HARTATI (1994) menyatakan bahwa tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, yaitu suatu kondisi telah terbentuk gumpalan (padatan) protein yang sempurna pada suhu 50 0 C, dan cairan telah terpisah dari padatan protein tanpa atau dengan penambahan zat lain yang diizinkan seperti bahan pengawet dan bahan pewarna. Tahu merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi, mudah dicerna, dan harga yang relatif murah. Oleh karena itu, tahu memegang peranan penting sebagai sumber protein di Indonesia (FARDIAZ, 1983). Tahu merupakan makanan olahan yang mengandung gizi tinggi. Perbandingan kandungan gizi dan kalori kedelai basah dan tahu dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.1 Bahan Baku
CAHYADI (2007) menyatakan bahwa kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam protein tidak selengkap protein hewani, namun penambahan bahan lain seperti wijen, jagung atau menir baik untuk menjaga keseimbangan asam amino tersebut. Kacang-kacangan dan umbi-umbian mudah terkena jamur (aflatoksin) sehingga mudah menjadi layu dan busuk. Masalah tersebut dapat diatasi dengan melakukan pengolahan kedelai. Hasil olahan dapat berupa makanan seperti keripik, tempe, tahu, dan minuman seperti bubuk dan susu kedelai.
4
Menurut Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) (2009), Terdapat syarat umum dan syarat pokok yang harus diperhatikan dalam pemilihan biji kedelai. 1. Syarat Umum a. Bebas dari sisa tanaman ( kulit palang, potongan batang atau ranting, batu, kerikil dan tanah). b. Biji kedelai tidak luka atau bebas serangan hama dan penyakit. c. Biji kedelai tidak memar. d. Kulit biji kedelai tidak keriput. 2. Syarat Pokok Tingkat mutu kedelai dapat dikategorikan menjadi tiga, yakni; mutu I, mutu II, mutu III yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Pokok Mutu Kedelai No Kriteria % Bobot Mutu I (%) Mutu II (%) Mutu III (%) 1 Kadar air maksimum 13 14 16 2 Kotoran maksimum 1 2 5 3 Butiran rusak 2 3 5 4 Butiran keriput 0 5 10 5 Butiran terbelah 1 3 5 6 Butiran berwarna lain 0 5 8 Sumber: SK Menteri No 501/ Kpts/ TP.803/ 8/ 1994
Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi. Kadar protein kedelai hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Bila seseorang tidak dapat memakan daging atau sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram/hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram kedelai (CAHYADI, 2007). 5
Perbandingan kadar protein kedelai dengan beberapa bahan makanan lain dapat dilihat pada Table 2. Tabel 2. Perbandingan antara Kadar Protein Kedelai dengan Beberapa Bahan Makanan Lain
Bahan makanan Protein (%) Susu skim kering 36,00 Kedelai 35,00 Kacang hijau 22,00 Daging 19,00 Ikan segar 17,00 Telur ayam 13,00 Jagung 9,20 Beras 6,80 Tepung singkong 1,10 Sumber: CAHYADI, 2007
2.1.2 Bahan Penolong
Tahu tidak dibuat melalui fermentasi, tetapi dengan cara mengendapkan sari kedelai dengan menggunakan bahan penggumpal. Bahan penggumpal yang biasa digunakan ialah batu tahu atau sioko (CaSO 4 ), asam cuka (kadar 90 %), biang, dan sari jeruk (SANTOSO, 1993). Penggumpalan sari kedelai merupakan tahap yang penting dalam proses pembuatan tahu. Menurut SHURLEFF dan AOUYAGI (1979), pemberian bahan penggumpal tipe asam pada sari kedelai yang baik, dilakukan pada temperatur 80 C-90 C. Suhu penggumpalan yang terlalu rendah mengakibatkan dadih yang terbentuk halus, sehingga dihasilkan tahu yang lunak sedangkan tahu yang digumpalkan pada suhu yang terlalu tinggi menyebabkan kepadatan yang rendah. Penggumpalan dengan penambahan asam terjadi karena terjadi pelepasan ion-ion hidrogen kedalam larutan dan bereaksi dengan gugus fungsional protein sehingga mengurangi muatan negatif protein. Protein-protein tersebut dapat saling berikatan dan membentuk jaringan tiga dimensi (MEYER, 1960). 6
Penggunaan bahan penggumpal tipe asam akan menghasilkan tahu yang lebih baik dengan rendemen tahu yang tinggi bila dibandingkan dengan bahan penggumpal tipe lainnya. Bahan penggumpal tipe sulfat pada umumnya menghasilkan tahu dengan tekstur yang lunak tetapi membutuhkan waktu koagulasi yang lebih lama sedangkan bahan penggumpal tipe clorida membutuhkan biaya produksi yang lebih tinggi karena harganya yang lebih mahal (SHURLEFF dan AOYAGI, 1979). Warna asli tahu adalah putih, tetapi dapat dijumpai tahu yang berwarna kuning dan terasa asin. Hal itu dapat dibuat dengan menambahkan kunyit. Kunyit dikupas, diparut dan diperas. Air perasan kunyit didihkan dengan penambahan sedikit air. Bakal tahu dimasukkan kedalam cairan kunyit. Tahu akan terasa asin jika ditambahkan garam ke dalam cairan kunyit maka jadilah tahu kuning yang terasa asin (SANTOSO, 1993).
