Jamil Hasim Masahida 102009114 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana ipul_saeful@yahoo.com
Pendahuluan Asites merupakan keadaan patologis berkumpulnya cairan dalam rongga peritoneal abdomen,asites juga dapat disebabkan oleh sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah antara lain: 1. Memenuhi tugas makalah mandiri blok 17 hepatobilier sesuai skenario yang telah ditentukan. 2. Membahas anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, pengobatan, pencegahan, komplikasi, prognosis. Skenario Pasien 65 tahun datang dengan keluhan perut membesar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan kakinya juga dirasa membengkak mulai dirasakan sejak 5 bulan lalu.perut dan kedua kaki yang bengkak tidak disertai rasa sakit pasien juga kadang demam yang tidak terlalu tinggi.7 hari sebelum masuk RS,pasien mengatakn BAKnya mulai berwarna seperti the pekat.BAB pasien warna kehitaman sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan dirinya saat muda pernah diberitahu dokter menderita hepatitis. Riwayat konsumsi obat nyeri tulang 2
selama 6 tahun belakangan. Pada pemeriksaan fisik: BP: 130/80 mmHg. HR: 98x/menit, T= 38C, BB= 85 kg. Anamnesis a. Riwayat pribadi pasien - Nama - Tempat, tanggal lahir - Umur - Jenis kelamin - Agama - Pekerjaan - Alamat - Suku
b. Riwayat penyakit sekarang - Keluhan utama - Keluhan sudah berapa lama dialami - Apakah mudah lelah dan lemas ? - Apakah ada pembengkakan pada tungkai? - Apakah ada demam ? - Apakah perut terasa kembung ? - Apakah selera makan berkurang atau tetap ? - Apakah pasien sering minum alcohol/tidak ? - Apakah sering merasa mual atau tidak ? - Apakah berat badan menurun atau tetap ? - Bagaimana warna urin, kuning atau warna seperti teh pekat ? - Apakah pernah menjalani transfuse darah ?
c. Riwayat penyakit dahulu - Apakah pernah mengalami penyakit hepatitis B ? 3
- Apakah pernah mengalami penyakit hepatitis C ? Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan umum o Pemeriksaan tekanan darah o Pemeriksaan suhu tubuh o Pemeriksaan pernapasan o Pemeriksaan nadi o Inspeksi keadaan tubuh menyeluruh dari rambut sampai kaki secara selintas - Pemeriksaan Khusus
o Inspeksi Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis (Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, asites (perut membuncit) fetor hepatikum (bau napas yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus. 1
Gambar 1. Spider telangiekstasis Gambar 2. eritema palmaris 4
Gambar 3. Asites dengan caput medusa Gambar 4. Ikterus Palpasi Palpasi pada penderita sirosis hati ditemukan: Pada palpasi organ, hepar tidak teraba. Pada palpasi organ, lien membesar, dan teraba pada titik schuffner (sesuai dengan seberapa besar pembesaran dari lien) Untuk memeriksa kemungkinan asites dapat menggunakan shifting dullness (tes untuk pekak pindah), atau fluid wave (tes untuk gelombang cairan). 1
Shifting dullness (tes untuk pekak pindah). Setelah membuat batas antara bunyi timpani dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi. Lakukan perkusi dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup relatif tidak berubah. 2
Fluid wave (tes untuk gelombang cairan). Pasien atau asisten menekan dengan kuat ke arah bawah pada garis tengah abdomen mengunakan permukaan ulnar kedua tangan. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang melalui jaringan lemak. Sementara itu, dokter menggunakan ujung jari-jari tangan untuk mengetuk dengan cepat salah satu pinggang pasien, raba sisi pinggang yang lain untuk merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan asites. 2
5
Pemeriksaan Penunjang Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sirosis hati. Beberapa pemeriksaan yang dapat menilai fungsi hati antara lain dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin, prothrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik. Alkali fosfatase, meningkat 2-3 kali batas atas normal. Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya meningkat. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin konsentrasinya meningkat. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. 1
