Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Definisi Demensia
Demensia adalah suatu sindrom gangguan fungsi intelektual dan memori
didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan
gangguan tingkat kesadaran. Akan tetapi, disertai dengan perubahan perilaku yang
dapat berkembang secara mendadak atau perlahan. Demensia ini dapat terjadi
pada semua golongan usia, tetapi umumnya terjadi pada usia di atas 65 tahun.
1,2
Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain
kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa,
praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga
mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.
2
Demensia harus dibedakan dengan delirium. Delirium merupakan keadaan
kebingungan, biasanya timbul mendadak, ditandai dengan gangguan memori dan
orientasi. Biasanya delirium disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan
perubahan afek. Pada delirium terjadi penurunan tingkat kesadaran. Delirium juga
biasanya berfluktuasi intensitasnya dan dapat menjadi demensia apabila kelainan
yang mendasari tidak teratasi. Penyebab delirium yang paling sering adalah
ensefalopati akibat infeksi, toksik, faktor nutrisi, dan penyakit sistemik.
2
Demensia dibagi menjadi demensia reversibel dan ireversibel. Pada
demensia reversibel, daya kognitif global dan fungsi luhur lainnya terganggu
karena metabolisme neuron-neuron kedua belah hemisfer tertekan atau lumpuh
oleh berbagai sebab. Apabila penyebabnya telah hilang, maka metebolisme
kortikal akan sempurna kembali. Sehingga, fungsi luhur dapat normal kembali.
2

Jika kerusakan mengenai infrastruktur neuron-neuron kortikal, fungsi kortikal
tidak akan pulih kembali dan demensia akan menetap.
1

1.2 Epidemiologi
Insiden demensia meningkat sesuai peningkatan usia. Setelah usia 65
tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5
tahun. Prevalensi demensia pada populasi di atas 60 tahun adalah 5,6%. Penyebab
tersering demensia di Amerika serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,
sedangkan di Asia penyebab terseringnya adalah demensia vaskuler.
2
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen di
antaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia
tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia
90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe
Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home
bed). Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia
vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler.
Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita
demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh kasus
demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia
antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar
10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut. Penyebab
demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen
3

kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan
berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan,
misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah
suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus
melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan
demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu.
2

1.3 Etiologi Demensia
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas
65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran
antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya
adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia
frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia
infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan
penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti
kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya
defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat
depresi.
Kemungkinan penyebab demensia
Demensia Degeneratif
Penyakit Alzheimer
Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick)
Penyakit Parkinson
4

Demensia Jisim Lewy
Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr)
Kelumpuhan supranuklear yang progresif
Lain-lain
Penyakit Huntington
Penyakit Wilson
Leukodistrofi metakromatik
Trauma
Dementia pugilistica, posttraumatic dementia
Subdural hematoma
Infeksi
Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform
encephalitis, (Sindrom Gerstmann-Straussler)
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS)
Sifilis
Kelainan jantung, vaskuler
Neuroakantosistosis
Kelainan Psikiatrik
Pseudodemensia pada depresi
Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut
Fisiologis
Hidrosefalus tekanan normal
Kelainan Metabolik
Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B12, folat)
5

Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme)
Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia)
Tumor
Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor metastasis
dari tumor payudara atau tumor paru)
Anoksia
Infark serebri (infark tunggal mauapun mulitpel atau infark lakunar)
Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy)
Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia)
Penyakit demielinisasi
Sklerosis multipel
Obat-obatan dan toksin
Alkohol
Logam berat
Radiasi
Pseudodemensia akibat pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik)
Karbon monoksida
Demensia Tipe Alzheimer
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang
selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia
menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia
progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada
pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer
6

biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain
telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.
3
Faktor Genetik
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui,
telah terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan
tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 %
dari pasien demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan
dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan
tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar
monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi
daripada angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah
tercatat dengan baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen
autosomal dominan, walau transmisi tersebut jarang terjadi.
3
Protein prekursor amiloid
Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang
kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk
protein prekusor amiloid. Protein beta/A4, yang merupakan konstituen utama dari
plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam amino yang merupakan hasil
pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi
kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada
kelainan dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor
amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/A4 yang
berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam
7

perannya sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui,
akan tetapi banyak kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang
normal dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi
pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan
tersebut.
3
Gen E4 multipel
Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit
Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan
tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan
individu yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali
lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik
terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut
ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan
pada seluruh penderita demensia.
3
Neuropatologi
Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit
Alzheimer menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan
pelebaran ventrikel serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari
demensia tipe Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal
loss (biasanya ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi
granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary
tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun
jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron
tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga
8

ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome)
kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang
normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya
ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus.

Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis
penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom
Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal.
3
Neurotransmiter
Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia
Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada
penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik pada neuron
kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya
defisit kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan
asetilkolintransferase menurun.
3
Penyebab potensial lainnya
Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan
penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan
metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kurang cairan
yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan membran yang normal. Penelitian melalui
spektroskopik resonansi molekular (Molecular Resonance Spectroscopic; MRS)
mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien dengan
penyakit Alzheimer.
3
Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia
9

Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel
System Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain
ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi
pencetus adalah kromosom 17. Gejala penyakit berupa gangguan pada memori
jangka pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan pada saat
berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 50 detik, dan orang dengan
penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala.

Seorang pasien
dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial seperti
pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel
otak. Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan
penyakit Alzheimer.
3
Demensia vaskuler
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang
menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki,
khususnya dengan riwayat hipertensi dan 9 faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang
menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung).
Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak
normal atau pembesaran jantung.
3
Penyakit Binswanger
Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai
dengan ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai
10

daerah korteks serebri. Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan
pencitraan yang canggih dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic
Resonance Imaging; MRI) membuat penemuan kasus ini menjadi lebih sering.
3
Penyakit Pick
Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan
adanya badan Pick neuronal, yang merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan
Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk
diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah
kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada
laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini.
Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium
awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku,
dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy
(contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan
pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer.
3
Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases)
Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip
dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran
Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di
daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan
penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect)
ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik.

11

Penyakit Huntington
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan
demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal
yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan
kemampuan berbahasa yang lebih ringan dibandingkan demensia tipe kortikal.
Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan
kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori,
bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit.
Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang
membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden
depresi dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid
klasik.
3
Penyakit Parkinson
Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan
penyakit pada ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan
depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson
mengalami gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan
penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa pasien,
suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia.

1.4 Gambaran Klinik
Perubahan Psikiatrik dan Neurologis
Kepribadian
12

Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya
akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin
dapat menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga
menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya.
Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih
cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang
mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami
perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.
3
Halusinasi dan Waham
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama
pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40
persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis,
meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi
fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan
demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik.
3
Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi
dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50
persen pasien dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya
tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat
menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya
tertawa dan menangis yang patologis).
3


13

Perubahan Kognitif















Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya
apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV.
Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan
yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer
serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti
refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks tonus
kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis
pada 5 hingga 10 persen pasien.
3
14

Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The
Mini Mental State Exam (MMSE). Pasien dengan demensia vaskuler mungkin
mempunyai gejala-gejala neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala
terasa ringan, kelemahan, tanda defisit neurologis fokal terutama yang terkait
dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber palsy, disartria, dan disfagia
yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala diatas pada jenis-jenis
demensia lainnya.
3
Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang
oleh Kurt Goldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk
memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut.
Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir
logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga
menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif
dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya
mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam
kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan
mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan
kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada
demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari
kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak
wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh
tak acuh dalam hubungan sosialnya.
3

15

Sindrom Sundowner
Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia
dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang
berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia
yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan
dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga muncul pada pasien demensia
saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.
3

1.5 Diagnosis
Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe
Alzheimers, Demensia vaskuler, Demensia karena kondisi medis lainnya,
Demensia menetap akibat zat, Demensia karena penyebab multipel, dan demensia
yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified).
3
Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk
pemeriksaan status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan
teman sekerja. Keluhan terhadap peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua
dari 40 tahun membuat kita harus mempertimbangan dengan cermat untuk
mendiagnosis dimensia.
3
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer
A. Perkembangan defisit kognitif
multipel yang dimanifestasikan
dengan baik
1) Gangguan daya ingat (gangguan
kemampuan untuk mempelajari
informasi baru dan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari
sebelumnya)
2) Satu (atau lebih) gangguan
kognitif berikut;
a) Afasia (gangguan bahasa)
b) Apraksia (gangguan kemampuan
untuk melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik utuh)
c) Agnosia (kegagalan untuk
mengenali atau mengidentifikasi
benda walaupun fungsi sensorik utuh
d) Gangguan dalam fungsi eksekutif
(yaitu merencanakan,
mengorganisasi, mengurutkan, dan
abstrak)
16