2.1.3 Peralatan
SANTOSO (1993) menyatakan bahwa peralatan yang perlu dipersiapkan pada proses pembuatan tahu sebagai berikut: 1. Tungku Digunakan untuk dapur memasak bubuk kedelai. 2. Timbangan Digunakan untuk menimbang bahan-bahan yang hendak dikerjakan. 3. Panci Digunakan untuk merendam dan mengupas kulit kedelai. 4. Ember Digunakan untuk mencuci kedelai. 5. Tampah Digunakan untuk menampi kedelai agar agar bersih dari kotoran halus dan kasar. 6. Wajan Digunakan untuk mendidihkan bubur kedelai. 7
7. Penggiling Tahu Digunakan menggiling kedelai sampai menjadi bubur kedelai yang kental. 8. Pencetak Tahu Digunakan untuk mencetak tahu.
2.1.4 Proses Produksi
Menurut SANTOSO (1993) bahwa Setelah bahan dan peralatan yang dibutuhkan telah tersedia, langkah selanjutnya adalah membuat tahu. Lagkah-langkah pembuatan tahu adalah sebagai berikut: 1. Penyortiran Tahu berkualitas baik jika kedelai yang diolah merupakan kedelai yang berkualitas baik dan bersih dari kotoran, sehingga perlu dilakukan penyortiran terlebih dahulu. 2. Pencucian Biji-biji kedelai dimasukkan kedalam ember berisi air, lebih baik lagi pada air yang mengalir. Pencucian dapat menghilangkan kotoran yang bercampur maupun yang melekat pada biji kedelai. 3. Perendaman Kedelai direndam dalam panci atau bak air selama 6-12 jam. Perendaman ini bertujuan untuk penyerapan air, sehingga kedelai menjadi lunak dan mudah dikupas. 4. Pengupasan Kulit Pengupasan dilakukan dengan meremas-remas kedelai dalam air, kemudian dikuliti dan terjadilah keeping-keping kedelai. 5. Penggilingan Keping-keping kedelai ditambah dengan air panas, lalu dimasukkan kedalam alat penggiling. Satu bagian kedelai ditambah dengan 8 bagian air. Penambahan air panas bertujuan untuk menonaktifkan enzim lipoksigenase dalam kedelai yang menimbulkan bau langu. Kedelai yang telah digiling akan berubah menjadi bubur kedelai. 8
6. Pemanasan Bubur kedelai dimasukkan kedalam wajan kemudian dipanaskan dengan api yang stabil. Pemanasan akan menghasilkan busa, sehingga perlu dilakukan pengadukan. Jika pembusaan sudah terjadi dua kali atau lama pemanasan sekitar 15-30 menit wajan diturunkan dari tungku. 7. Penyaringan Bubur kedelai disaring untuk mendapatkan sari kedelai yang nantinya akan menjadi tahu. Hasil sampingan dari penyaringan ini berupa ampas tahu. 8. Penggumpalan Sari kedelai yang masih hangat dan berwarna kekuning-kuningan nantinya akan menjadi tahu jika ditambahkan dengan penggumpal. Penambahan bahan penggumpal akan menimbulkan jonjot-jonjot putih. Tunggu 5-10 menit agar penggumpalan protein sempurna. 9. Pencetakan Sebelum melakukan pencetakan, air asam yang terdapat diatas endapan dipisahkan. Gumpalan protein dimasukkan kedalam cetakan yang bagian alasnya dihamparkan kain belacu. Cetakan yang telah diisi dengan gumpalan protein kemudian dilajutkan dengan melipat kain dan memberikan beban atau pemberat agar kadar air dalam cetakan berkurang.
