Anda di halaman 1dari 42

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
A. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003). Sedangkan pengertian lain menyebutkan perilaku manusia
berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedang dorongan merupakan
usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 2002).
Perilaku yang muncul dari individu dapat dikatakan merupakan usaha individu
untuk memenuhi kebutuhannya dan usaha tersebut dapat diamati.
2. Jenis Respon
Skinner (1938) dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respon). Menurut Notoatmodjo (2003) respon dibedakan menjadi dua :
a. Respondent response atau reflexive respons, adalah respon yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Respon yang
ditimbulkan relatif tetap.
b. Operant response atau instrument reflexive, adalah respon yang timbul dan
berkembang oleh perangsang tertentu. Perangsang ini bersifat memperkuat
respon yang telah dilakukan.


11


3. Bentuk Perilaku
Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme
atau seseorang terhadap perangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.
Menurut Notoatmodjo (2003) respon ini berbentuk dua macam yaitu :
a. Bentuk pasif adalah respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain. Dalam hal ini perilaku
masih terselubung atau covert behavior.
b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata atau
overt behavior.
4. Cakupan Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan
sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Adapun perilaku kesehatan mencakup :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit. Perilaku ini sesuai dengan
tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu :
1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan
(health promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olah
raga dan sebagainya.
2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon
untuk melakukan pencegah penyakit. Misalnya : tidak minum kopi, tidak
12

minum beralkohol, tidak makan berlemak, menghentikan kebiasaan
merokok dan sebagainya.
3) Perilaku sehubungan dengan pencarian bantuan pengobatan (health
seeking behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari
pengobatan. Misalnya : usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau
mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas,
mantri, dokter praktek dan sebagainya), maupun ke fasilitas kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan sebagainya).
4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation
behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan
kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet
(rendah lemak, rendah garam), mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam
rangka pemulihan kesehatannya.
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan
modern ataupun tradisional.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yaitu respon seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan
kesehatan manusia.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Menurut teori Lawrence Green (1980) yang dikutip Notoatmodjo (2003),
menyatakan bahwa perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :
13



a. Faktor Predisposisi
Termasuk didalamnya adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan
dan nilai-nilai.
1) Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Pada umumnya klien yang hipertensi
atau tidak hipertensi menganggap bahwa perilaku pencegahan stroke
selama tidak dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2) Sikap
Mempengaruhi perilaku karena sikap merupakan kesiapan
berespon atau bertindak. Bila klien bersikap kurang baik sehubungan
dengan perilaku pencegahan stroke, maka hal tersebut dapat
berpengaruh terhadap perilaku yang muncul, untuk itu klien
sehubungan dengan perilaku pencegahan stroke harus diperhatikan
oleh petugas kesehatan.
3) Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Masyarakat yang
mempercayai suatu keyakinan tertentu, maka dalam menghadapi suatu
perilaku kesehatan akan berpengaruh terhadap status kesehatannya.
14



4) Keyakinan
Suatu hal yang dianggap benar dan dianut sebagai aturan yang
dilakukan oleh masyarakat.
5) Nilai-nilai
Pada masyarakat dimanapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan sikap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat.
b. Faktor pendukung (Enabling factors)
Faktor pendukung disini adalah ketersediaan sumber-sumber dan
fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan fasilitas tersebut sebagian
harus digali dan dikembangkan dari masyarakat itu sendiri. Faktor
pendukung ada dua macam, yaitu : fasilitas fisik dan fasilitas umum.
Fasilitas fisik yaitu fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
Sedangkan fasilitas umum yaitu media informasi, misalnya TV, koran,
majalah.
c. Faktor penguat
Meliputi sikap dan perilaku petugas. Semua petugas kesehatan,
baik dilihat dari jenis dan tingkatnya pada dasarnya adalah pendidikan
kesehatan. Petugas kesehatan harus memiliki sikap dan perilaku petugas
kesehatan, tokoh masyarakat, teman sebaya dan orang tua. Perilaku erat
hubungannya dengan kesehatan. Tingkat kesehatan, keselamatan, serta
kehidupan seseorang banyak ditentukan oleh faktor perilaku.
15

Perilaku mempunyai andil nomer dua setelah lingkungan terhadap
status kesehatan. Perilaku pencegahan stroke adalah salah satu bagian
penting yang harus klien perhatikan, sebagai persiapan untuk pencegahan
nantinya dilakukan dengan menjauhi semua hal yang kurang baik dan
menjauhi kebiasaan yang kurang baik seperti : minum kopi, merokok,
olahraga tidak teratur, minum alkohol dan makan makanan yang
mengandung lemak. Selain itu perilaku pencegahan dapat pula dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan individu. Semakin baik tingkat pengetahuan
seseorang maka semakin baik pula perilaku pencegahan individu terhadap
penyakit stroke.


B. Kopi (Coffea sp.)
Kopi merupakan biji-bijian dari pohon jenis coffea. Kopi termasuk ke
dalam famili Rubiaceae, subfamili Ixoroideae, dan suku Coffeae (Panggabean,
2011). Satu pohon kopi dapat menghasilkan sekitar satu kilogram kopi per tahun.
Sebanyak lebih dari 25 jenis kopi dengan 4 jenis kopi yang cukup terkenal yaitu
kopi arabika (Coffea arabica), kopi liberika (Coffea liberica), kopi robusta
(Coffea canephora) dan kopi excelsa (Coffea dewevrei) yang mewakili 70% dari
total produksi kopi. Kopi arabika mengusai 70% pasar di dunia dan robusta
sebanyak 30%. Kopi arabika memiliki kualitas tinggi dan beraroma harum,
sedangkan kopi robusta cenderung berasa asam dan pahit serta kandungan kafein
yang lebih tinggi 23 kali dari kopi arabika (Muchtadi, 2009).
Kopi arabika merupakan kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Kopi ini
tumbuh di negara beriklim tropis atau subtropis pada ketinggian 1000 - 2100
16

meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata 16 - 22C Semakin tinggi
lokasi perkebunan kopi, maka cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan
semakin baik. Kopi robusta dapat tumbuh pada ketinggian 400 - 1.200 meter
diatas permukaan laut dengan suhu 20 - 28C. Jenis kopi yang merupakan turunan
dari kopi arabika dan robusta adalah kopi luwak asli Indonesia. Kopi luwak
merupakan kopi dengan harga jual tertinggi karena proses terbentuknya dan
rasanya yang unik (Panggabean, 2011).
Kopi terkenal akan kandungan kafeinnya yang tinggi. Satu cangkir kopi
setara dengan 120 - 480 ml dapat mengandung kafein 75 mg - 400 mg atau lebih,
bergantung pada jenis biji kopi, cara pengolahan kopi dan mempersiapkan
minuman kopi (Weinberg & Bonnie, 2010). Kafein merupakan senyawa hasil
metabolisme sekunder golongan alkaloid dari tanaman kopi dan memiliki rasa
yang pahit. Berbagai efek kesehatan dari kopi pada umunya terkait dengan
aktivitas kafein didalam tubuh. Cara baik minum kopi adalah dengan
meminimalkan deterpen dengan cara minum kopi yang disaring atau kopi instan
serta mengkonsumsinya dalam jangka waktu 4 - 6 jam. Rekomendasi yang aman
minum kopi bagi orang sehat adalah 2 - 3 cangkir (Muchtadi, 2009;
Purwantyastuti, 2009).
Komponen kimia biji kopi berbeda-beda, tergantung tipe kopi, tanah
tempat tumbuh dan pengolahan kopi. Struktur kimia yang terpenting terdapat di
dalam kopi adalah kafein dan caffeol. Komponen biji kopi arabika dan robusta
sebelum dan sesudah disangrai dapat dilihat pada Tabel II.1 berikut:


17


Tabel II.1 Komponen kimia biji kopi arabika dan robusta sebelum dan setelah
disangrai (% bobot kering)
Komponen
Arabika Robusta
Biji kopi
(%)*
Kopi sangrai
(%)**
Biji kopi
(%)*
Kopi sangrai
(%)**
Kafein 0,9 - 1,2 1,2 - 1,5 1,6 - 2,4 2,2 - 2,4
Air 0 - 5 0 - 5
Trigonelline 1,0 - 1,2 0,5 - 1,0 0,6 - ,75 0,3 - 0,7
Protein dan Asam
Amino
- Protein
- Asam Amino


11 13
2



7,5
0


11 - 13
2


7,5
0
Gula 6 - 8 0,3 6 - 7 0,3
Polisakarida 50 - 55 38 37 - 47 42
Oligosakarida 6,0 - 8,0 0 - 3,5 5,0 - 7,0 0 - 3,5
Asam
- Asam Alifatik 1,5 - 2,0 1,6 1,5 - 2,0 1,6
- Asam Quinat 0,8 1,0
- Asam Klorogenat 5,5 - 8,0 2,5 7,0 - 10 3,8
Lemak 12,0 - 18,0 14,5 - 20,0 9,0 -13,0 11,0 - 16,0
Mineral (sebagai
oksida)
3,0 - 4,2 3,5 - 4,5 4,0 - 4,5 4,6 - 5,0
Sumber : *Clarke & Macrae (1987), diacu dalam Ridwansyah (2003) **Yusianto
(1999), diacu dalam Panggabean (2011) & Wahyuni (2013)


1. Kafein (1,3,7-Trimetilxantin)
Komponen utama di dalam biji kopi adalah kafein dan caffeol. Kafein
merupakan zat perangsang syaraf yang sangat penting, sementara caffeol adalah
salah satu zat pembentuk cita rasa dan aroma. Kafein merupakan salah satu jenis
18

alkaloid yang dapat dijumpai secara alami dalam daun, biji, atau buah berbagai
tanaman seperti kopi, daun teh, biji coklat yang digunakan untuk produk cokelat
dan buah kola yang digunakan untuk produk minuman ringan (soft drink). Selain
itu, kafein juga ada pada tanaman guarana yang disebut guaranina dan pada
tanaman mate yang disebut mateina (Panggabean, 2011).
Kandungan kafein setiap jenis kopi berbeda-beda. Kadar kafein rata-rata
pada jenis kopi arabika adalah 1,2% - 1,5 % dan pada jenis kopi robusta 2,2% -
2,4%. Kafein mempunyai rasa yang pahit, namun kafein sendiri hanya
menyumbang cita rasa pahit sebanyak kurang dari 10%. Kafein bekerja sebagai
perangsang saraf pusat, jantung dan pernafasan serta bersifat diuretik ringan.
Kafein berbentuk serbuk putih yang mengandung gugus metil dengan rumus
kimia C8H10N4O2 (Panggabean, 2011).
Selama proses pembutan kopi, banyak kafein yang hilang karena rusak
ataupun larut dalam air perebusan. Kandungan kafein dalam kopi memiliki efek
yang beragam pada setiap manusia. Beberapa orang akan mengalami efeknya
secara langsung, sedangkan orang lain tidak merasakannya sama sekali. Hal ini
terkait dengan sifat genetika yang dimiliki masing-masing individu terkait dengan
kemampuan metabolisme tubuh dalam mencerna kafein (Weinberg & Bonnie
2010). Menurut Food and Drug Administration (FDA) (2007), overdosis karena
kafein jarang terjadi, namun tanda keracunan kafein telah terlihat pada anak-anak
seperti tremor (gemetar diluar kesadaran), mual, muntah, denyut jantung yang
tidak teratur, panik, dan kebingungan.
International Food Information Council Foundation (IFIC) menyatakan
bahwa batas aman konsumsi kafein yang masuk ke dalam tubuh perharinya adalah
19

100 - 150 mg atau 1,73 mg/kgBB, sedangkan untuk anak-anak dibawah 14 - 22
mg. Dengan jumlah ini, tubuh sudah mengalami peningkatan aktivitas yang cukup
untuk membuatnya tetap terjaga (IFIC, 2007). Sebuah studi menunjukkan bahwa
100 - 200 mg kafein (1 - 2,5 cangkir kopi) setiap hari adalah batas aman yang
dianjurkan oleh beberapa dokter, namun jumlah tersebut berbeda setiap individu
dan para ahli sepakat bahwa 600 mg kafein (4 - 7 cangkir kopi) atau lebih setiap
harinya adalah jumlah yang terlalu banyak karena overdosis kafein berbahaya dan
dapat membunuh (FDA, 2007).
1.1. Efek Kafein
Menurut Austalian Drug Foundation (ADF) (2011), pengaruh
setiap obat termasuk kafein bervariasi setiap individu. Kafein
mempengaruhi seseorang ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya
ukuran tubuh, berat badan, status kesehatan, faktor genetik dan jumlah
yang dikonsumsi. Efek yang dirasakan seseorang yang mengkonsumsi
kafein secara teratur akan berbeda dengan orang yang hanya sesekali
mengkonsumsi. Pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam
waktu 5 - 30 menit dan bertahan hingga 12 jam. Kafein membutuhkan
waktu 5 - 30 menit untuk beredar dalam tubuh setelah di konsumsi.
Efeknya akan berlanjut dalam darah selama sekitar 12 jam. Konsumsi satu
atau dua cangkir kopi dalam sehari dapat membuat seseorang merasa lebih
terjaga dan waspada untuk sementara waktu (ADF, 2011). Konsentrasi
kafein dalam darah mencapai puncaknya pada 30 - 120 menit setelah
dikonsumsi dan meningkat hingga 75% dari nilai maksimal dalam waktu
15 menit (Nurminen et al. 1999; Weinberg & Bonnie, 2010).
20


