Anda di halaman 1dari 10

1

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS PRA-ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT: RSUD TARAKAN

Nama Mahasiswa : Febrianus Feliks Supranata
NIM :11-2012-263
Dokter Pembimbing : dr. Nunung, Sp.An Tanda Tangan :
dr. Ketut, Sp.An

Laporan Kasus
1. Identitas Pasien
Nama : Ny L
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
No. Register : 01.21.xx.xx
Berat Badan : 53 kg
Tanggal masuk RS :11 Agustus 2014






2

2. Anamnesis
Keluhan utama: keluar darah dari vagina
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak
5 bulan SMRS. Darah keluar di luar masa haid pasien. Nyeri pada perut bawah.
Riwayat penyakit penyerta: Tidak terdapat riwayat alergi, asma, dan darah tinggi.
Habit: riwayat mengkonsumsi obat-obatan terlarang, merokok, minum alkohol disangkal
pasien.
Riwayat operasi sebelumnya: Tidak ada operasi sebelumnya
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 1400/80 mmHg
Frekuensi nadi : 65 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 C
Kepala : bentuk normocephali
rambut warna hitam, tebal, distribusi merata
Wajah : terlihat simetris
warna kulit tidak anemis, tidak sianosis, tidak ikterik
Mata : alis mata hitam,tebal,distribusi merata
konjungtiva tidak anemis , Sklera tidak ikterik
Telinga : bentuk telinga simetris dan normotia
tidak ada nyeri tekan pada tragus dan mastoid
sekret (-)
Hidung : hidung simetris tidak ada deviasi septum, sekret -/-
Mulut dan gigi geligi : Buka mulut > 3 jari , gigi palsu (-)
Leher : Tidak pendek, tidak tampak pembesaran tiroid. Mallampati 1,
leher bebas jarak tiromental > 7cm
3

Thoraks :
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris saat statis dan dinamis, sela iga
tidak tampak melebar
Palpasi : Sela iga tidak melebar, gerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan, taktil fremitus kanan dan kiri tidak mengeras , tidak menurun,
nyeri tekan tidak ada, benjolan tidak ada
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hati pekak, jantung
pekak
Auskultasi : Suara nafas vesikular pada kedua lapang paru paru,
wheezing -/- , ronki -/-
Abdomen
Inspeksi : abdomen datar, tidak tampak adanya ascites
Palpasi : tidak ada defence muskular, nyeri tekan pada supra
pubik
Hepar: tidak ada pembesaran
Lien: tidak ada pembesaran
Ginjal: ballottement -
Perkusi : timpani, tidak ada nyeri ketuk, tidak ada ascites
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hb : 8,8 g/dl
Ht : 28,2%
Eritrosit : 4,06 juta/Ul
Leukosit : 7.990 ribu/Ul
Trombosit :273.000 ribu/Ul
CT/BT : 2/10 menit
GDS : 127 mg/dl
4. Status Fisik (ASA) : ASA 1 ( Pasien normal dan tidak ada kelainan sistemik)
5. Diagnosis Kerja : hiperplasia endometrium
6. Rencana Tindakan Bedah : curetase
4

7. Rencana Tindakan Anestesi : General Anestesi teknik TIVA (Total Intravenous
Anestesi)


Pre operatif:
1. Anamnesis:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat-obatan dan makanan.
Pasien tidak pernah mendapat anestesi sebelumnya dan riwayat
operasi (-)
Pasien mulai puasa 8 jam sebelum rencana operasi.
2. Pemeriksaan fisik
Airway paten, nafas spontan, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing
Mallampati 1 ( Langit-langit lunak,uvula, kerongkongan, tonsil dapat
terlihat secara keseluruhan)
Leher ekstensi maksimal
Buka mulut > 2 jari
Tidak ada gigi goyang, tidak ada gigi palsu
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 140/80 mmHg
Frekuensi nadi : 65 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5 C
2. Pemeriksaan laboratorium
Hb : 12,9 g/dl
Ht : 36,8%
Eritrosit : 4,32 juta/Ul
Leukosit : 9509 ribu/Ul
Trombosit : 337000 ribu/Ul
CT/BT : 2/11 menit
GDS : 99 mg/dl
Teknik Anestesi:
5