2.2 Produksi Bersih
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu. Strategi tersebut perlu diterapkan secara terus- menerus pada proses produksi dan daur hidup produk dengan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003). Produksi bersih diperlukan sebagai cara untuk mendukung upaya perlindungan lingkungan. Upaya tersebut dikaitkan dengan kegiatan pembangunan atau pertumbuhan ekonomi. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, memelihara, dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, mendukung prinsip environmental 9
equality, dan mencegah terjadinya proses degradasi lingkungan, dan pemanfaatan sumber daya alam melalui penerapan daur ulang limbah. Upaya tersebut dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk memperkuat daya saing produk (FAUZI & INDASTRI, 2009).
2.2.1 Pelaksanaan Produksi Bersih melalui Strategi 4R
Penerapan strategi 4R (rethink, reduce, reuse, dan recycle) yaitu melakukan suatu tindakakan yang mampu meningkatkan efesiensi produksi, mengurangi timbulan limbah, peningkatan kesehatan dan keselamatan pekerja, serta dapat juga mengurangi biaya produksi. Upaya penerapan produksi bersih pada industri dapat dilakukan dengan cara penataan produksi yang baik dari mulai proses produksi, penempatan peralatan yang tepat, penggunaan air yang bijak, sehingga dapat mengurangi beban pencemar. a. Rethink Adalah suatu konsep pemikiran yang harus dimiliki pada saat awal kegiatan akan beroperasi. Upaya produksi akan berhasil bila ada perubahan pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait, baik pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi, berlaku baik pada proses maupun produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur ulang produk ( INDRASTRI & FAUZI, 2009). b. Reduce Reduce atau minimisasi limbah merupakan suatu gambaran mengenai pengurangan limbah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir. Penerapan strategi reduce dapat dilakukan dengan melakukan perubahan-perubahan proses, merancang peralatan-peralatan, melakukan tindakan penghematan bahan baku, bahan penolong dan energi serta mengganti barang-barang yang lebih ramah lingkungan. Penghematan bahan baku berarti pemanfaatan bahan baku sesuai dengan kebutuhan kapasitas bahan energi, sehingga tidak ada bahan baku yang terbuang begitu saja. Penggunaan bahan baku yang banyak membuat penggunaan energi semakin meningkat, sedangkan dampak dari penggunaan energi tersebut 10
dapat menghasilkan gas-gas buangan karbon yang dapat merubah komposisi udara dan akan menghasilkan gas rumah kaca. Penghematan penggunaan air sebagai bahan penolong dapat mengurangi bahan buangan dan zat-zat pencemar yang ditimbulkan ( GINTING, 2007). c. Reuse Reuse merupakan tindakan memanfaatkan kembali bahan buangan tertentu yang masih memiliki nilai guna. Reuse dapat dilakukan dengan sebisa mungkin memilih barang-barang yang bisa dipakai kembali dan menghindari pemakaian barang-barang yang disposable/sekali pakai. Hal ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum menjadi sampah. d. Recycle Recycle atau daur ulang mempunyai pengertian penggunaan kembali, artinya bahan-bahan yang terbuang bersama limbah, diproses kembali oleh alat yang sama dan hasil yang sama. Penggunaan kembali pada saat yang relatif singkat maka kegiatan daur ulang dapat meningkatkan efisiensi pabrik (GINTING, 2007). Aplikasi produksi bersih dalam suatu industri dapat diterapkan pada unsur unsur sebagai berikut : a. Proses Produksi Aplikasi produksi bersih pada proses produksi mencakup peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam pemakaian bahan baku, energi, dan sumberdaya lainnya serta mengganti atau mengurangi penggunaan bahan berbahaya dan beracun, sehingga mengurangi jumlah dan toksisitas limbah dan emisi yang dihasilkan. b. Produk Aplikasi produksi bersih pada produk fokus terhadap upaya pengurangan dampak keseluruhan daur hidup produk, mulai dari bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan. c. Jasa Aplikasi produksi bersih pada jasa menitikberatkan pada upaya penerapan proses 4R (rethink, reduce, reuse, dan recycle) secara menyeluruh pada setiap kegiatannya, mulai dari penggunaan bahan baku sampai ke pembuangan akhir. 11
2.2.2 Keuntungan Penerapan Produksi Bersih
Keuntungan yang diperoleh oleh industri yang menerapkan konsep produksi bersih diantaranya : mengurangi biaya produksi, mengurangi limbah yang dihasilkan, meningkatkan produktivitas, mengurangi konsumsi energi, meminimalisasi masalah pembuangan limbah, memperbaiki nilai produk samping dan meningkatkan jumlah produk. Keuntungan-keuntungan tersebut, dilihat dari sudut pandang ekonomi dan lingkungan, akan dapat terwujud dengan beberapa cara berikut: a. Meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan baku, sehingga akan mengurangi biaya untuk bahan baku. b. Meminimisasi limbah, sehingga akan mengurangi biaya penanganan dan pembuangan limbah. c. Mengurangi atau mengeliminasi kebutuhan akan penanganan dengan konsep end of pipe treatment dan memperbaiki teknologi produksi d. Memperbaiki kualitas manajemen. e. Meningkatkan penghargaan pekerja terhadap perlindungan lingkungan. f. Memperbaiki kinerja, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan citra perusahaan.