Tabel II.2 Kandungan kafein berbagai pangan sumber kafein
Jenis Pangan Produk Pangan Ukuran Kandungan Kafein (mg)
Kopi Kopi murni
a

Kopi instan
a

Kopi dekafeinasi
a

Kopi espresso
a

Es krim kopi
Starbucks
c

250 ml
250 ml
250 ml
250 ml
30 g
150 - 240
80 - 120
2 - 6
105 - 110
40 - 60
Teh Teh
c

Teh hijau
b

Teh hitam
b

Es teh
d

150 ml
240 ml
240 ml
240 ml
4 - 80
25 - 40
40 70
9 - 50
Minuman
ringan
Coca cola
c

Coca cola classic
b

Coca cola diet
c

Pepsi cola
b

Pepsi diet
b

355 ml
355 ml
355 ml
355 ml
355 ml
64
35
45
38
36
Cokelat Cokelat
a

Minuman cokelat
d

Susu cokelat
a

Cokelat susu bar
a

Cokelat bar
a

Brownies cokelat
c

250 ml
240 ml
250 ml 55
g
55 g
35 g 5
30 - 60
3 - 32
2 - 7
3 - 20
40 - 50
8
21

Es krim cokelat
c

Cookies cokelat
c

0 g 3
0 g
2 - 5
3 - 5
Minuman
berenergi
Red Bull
b

Minuman berenergi
lain
a

250 ml
250 ml
80
50 - 80
Sumber: a. ADF (2011)
b. Kovacs B (2011)
c. FDA (2007)
d. IFIC (2008)

Food and Drug Administration (FDA) dan American Medical
Association (AMA) menyatakan bahwa asupan moderat kafein diakui
sebagai asupan yang aman. Berikut klasifikasi asupan kafein (Kovacs. B,
2011):
1. Asupan rendah sampai moderat: 130 mg - 300 mg perhari
2. Asupan moderat: 200 mg - 300 mg per hari
3. Dosis tinggi: > 400 mg per hari
4. Konsumsi kafein yang berbahaya: 6000 mg per hari
Penggunaan obat apapun termasuk kafein membawa beberapa
risiko bahkan dapat menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan.
Konsumsi kafein yang berlebihan tidak hanya berdampak jangka pendek
tapi juga jangka panjang yang dapat mengganggu kesehatan. Efek jangka
pendek konsumsi kafein antara lain: merasa lebih waspada dan aktif,
buang air kecil lebih sering, peningkatan denyut jantung, dan stimulasi
sistem saraf dan otak. Konsumsi kafein yang moderat (contoh: 4 cangkir
kopi sehari) tidak akan menyebabkan kerusakan jangka panjang. Namun
penggunaan secara berlebihan dapat memiliki beberapa efek serius seperti:
22

osteoporosis, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, insomnia parah,
infertilitas, depresi, gelisah, tremor otot, dan dapat menyebabkan kematian
(ADF, 2011).

1.2. Polifenol (Chlorogenic Acid/CGA)
Polifenol adalah senyawa kimia yang ditemukan dalam makanan
yang membantu untuk mencegah kerusakan radikal bebas dalam tubuh
yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan karena merupakan
molekul yang tidak stabil dan dapat merusak dinding arteri. Polifenol
dapat ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-
kacangan, dan beberapa makanan dan minuman. Efek dari polifenol
dalam makanan saat ini menjadi perhatian besar karena aktivitas
antioksidan dan antikanker (Manach et al. 2004; Yang et al. 2001).
Ada banyak jenis polifenol yang terkandung dalam makanan dan
merupakan antioksidan in vitro yang kuat. Konsumsi kakao, teh atau kopi
dapat menambah asupan polifenol menjadi 500 - 1000 mg. Asupan total
polifenol yang diharapkan sebesar 828 mg per hari bagi setiap orang.
Jumlah total polifenol dari minum kopi adalah yang tertinggi diantara
minuman lainnya 200mg/100ml, teh hijau (115mg/100ml), teh hitam
(96mg/100ml) (Purwantyastuti, 2009).
Polifenol dalam kopi mengandung chlorogenic acid (CGA), caffeic
acid, ferrulic acid dan p-coumaric acid, yang merupakan komponen
antioksidan. Asam klorogenat (CGA) merupakan komponen utama
polifenol dalam kopi karena itu kopi mengandung asam klorogenat paling
tinggi dibandingkan dalam minuman lainnya seperti coklat dan teh. Kadar
23

asam klorogenat akan meningkat seiring dengan tingkat kematangan dan
tingkat kadar kafein. Kandungan asam klorogenat pada biji kopi robusta
dan arabika masing-masing 7% - 10% dan 5% - 7%. Satu cangkir kopi
mengandung asam klorogenat sebesar 15 - 325 mg tergantung varietas,
komposisi, pengolahan dan penyajian (Pergizi Pangan, 2009).
Penyangraian biji kopi yang lebih cepat memiliki kandungan asam
klorogenat dan caffeic acid lebih banyak dan semakin gelap biji kopi,
kandungan asam klorogenat akan semakin sedikit. Suhu penyangraian
yang terlalu tinggi akan menurunkan kadar asam klorogenat, sehingga
kandungan yang tersisa dalam biji kopi berkisar 0,5% - 7% (Frost-Meyer
& John, 2012).
Berbagai penelitian tentang asam klorogenat menunjukan bahwa 1)
peningkatan asupan asam klorogenat dapat melindungi eritrosit dari stress
oksidasi, 2) memelihara oksidan alami dalam tubuh termasuk vitamin E,
3) melindungi membran dan plasma sel dari oksidasi, 4) menurunkan
toksik radikal bebas dalam tubuh. Peran proteksi ini akan berimplikasi
pada berbagai penyakit yang berkaitan dengan disfungsi endothelial
seperti penyakit kronik dan akut karena merokok, penyakit hipertensi,
hiperkolesterol, hiperglikemia, atherosclerosis, serta gagal jantung. Hasil
kajian epidemiologi mutakhir membuktikan bahwa minum secangkir kopi
atau sekedarnya dapat meningkatkan kemampuan tubuh memerangi
oksidan, bahkan asupan polifenol seperti asam klorogenat dapat
menurunkan risiko penyakit jantung (Pergizi Pangan, 2009).

