Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn DK
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Status Perkawinan : Menikah
No RM :111948
No Telepon :
Tanggal : 3 Juni 2014

II. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 3 Juni 2014 pukul 13.00 WIB

a) Keluhan Utama : Timbul seperti lepuh kecil pada kemaluan
b) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang mengeluh timbul seperti bercak pada
kemaluan tepatnya pada kepala penis sebelah kanan. Munculnya ini kira - kira 2
minggu yang lalu. Tapi sekarang sudah hilang. Awalnya sebelum hal ini terjadi sekitar
1 minggu sebelumnya pasien pergi ke dokter karena sakit flu dan diberi 4 jenis obat,
diantaranya : Flumucil, Nodrof, Renator, dan
c) Riwayat Penyakit Dahulu :
- Belum pernah mengalami keluhan serupa.
d) Riwayat Alergi :
- Belum pernah mengalami alergi makanan maupun fenilpropanolamin
sebelumnya.
e) Riwayat Pengobatan :
- Biasa menggunakan obat obatan dengan komposisi fenilpropanolamin
(decolgen) untuk mengatasi flu sejak kecil.
f) Riwayat Kebiasaan :
- Tidak pernah berbuat yang macam-macam belakangan ini.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : tensi : tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
Pernapasan : tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan

IV. DIAGNOSIS BANDING

- Fixed Drug Eruption

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan Sekret Uretra
o Bakteri Gram - : +
o Bakteri Gram - diplococcus : ++

VI. RESUME

Pasien datang mengeluh timbul bercak pada kemaluan pada kepala penis sebelah kanan
2 minggu yang lalu tapi sekarang sudah hilang. Awal muncul 1 minggu sebelumnya
ketika pasien sakit flu dan diberi obat flumucil, nodrof, renator, dan .

VII. DIAGNOSIS

- Fixed Drug Eruption pada genital (glans penis)

VIII. PENATALAKSANAAN















TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Fixed drug eruption (FDE) adalah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi
akibat pemberian atau pemakaian jenis obat-obatan tertentu yang biasanya dikarakteristik dengan
timbulnya lesi berulang pada tempat yang sama dan tiap pemakaian obat akan menambah jumlah
dari lokasi lesi.
1,2

ETIOPATOGENESIS

Obat-obatan yang paling sering menyebabkan FDE adalah kontrasepsi oral, barbiturat,
fenolftalein, fenasetin, salisilat, naproksen, nistatin, minosiklin, sulfonamide, tetrasiklin,
metronidazol, doriden, sulindac, tolmetin, maolate, bleomysin, busulfan, zidovudine, klorpromasin,
hidantoin, cyclofosfamid, klofasimin, antimalaria, prokarbasin, doksorubisin.
2,3,4,5
Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi melalui mekanisme imunologik atau non imunologik.
Yang dimaksud dengan erupsi obat adalah alergi terhadap obat yang terjadi melalui mekanisme
imunologik. Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah mempunyai
hipersesitivitas terhadap obat tersebut.disebabkan oleh berat molekulnya yang rendah, biasanya
obat itu berperan pada mulanya sebagai antigen yang tidak lengkap atau hapten. Obat atau
metaboliknya yang berupa hapten, harus berkombinasi terlebih dahulu dengan protein, misalnya
jaringan, serum atau protein dari membran sel untuk membentuk kompleks antigen yaitu kompleks
hapten protein. Kekecualiannya ialah obat-obat dengan berat molekul yang tinggi yang dapat
berfungsi langsung sebagai antigen yang lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya FDE :
1. Paparan obat.
Pemberian obat dapat mengakibatkan terjadinya reaksi komplit antigen antibodi dengan
terbentuknya hapten. Yang penting juga adalah pola morfologik yang spesifik yang dapat
meningkat atau menurun pada pemberian obat yang menyebabkan terjadinya reaksi kulit
tersebut. Sebagai contoh FDE lebih sering ditemukan pada pemberian barbiturat daripada
penisilin, walaupun penisilin memiliki kemungkinan menimbulkan reaksi kulit karena obat yang
lebih tinggi.
2

2. Waktu kejadian.
Kebanyakan reaksi obat pada kulit terjadi dalam 1 - 2 minggu dari terapi pertama. Beberapa tipe
reaksi terutama sindrom hipersensitivitas dapat memberikan onset yang tertunda bahkan
sampai lebih dari 2 bulan setelah pemberian obat. Untuk beberapa reaksi yang lebih serius,
resiko yang berhubungan dengan pemberian obat lebih dari 2 bulan tampak lebih rendah.
3