B. Defisit kognitif dalam kriteria A1
dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam
fungsi sosial atau pekerjaan dan
menunjukkan suatu penurunan
bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya.
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh
onset yang bertahap dan penurunan
kognitif yang terus menerus.
D. Defisit kognitif dalam kriteria A1
dan A2 bukan karena salah satu
berikut;
(1) Kondisi sistem saraf pusat lain
yang menyebabkan defisit progresif
dalam daya ingat kognisi misalnya
penyakit serebrovaskuler, penyakit
Parkinson, penyakit Huntington,
hematoma subdural, hidrosefalus
tekanan normal, tumor otak
2) Kondisi sistemik yang diketehui
menyebabkan demensia misalnya,
hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12
atau asam folat, defisiensi niasin,
hiperkalsemia, neurosifilis, infeksi
HIV
(3) Kondisi yang berhubungan dengan
zat
E. Defisit tidak terjadi semata-mata
selama perjalanan suatu delirium
F. Gangguan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan aksis
lainnya (misalnya, gangguan depresif
berat,Skizofrenia) Kondisi akibat zat
Kode didasarkan pada tipe onset dan
ciri yang menonjol; Tanpa gangguan
perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak
disertai dengan gangguan perilaku
yang bermakna secara klinis Dengan
gangguan perilaku ; Jika gangguan
kognitif disertai gangguan perilaku
yang bermakna secara klinis (misalnya
keluyuran, agitasi)

Subtipe yang spesifik;
Dengan onset dini : jika onset pada
umur < 65 tahun
Dengan onset lanjut ; jika onset pada
usia > 65 tahun
Catatan cara ; Penyakit Alzheimer
ditulis pada aksis 3. Gejala klinis lain
yang menonjol yang berhubungan
dengan penyakit Alzheimer,s
didiagnosis pada aksis I (misalnya
gangguan mood yang berkaitan
dengan penyakit Alzheimer, dengan
depresi yang menonjol, dan perubahan
kepribadian yang berhubungan dengan
penyakit Alzheimer, tipe agresif)

Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler
A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Tanda dan gejala
neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon ekstensor
palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu
17

ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit
serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia
putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang memenuhi
kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu
diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan
Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang.

Sebutkan jika ;
Dengan gangguan perilaku
Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu
kondisi medis selain penyakit Alzheimers atau penyakit serebrovaskuler
(misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington,
penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang
normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12)
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan dengan
gangguan perilaku;
Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan
perilaku yang bermakna secara klinis
18

Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku
yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi)
Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III (misalnya;
infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit
Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob)

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan
menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat
D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil pemeriksaan
laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap
dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang disalahgunakan,medikasi)

Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif,
hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui

Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab Multipel
A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik
(1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi
baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ;
(a) Afasia ( gangguan bahasa)
(b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun
fungsi motorik utuh)
(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun
fungsi sensorik utuh
(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi,
mengurutkan dan abstrak)
B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan
suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya
C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya
19

trauma kepala ditambah pengguna alkohol kronis , demensia tipe Alzheimer
dengan perkembangan demensia demensia vaskuler selanjutnya
D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium

Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan
etiologi spesifik, misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa
penyulit; demensia vaskuler tanpa penyulit

Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal pada kedua hemisfer,
yang mencakup daerah persepsi primer korteks motorik, dan semua daerah
asosiatif akan menimbulkan demensia. Hal inilah yang menjadi penyebab
subacute amnstic-confusional syndrome. Daerah motorik, piramidal dan
ekstrapiramidal ikut terlibat secara difus, maka hemiparesis atau monoparese dan
diplegia juga dapat melengkapi sindroma demensia. Apabila manifestasi
gangguan pada korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata, maka hal ini
dapat diungkapkan dengan beberapa uji refleks yang dapat menandakan adanya
regresi (kemunduran kualitas fungsi):
1

1. Refleks memegang (grasp reflex)
Jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa diletakkan di telapak tangan
penderita. Refleks memegang positif apabila jari pemeriksa dipengang
oleh penderita.
2. Refleks menetek (suck reflex)
Reflek menetek positif apabila bibir penderita dicucurkan secara
reflektorik seolah-olah mau menetek jika bibirnya disentuh sesuatu,
misalnya dengan batang pensil.
3. Snout reflex
Pada penderita dengan demensia, tiap kali bibir atas atau bawahnya
diketuk, maka m. orbikolaris oris berkontraksi.
20

4. Refleks glabella
Orang yang demensia, tiap kali glabella diketuk maka ia akan
memejamkan matanya. Pada orang yang sehat pemejaman mata pada
pengetukan glabella hanya timbul dua sampai tiga kali saja.
5. Refleks palmomental
Pada penderita demensia, goresan pada kulit tenar akan menimbulkan
kontraksi otot mentalis ipsilateral.
6. Refleks korneomandibular
Pada penderita demensia, goresan kornea akan membangkitkan
pemejaman mata ipsilateral yang disertai gerakan mandibula ke sisi
kontralateral.
7. Refleks kaki tonik
Pada demensia, penggoresan telapak kaki membangkitkan kontraksi tonik
dari kaki dan jari-jarinya.
Demensia dapat terjadi secara mendadak, pasca stroke atau cedera
kepala. Demensia yang dapat sepenuhnya pulih, misalnya hematoma
subdural, toksisitas obat, dan depresi bila diatasi secara cepat.
2