24


2. Pengolahan Produk Kopi
Secara umum, kopi dibedakan menjadi enam jenis olahan, yaitu biji kopi
(bean), bubuk kopi (powder), kopi rendah kafein (decaffeinated), kopi instan
(granular), kopi mix, dan kopi siap minum. Beberapa contoh produk kopi bubuk
yang mudah ditemui di masyarakat antara lain Kapal Api, Torabika, Kopi Cap
Piala, Kopi Cap Liong Bulan, Kopi Cap Singa, Kopi Cap Ayam Merak. Salah satu
produk kopi instan yang sering ditemui antara lain Nescafe Classic dan Torabika
3in1. Produk kopi yang sudah cukup terkenal dengan kopi mix antara lain Nescafe
Mocha, Nescafe Coffeemix, Nescafe Creme, Kapal Api Susu, Kapal Api Grande,
Kapal Api Mocha ABC Susu, ABC Mocca, Indocoffeemix, Luwak White Koffie,
Good Day, Torabika Cappuccino, Torabika Duo Kopi Susu, Torabika Kopi Jahe,
Torabika Kopi Mocha, Indocafe Coffemix, Indocafe Cappucino, Good Day
Cappucino, Good Day Carrebian Nut, Good Day Chococinno, Good Day
Coffeemix, Good Day Coolin Coffee, Good Day Mocacinno, Good Day Vanilla
Latte.
2.1. Pengolahan Biji Kopi Sangrai dan Kopi Bubuk
Proses pengolahan bubuk kopi terdiri dari beberapa tahapan proses
yaitu sebagai berikut:
a. Penyiapan Bahan Baku
Kualitas kopi yang baik hanya dapat diperoleh dari biji
yang telah masak dan melalui pengolahan yang tepat. Biji kopi
yang baru panen harus segera diolah. Pasalnya, biji kopi mudah
rusak dan menyebabkan perubahan citarasa pada seduhan kopi
(Panggabean, 2011).
25

b. Penyangraian
Menurut Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute
(ICCRI) (2007) kunci dari proses produksi kopi bubuk adalah
penyangraian. Proses ini merupakan tahapan pembentukan aroma
dan citarasa khas kopi dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas.
Biji kopi secara alami mengandung cukup banyak senyawa organik
calon pembentuk citarasa dan aroma khas kopi.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan selama
menyangrai, diantaranya sistem mesin penyangrai, bahan plat
tabung penyangrai, stabilitas sumber api tabung penyangrai, dan
jenis bahan baku kopi serta karakteristiknya. Selain faktor alat,
aspek lainnya yang juga penting yaitu suhu, waktu, keahlian, dan
teknik penyangraian (Panggabean, 2011).
Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan, kopi
sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu light roast (193 - 199C),
medium roast (204C) dan dark roast (213 - 221C). Light roast
menghilangkan 3 - 5% kadar air, medium roast, 5 - 8% dan dark
roast 8 - 14% (Varnam & Sutherland, 1994; diacu dalam
Ridwansyah, 2003).
Waktu yang diperlukan saat menyangrai berkisar antara 5 -
30 menit tergantung pada jenis alat dan mutu kopi bubuk. Waktu
sangrai ditentukan atas dasar warna biji kopi sangrai atau sering
disebut derajad sangrai. Makin lama waktu sangrai, warna biji kopi
sangrai mendekati cokelat tua kehitaman. Penyangraian diakhiri
26

saat aroma dan citarasa kopi yang diinginkan telah tercapai yang
ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula berwarna
kehijauan menjadi cokelat tua (light), cokelat-kehitaman (medium),
dan hitam (dark) (ICCRI, 2007).
Proses sangrai diawali dengan penguapan air yang ada di
dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dengan
suhu 100C dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Pirolisis
merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon menjadi unsur
karbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada
di dalam biji kopi sebagai akibat dari pemanasan. Reaksi ini terjadi
setelah suhu sangrai di atas 180C. Secara kimiawi, proses ini
ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang
sangrai berwarna putih.
Secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji
kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Saat proses
penguapan air, beberapa senyawa volatil yang terkandung yang
terkandung di dalam biji kopi seperti aldehid, furfural, keton,
alkohol, dan ester ikut teruapkan. Proses ini ditandai dengan
penurunan kerapatan curah sebagai akibat dari perubahan fisik biji
kopi seperti penyembangan volume (swelling) dan pembentukan
pori-pori di dalam jaringan sel sehingga berat biji kopi per satuan
volume menjadi lebih kecil. Swelling selama penyangraian
disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri
27

dari CO2, kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-
pori kopi.
Biji kopi beras dengan kadar air 12% memiliki kerapatan
curah 615 kg/m3, setelah disangrai selama 8 menit, kerapatan
curahnya berkurang menjadi 506 kg/m3. Pada penyangraian menit
ke dua puluh dua, kerapatan curah biji kopi menurun tajam menjadi
317 kg/m3 (ICCRI, 2007). Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi
selama proses penyangraian, menurut Ukers & Prescott, diacu
dalam Ciptadi & Nasution (1985) terjadi seperti swelling,
penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi
karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein,
terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan terbentuknya
aroma yang karakteristik pada kopi. Senyawa yang membentuk
aroma di dalam kopi menurut Mabrouk & Deatherage, diacu dalam
Ciptadi & Nasution (1985) adalah :
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam
kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon,
alkohol, vanilin aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto
asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat,
merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline,
hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat.
28

5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat,
butirat dan volerat.
Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein
akan menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu
aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat dan asam
asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas
maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai
senyawa kalium kafein klorogenat (Ciptadi & Nasution, 1985).
2.2. Pendinginan Biji Sangrai
Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan di
dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat menyebabkan
proses penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over
roasted). Selama pendinginan, biji kopi diaduk secara manual agar proses
pendinginan lebih cepat dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi
untuk memisahkan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses
sangrai (Mulato, 2002, diacu dalam Israyanti, 2012).
2.3 Pencampuran
Pencampuran biji kopi sangrai bertujuan untuk mendapatkan
citarasa dan aroma yang khas dengan mencampur beberapa jenis bahan
baku atas dasar jenis biji kopi berasnya (contoh: arabika, robusta, dan
excelsa), jenis proses yang digunakan (proses kering, semi-basah, dan
basah), dan asal bahan baku (ketinggian, tana, dan agroklimat). Beberapa
jenis bahan baku tersebut disangrai secara terpisah, ditimbang dalam
29

