Anda di halaman 1dari 2

Agar Cokelat Tak Cuma Bisnis Semusim

Bisnis cokelat kini sudah menjamur. Hal ini terlihat dari makin banyaknya kedai atau kafe yang
khusus menjual penganan cokelat dan variasinya. Menurut pengamat bisnis cokelat, Ucu Sawitri,
tren bisnis ini mulai booming di awal tahun 2000-an. Tadinya, membuat cokelat hanya menjadi
bagian dari tren hobi. Tapi, siapa sangka, dari yang sekadar iseng, ternyata bisa memberikan hasil
sampingan yang lumayan besar, ujar Uci.

Fenomena ini, menurut Uci, tak lepas dari peran para pengusaha pemasok bahan baku cokelat
dalam mengedukasi masyarakat. Salah satunya lewat Festival Cokelat yang mulai berlangsung
sejak tahun 2001. Ajang rutin dua tahunan yang selalu menyedot pengunjung ini berhasil
menginspirasi masyarakat untuk mencicipi manisnya berbisnis cokelat. Dengan sistem konsinyasi,
orang mulai berlomba-lomba membuat cokelat dan menitipkannya ke toko-toko. Jadi, jangan
heran, jika tiba-tiba setiap toko, mulai dari kelontong, minimarket, hingga supermarket,
menjajakan permen cokelat lolipop dengan berbagai bentuk, rasa, dan warna. Banyak pengusaha
dadakan ini yang berhasil.

Tapi, tidak sedikit pula yang akhirnya harus gulung tikar. Mereka yang tidak berhasil, menurut Uci,
hanya menggantungkan bisnisnya pada passion sesaat dan kurang membekali diri dengan strategi
bisnis.

Perlu Kepekaan Hati
Selain rasa yang enak, cokelat mengandung zat yang mampu meningkatkan mood serta
memunculkan perasaan senang, seperti sedang dimabuk cinta. Tak heran jika banyak yang
memakai cokelat sebagai bentuk ekspresi perasaan atau senjata ampuh untuk melelehkan hati
sang pujaan.

Sifat cokelat yang satu ini yang menjadi sentuhan unik dan sulit ditemukan di bisnis kuliner lain.
Seperti diakui Marda Dian Ekowati (30), pemilik kedaiCokelatque di Rawamangun, Jakarta
Timur. Lima tahun berkecimpung di bisnis ini, membuat ia belajar banyak hal, terutama masalah
hati. Ia percaya, bisnis ini tidak sekadar mengandalkan strategi logika, tapi juga kepekaan hati.
Karena, ia juga harus menjadi telinga bagi konsumen ciliknya.

Sebelum memilih produk, biasanya mereka akan curhat tentang orang yang mereka taksir.
Setelah itu, baru meminta saran tentang pilihan cokelat yang bisa mewakili perasaan hati mereka.
Permintaannya pun macam-macam. Ada yang minta dibuatkan puisi cinta dari cokelat, ada pula
yang ingin dirangkaikan kuntum mawar yang terbuat dari cokelat. Yang seperti ini pengerjaannya
membutuhkan ketelatenan tinggi, jelas Marda.

Meski sedikit ribet, Marda turut senang, jika cokelat buatannya ikut menyukseskan misi cinta
mereka. Tapi, tak selamanya juga akan berakhir bahagia. Suatu kali ia heran, kenapa kue tart
cokelat pesanan salah satu pelanggan tak kunjung diambil. Padahal, kue itu sudah lunas dibayar.
Saat ditelepon, ia baru tahu, pelanggan tersebut sudah putus dari kekasihnya.

Hal yang sama dialami pengusaha Podjok Cokelat, yang dimiliki Santi Darmawan(38), Rika
Eridani (38), dan Haryanti (38). Tak jarang mereka harus bangun pagi-pagi benar untuk
mengantarkan pesanan spesial. Karena, pemesan ingin agar paket cokelat tersebut sudah ada di
meja kerja, saat sang kekasih tiba di kantor. Ini bukan hal mudah. Kami harus memutar otak
untuk meyakinkan petugas security kantor. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruang kerja
orang lain begitu saja, jelas Santi. Untuk menjamin kesuksesan misi, mereka tidak mau memakai
jasa kurir, tapi paket itu diantar sendiri.

Meskipun online, mereka tetap membuka layanan customized product bagi pelanggan. Permintaan
klien kadang aneh-aneh. Kalau sekadar bunga, mungkin masih wajar. Tapi, ada juga yang minta
dibarengi paket kartu perdana. Atau, pernah suatu kali mereka harus keluar masuk apotek, untuk
mencari obat, untuk dirangkai dengan paket cokelat yang akan dikirimkan kepada orang sakit.
Kalau tidak punya hati, kami akan mengerjakannya dengan bersungut-sungut, kata Rika.

Membina kelanggengan relasi dengan para pelanggan memang jadi hal utama di bisnis ini. Kalau
ingin sukses, harus punya jejaring yang kuat, tegas Fani, pemilik Chocolique. Agar pelanggan
terus datang padanya, Fani selalu menganggap mereka sebagai sahabat. Ia selalu memperlakukan
semua calon pelanggan dengan profesionalisme yang sama. Kalaupun mereka tak jadi memakai
jasa saya, tidak apa-apa. Tapi, kami tetap jadi teman. Siapa tahu, suatu saat mereka akan
merekomendasikan jasa saya kepada teman-temannya, ucap Fani.

http://wanitawirausaha.femina.co.id/WebForm/contentDetail.aspx?MC=001&SMC=003&AR=7

Anda mungkin juga menyukai