Selain itu juga ada beberapa pemeriksaan, antara lain: Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis. CT dan MRI, namun harganya relatif mahal dan peranannya tidak terlalu jelas dalam mendiagnosis sirosis hati. Pada kasus tertentu, diperlukan pemeriksaan biopsi hati karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. 1
6
Diagnosis Working Diagnosis :asites dan melena ec Sirosis hati
Gambar 5. Hati yang normal dan sirosis hati Asites Adalah penimbunan cairan secara abnormal dirongga peritoneum.asites dapat di sebabkan oleh banyak penyakit.pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui dua mekanisme dasar yakni eksudasi dan transudasi.asites jenis ini paling sering sering di jumpai di Indonesia.asistes merupakan tanda prognosis kurang baik pada beberapa penyakit,asites dapat menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya oleh karena itu asites harus dikelola dengan baik,pada bagian ini terutama akan di bahas asites akibat sirosis hati dan hipertensi porta. Sirosis Hati ec Hepatitis Kronik Sirosis adalah suatu keaadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distrosi dari arsitektur hepar dan pembetukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan pumunjang retikulin kolapas disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis perenkim hati. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dikompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda 7
klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari prosos hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis, hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeeriksaan biopsi hati. 3
Melena melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. sumber perdarahannya biasanya juga berasal dari saluran cerna atas, meskipun demikian dapat juga dimulai dari usus disebelah bawah ligamentum Treitz sampai dengan kolon proksimal. Melena biasanya menggabarkan pendarahan pada esophagus lambung duodenum, tetapi lesi di jejunum,jejunum bahkan colon asendens bisa menyebabkan melena asalkan waktu pejalanan melalui traktus gastrointestinalis cukup panjang,warna melena yang hitam terjadi akibat bat kontak darah dengan asam hidroclorida sehingga terbentuk hematin,tinja tersebut akan berbentuk seperti ter ( lengket) dan menimbulkan bau yang khas. Etiologi pendarahan saluran cerna bagian atas yang paling sering ditemukan yaitu ulkus peptikum,varises,gastritis erosive,rupture mukosa esofagogastrika (sindroma Mallory weiss) dan keganasan. Ulkus peptikum merupakan penyebab paling banyak diteukan pada perdarahan SCBA. Definisi ullus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas sampai kebawah epitel.penyebabnya bisa karena H.pylori,sekresi bikarbonat mukosa,dan stress,gambaran klinis utamanya nyeri epigastrium yang secara khas akan mereda stelah makan atau menelan antacid,nyeri ulkus peptikum sering kali digambarkan sebagai nyeri teritis,terbakar atau rasa tidak enak.selain itu penderita juga merasa mual dan muntah cairan seperti kopi. Gastritis berkaitan dengan konsumsi alcohol atau dengan penggunaan NSAID seperti aspirin,erosi lambung sering terjadi pada pasien yang mengalami trauma berat,pembedahan dan penyakit sistemik yang berat,khususnya korban luka bakar dan pasien dengan peningkatan dengan tekanan intrakanial. 8
Varises perdarahan varises ini secara khas terjadi mendadak dan massif dan biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis Ruptur mukosa esofagogastrika (Sindroma Mallory Weiss) merupakan pendarahan SCBA akut,ditandai dengan gejalah muntah tanpa isi atau vomitus tanpa drah yang kemudian diikuti hematemesis. Mekanisme muntah seperti kopi dan melena Perdarahan > Fe teroksidasi oleh asam lambung dan bakteri > Muntah seperti kopi,bab hitam Melena : Hb terkonversi menjadi hematin,perlambatan saluran cerna bagian bawah karena perlambatan mortilitas. Membedakan perdarahan saluran cerna bagian atas dengan bawah Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB Manifestasi klinik pada umumnya Hemetemesis/melena Hematochezia Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih Auskultasi usus Hiperaktif Normal Rasio (BUN/kreatinin) Meningkat > 35% < 35% Table 1 perbedaaan perdarahan SCBA dan SCBB Patofisiologi Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu juga riwayat muntah- muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang- kadang varises. Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat 9