proporsi tertentu (atas dasar uji citarasa), dan kemudian dicampur dengan
alat pencampur putar tipe hexagonal (ICCRI, 2007).
2.4 Penghalusan Biji Kopi Sangrai
Biji kopi sangrai dihaluskan dengan alat penghalus (grinder)
sampai diperoleh butiran kopi bubuk dengan kehalusan tertentu. Butiran
kopi bubuk mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga
senyawa pembentuk citarasa dan penyegar mudah larut ke dalam air panas.
Semakin kecil butiran kopi akan semakin baik rasa dan aroma yang
dihasilkan karena sebagian besar bahan yang terdapat dalam kopi dapat
larut ke dalam air ketika diseduh (ICCRI, 2007).
2.5 Pengemasan
Pengemasan bertujuan untuk mempertahankan aroma dan citarasa
kopi bubuk selama transportasi, pendistribusian ke konsumen, dan selama
dijajakan di took/warung, pasar tradisional, dan pasar swalayan.
Kesegaran, aroma, dan citarasa kopi bubuk akan berkurang secara
signifikan setelah satu atau dua minggu jika tidak dikemas secara baik.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keawetan kopi bubuk selama
dikemas adalah kondisi penyimpanan (suhu lingkungan), tingkat sangrai,
kadar air kopi bubuk, kehalusan bubuk, dan kandungan oksigen di dalam
kemasan. Kandungan air dalam kemasan akan menghidrolisa senyawa
kimia yang terdapat di dalam kopi bubuk dan menyebabkan bau apek
(stale), sedangkan oksigen akan mengurangi aroma dan citarasa kopi
melalui proses oksidasi (ICCRI, 2007).

30


3. Pengolahan Kopi Decaffeinated (Kopi Rendah Kafein)
Kandungan kafein dalam biji kopi berkisar antara 1,2% - 2,4%.
Kandungan kafein dalam biji kopi perlu diturunkan sampai batas aman karena
terdapat beberapa individu yang sensitif terhadap kafein (ICCRI, 2007).
Dekafeinasi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian. Prosesnya meliputi
pembasahan biji kopi dengan air dan diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik
yaitu metilen klorida (CH2Cl2) dalam ekstraktor dengan perbandingan biji kopi
dengan metilen klorida adalah 1:5 pada suhu 80 selama 5 - jam bergantung pada
kadar kafein yang akan diekstrak (Ridwansyah, 2003; ICCRI, 2007).
Tahap awal proses dekafeinasi adalah pemanasan awal biji kopi dengan
uap air panas pada suhu 230F (110C) selama 30 menit yang akan menghasilkan
kadar air 16 - 18%. Tujuan pemanasan awal adalah untuk membantu proses
hidrolisis dari kafein selama ekstraksi. Tahap selanjutnya dilakukan penambahan
air/pre-wetting hingga kadar air mencapai 40%, setelah itu ditambahkan pelarut
metilen klorida. Proses ekstraksi kafein selanjutnya dilakukan pada suhu 50 -
120C dimana kafein sebagian besar akan dihilangkan yaitu sebanyak 95% - 98%.
Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian dialirkan keluar dari ekstraktor.
Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat pada biji kopi, maka dilakukan
penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi uap). Setelah proses
dekafeinasi, bjji kopi biasanya masih mengandung kafein dan zat pelarut.
Beberapa negara yang tergabung didalam European Economic Community (EEC)
menetapkan batas kandungan kaffein didalam biji kopi bebas kafein
(decaffeinated) dan kopi instan bebas kaffein tidak melebihi 0,1% dan 0,3%.
31

Sedangkan zat pelarut yang tersisa dari biji kopi bebas kaffein tidak melebihi 10
mg/kg pelarut (Ridwansyah, 2003).
Biji kopi rendah kafein akan disangrai dengan suhu dan waktu
yang sama saat menyangrai biji kopi biasa. Biji kopi rendah kafein yang
telah disangrai akan dihaluskan dengan alat yang sama dengan
penghalusan biji kopi biasa. Citarasa dan aroma kopi bubuk rendah kafein
tidak sebaik dan setajam biji kopi biasa. Hal ini disebabkan beberapa
senyawa pembentuk citarasa dan aroma ikut larut bersama kafein saat
proses ekstraksi berlangsung (ICCRI, 2007).
4. Kopi Instan (Granular)
Bubuk kopi sangrai merupakan bahan baku kopi instan. Bubuk kopi
diperoleh dari proses penghalusan biji kopi sangrai dengan ukuran partikel pada
tingkat medium (hasil ayakan 60 mesh) (ICCRI, 2007).
4.1. Ekstraksi
Proses ekstraksi kopi instan menggunakan percolater (penyaring kopi)
dan sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Tujuannya untuk memperoleh
ekstraksi optimum dari padatan terlarut tanpa merusak kualitas. Ekstraksi
bubuk kopi yang optimum tergantung pada suhu air dan laju air melalui ampas
bubuk kopi. Air panas dimasukkan dengan tekanan dan suhu mencapai 80C
selama 45 menit. Sisa bubuk hasil pelarutan akan dikempa secara manual
untuk mengekstrak komponen kopi yang masih tertinggal. Penggunaan suhu
air tertinggi memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Rendemen
ekstraksi berkisar antara 30 - 32% berat bubuk kopi. Sisa ampas bubuk kopi
32

selanjutnya akan dibuang karena masih mengandung 70% kadar air untuk
diolah menjadi biogas (Ridwansyah 2003; ICCRI, 2007).
4.2. Kristalisasi, Penghalusan, dan Pencampuran
Ekstrak kopi dimasukkan ke dalam alat kristalisator dan ditambah
gula dengan perbandingan 1:1. Selama 30 menit pertama, larutan ekstrak
kopi dan gula dipanaskan pada suhu 100C, setelah larutan mendekati
jenuh, suhunya diturunkan menjadi 70C selam 20 menit berikutnya. Pada
10 menit terakhir, sumber panas dimatikan, larutan jenuh kemudian
didinginkan dengan suhu ruang hingga terbentuk kristal gula-kopi (ICCRI,
2007).
Setelah kristal gula-kopi terbentuk, akan digiling secara mekanik
menjadi bubuk halus. Kopi instan selain disajikan dalam bentuk murni juga
dapat dicampur dengan bubuk krimmer instan atau bahan tambahan lainnya
pada proporsi tertentu dengan alat pencampur putar tipe hexagonal.
4.3 Aromatisasi
Produk akhir kristalisasi akan berdampak pada kehilangan aroma
kopi, sehingga biasanya dilakukan proses aromatisasi untuk memberikan
aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini
dilakukan dengan cara me-recovery aroma volatil yaitu menyemprotkan
aroma volatil tersebut kedalam kopi instan dengan menggunakan minyak kopi
sebagai bahan pembawa aroma volatile, selain itu hal ini diperlukan untuk
mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas karbondioksida (Ridwansyah,
2003).