2.2.3 Kendala Penerapan Produksi Bersih
Terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam penerapan produksi bersih pada suatu industri. Kendala-kendala tersebut antara lain : a. Kendala ekonomi Kendala ekonomi timbul apabila kalangan usaha tidak merasa mendapatkan keuntungan dalam penerapan produksi bersih, sehinga sulit bagi perusahaan untuk membuat keputusan mengenai penerapan konsep produksi bersih, misalnya besarnya modal yang dikeluarkan untuk biaya tambahan peralatan dan kontrol pencemaran sekaligus penerapan produksi bersih lainnya.
12
b. Kendala teknologi Kendala teknologi timbul akibat kurangnya sosialisasi mengenai konsep produksi bersih, kemungkinan penerapan sistem baru tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan kemungkinan adanya penambahan peralatan yang mengakibatkan terbatasnya ruang produksi. c. Kendala sumberdaya manusia Kendala sumberdaya manusia timbul akibat kurangnya dukungan dari pihak manajemen puncak, keengganan untuk berubah, baik secara individu maupun organisasi, lemahnya komunikasi internal mengenai proses produksi yang baik, pelaksanaan manajemen perusahaan yang kurang fleksibel, birokrasi yang sulit, dan kurangnya dokumentasi serta penyebaran informasi.
2.3 Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sedangkan higiene menurut Codex Alimentarius Commission (CAC) adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan (DITJEN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN, 2009). Dalam berbagai aspek kehidupan, terutama yang berkaitan dengan kesehatan, masalah sanitasi memegang peranan yang amat penting. Berbagai masalah kontaminan dan infeksi oleh mikroba, mudah diatasi dipecahkan bila masalah sanitasi ditingkatkan. Berbagai usaha pabrik makanan untuk menanggulangi masalah pencemaran mikroba telah dilakukan, tetapi sering kurang berhasil seperti yang diharapkan. Hal itu disebabkan karena pola perilaku para karyawannya tidak tertib serta kurang tercermin akan kewaspadaan terhadap masalah sanitasi.
13
Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya pemrosesan bahan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali (WINARNO, 2004). Tata cara pelaksanaan untuk memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan industri menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 dalam beberapa aspek yaitu: 1. Ruang dan bangunan a. Bangunan harus kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan. b. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, dan tidak licin, pertemuan antara dinding dengan lantai berbentuk conus. c. Dinding harus rata, bersih dan berwarna terang, permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kedap air. d. Langit-langit harus kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 3,0 m dari lantai. e. Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya cahaya minimal 1/6 kali luas lantai. 2. Air Bersih a. Air bersih untuk keperluan industri dapat diperoleh dari Perusahaan Air Minum (PAM), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), sumber air tanah atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi persyaratan kesehatan. b. Tersedia air bersih untuk kebutuhan karyawan sesuai dengan persyaratan kesehatan. c. Distribusi air bersih untuk perkantoran harus menggunakan sistem perpipaan. d. Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis. e. Dilakukan pengambilan sampel air bersih pada sumber, bak penampungan dan pada kran terjauh untuk diperiksakan di laboratorium minimal 2 kali setahun, yaitu musim kemarau dan musim hujan. 14
3. Limbah a. Limbah padat 1) Limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali dengan pengolahan daur ulang dan pemanfaatan sebagian (reuse, recycling, recovery) agar dipisahkan dengan limbah padat yang non B3. 2) Limbah B3 dikelola ke tempat pengolahan limbah B3 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Limbah radioaktif dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Limbah cair 1) Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup, limbah cair dapat mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau. 2) Semua limbah cair harus dilakukan pengolahan fisik, kimia atau biologis sesuai kebutuhan. 4. Pencahayaan Agar pencahayaan memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: a. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan memilki intensitas sesuai dengan peruntukannya. b. Kontras sesuai kebutuhan, hindarkan terjadinya kesilauan atau bayangan. c. Untuk ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk tidak menggunakan lampu neon. d. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering dibersihkan. e. Bola lampu yang mulai tidak berfungsi dengan baik segera diganti. 5. Vektor penyakit a. Pengendalian secara fisika 1) Konstruksi bangunan tidak memungkinkan masuk dan berkembang biaknya vektor dan reservoar penyakit kedalam ruang kerja dengan memasang alat yang dapat mencegah masuknya serangga dan tikus. 15