berulang (sering disertai kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang buruk/.terganggu sehingga setiap perdarahan baik besar maupun kecil mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus dan encefalopati
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang dapat di temukan pada pasien hematemesis melena adalah syok (frekuensi denyut jantung,suhu tubuh), penyakit hati kronis (sirosis hepatis), dan koagulopati purpura serta memar, demam ringan antara 38-39 o C, nyeri pada lambung, hiperperistaltik, penurunan Hb dan Ht yang tampak setelah beberapa jam, leukositosis dan trombositosis pada 2-5 jam setelah perdarahan, dan peningkatan kadar ureum darah setelah 24-48 jam akibat pemecahan protein darah oleh bakteri usus. 2
Deferensial diagnosis Sirosis bilier primer Etiologi Penyebabnya belum diketahui tapi biasanya terjadi pada penderita autoimun seperti atritis rematoid,skelroderma,atau tiroiditis autoimun Sirosis bilier primer merupakan penyakit hati kolestatik kronik dan progresif,ditandai oleh destruksi saluran empedu intrahepatik dan inflamasi,serta pembentukan perut dada saluran porta.keadaan ini akan berlanjut menjadi sirosis hati dan gagal hati,fase presimptomatik dapat berlangsung selama dua decade,penyakit ini terutama mengenai usia pertengahan,dan memiliki pathogenesis autoimun.onsetnya bersifat insidious dengan gejala pruritus dan gejala 10
hepatomegali ikterus dan xantoma (karena retensi kolestrol) timbul belakangan yang buruk menjadi gagal hati setelah suatu perjalanan klinis yang lama. Morfologi o Lesi saluran porta : destruksi saluran empedu interlobularis dan septal oleh inflamasi limfositik (lesi saluran empedu yang utuh) dan inflamasi saluran porta yang kronik o Granuloma pada saluran porta dan parenkim hati o Lesi progresif : kelainan Kolongitis Sklerosis Primer Kolangitis sklerosis primer merupakan penyakit hati kolestatik kronik dan progresif, paling sering di jumpai pada laki-lakidalam usia pertengahan; penyakit ini di tandai oleh inflamasi, fibrosis obliteratif dan dilatasi segmental saluran empedu intrahepatik serta ektrahepatik. Penyakit ini terjadi akibat inflammatory bowel disease (IBD) (70% kasus), khususnya dengan kolitis ulserativa. Penyebab nya tidak di ketahui dan biasanya autoantibody tidak ditemukan; kolagitis sklerosis primer berlangsung dengan perjalanan penyakit yang kronik selama bertahun tahun; penyakit stadium terminal memerlukan transplantasi hati. Morfologi Ciri-ciri morfologiknya meliputi inflamasi dan fibrosis yang konsentrik (mirip kulit bawang) di sekitar saluran empedu, dengan atrofi yang progresif dan akhirnya obliterasi lumen saluran empedu, obstruksi saluran empedu mencapai puncaknya dalam bentuk sirosis bilier dan gagal hati. Pengbatan pada sirosis bilier primer Tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat laju perkembangan penyakit yang mengurangi gejala yang terjadi seperti pruritus,osteoporosis, transplantasi hati dianggap merupakan satu satunya prosedur penyelamatan hidup Obat obat yang dugunakan seperti 11
o Imunosupresa, seperti metroxtretrat,cyclosporine yang fungsinya untuk menekan reaksi imun o Gatal yang timbul dapat diberikan colistiramin o Tambahan kalsium vitamin A vitamin D vitamin K mungkin di butuhkan karena zat-zat tersebut tidak dapat diserap dengan baik sebagai akibat dari berkurangnya empedu. 7
Sirosis bilier sekunder Etiologi o Obstruksi karena kolelitiasis (batu) ekstrahepatik o Atresia saluran empedu o Keganasan pada percabangan saluran empedu atau kaput pancreas o Struktur karena tindakan pembedahan sebelumnya Morfologi Kolestatis bisa berat tetapi reversible.fibrosis periportal akhirnya menimbulkan sirosis yang bersifat ireversibel.hati dalam stadium terminal tampak berwarna hijau-kekuningan dan terbagi secara halus oleh saluran empedu jaringan fibrosis yang megalami distensi serta berisi empedu yang mengental.infeksi bakteri asendens akan memicu infiltrasi neutrofil ke dalam saluran empedu disertai pembentukan abses. Etiologi sirosis hati: Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C, Kolelithiasis Tabel 1. Etiologi sirosis : Hepatitis B dan Hepatitis C Indikator Hepatitis B Hepatitis C Etiologi - Virus hepatitis B - Virus hepatitis C Epidemiologi & penularan - Angka infeksi tertinggi pada kelompok tertutup dimana darah atau cairan tubuh lainnya disuntikkan, ditelan, misalnya pasien hemodialisis, penyalahguna obat intravena,