3. Uji eliminasi pemakaian obat.
Kebanyakan reaksi kulit karena obat akan berkurang dengan penghentian pemakaian obat
tersebut. Sebuah reaksi kulit tidak mungkin berhubungan dengan obat jika reksi terus berlanjut
setelah dilakukan penghentian pemakaian obat tersebut.
3

4. Pemaparan obat ulangan.
Pemberian obat ulangan memberikan informasi pasti apakah obat tersebut menyebabkan
terjadinya reaksi kulit walaupun pemberian yang sering tidak dimungkinkan karena tidak
menjamin keselamatan dari pasien kecuali terjadi perubahan pola status imunologik pasien.
3

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologi yang dikemukakan oleh Coombs & Gell; suatu
reaksi alergi terhadap obat dapat mengikuti salah satu dari ke empat jalur berikut ini;
1. Tipe I Reaksi Anafilaktik
Reaksi obat yang diperantarai IgE biasanya terjadi karena penisilin atau golongannya. Reaksi
dapat terjadi dalam beberapa menit setelah pemakaian obat. Gejala biasanya bervariasi seperti
pruritus, urtikaria, spasme bronkus, dan edema laring bahkan dapat menyebabkan terjadinya
syok anafilaktik dengan hipotensi dan kematian. Sel mast dan basofil yang tersentisisasi akan
melepaskan mediator-mediator kimia (histamin) atau lemak (leukotriens/prostaglandin) yang
akan menimbulkan gejala klinik yang berbeda-beda tergantung dari interaksi organ target (kulit,
sistim respirasi, GIT atau sistim kardiovaskuler) dengan mediator kimia tersebut. Penelitian
terbaru mengatakan reaksi obat perantaraan IgE lebih diakibatkan peran basofil daripada sel
mast. Pelepasannya dipicu ketika terjadi konjugasi protein obat polifalen yang terbentuk secara
in vivo dan behubungan dengan molekul IgE yang mensensitisasi sel-sel.
1,2

2. Tipe II Reaksi Sitotoksik
Reaksi tipe ini dapat disebabkan oleh obat, dan memerlukan penggabungan antara IgE dan IgM
dengan antigen yang melekat pada sel. Jika sistem komplemen teraktivasi akan dipacu sejumlah
reaksi yang berakhir dengan lisis.
1
3. Tipe III Reaksi Kompleks Imun
Antibodi mengadakan reaksi dengan antigen membentuk kompleks antigen antibodi yang
kemudian mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan reaksi
radang. Dengan adanya aktivasi sistim komplemen terjadi pelepasan anafilaktosin yang
merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Dengan adanya aktivasi komplemen
akan terjadi kerusakan jaringan.
1

4. Tipe IV Reaksi Alergi Selular Tipe Lambat
Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersentisisasi mengadakan reaksi dengan antigen.
Reaksi ini di sebut reaksi tipe lambat karena baru timbul 12 - 48 jam setelah pajanan dengan
antigen.
1
FDE termasuk dalam reaksi tipe III dengan adanya reaksi kompleks antigen antibodi.

GAMBARAN KLINIK
FDE dikarakteristik dengan 1 atau beberapa lesi eritematous. Lesi ini seringkali timbul pada
wajah dan daerah genital dan menyebabkan terjadinya luka seperti luka bakar walaupun inflamasi
akut sembuh secara perlahan-lahan tapi hiperpegmentasi lokal akan menetap dengan pemaparan
obat yang berulang, lesi akan muncul kembali pada tempat yang sama.
3
Lesi baru berbentuk bulat atau oval dan berbentuk plak dengan gambaran eritematous dan bula
pada kulit akan berubah berwarna ungu atau coklat. Lesi biasanya berkembang dalam waktu 30
menit - 8 jam setelah pemberian obat, kadang-kadang lesi pada awalnya soliter tapi pada pemberian
obat yang berulang lesi baru dapat muncul lagi dan lesi lama yang sudah ada dapat bertambah
besar.
Lesi lebih sering muncul pada anggota gerak daripada badan. tangan, kaki, genitalia (glans penis) dan
daerah perianal adalah tempat favorit munculnya lesi. Lesi juga dapat muncul di sekeliling mulut dan
mata. Daerah genital dapat terjadi berhubungan dengan lesi pada kulit atau terjadi sendiri. Apabila
terjadi penyembuhan timbul pengelupasan yang diikuti dengan perubahan warna yang menetap
pada daerah lesi dimana warna berubah menjadi kecoklatan. Hal ini dapat menghilang seiring waktu
tapi sering menetap diantara pemaparan obat. Pigmentasi terjadi lebih lama pada orang dengan
kulit coklat. Pigmentasi dari FDE menghilang apabila penderita tidak diberikan obat penyebab. FDE
non pigmentasi dilaporkan pada pemberian pseudoefedrin dan piroksikan bisa terdapat gejala-gejala
lokal atau umum yang menemani perjalanan penyakit fixed drug eruption yang berupa gejala ringan
atau tidak ada.
1,2