1.6 Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas
penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat
diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada
demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga,
21

dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan
dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap
tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar
berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi
kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai
normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien
dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat
penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi
kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah
dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan
diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa
mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak
karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang
telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien
dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif,
dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis
untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan.
3
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori.
Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada
kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres
akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya
disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien
22

menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan
semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai
dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari
kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang.
3
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukan. disabilitas serta perhatian akan
masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih
dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego
dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu
pasien untuk menemukan cara berdamai dengan defek fungsi ego, seperti
menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal
untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk
masalah-masalah daya ingat.
3
Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat
membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah,
kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi
oleh keluarganya.
3
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi,
akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin
23

terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan,
dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obatobatan dengan aktivitas
antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan.
3
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga
sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari
neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter
kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan
tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan
hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui
penguatan neurotransmisi kolinergik.
3
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin
jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data
klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya
menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang
lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat
mencegah degenerasi neuron progresif.
3
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa:
Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg
Antipsikotika atipik:
o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg
o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75
o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
24

o Abilify 1 x 10 - 15 mg
Anxiolitika
o Clobazam 1 x 10 mg
o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
o Buspirone HCI 10 - 30 mg
o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
o Amitriptyline 25 - 50 mg
o Tofranil 25 - 30 mg
o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram
1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.
o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg
Mood stabilizers
o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
o Topamate 1 x 50 mg
o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
o Priadel 2 - 3 x 400 mg
25

Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah
tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD
(Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia):
Nootropika:
o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
o Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
o Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg
1x/hari
o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
o Memantine 2 x 5 - 10 mg
Terapi dengan Menggunakan Pendekatan Lain
Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif
termasuk penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium, dan
agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin (suatu
26

penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat perkembangan
penyakit ini.
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi
kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan alternatif
menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk melihat efek
positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap perkembangan penyakit
Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat dalam pencegahan penyakit.
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD)
Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) penting
untuk diperhatikan karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh
dan membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:
Behavioural
Gangguan perilaku
Agitasi
Hiperaktif
Keluyuran
o Perilaku yang tak adekuat
o Abulia kognitif
o Agresi
_ Verbal, teriak
_ Fisik
Gangguan nafsu makan
27

o Gangguan ritme diurnal
_ Tidur/bangun
o Perilaku tak sopan (sosial)
_ Perilaku seksual tak sopan
_ Deviasi seksual
_ Piromania
Psychological
Gangguan afektif
o Anxietas
o lritabilitas
o Gejala depresif.
o Depresi berat
Labilitas emosional
o Apati
o Sindrom waham & salah-identifikasi
_ Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya
_ paranoid, curiga
o Rumah lama dianggap bukan rumahnya
o Pasangan / pengasuh
_ Palsu
_ Tak setia
_ Menelantarkan pasien
_ Cemburu patologik
_ Keluarga/kenalan yang mati masih hidup
28

o Halusinasi
_ Visual
_ Auditorik
_ Olfaktoriik
_ Raba (haptik)

29

BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Z
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jati
Status : Janda
Pekerjaan : Tidak Bekerja

II. Anamnesa
Keluhan Utama
Sering bepergian tanpa tujuan yang jelas.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sering bepergian tanpa tujuan yang jelas sejak 1 bulan terakhir dan
beberapa kali tidak tahu alamat pulang ke rumahnya.
- Seminggu yang lalu berusaha keluar dari rumah dengan melompati pagar
yang dikunci.
- Sering mondar-mandir di dalam rumah dan terus mengikuti anaknya
kemana pergi.
- Sering dijumpai berbicara sendiri, yang menurutnya dia sedang berbicara
dengan suaminya (telah meninggal).
- Emosi tidak stabil tanpa sebab yang jelas.
- Sering meyakini barang miliknya telah dicuri dan dia mengamuk.
30

Riwayat Penyakit Dahulu
- Tahun 2009 setelah kematian suaminya, tampak sangat berduka, kemudian
dirawat inap beberapa hari karena sempat menolak makan. Sering bertanya
tentang hal yang sama. Sulit mengikuti alur pembicaraan.
- Tahun 2012 lalai meninggalkan kompor menyala karena kurang
konsentrasi dan lupa.
- Tahun 2013 makin sering lupa, salah meletakkan barang, pekerjaan rumah
tangga tidak dilakukan dengan baik, perwatan diri buruk, dan perlu
bantuan.
Riwayat Penyakit Kelurga
Bibi pasien mengalami kepikunan.
Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien tinggal bersama anaknya. Pasien sudah pensiun dari pekerjaannya di
perusahaan swasta. Pasien sejak dahulu memeliki kebiasaan sering murung dan
banyak diam.