- Penularan melalui darah yang terkontaminasi, paling sering melalui produk darah (20%) atau penggunaan obat suntik (50%); pengguna obat 12
homoseks (angka karier 5- 20%). 4
- Penularan melalui darah, kontak dengan secret tubuh, seperti semen, air liur, air mata, ASI. 3
suntik adalah antibody HCV positif. 4
Gejala Klinis Demam ringan, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, mual, muntah, urin gelap, tinja warna lebih pucat, ikterus, hepatomegali, splenomegali. 4
Demam ringan, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, mual, muntah, urin gelap, tinja warna lebih pucat, ikterus, hepatomegali, splenomegali. 4
Keterangan Sekitar 25% pasien akan mengalami sirosis. 10-20% pasien dengan hepatitis kronik mungkin akan berkembang menjadi sirosis dalam 5-30 tahun. 4
Tabel 2. Differential Diagnosis Hepatitis A dan Kolelitiasis Indikator Hepatitis A Kolelitiasis Etiologi - Virus hepatitis A - Obstruksi duktus sistikus oleh batu, tumor. - 80% kasus komponen utama batu empedu: kolesterol dan sebagian kecil sisanya dari garam calcium. Epidemiologi & penularan - Penularan terjadi secara fecal- oral melalui air atau makanan terkontaminasi. 4
- Angka penularan lebih tinggi pada sanitasi yang buruk dan lingkungan padat penduduk, di Orang obesitas mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki- laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda. Faktor keluarga juga berperan 13
antara kelompok prasekolah dan pria homoseksual dan dalam suatu institusi. 4
dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal. 5
Gejala Klinis Demam ringan, mialgia, anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, mual, muntah, urin gelap, tinja warna lebih pucat, hepatomegali, splenomegali 20%. 4
nyeri di daerah hipokondrium kanan, rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dispepsia, flatulen dan lain-lain. Dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). 6
Keterangan Umumnya sembuh sendiri dan jarang sekali menjadi kronis maupun sirosis hati.
Defisiensi 1 -antitripsin Galaktosemia Penyakit simpanan glikogen Hemokromatosis
Alkohol Amiodaron Arsenic Obstruksi bilier Penyakit perlemakan hati non alkoholik 14
Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer
Hepatotoksisitas Imbas Obat Sebagian besar obat memasuki saluran cerna, dan hati sebagai organ diantara permukaan absorptif dari saluran cerna dan organ target obat dimana hati berperan penting dalam metabolisme obat. Sehingga hati rawan mengalami cedera akibat bahan kimia terapeutik. Hepatotoksisitas imbas obat merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat. Walaupun kejadian jejas hati jarang terjadi, tapi efek yang ditimbulkan bisa fatal. Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga mampu menembus membran sel intestinal. Kemudian obat di ubah menjadi hidrofilik melalui proses biokimiawi dalam hepatosit, sehingga lebih larut air dan diekskresi dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatic ini melibatkan jalur oksidatif terutama melalui system enzim sitokrom P-450. Mekanisme Hepatotoksisitas Cedera pada hepatosit dapat terjadi akibat toksisitas langsung, terjadi melalui konversi xenobiotik menjadi toksin aktif oleh hati, atau ditimbulkan oleh mekanisme imunologik (biasanya oleh obat atau metabolitnya berlaku sebagai hapten untuk mengubah protein sel menjadi immunogen). Reaksi obat diklasifikasikan sebagai reaksi yang dapat diduga (intrinsic) dan yang tidak dapat diduga (idiosinkratik). Reaksi Intrinsik terjadi pada semua orang yang mengalami akumulasi obat pada jumlah tertentu. Reaksi idiosinkratik tergantung pada idiosinkrasi pejamu (terutama pasien yang menghasilkan respon imun terhadap antigen, dan kecepatan pejamu memetabolisme penyebab).