1. Jenis anestesi : General Anestesi
2. Teknik anestesi : TIVA (Total Intravenous Anestesi)
3. Lama anestesi : 11.45- 12.10
4. Lama operasi : 11.50- 12.05
5. Cara pemberian :
- Pasien dipersiapkan diruang operasi dengan berbaring pada meja operasi
dengan posisi lithotomi.
- Persiapkan obatan general Anestesi (
propofol,fentanyl,ondansentron,ketorolac,mytomergin)
- Pasang manset ,canul oksigen, alat saturasi dan elektroda ekg pasien
sebelum dilakukan tindakan general anestesi
- Masukan fentanyl 100 mcg, setelah itu propofol 50 mg. Katakan pada
pasien bahwa dia akan mengantuk. Setelah pasien tertidur maka
pengerjaan operasi dapat dilakukan
Intra operasi:
1. Tanda-tanda vital dimonitor (tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan saturasi
oksigen sepanjang operasi)
2. Obat yang digunakan IV:
Mytomergin 200mcg
Ketorolac 30 mg
Odansteron 4 mg
3. Oksigen canul 2 lt
4. Cairan yang diberikan sepanjang operasi:
Ring AS 500 ml
Post operasi:
Keluhan pasien : pasien sadar penuh dengan Glasgow Coma Scale (GCS) :15
Aldrete score:
Kesadaran : 2 (sadar penuh)
Respirasi :2 (sanggung diminta bernafas dalam dan batuk)
Sirkulasi : 2 (tekanan darah naik/ turun berkisar 20%)
Warna kulit : 2 (merah muda, capillary refill <2 detik)
6

Aktivitas : 1 ( 2 anggota tubuh dapat bergerka aktif dan dapat diperintah)
VAS : 4-6 ( sakit sedang)
Tekanan darah ( 117/75 mmHg), CRT (< 3 detik ), nadi (84 x/menit) saturasi
oksigen (95-100%)
Tidak Ada perdarahan pervaginam
Terapi pasca bedah:
Infus Ring AS 20 tts/menit
Anlagetik : Ketorolac 30 mg
Antiemetik : Odanstentron 4mg
Terapi lain-lain sesuai DPJP























7

TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESIA UMUM
Batasan : Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh hilangnya rasa
nyeri di seluruh tubuh akibat pemberian obat anesthesia.
1

Rees & Gray membagi anesthesia menjadi tiga komponen, yaitu:
a. Hipnotika : Pasien kehilangan kesadaran
b. Anesthesia : Pasiean bebas nyeri
c. Relaksasi : Pasien mengalami kelumpuhan otot rangka.
1

Teknik anestesi umum antara lain:
1. Anestesi umum intravena
2. Anestesi umum inhalasi
3. Anestesi imbang.
1


ANESTESI UMUM INTRAVENA
Anestesi umum intravena merupakan suatu teknik pembiusan dengan memasukkan
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut digunakan
untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Dalam perkembangan
selanjutnya terdapat beberapa jenis obat-obat anestesi dan yang digunakan di Indonesia hanya
beberapa jenis obat saja seperti Tiopenton, Diazepam, Dehidribenzoperodol, Fentanil,
Ketamin, dna Propofol.
1) Anestesi intravena klasik
1

Batasan : Pemakaian kombinasi obat ketamin hidroklorida dengan sedative misalnya:
diazepam, midazolam, atau dehidro benzperidol.
Indikasi : pada operasi kecil dan sedang yang tidak memerlukan relaksasi lapangan
operasi yang optimal dan berlangsung singkat, dengan perkecualian operasi di daerah
jalan napas dan intraokuler.
Kontra indikasi:
Pada pasien yang rentan terhadap obat-obatan simptomimetik, missal penderita
diabetes mellitus, hipertensi, tirotoksikosis, dan paekromo sitoma
Pasien yang menderita hipertensi intracranial
Pasien yang menderita glaucoma
Operasi intraokuler
8

Tata laksana:
Persiapan rutin
Pasang alat pantau yang diperlukan
Induksi dengan salah satu obat sedative seperti yang tersebut di atas, misalnya
diazepam secara intravena dengan dosis 0,4-0,5 mg/kgBB
Tunggu 2-3 menit agar obat menunjukkan khasiatnya
Berikan ketamin HCL (larutan 1%) dengan dosis 1-2 mg/kgBB intravena pelan-
plelan
Untuk mendalamkan anestesi bisa diberikan sedative atau hipnotik, misalnya
thiopental.