2) Menjaga kebersihan lingkungan, sehingga tidak terjadi penumpukan sampah dan sisa makanan. 3) Pengaturan peralatan dan arsip secara teratur. 4) Meniadakan tempat perindukan serangga dan tikus. b. Pengendalian dengan bahan kimia yaitu dengan melakukan penyemprotan, pengasapan, memasang umpan, membubuhkan abate pada tempat penampungan air bersih. c. Pengendalian penjamu dengan listrik frekwensi tinggi. d. Cara mekanik dengan memasang perangkap 6. Instalasi a. Instalasi untuk masing-masing peruntukan sebaiknya menggunakan kode warna dan label. b. Diupayakan agar tidak terjadi hubungan silang dan aliran balik antara jaringan distribusi air limbah dengan air bersih sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Jaringan Instalasi agar ditata sedemikian rupa agar memenuhi syarat estetika. d. Jaringan Instalasi tidak menjadi tempat perindukan serangga dan tikus. e. Pengoperasian instalasi sesuai dengan prosedur tetap yang telah ditentukan. f. Konstruksi instalasi diupayakan agar sesuai dengan standard desain yang berlaku. 7. Kebisingan Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut : a. Pengaturan tata letak ruang harus sedemikian rupa agar terhindar dari kebisingan. b. Sumber bising dapat dikendalikan dengan beberapa cara antara lain: meredam, menyekat, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, peninggian tembok, membuat bukit buatan, dan lain-lain. c. Rekayasa peralatan (engineering control).
16
8. Getaran Agar getaran tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan perlu diambil tindakan sebagai berikut : a. Melengkapi ruang kerja dengan peredam getar. b. Memperbaiki/memelihara sistem penahan getaran. c. Mengurangi getaran pada sumber, misalnya dengan memberi bantalan pada sumber getaran. 9. Toilet a. Toilet harus dibersihkan minimal 2 kali sehari. b. Tidak menjadi tempat berkembang biaknya serangga dan tikus. Terdapat beberapa golongan dalam jasa boga berdasarkan luas jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya yang dilayani yaitu: a. Golongan A yaitu jasa boga yang melayani kebutuhan masyarakat umum. 1) Golongan A1 Menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga. 2) Golongan A2 Menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja. 3) Golongan A3 Menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja. b. Golongan B yaitu jasa boga yang melayani kebutuhan asrama, perusahaan, angkutan umum dalam negeri, sarana pelayanan kesehatan, dan pengeboran lepas pantai. c. Golongan C yaitu jasa boga yang melayani kebutuhan angkutan umum internasional dan pesawat udara.
2.4 Limbah Tahu
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri yang dimaksud dengan limbah 17
cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat, cair dan emisi gas. Kacang kedelai sebagai bahan baku pada proses pembuatan tahu mengandung protein yang cukup tinggi. Tetapi pada proses pembuatan tahu, sebagian protein kedelai masih terkandung di dalam ampas tahu. Jumlah protein tersebut sangat bervariasi bergantung pada proses yang digunakan terutama saat pemerasan dan ekstraksi sari kedelai. Pada proses pembuatan tahu secara tradisional, penggilingan dan pemerasan dilakukan secara manual. Ampas tahu yang dihasilkan mengandung protein yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan pengolahan secara mekanis. Kandungan protein atas dasar berat kering pada ampas tahu basah dengan kadar air 82 % adalah 29 % (PRABOWO, 1983). Industri tahu pada umumnya berskala kecil dan hanya mengolah beberapa kwintal kedelai. Air yang dibutuhkan untuk mengolah satu kwintal kedelai sebanyak 1,5 2 m 3 (SUSANTO & RACHMATUNISA, 1997). Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Sebagian besar limbah cair industri pangan dapat ditangani dengan sistem biologis, karena polutan utamanya berupa bahan organik, seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin. Polutan tersebut umumnya dalam bentuk tersuspensi atau terlarut. Sebelum dibuang ke lingkungan, limbah cair industri pangan harus diolah untuk melindungi keselamatan masyarakat dan kualitas lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut yang dapat mengalami perubahan fisika, kimia, dan biologi, sehingga akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman. Kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lain yang merugikan baik pada tahu ataupun tubuh manusia. Air limbah yang dibiarkan dalam waktu lama akan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk mengakibatkan gangguan pada pernapasan. Limbah tanpa pengolahan yang dialirkan ke sungai dapat 18
mencemari sungai, jika air dipergunakan dapat menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai.