15
Implikasi Klinis Cedera hati mungkin timbul atau memerlukan waktu beberapa minggu dan bulan, dan dapat berupa nekrosis hepatosit, kolestasis, disfungsi hati. Gambaran klinis pada hepatitis kronis akibat virus atau autoimun, tidak dapat dibedakan dengan hepatitis kronis akibat obat, baik secara klinis maupun histologist, sehingga pemeriksaan serologis virus sering dipakai untuk mengetahui perbedaannya. Awitan umumnya cepat, gejalanya dapat berupa malaise, ikterus, gagal hati akut terutama jika masih meminum obat setelah awitan hepatotoksisitas. Pada kerusakan hepatosit, ditunjukkan adanya peningkatan aminotransferase dapat meningkat lima kali normal. Sedangkan pada kolestasis, alkali fosfatase dan bilirubin lebih menonjol Diagnosis Dapat ditegakkan berdasarkan keterkaitan kerusakan hati dan pemberian obat serta, diharapkan, pemulihan setelah obat dihentikan, dikombinasi dengan penyingkiran penyebab lain yang mungkin. Pajanan ke suatu toksin atau obat harus selalu dimasukkan dalam diagnosis banding setiap bentuk penyakit hati. Diagnosis berdasarkan International Consensus Criteria, yaitu: 1. Waktu mulai dari minum dan berhentinya minum obat sampai awitan reaksi nyata adalah sugestif (5-90 hari dari awal minum obat) atau kompatibel ( <5 hari atau >90 hari sejak mulai minum obat dan <15 hari dari penghentian obat untuk reaksi hepatoseluler dan <30 hari dari penghentian obat untuk reaksi kolestasis) dengan hepatotoksisitas obat. 2. Perjalanan reaksi sesudah penghentian obat adalah sangat sugestif (enzim hati turun 50% dari konsentrasi diatas batas atas normal dalam 8 hari) atau sugestif (enzim hati turun 50% dalam 30 hari untuk reaksi hepatoseluler dan 180 hari untuk reaksi kolestatik) dari reaksi obat 3. Alternatif sebab lain dari reaksi telah dieksklusi dengan pemeriksaan teliti, termasuk biosi hati 16
4. Adanya respon positif pada paparan ulang obat yang sama paling tidak kenaikan 2 x lipat enzim hati. 6
Epidemiologi Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Lebih dari 40% pasien asimptomatis. Keseluruhan insidens sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar berupa akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3%. Penyebab terbanyak di Indonesia Hepatitis B (40-50%) dan Hepatitis C (30-40%). 1
Patofisiologi Perlemakan hati Alkoholik Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel. 1
Hepatitis Alkoholik Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masuh ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol- benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. Mekanisme terjadi cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal 17
daerah perisentral); 2). Infiltrasi/aktivasi neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin; 3). Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim mikrosomal. 1
Sirosis hati pasca nekrosis Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (misalnya hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. 1
Gejala Klinis Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi: Perasaan mudah lelah dan lemas Perasaan perut kembung, Selera makan berkurang Mual Berat badan menurun Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. 1
18
Gejala sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi: Hilangnya rambut badan Gangguan tidur Demam tidak begitu tinggi akibat nekrosis hepar Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat Perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis. 1
Temuan klinis lainnya: Spider nervi, suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Palmar eritema, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa karena hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan meningkatnya konsentrasi dimetil sulfida akibat pintasan porto sistemik yang berat. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. 1
Pengobatan *Sirosis Kompensata Penatalaksanan pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi. Diet 2000kkal/hari, protein 1 g/kgBB. Hindari bahan-bahan yang menambah kerusakan hati, misalnya alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat menciderai hati. Hepatitis autoimun: steroid atau imunosupresif 19
Hemakromatosis: flebotomi Penyakit hati nonalkoholik: menurunkan berat badan Hepatitis B: interferon alfa dan lamivudin sebagai terapi utama Hepatitis C: kombinasi interferon dengan ribavirin. *Sirosis Dekompensata Sirosis dekompensata sesuai dengan komplikasi sirosis. Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Respons diuretic dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Enselopati hepatic: laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Varieses esophagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah diberikan obat penyekat beta (propranolol). Sindrom hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. 1
