3 Penyakit yang berhubungan dengan otitis media efusi adalah hiperplasia adenoid, rinitis kronik dan sinusitis, tonsilitis kronik, tumor nasofaring, defek palatum, alergi, otitis media yang belum sembuh sempurna, serta infeksi virus. Faktor resiko adalah usia di bawah 2 tahun, genetik, status sosioekonomi redah, tidak mendapatkan ASI, minum dan makan sambil berbaring, paparan terhadap asap rokok, pajanan dengan anak lain yang sakit, musim dingin, dan anomali kongenital seperti palastokisis dan Sindroma Down. 1,7
Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang. Selain itu pasien juga mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda, pada telinga yang sakit. Kadang-kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa nyeri jarang ditemukan. Tinitus dan vertigo terkadang dapat ditemukan dalam bentuk yang ringan. 2
Otoskopi pada otitis media serosa terlihat membran timpani retraksi dan utuh. Kadang-kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan di dalam kavum timpani. Otoskopi pada otitis media mukoid terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-abuan. Tidak terdapat tanda-tanda radang pada membran timpani. 1,7 Hasil tes penala sesuai dengan tuli konduktif, yaitu Rinne negatif, Weber laterisasi ke telinga yang sakit, Schwabach memanjang. Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemukan gejala dari penyakit yang mendasari disfungsi tuba eustachius. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah timpanometri dan didapatkan tipe B atau C. Farmakoterapi meliputi pemberian steroid, antihistamin dan dekongestan, dan mukolitik. Sementara terapi bedah meliputi miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi dan adenoidektomi. 1
Komplikasi berupa tuli konduktif yang dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan bahasa pada anak, tuli sensorineural, disfungsi vestibular, dan perubahan struktur dan fungsi telinga. 9
Secara umum, prognosis dari otitis media dengan efusi adalah baik. Kebanyakan episode dapat sembuh tanpa intervensi. Intervensi bedah secara signifikan meningkatkan pembersihan efusi telinga tengah pada populasi ini, namun kegunaan untuk perkembangan bahasa dan bicara dan kualitas hidup masih kontroversial. 1
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Thasher RD, Meyers AD. Otitis media with effusion. [Jurnal]. 15 Juni 2009. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/858990-medication#showall. Pada tanggal 25 April 2013. 2. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (Editor). Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed. 7. Jakarta: FK UI. 2012. P. 67-9. 3. Bashiruddin J, Hendarmin H, Soetirto I. Gangguan pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (Editor). Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed. 7. Jakarta: FK UI. 2012. P. 10-4. 4. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi, dan fisilogi telinga. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Ed. 6. Jakarta:EGC. 1997. P. 27-38. 5. Soepardi EA. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (Editor). Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Ed. 7. Jakarta: FK UI. 2012. P. 2-6. 6. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Ed. 6. Jakarta:EGC. 1997. P. 90-9. 7. Kerscher JE. Otitis media. In: Kliegman, Behrman, Janson, Stanton. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th Ed. Philadelphia: Elsevier inc; 2007: part I. Chapter 639. 8. Lucile Packard Childrens Hospital. How to interpret the tympanogram. [Journal]. Diunduh dari http://peds.stanford.edu/Rotations/continuity_clinic/documents/CCC_How_to_Interpr et_the_Tympanogram.pdf. Pada tanggal 25 April 2013. 9. Belmont MJ. Watchful waiting for otitis media with effusion. In: Advanced Therapy in Otitis Media. Ontario: Bc Decker. 2004. P. 171-3. Chapter 33.