2.5 Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri tahu yaitu kotoran yang berasal dari pencucian berupa kulit batu, ranting, kulit ari kedelai, dll. Kotoran hasil pencucian seperti batu, ranting, dll dapat dikumpulkan dan dibuang ke tempat pembuangan sampah. Kulit ari kedelai dapat digunakan untuk campuran pakan ternak. Selain itu, pada proses penyaringan dihasilkan ampas tahu . Ampas tahu dapat digunakan untuk pembuatan oncom dan tepung serat ampas tahu sehingga bisa digunakan untuk membuat aneka kue (KASWINARNI, 2007). Komposisi kimia ampas tahu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kimia Ampas Tahu Unsur Nilai Kalori kal 41,4 Protein g 26,6 Lemak g 18,3 Karbohidrat mg 41,3 Kalsium mg 19 Fosfor mg 29 Besi mg 4,0 Vit. B mg 0,20 Air g 9,0 Sumber: KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP, 2009.
19
2.6 Karakteristik Limbah Cair Tahu
Tabel 4. Karakteristik Limbah Produk Hasil Olahan Kedelai Beban Pencemaran Limbah Cair Kuantitas Bahan Baku (kedelai) Kuantitas Limbah Cair Parameter Kuantitas (Jumlah) Literatur Konversi Literatur Konversi 8 kg/hari 20 L/kg kedelai 160 L/hari atau 0,16 m 3 /hari TSS 30000 mg/kg kedelai 1500 mg/L KOB 65000 mg/kg kedelai 3250 mg/L KOK 130000 mg/kg kedelai 6500 mg/L pH 3,5-5,5 - Sumber: ENVIRONMENTAL MANAGEMENT DEVELOPMEN IN INDONESIA, 1994
2.7 Pengolahan Limbah Cair Tahu
Pengolahan limbah cair merupakan proses untuk mengurangi kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba pathogen dan senyawa anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam (KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 2009). Pengolahan limbah (end of pipe) pada prinsipnya adalah proses perubahan dari satu jenis fasa ke fasa yang lain. Misalnya pada pengolahan limbah cair industri, kandungan pencemar dalam limbah umumnya diupayakan agar mengendap, sehingga cairan yang keluar dari sistem pengolahan limbah sudah berkurang kandungan pencemarnya (EMDI-BAPEDAL, 1994). 20
Pengolahan limbah cair industri tahu bertujuan untuk menghilangkan unsur- unsur pencemar dari limbah, sehingga diperoleh effluent dari pengolahan yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima tanpa gangguan fisik, kimia dan biologis. Tujuan utama pengolahan limbah adalah mengurangi partikel-partikel, BOD, membunuh organisme patogen, menghilangkan nutrisi, mengurangi komponen beracun, mengurangi bahan-bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasi limbah menjadi lebih rendah. Unit pengolahan limbah pada umumnya terdiri dari kombinasi pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Seluruh proses bertujuan untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi, koloid, dan bahan-bahan organik maupun anorganik terlarut. Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan menggunakan screen dan ekualisasi. Proses pengolahan yang dapat digolongkan pengolahan secara kimia adalah netralisasi, presipitasi, oksidasi, reduksi dan pertukaran ion.
2.7.1 Pengolahan Secara Fisika
Prinsip yang penting adalah mengurangi emisi dan mengembalikan bahan- bahan yang berguna ke dalam sumbernya. IPAL yang baik membutuhkan sedikit perawatan, aman dalam pengoperasian, memerlukan sedikit biaya, energi dan menghasilkan sedikit produk sampingan (misalnya lumpur). Instalasi yang rumit tidak selalu yang terbaik. Pemisahan padatan dari cairan atau air limbah merupakan tahapan pengolahan yang penting untuk mengurangi beban dan mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat serta mengurangi resiko rusaknya peralatan akibat adanya kebuntuan pada pipa, katup, dan pompa. Pengolahan secara fisika dapat mengurangi abrasivitas cairan terhadap pompa dan alat-alat ukur, yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap biaya operasi dan perawatan peralatan. Ada dua prinsip utama yang dapat diterapkan dalam pemisahan padatan. Prinsip pertama seperti screening dan prinsip kedua seperti sedimentasi.