2) Anestesi intravena total
1

Batasan: Pemakaian kombinasi obat anestetika intravena yang berkhasiat hipnotik,
analgetik, dan relaksasi otot secara berimbang.
Indikasi: Operasi-operasi yang memerlukan relaksasi lapangan operasi optimal.
Kontraindikasi: tidak ada kontraindikasi absolute. Pilihan obat disesuaikan dengan
penyakit yang diderita pasien.
Tata laksana:
Pasien telah disiapkan sesuai dengan pedoman
Pasang alat pantau yang diperlukan
Siapkan alat-alat dan obat-obat resusitasi
Siapkan alat bantu napas manual atau kalau ada alat bantu napas mekanik atau
mesin anestesia
Induksi dapat dilakukan dengan diazepam-ketamin atau dengan obat hipnotik
yang lain dilanjutkan dnegan pemberian suksinil kholin secara intravena untuk
fasilitas intubasi
Beriksan napas buata melalui sungkup muka dengan oksigen 100%
mempergunakan fasilitas alat bantu napas sampai fasikulasi hilang dan otot rahang
relaksasi
Lakukan laringoskopi dan pasang PET
Fiksasi PET dan hubungkan dengan alat bantu napas yang digunakan atau mesin
anestesi
Berikan obat anestetika intravena yang dibutuhkan sesuai dengan trias anestesia
secara intermiten atautetes kontinyu
Pernapasan pasien dikendalikan secara mekanik atau dengan bantuan tangan
(manual) dan berikan suplemen oksigen sesuai dengan kebutuhan
Selesai operasi, pemberian obat-obatan dihentikan dan pernapsan pasien
dipulihkan dengan pemberian obat antikholinesterase
9

Setelah kelumpuhan otot pulih dan pasien mampu bernapas spontan, dilakukan
ekstubasi PET setelah air liur atau benda cair lain yang ada pada rongga mulut
dibersihkan dan kalau perlu dilakukan isapan pada PET.

OBAT-OBATAN INTRAVENA
1. TIOPENTAL
2

Thiopental (pentotal, tiopenton), dikemas dalam bentuk tepung atau bubuk
berwarna kuning, berbau belerang, biasanya dalam ampul 500mg atau 1000mg.
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril samapi kepekatan 2,5% (1ml =
25mg).
Thiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-5
mg/kgBBdan disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini
sangat alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikkan keluar vena akan menimbulkan
nyeri hebat apalagi masuk arteri akan menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis
jaringan sekitar. Kalau hal ini terjadi dianjurkan memberikan suntikan infiltrasi
lidokain.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan thiopental akan menyebabkan pasien
berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia, atau depresi napas. Thiopental
menurunkan aliran darah otak, tekanan liquor, tekanan intracranial dan diduga dapat
melindungi otak akibat akibat kekurangan O2. Dosis rendah bersifat anti-analgesi.
Thiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya 30% dalam
bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis harus dikurangi.
Thiopental dapat diberikan secara kontinyu pada kasus tertentu di unit perawatan
intensif, tetapi jarang digunakan untuk anestesia intravena total.

2. PROPOFOL
2

Propofol (diprivan, recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml = 10mg). suntikan intravena sering
menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2
mg/kgBB intravena.
Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan untuk anestesi intravena
total 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kgBB.
Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrose 5%. Pada manula dosis harus
dikurangi, pada anak < 3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan.

3. KETAMIN
2

Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesia, karena sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat
menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
10

Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi midazolam atau
diazepam dengan dosis 0,8-1 mg/kgBB intravena dan untuk mengurangi salvias
diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kbBB.
Dosis bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kgBB dan untuk
intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1ml =
10mg), 5% (1ml = 50mg), dan 10% (1ml = 100mg).

4. OPIOID
2

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis
tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk
induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil
dosis induksi 20-50 mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1
mg/kgBB/menit.





DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku G, Senapati TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. PT.Indeks.
Jakarta. 2009. 101-104
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed.2. FKUI.
Jakarta. 2001. 46-47.

Anda mungkin juga menyukai