33

4.4. Pengemasan
Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan
yang baik sebelum didistribusikan ke toko/warung, pasar tradisonal atau pasar
swalayan. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi produk dari
absorbs kelembaban udara yng tidak hanya menyebabkan produk
menggumpal (mengeras/memadat) tetapi juga dapat mempercepat penurunan
aroma (Ridwansyah, 2003).

C. Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90 mmHg.
Sementara itu diastolik lebih kecil dari 85 mmHg dianggap tekanan darah normal,
85-89 mmHg normal tinggi, 90-104 mmHg hipertensi ringan 105-114 mmHg
hipertensi sedang, dan lebih dari 115 dianggap tekanan darah tinggi
(Wiryowidagdo, 2003).
Hipertensi yang tidak ditanggulangi merupakan faktor risiko untuk
penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal jantung. WHO melaporkan sekitar
16,2 juta kematian di dunia disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Faktor
risiko yang bertanggung jawab terhadap kondisi tersebut adalah hipertensi, kadar
kolesterol tinggi, tembakau, konsumsi buah dan sayuran yang rendah serta kurang
aktivitas fisik (Kusmana, 2009). Hipertensi umumnya mulai pada usia muda,
sekitar 5 - 10% ditemukan kasus hipertensi pada usia 20 - 30 tahun. Bagi pasien
yang berusia 40 - 70 tahun, setiap peningkatan tekanan darah sistolik 20 mmHg
34

dan atau tekanan darah diastolik 10 mmHg dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular 2 kali lipat (Kusmana, 2009).
2. Penyebab hipertensi
Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari
perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa umur, jenis kelamin dan ras
juga mempengaruhi timbulnya hipertensi. Umur yang bertambah menyebabkan
terjadinya kenaikan tekanan darah, tekanan darah pada pria umumnya lebih tinggi
jika dibandingkan dengan wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak
dibanding dengan orang kulit putih, kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi
garam tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,
kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan atau terjadinya hipertensi
(Gunawan, 2001).
3. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dapat dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan
diastolik dalam satuan millimeter merkuri (mmHg). The Seventh of the Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7) mengategorikan tekanan darah orang dewasa menjadi
empat yaitu kelompok normal, pre-hipertensi, hipertensi tingkat I dan hipertensi
tingkat II.



35

Tabel 3.1 Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia
diatas 18 tahun berdasarkan JNC 7 Tahun 2003

Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Normal Pre Hipertensi
Hipertensi Tingkat I
Hipertensi Tingkat II
<120
120-139
140 159 >160
<80
80 89
90 99 >100
(U.S Department of Health and Human Services, 2003)
Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu diketahui
klasifikasi menurut etologinya. Dan tekanan darah tinggi dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi essensial adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi yang
tidak diketahui penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan alat didalam
tubuh. Sekitar 90 - 95 % penderita hipertensi menderita jenis hipertensi ini
(Depkes, 2006). Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak
ditujukan bagi penderita kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-
obatan atau terjadinya hipertensi (Gunawan, 2001).
Faktor yang dapat menjadi penyebab hipertensi primer antara lain
(Askes, 2011):
1. Tekanan darah tidak terdeteksi (diastolik < 90 mmHg, sistolik >105
mmHg);
2. Peningkatan kolesterol darah;
3. Kebiasaan merokok dan atau alkohol;
4. Kelebihan berat badan/kegemukan/obesitas;
5. Kurang aktivitas fisik/olah raga;
6. Gagal ginjal;
7. Faktor genetik/keturunan;
36

8. Usia.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya
dapat diidentifikasi (Marsud, 1996). jenis hipertensi yang penyebabnya
dapat diketahui, dan ada sekitar 5 - 10% dari seluruh penderita hipertensi
masuk kedalam kategori ini. Penyebab hipertensi sekunder antara lain
(Kertohoesodo, 1987):
1. Sebab sebab hormonal;
2. Kelainan pada ginjal, endokrin, kekakuan dari aorta;
3. Adanya perubahan pada organ jantung dan pembuluh darah yang
menyebabkan meningkatnya terkanan darah;
Feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang
menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin
(naradrenalin).
4. Komplikasi Hipertensi
Dalam perjalannya penyakit ini dapat menyebabkan berbagai macam
komplikasi antara lain yaitu (Marsud, 1996) :
a. Stroke
Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat,
bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan
tekanan darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada
termasuk pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga
kecil. Kemudian bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah,
maka pembuluh darah ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke
hemoragik yang memiliki prognosis yang tidak baik.
37

b. Gagal jantung
Kompensasi jantung terhadap kerja yang keras akibat hipertensi
berupa penebalan pada otot jantung kiri. Kondisi ini akan memperkecil
rongga jantung untuk memompa, sehingga jantung akan semakin
membutuhkan energi yang besar. Kondisi ini disertai dengan adanya
gangguan pembuluh darah jantung sendiri (koroner) akan menimbulkan
kekurangan oksigen dari otot jantung dan berakibat rasa nyeri. Apabila
kondisi dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kegagalan jantung
untuk memompa dan menimbulkan kematian.
c. Ginjal
Hipertensi yang berkepanjangan akan menyebabkan kerusakan dari
pembuluh darah pada organ ginjal, sehingga fungsi ginjal sebagai
pembuang zat-zat racun bagi tubuh tidak berfungsi dengan baik. Akibat
akan terjadi penumpukan zat yang berbahaya bagi tubuh yang dapat
merusak organ tubuh lain terutama otak.
d. Mata
Mata menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan
kebutaan.

5. Pencegahan Stroke pada Pasien Hipertensi
Pencegahan stroke pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan dua cari
yaitu pencegahan primer dan pencegahan sekunder (Murni, 2000). Pencegahan
primer meliputi usaha pencegahan serangan stroke yang pertama kali yaitu
pengobatan tekanan darah, dimana pada pasien yang memiliki tekanan darah
tinggi (tekanan sistolik lebih dari 150 mmHg) dengan hati-hati memakai preparat
38