21
a. Screening Screening biasanya merupakan tahap awal pada proses pengolahan air limbah. Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik dan sebagainya. Pembersihan screen dapat dilakukan secara manual (dengan menggunakan garpu tangan) atau dengan menggunakan alat pembersih mekanis yang dilengkapi dengan motor elektrik. b. Ekualisasi Ekualisasi laju air digunakan untuk menangani variasi laju air dan memperbaiki performance proses-proses selanjutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya proses-proses selanjutnya. Pada dasarnya ekualisasi dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah sehingga dapat masuk ke dalam IPAL secara konstan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan equalisasi adalah sebagai berikut: 1. Pada pengolahan biologi perubahan beban secara mendadak dapat dihindari, senyawa-senyawa inhibit dapat lebih diencerkan, dan pH dapat diatur supaya konstan. 2. Performance sedimentasi kedua dapat diperbaiki karena beban padatan yang masuk ke dalamnya dapat diatur supaya konstan. 3. Pada filtrasi, kebutuhan surface area dapat dikurangi, performance filter dapat diperbaiki, dan pencucian filter dapat lebih teratur. 4. Pengaturan bahan-bahan kimia dapat lebih terkontrol dan prosesnya menjadi lebih masuk akal. Pada beberapa kasus, ekualisasi dapat ditempatkan setelah pengolahan primer dan sebelum pengolahan biologis. Ekualisasi yang diletakkan setelah pengolahan primer biasanya disebabkan oleh masalah-masalah yang ditimbulkan oleh lumpur dan buih. Ekualisasi yang diletakkan sebelum pengolahan primer dan pengolahan biologis membutuhkan pengadukan untuk mencegah pengendapan dan aerasi untuk mencegah timbulnya bau.
22
2.7.2 Pengolahan Secara Kimia
Proses pengolahan kimia digunakan dalam instalasi air bersih dan IPAL. Pengolahan secara kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan padatan yang tidak larut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna dan racun. Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan-perubahan konsentrasi. Pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan meningkatkan jumlah lumpur. a. Netralisasi Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam. Dalam pengolahan air limbah, pH diatur antara 6,0-9,5. Air limbah diluar kisaran pH tersebut, akan bersifat racun bagi kehidupan air termasuk bakteri. Proses netralisasi yang digunakan adalah netralisasi antara air asam dan air basa, penambahan bahan-bahan kimia yang diperlukan dan filtrasi melalui zat-zat untuk netralisasi, misalnya CaCO 3 . Jenis bahan kimia yang ditambahkan bergantung pada jenis dan jumlah air limbah serta kondisi lingkungan setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat dilakukan dengan penambahan Ca(OH) 2 atau NaOH (natrium hidroksida), sedangkan netralisasi air limbah yang bersifat basa dapat dilakukan dengan penambahan H 2 SO 4 (asam sulfat), HCl (asam klorida), HNO 3 (asam nitrat), H 3 PO 4 (asam fosforat), atau CO 2 yang bersumber dari corong gas. Netralisasi dengan filtrasi biasanya digunakan untuk kapasitas IPAL yang kecil dan harus dilakukan secara perlahan-lahan. Sistem netralisasi akan menghasilkan lumpur dalam jumlah sedikit. Sistem ini tidak dapat digunakan untuk air limbah yang mengandung kadar sulfat tinggi kerena adanya pembentukan gypsum (CaSO 4 ) pada permukaan batu kapur. Netralisai dapat dilakukan dengan dua sistem yaitu batch atau continue, tergantung pada aliran air 23
limbah. Netralisasi sistem batch biasanya digunakan jika aliran sedikit dan kualitas air buangan cukup tinggi. Netrallisasi sistem continue digunakan jika laju aliran besar sehingga perlu dilengkapi dengan alat kontrol otomatis. Kemungkinan untuk menetralkan air limbah dari beberapa aliran sangat bergantung pada proses produksi di dalam pabrik. b. Koagulasi dan flokulasi Proses koagulasi dan flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid yang sangat halus di dalam air limbah, menjadi gumpalan- gumpalan yang dapat diendapkan, disaring atau diapungkan. Koagulasi bertujuan untuk membuat gumpalan-gumpalan yang lebih besar dengan penambahan bahan-bahan kimia, misalnya Al 2 SO 4 , Fe 2 Cl 3 , Fe 2 SO 4 , PAC dan sebagainya. Flokulasi bertujuan untuk membuat gumpalan yang lebih besar dari pada gumpalan yang terbentuk selama koagulasi dengan penambahan polimer.
