Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan Indonesia berada pada masa transisi. Perubahan
dan pembenahan terus dilakukan demi perbaikan, baik yang bersifat sistemik
maupun yang infrastruktur. Namun dalam realitasnya mutu pendidikan di
Indonesia dapat dikatakan masih rendah dan memprihatinkan. Seperti yang telah
dilaporkan oleh UNDP (United National Development Programme) bahwa HDI
(Human Development Index) tahun 2007 Indonesia berada di urutan 111 dari 177
negara di dunia (Malik, 2009).
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir (Sanjaya, 2007). Proses
pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghapal informasi. Proses pembelajaran masih memberikan dominasi guru dan
tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang secara mandiri
melalui penemuan dan proses berfikirnya. Siswa hanya menghapal konsep dan
kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam
kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimilikinya
(Trianto, 2008).
Mulai tahun ajaran 2004/2005 dengan diterapkannya kurikulum 2004,
maka materi kimia mulai diajarkan pada tingkat SMP yang terintegrasi dalam
mata pelajaran ilmu pengetahuan alam/sains. Diajarkannya mata pelajaran kimia
sebagai salah satu bagian mata pelajaran IPA menuntut adanya keahlian dan
keterampilan khusus bagi guru bidang studi IPA di SMP/MTs untuk menciptakan
pembelajaran yang bermakna. Tetapi kenyataan dilapangan adalah masih
rendahnya kompetensi guru dalam melaksanakan Proses Belajar Mengajar (PBM)
di kelas. Kenyataan rendahnya kompetensi dan ketrampilan guru dikemukakan
Fasli Djalal mantan Dirjen DIKNAS Peningkatan mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan yang menyatakan hampir setengah dari sekitar 2,6 juta guru di
1
2
Indonesia tidak layak mengajar di sekolah (Sunarto, 2008). Guru kurang bisa
memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.
Pengajaran kimia di sekolah cenderung hanya berjalan satu arah, di mana guru
yang lebih banyak aktif memberikan informasi kepada siswa. Sehingga siswa
kesulitan untuk memahami materi kimia secara optimal yang menyebabkan hasil
belajar kimia siswa rendah.
Laporan penelitian Suerni (2005) menyatakan 89% siswa belum dapat
mencapai ketuntasan belajar yang berarti mengalami kesulitan dalam mempelajari
kimia di SMP dengan tingkat kesulitan rata-rata sebesar 46,42%. Tingkat
kesulitan tiap pokok bahasan menunjukan untuk pokok bahasan bahan kimia di
rumah tingkat kesulitan yang dialami siswa sebesar 37,71%, pokok bahasan
wujud zat sebesar 40,31%, pokok bahasan zat aditif sebesar 55,16% sedangkan
untuk pokok bahasan zat adiktif dan psikotropika sebesar 56,26 %. Kesulitan
siswa dalam mempelajari kimia juga disebabkan karena karakteristik ilmu kimia
berbeda dengan konsep ilmu lainnya. Kimia berisi hitungan, fakta yang harus
diiingat, kosakata khusus, hukum-hukum yang mengaitkan satu ide dengan ide
lain yang harus dimengerti dan pengetahuan kimia harus diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran kimia siswa dengan segala potensinya
harus dapat dilatih untuk menggagasi ide-ide baru yang kreatif dengan
mengonstruksi sebuah fakta baru (Mahmudin, 2009).
Zat aditif makanan adalah salah satu pokok bahasan yang dapat
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran karena pada pokok
bahasan ini berhubungan langsung dengan permasalahan yang dihadapi sendiri
oleh siswa ataupun masyarakat secara luas. Untuk itulah pokok bahasan zat aditif
makanan diharapkan sesuai bila menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Sehingga diharapkan siswa lebih tertarik mempelajari materi ini dan
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
3
Beberapa penelitian dengan menggunakan model Pembelajaran Kooperatif
Tipe STAD yang telah dilakukan dan dapat memberikan hasil yang lebih baik
daripada menggunakan cara konvensional. Eva (2006) telah melakukan penelitian
tentang Pengaruh Pembelajaran Kimia Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
pada pokok bahasan termokimia sebesar 27,81%. Sementara Ebta Ricardo (2009)
melakukan penelitian tentang Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Pokok Bahasan Larutan Asam sebesar
30,17%. Dewi Sartika Marpaung (2007) juga melakukan penelitian tentang
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Peningkatan Hasil
Belajar Kimia Siswa sebesar 38,21%. Begitu juga Rosita Ariani melakukan
penelitian yang berjudul Implementasi Model Students Teams Achievment
Division (STAD) pada Pembelajaran Konsep Pencemaran Lingkungan di Kelas II
IPA Madrasah Aliyah Negeri 2 sebesar 42,19%.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul: Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe
STAD Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Pada Pokok Bahasan Zat Aditf
Kelas VIII di SMP Negeri 3 Tebing Tinggi.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat
diindentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Hasil belajar kimia siswa rendah khusunya pada materi zat aditif
2. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang di dorong untuk
mengembangkan kemampuan berfikir, siswa hanya menghapal konsep dan
kurang mammpu menngunakan konsep tersebut dalam kehidupan nyata.
3. Rendahnya kompetensi guru dalam menerapkan model pembelajaran yang
sesuai. Akibatnya tingkat pemahaman dan penguasaan konsep kimia yang
diterima siswa tidak optimal.
4
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian :
1. Penelitian dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran koperatif
tipe STAD.
2. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 3 Tebing Tinggi.
3. Materi yang diajarkan yaitu zat aditif.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan hasil belajar siswa tanpa
pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Berapa persen peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar
melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan hasil belajar siswa
tanpa pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Untuk mengetahui seberapa persen peningkatan hasil belajar siswa yang
diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
1.6 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam
melaksanakan tugas sebagai calon pendidik dimasa mendatang.
2. Sebagai masukan bagi calon guru untuk memilih model pembelajan yang
sesuai dalam rangka perbaikan pengajaran.
3. Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa/I jurusan pendidikan kimia
lingkungan FMIPA UNIMED Medan, yang nantinya akan mengajar di
sekolah-sekolah.
5
1.7 Defenisi Operasional
a. Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi lingkungan.
b. Hasil belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajar.
c. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe dan model
pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan
jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan
penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis
dan penghargaan kelompok.
d. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dimana metode yang
digunakan pada proses kegiatan belajar-mengajar adalah metode ceramah, tanya
jawab dan penugasan.

Anda mungkin juga menyukai