Pencegahan 1. Hindari penularan virus hepatitis Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan seks dengan penderita hepatitis. 2. Gunakan jarum suntik sekali pakai. Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita hepatitis kemudian digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus. 3. Pemeriksaan darah donor Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Pemeriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk memastikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis. 20
4. Tidak mengkonsumsi alkohol Hindari mengkonsumsi alkohol, karena terbukti merusak fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu. 7
5. Melakukan vaksin hepatitis Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat juga terhindar dari sirosis hati. 7
Komplikasi Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Beberapa komplikasi yang terjadi antara lain : Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien asimptomatik, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. 1
Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. 1
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomosis antara sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan sistem vena porta yang bertekanan rendah mendapat tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah asites, pembentukan pirau vena portosistemik, splenomegali kongestif dan ensefalopati hepatica. 3
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka mortalitasnya sangat tinggi, sekitar 2/3 akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises dengan beberapa cara. 1
Enselofati hepatica merupakan penyulit gagal hati akut dan kronis (sirosis) yang paling ditakuti. Pasien memperlihatkan beragam gangguan kesadaran, berkisar dari kelainan perilaku yang samar hingga kebingungan yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan kematian. Tanda neurologis fluktuatif yang terkait adalah rigiditas, hiperrefleksia, perubahan 21
elektroensefalografik nonspesifik, dan yang jarang kejang. Yang cukup khas adalah asteriksis, yaitu suatu pola gerakan cepat ekstensi-fleksi nonritmik kepala dan ekstremitas, yang paling jelas terlihat jika lengan diekstensikan dan pergelangan tangan didorsofleksikan. Enselofati hepatica dianggap sebagai suatu gangguan metabolic SSP dan sistem neuromuscular. Pada sebagian nesar kasus, hanya terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti edema dan reaksi astrositik. Dua factor fisiologis yang menyebabkan gangguan ini: (1) sangat berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau darah mengelilingi hati yang sangat kronis. 3
Prognosis Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh (tabel 4), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%. 1
Tabel 4. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat Bil. Serum mg/dl) <35 35-50 >50 Alb. Serum (gr/dl) >35 30-35 <30 Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sukar Ensefalopati Tidak ada Minimal Berat/koma Nutrisi Sempurna Baik Kurang/kurus Kesimpulan Sirosis hati adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 22
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun sirosis hati ini mempunyai differential diagnosis, yakni hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan kolelitiasis. Etiologi dapat berasal dari alcohol, virus hepatitis yang kronis (terutama HBV dan HCV). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1. Temuan klinis antara lain spider nervi, palmar eritema, splenomegali, fetor hepatikum, asites. Ada 2 macam sirosis hati, yakni sirosis hati kompensata dan sirosis hati dekompensata, serta cara penanganan juga berbeda. Saran Penyakit sirosis hati merupakan penyakit yang dapat dicegah, untuk itu perlu adanya kerja sama antara petugas medis dan masyarakat untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit ini. Beberapa tindakan nyata yang perlu dilakukan antara lain mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai bahaya alcohol yang pada akhirnya dapat menimbulkan sirosis hati, mengurangi infeksi hepatitis virus dengan rutin divaksinasi. Daftar Pustaka 1. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Idrus A., Marcellus S.K., Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal 668-72. 2. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates, edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009, hal 352-3. 3. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. Buku ajar patologi robbins, ed.7, vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007, hal 670-7. 4. Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. Lecture Notes: Penyakit infeksi, ed. 6. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008, hal 171-7. 5. Mansjoer A. Etal. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius, FKUI; 1999, hal 510-512. 6. Radji M. Infeksi virus pada hati. Imunologi dan Virologi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta. 2010 23
7. Robbins, Cotran. Hepatitis C. Buku saku dasar patologi penyakit. Ed. V. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2001