2.7.3 Pengolahan Secara Biologi
Unit pengolahan biologi adalah proses-proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan aktivitas kehidupan mikroorganisme untuk memindahkan polutan. Dalam unit proses pengolahan air limbah secara biologi, diharapkan terjadi proses penguraian secara alami untuk membersihkan air sebelum dibuang. Perbedaan mendasar antara proses alami dan buatan adalah dalam hal intensitas proses. Dibandingkan dengan proses alami, proses biologi biasanya berlangsung lebih cepat dan membutuhkan tempat yang lebih sedikit. Hal ini merupakan keuntungan utama dalam proses biologi. Peningkatan intensitas menyebabkan proses lebih sensitif sehingga memerlukan proses kontrol yang intensif dan teliti. Proses pengolahan secara biologi bertujuan untuk membersihkan zat-zat organik atau mengubah bentuk zat-zat organik menjadi bentuk-bentuk yang kurang berbahaya. Tujuan lain pengolahan secara biologi yaitu untuk menggunakan kembali zat- zat organik yang terdapat dalam air limbah. Tujuan proses tersebut dapat dicapai jika proses diatur pada kondisi yang spesifik antara lain meliputi waktu tinggal, konsentrasi oksigen, atau perubahan kondisi-kondisi proses yang terkontrol. Tujuan 24
lebih lanjut tergantung pada media yang diolah. Pengolahan air limbah domestik pada umumnya membersihkan zat-zat organik yang mula-mula diubah bentuknya menjadi lumpur, kemudian dibuang. Pengolahan air limbah industri yang mengandung bahan-bahan organik dilakukan dengan proses anaerob. Proses ini lebih menguntungkan dan lebih menarik karena adanya peningkatan jumlah energi dan kemungkinan menangkap kembali energi tinggi gas metana. .
2.8 Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan adalah proses pengamatan, pencatatan, pengukuran,dan pendokumentasian secara verbal dan visual menurut prosedur standar tertentu terhadap satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan satu atau beberapa parameter sebagai tolak ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali dalam satu siklus waktu tertentu. Pemantauan lingkungan berfungsi sebagai alat evaluasi terhadap mekanisme kerja suatu sistem pengelolaan lingkungan. Manfaat dari pemantauan lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengetahui keunggulan dan kelemahan dari sistem pengelolaan lingkungan. 2. Dapat memonitor secara rutin perubahan kualitas lingkungan. 3. Memperkecil resiko dan potensi gugatan hukum dari pihak eksternal terhadap dampak kegiatan sistem pengelolaan lingkungan yang dijalankan. 4. Dapat menguji ketepatan prediksi dampak kegiatan dan menyempurnakan sistem pengelolaan lingkungan yang dijalakan. 5. Menjadi alat bukti dalam menilai ketaatan/kepatuhan industri terhadap peraturan perundang-undangan. 6. Dapat mendeteksi secara dini kerusakan/gangguan pada sistem operasi dan dampaknya terhadap kualitas lingkungan. 7. Meningkatkan citra baik perusahaan di kalangan pemerintah, konsumen, dan masyarakat.
25
2.9 Baku Mutu Lingkungan
Baku mutu air pada sumber air, merupakan batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat dalam air, namun air tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar dibuang dari sumber pencemaran ke dalam air pada sumber air, sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air. Baku mutu air terkait dengan penggolongan air menurut peruntukannya. Ada beberapa golongan peruntukan air yaitu air golongan A (air yang dapat langsung digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari), golongan B (air yang dapat digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari setelah melalui proses pengelolaan), golongan C (air yang digunakan untuk keperluan irigasi dan budidaya biota air), dan golongan D (di luar peruntukan A, B dan C misalnya untuk industri). Air golongan A memiliki kualitas terbaik dari air golongan D yang memiliki kualitas terburuk. Suatu badan air yang belum ditentukan golongannya, otomatis dianggap sebagai air golongan B. Untuk menentukan apakah suatu badan air telah tercemar perlu diperhatikan beberapa variabel yaitu debit limbah, debit badan air penerima, beban pencemaran maksimum, baku mutu air yang dikaitkan dengan penggolongan air menurut peruntukannya. Untuk mencegah agar tidak terjadi kondisi tercemar, perlu dilakukan pemantauan rutin terhadap kualitas limbah yang dihasilkan dan badan air penerima. Baku mutu limbah cair untuk industri tahu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Baku Mutu Air Limbah bagi Kegiatan Pengolahan Kedelai
TAHU PARAMETER KADAR MAKSIMUM BOD 150 mg/L COD 300 mg/L TSS 200 mg/L pH 6.0-9.0 Kuantitas air limbah maksimum 20 m 3 /ton Sumber: PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, 2008. 26
Baku Mutu Lingkungan yang dijadikan acuan oleh industri dalam pengelolaan lingkungan diantaranya: 1. Baku mutu limbah cair domestik Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 15 tahun 2008, tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau Kegiatan Pengolahan Kedelai 2. Baku mutu kebisingan di dalam ruangan (tempat kerja) berdasarkan Kep. Menaker N0. Kep- 51/Men/1999.