Beberapa gambaran karakteristik ke arah dugaan adanya FDE :
1. Reaksi hanya terjadi setelah pajanan ulang dengan obat. Pada penggunaan pertama kali, waktu
reaksi berkisar antara 8-9 hari.
1

2. Manifestasi erupsi obat tidak bergantung pada kegunaan farmakologik dan kimiawi obat
tersebut.
1

3. Jumlah obat yang sangat sedikit dapat memacu reaksi yang berat meskipun obat tersebut telah
dipakai dalam jangka waktu lama.
1

4. Obat yang sama dapat menyebabkan reaksi yang berbeda pada orang yang sama pada waktu
yang berlainan, sebaliknya berbagai obat dapat menyebabkan reaksi atau manifestasi klinik yang
sama.
1


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu memastikan diagnosa FDE dengan
pemeriksaan histopatologi.
Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan adanya degenarasi hidrotik pada lapisan sel
basal yang akan menuju pada inkontinens pagmentari, dimana dikarakteristik dengan adanya
melanin dalam jumlah yang banyak diantara makrofag yang terdapat pada lapisan atas kulit
(Tarnowsky). Sebagai tambahan terdapat penyebaran dari diskeratotik keratonicytes dengan
sitoplasma yang eosinifilik dan inti pignotik sering terlihat pada epidermis (Furuya, dkk). Pada
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop elektron diskeratotik keratonicytes terisi dengan
tonofilamen tipis yang homogen dan menunjukkan sedikit dari sisa-sisa organel sel dan inti.
1


DIAGNOSIS
Diagnosis FDE berdasarkan :
1. Anamnesis :
Adanya hubungan antara timbulnya erupsi dengan penggunaan obat dan diketahui
mengenai :
- obat-obatan yang didapat
- kelainan timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari sesudah
masuknya obat.
- Rasa gatal yang dapat pula disertai demam yang biasanya subfebril.

2. Kelainan Klinis :
Adanya kelainan klinis berupa lesi yang selalu timbul pada tempat yang sama akibat
pemaparan obat. Penghentian obat yang diikuti penurunan gejala klinis merupakan
petunjuk kemungkinan erupsi disebabkan oleh obat tersebut.
3. Pemeriksaan Khusus :
Saat ini belum diketahui cara yang cukup sensitif dan dapat dipercaya untuk mendeteksi
obat penyebab FDE.
1,4


PENATALAKSANAAN
Pengobatan FDE belum memuaskan, antara lain karena kesukaran dalam memastikan
penyebabnya, apakah oleh obatnya sendiri atau metabolitnya.
Pengobatan dibagi dalam :
1. pengobatan kausal
Dilaksanakan dengan menghindari obat tersangka (apabila obat tersangka telah dapat
dipastikan). Dianjurkan pula untuk menghindari obat yang mempunyai struktur kimia mirip
dengan obat tersangka (satu golongan).
2. pengobatan sistemik
a. kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sangat penting pada alergi obat sistemik. Dosis standar untuk
fixed drug eruption pada orang dewasa ialah 3 x 10 mg prednisone sehari.
b. antihistamin
Antihistamin yang bersifat sedatif dapat juga diberikan, jika terdapat rasa gatal. Kecuali pada
urtikaria, efeknya kurang bila dibandingkan dengan kortikosteroid
3. pengobatan topikal
Pengobatan topikal bergantung pada keadaan kelainan kulit, apakah kering atau basah. Pada
FDE, jika kelainan membasah dapat diberi kompres dan jika kering dapat diberi krim
kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 1% atau 2 %.
1,2


DAFTAR PUSTAKA

1. Prof. DR. Adhi Djuanda, Dr. Mochtar Hamzah, Dr. Siti Aisah. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi ketiga. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1999:139-142
2. DermNet Editorial Board. Fixed Drug Eruption. Available from URL:
www.dermnetnz.org/reaction/fixed-drug-eruption.html. Last updated : September 30, 2004.

Anda mungkin juga menyukai