III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x/menit teratur
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,5
0
C
Status Internus : dalam batas normal
31

Status Neurologis :
GCS : 15
TRM : negatif
Peningkatan TIK : negatif
N. Cranialis : normal
Fungsi motorik : normal
Fungsi sensorik : normal
Reflek fisiologis : normal
Reflek patologis : negatif
Fungsi luhur : defisit recent memory; apraxia, disorientasi

IV. Pemeriksaan Psikiatrik
- Keadaan neurologis compos mentis, kesadaran psikologis dan sosial
terganggu.
- Asosiasi longgar, agresivitas longgar.
- Waham curiga
- Halusinasi visual dan auditorik
- Afek tidak serasi
- Pemeriksaan fungsi kognitif: gangguan daya ingat, konsentrasi, perhatian,
orientasi, pikiran abstrak, dan kemampuan menolong diri.
- Status fungsional: ADL perlu bantuan

V. Pemeriksaan Lanjutan
- Pemeriksaan neuropsikiatrik
32

1. MMSE : 19
2. CDT (Clock Drawing Test) : 3
3. IADL : 8
- Laboratorium : darah dan urin dalam batas normal
- Neuroimaging : MRI: atrofi lobus temporal bilateral dan hipokampus

VI. Diagnosis
Demensia Alzheimer

VII. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi
Terapi pada pasien:
- Latihan reorientasi (contoh: memperlihatkan foto keluarga pasien)
- Aktivitas terstruktur, jadwal rutin
- Kesehatan tidur dan nutrisi
Edukasi keluarga:
- Informasi atau edukasitentang diagnosa dan terapi, caregivers support
- Memanfaatkan sarana yang ada di masyarakat seperti day care, caregiver
untuk pasien maupun keluarga.
Intervensi lingkungan:
- Design ruangan jangan sering diubah-ubah
- Hindari lukisan seram atau abstrak, pajangan cermin yang banyak
- Warna ruangan yang lembut, leluasa bergerak, dan musik yang sesuai
- Modifikasi ruangan dengan suasana yang nyaman, aman, dan tenang
33

2. Farmakologis
- Donepezil 1x10 mg
- Risperidon 2x0,5 mg
VIII. Prognosis
Ad malam: karena demensia alzheimer bersifat irreversibel dan progresif,
tidak dapat disembuhkan seperti semula.

34

BAB III
DISKUSI


Telah dilaporkan seorang wanita, usia 70 tahun dengan diagnosa demensia
alzheimer. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien. Pada pasien
ditemukan:
- Aktivitas : pasif, apraxia
- Behaviour : agitasi agresif verbal, halusinasi auditorik dan visual,
wondering, emosi labil, dan depresi.
- Kognitif : gangguan memori, konsentrasi, perhatian, disorientasi
spasial
- Pemeriksaan : MMSE (19), CDT (3), IADL (8), IADL terganggu
- MRI : atrofi lobus temporal dan hipokampus
- Riwayat keluarga dengan kepikunan
Bedasarkan kriteria demesia menurut DSM IV:
a. Munculnya defisit kognitif multipel yang bermanifestasi pada:
1. Gangguan memori (ketidakmampuan untuk mempelajari informasi
baru atau untuk mengingat informasi yang baru saja dipelajari)
2. Satu atau lebih gangguan kognitif berikut: afasia, apraxia, agnosia,
gangguan fungsi eksekutif.
b. Defisit kognitif yang terdapat pada kriteria A1 dan A2 menyebabkan
gangguan bermakna pada fungsi sosial dan okupasi serta menunjukkan
penurunan yang bermakna dari fungsi sebelumnya.
35

Pasien diterapi dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.
Terapi farmakologi yang diberikan yaitu, Donepezil 1x10 mg/hari yang
merupakan kolinesterase inhibitor yang menghambat enzim kolenesterase
asetilkolin meningkat di jaringan otak mengatasi penurunan kognitif,
mengurangi masalah psikologis perilaku dan menaikkan taraf aktivitas
harian dan Risperidon 2x0,5 mg/hari yang merupakan antipsikosis atipikal
yang digunakan untuk mengatasi gejala positif dan negatif, bertindak
sebagai dopamin antagonis.

Anda mungkin juga menyukai