antagonis kalsium (seperti nifedipin) serta selanjutnya salah satu anggota
kelompok obat yang disebut penghambat beta (misal etanol). Pemeriksaan kadar
lemak darah pada penderita hipertensi usia pertengahan dan usia lanjut
mempunyai permasalahan yang berhubungan dengan lemak. Penderita yang
usianya lebih muda harus memperoleh nasehat diet rendah lemak jenuh, hidrat
arang (kalori seimbang), ditambah dengan obat kadar lemak yang berbahaya
(seperti klofibrat). Permasalahan atau problem pembuluh darah pada penderita
yang pernah mengalami serangan iskemik sepintas atau penyempitan pembuluh
arteri karotis harus menjalani pemeriksaan antara lain pemeriksaan gelombang
suara ultra untuk mengetahui keadaan arteri karotis juga dijumpai kelainan
dilakukan pemeriksaan (Murni, 2000).
Pada pencegahan sekunder merupakan usaha pencegahan pada penderita
yang pernah mengalami serangan stroke dan ingin menghindari serangan
berikutnya berupa tekanan darah pada pasien yang mempunyai tekanan darah
tinggi harus diobati dengan tekanan darah tinggi harus diobati dengan hati-hati.
Obat yang diberikan harus dalam tekanan kecil dahulu dan selanjutnya dinaikkan
secara bertahap. Pemberian sebutir aspirin sehari pada penderita yang serangan
strokenya disebabkan oleh trombosis harus mendapatkan aspirin sebagai tindakan
pencegahan. Pemberian Warfarin pada penderita kelainan jantung yang dapat
menimbulkan trombosis bisa dilindungi dengan pemberian antikoagulan warfarin.
Penderita yang terus mendapatkan serangan iskemik sepintas sekalipun sudah
minum aspirin dapat menggunakan warfarin (Murni, 2000).


39

6. Komplikasi Hipertensi
Dalam perjalannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi antara lain stroke, gagal jantung,
ginjal, mata. Hubungan stroke dengan hipertensi dapat dijelaskan dengan singkat,
bahwa tahanan dari pembuluh darah memiliki batasan dalam menahan tekanan
darah yang datang. Apalagi dalam otak pembuluh darah yang ada termasuk
pembuluh darah kecil yang otomatis memiliki tahanan yang juga kecil. Kemudian
bila tekanan darah melebihi kemampuan pembuluh darah, maka pembuluh darah
ini akan pecah dan selanjutnya akan terjadi stroke hemoragik yang memiliki
prognosis yang tidak baik. Dengan demikian kontrol dalam penyakit hipertensi ini
dapat dikatakan sebagai pengobatan seumur hidup bilamana ingin dihindari
terjadinya komplikasi yang tidak baik (Edwintohaga, 2009).

7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh satu faktor
saja, bahkan pada hipertensi primer/essensial tidak diketahui penyebab pastinya,
hanya diketahui hal-hal yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah.
Faktor-faktor yang diduga dapat meningkatkan tekanan darah dibagi menjadi dua,
yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol.
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1. Usia
Terdapat hubungan yang positif antara usia dan frekuensi hipertensi,
dimana prevalensi meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Bullock 1996).
Risiko terkena hipertensi tinggi pada saat memasuki masa pra lansia dan dengan
bertambahnya usia, risiko menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di
40

kalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu sekitar 40% dengan kematian lebih
banyak terjadi pada usia diatas 65 tahun. Tingginya hipertensi sejalan dengan
bertambahnya usia disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah
besar, yang menyebabkan penyempitan lumen dan kekakuan dinding pembuluh
darah dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik
(Kamso, 2000; Depkes, 2007).
2. Jenis kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria
diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita (WHO, 2001). Setelah menopause, prevalensi
hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan
oleh faktor hormonal (Bullock, 1996). Wanita yang belum menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang sistem imun dan berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoproptein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang dtinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya
aterosklerosis. Ketika memasuki masa pemenopause, wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen dan seiring dengan bertambahnya usia,
hormon estrogen berubah kuantitasnya secara alami. Proses ini akan terus
berlanjut sehingga kadar HDL menurun dan menyebabkan kemungkinan
terjadinya aterosklerosis semakin besar. Hal ini umumnya terjadi pada wanita
usia 4555 tahun (Kumar et al. 2005, diacu dalam Ananda, 2011).
3. Ras
Kajian populasi menunjukan bahwa orang kulit hitam memiliki risiko
hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Tingkat
41

keparahan dan kematian yang disebabkan oleh hipertensi juga lebih tinggi pada
orang kulit hitam. Hal tersebut terjadi diduga karena akses terhadap pelayanan
kesehatan yang lebih rendah, perbedaan genetik dengan kulit putih, aspek
psikososial dan atau karena faktor nutrisi (Bullock, 1996).
4. Keturunan (genetik)
Genetik berperan dalam perkembangan hipertensi, yang tentunya juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya. Diduga peran genetik dalam
terjadinya hipertensi berkaitan dengan sensitivitas terhadap garam yang dapat
mempengaruhi fungsi ginjal, sistem saraf simpatik, and lain-lain (Luft &
Weinberger, 1997). Jika kedua orang tua memiliki hipertensi primer,
kecenderungan hipertensi pada anaknya adalah satu dari dua anak. Jika salah
satu dari orang tua hipertensi, maka kecenderungannya satu dari tiga anak.
Sedangkan orang tua yang normotensi, kecenderungan hipertensi pada anaknya
adalah satu dari 20 anak (Bullock, 1996). Hal ini sejalan dengan dengan
pernyataan DEPKES RI (2006), bahwa meskipun tidak setiap penderita
hipertensi didapat dari garis keturunan, namun seseorang akan memiliki potensi
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi,
terutama hipertensi primer (esensial). Bila kedua orang tuanya menderita
hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-
anaknya.






42

b. Faktor yang dapat dikontrol
1. Status sosial ekonomi
Level tekanan darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi terdapat
pada golongan sosio ekonomi rendah selalu dapat ditunjukkan di negara-negara
yang berada pada tahap pasca peralihan perubahan ekonomi dan epidemiologi.
Akan tetapi, dalam masyarakat yang berada pada masa peralihan, level tekanan
darah dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi ternyata terdapat pada
golongan sosio ekonomi yang lebih tinggi. Hubungan terbalik itu berkaitan
dengan tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan (WHO, 2001).
Pendapatan yang rendah diketahui menjadi penyebab yang lebih besar terhadap
kejadian hipertensi jika dibandingkan dengan faktor risiko yang lainnya
(Bullock, 1996). Menurut Gaudemaris et al. (2002) pada penduduk Perancis
ditemukan adanya hubungan antara jabatan rendah dalam pekerjaan dengan
prevalensi hipertensi yang tinggi dan rendahnya tingkat pengobatan penyakit
hipertensi. Pada perempuan selain dipengaruhi tingkat pekerjaan juga
dipengaruhi tingkat pendidikan yang rendah, dan pada laki-laki selain
dipengaruhi pekerjaan yang rendah juga dipengaruhi tingkat konsumsi alkohol.
2. Kegemukan (obesitas)
Tubuh manusia terdiri dari berbagai komponen penyusun yang terdiri
dari tulang, otot, berbagai organ, cairan tubuh, dan lemak yang kesemuanya
akan menghasilkan berat badan. Secara normal beberapa komponen akan
mengalami perubahan seiring pertumbuhan tubuh, perkembangan reproduksi,
akibat latihan fisik, maupun akibat proses penuaan. Penambahan berat badan
bisa diakibatkan dari perubahan faktor-faktor tersebut tetapi terutama akibat
43

penumpukan lemak yang tersimpan dalam sel lemak. Obesitas dapat disebabkan
akibat sel lemak mengalami hipertrofi, hiperplasi ataupun keduanya. Pada
semua golongan umur maupun etnis, kelebihan berat badan adalah faktor utama
yang mempengaruhi tekanan darah. Indeks Massa Tubuh (IMT) 25 - 29 kg/m2
mempunyai risiko 70% lebih besar terkena hipertensi. Joint National Committee
(1977) menunjukkan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas 27 berhubungan
dengan peningkatan tekanan darah. Lingkar pinggang > 34 inci (86 cm) pada
laki-laki dan 39 inci (99 cm) pada perempuan diikuti dengan peningkatan risiko
hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lain (Myers, 2004).
Menurut penelitian Wildman et al. (2005) yang dilakukan di Cina,
tekanan darah baik sistolik maupun diastolik meningkat seiring pertambahan
IMT dan lingkar pinggang. Sedangkan penelitian Nowson et al. (2005)
menyebutkan dengan Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) yang
dimodifikasi disertai olah raga dengan intensitas sedang > 30 menit setiap hari,
dicapai penurunan berat badan 5 kg dalam waktu tiga bulan yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan diastolik sebesar 4
mmHg bila dibandingkan diet rendah lemak yang biasa dilakukan.
Tabel 4 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kriteria Kategori IMT (Kg/m2)
Underweight < 18,5
WHO
Normal 18,524,9
Overweight > 25
Pre Obese 25,029,9
Obese I 30,034,9
44

Obese II 35,039,9
Obese III > 40,0
International
Obesity Task Force
(IOTF, WHO)
Underweight < 18,5
Normal
Overweight
Risiko obesitas
Obese I
Obese II
18,522,9
> 23
23,024,9
25,029,9
> 30,0
Depkes Kekurangan berat
badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,018,5
Normal 18,525,0
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,027,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: WHO (1998), IOTF-WHO (2000), Depkes (1994).
3. Merokok
Rokok merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi, selain itu
juga sebagai salah satu faktor risiko terjadinya penyakit kardiovaskular
(Bullock, 1996). Di dunia, tembakau merupakan penyebab kelima penyakit
kardiovaskular. Merokok meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Oleh karena itu, merokok pada penderita
hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah
arteri (Depkes 2006).
45

Data Depkes menyebutkan bahwa pada tahun 2002 konsumsi rokok di
Indonesia menempati urutan ke lima diantara sepuluh negara dengan konsumsi
rokok tertinggi dengan trend yang meningkat selama periode 1970 - 2000
sebesar 7 kali lipat, yaitu 23 milyar batang pada tahun 1970 menjadi 217 milyar
batang pada tahun 2000. Nikotin dan gas monoksida (CO) adalah dua bahan
penting dalam asap rokok yang berkaitan dengan penyakit kardiovaskular. Asap
rokok mengandung sekitar 0,5% sampai 3% nikotin, dan jika dihisap maka
kadar nikotin dalam darah akan berkisar antara 40-50 mg/ml. Nikotin di dalam
rokok melepaskan zat cathecolamins yang dapat meningkatkan tekanan darah
dan zat lainnya yang dapat mengganggu jantung, membuat irama jantung
menjadi tidak teratur, mempercepat aliran darah, menimbulkan kerusakan
lapisan dalam pembuluh darah dan menimbulkan penggumpalan darah.
Sedangkan CO memiliki kemampuan yang jauh lebih kuat daripada sel darah
merah dalam hal menarik atau menyerap oksigen, sehingga menurunkan
kapasitas darah merah tersebut untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan,
termasuk jantung (Soeharto 2000).
3. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik memiliki konsep yang lebih luas dari olah raga dan dapat
didefinisikan sebagai pergerakan otot yang menggunakan energi. Aktivitas fisik
berpengaruh secara langsung terhadap tekanan darah karena latihan fisik dapat
mempengaruhi tekanan darah dengan menormalkan proses-proses tubuh lainnya
(Hull 1996). Aktivitas fisik atau olah raga merupakan bentuk pemberian
rangsang berulang pada tubuh. Tubuh akan beradaptasi jika diberi rangsangan
secara teratur dengan takaran dan waktu yang tepat (Depkes 2007).
46

Latihan aerobik dengan intensitas ringan sampai sedang, seperti jalan
atau berenang secara teratur sekitar 30 - 45 menit selama 3 - 4 kali dalam
seminggu dapat menurunkan hipertensi sekitar 4 - 8 mmHg dan risiko kematian
akibat penyakit jantung koroner sebesar 30% dibandingkan dengan individu
yang sedentary. Hal ini diduga karena latihan mengakibatkan penurunan
tekanan darah dan meningkatkan HDL kolesterol (Chalmers et al. 1999).
5. Konsumsi alkohol berlebih
Konsumsi alkohol yang berlebihan akan meningkatkan kejadian
penyakit kardiovaskular dan terjadinya hipertensi. Orang yang mengkonsumsi
alkohol setiap hari akan menyebabkan tekanan darah sistolik naik sekitar 6,6
mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 4,7 mmHg dibandingkan dengan
peminum sekali seminggu, berapa pun jumlah total yang diminum setiap
minggunya (WHO 2001). Konsumsi alkohol berlebihan di negara barat seperti
Amerika berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di
Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria
separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan
terjadinya hipertensi sekunder di kelompok usia ini (Depkes 2006).
6. Konsumsi kopi
Kopi disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi. Kopi mengandung kafein yang merupakan stimulan ringan yang
dapat mengatasi kelelahan, meningkatkan konsentrasi dan menggembirakan
suasana hati. Kopi merupakan sumber kafein terbesar, konsumsi kafein yang
terlalu banyak akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan tekanna darah
meningkat. Kafein dalam 2 - 3 cangkir kopi (200 - 250 mg) terbukti dapat
47

meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3 - 14 mmHg dan tekanan diastolik
sebesar 4 - 13 mmHg. Kafein bukan termasuk zat gizi, tetapi secara nyata
menyebabkan naiknya tekanan darah dalam waktu singkat untuk kemudian
kembali normal (Khomsan, 2004). Mengkonsumsi kopi pada penderita
hipertensi akan membahayakan karena meningkatkan risiko terjadinya stroke
dan meningkatkan ekskresi kalsium yang akan berakibat peningkatan tekanan
darah (Simon, 2002).
7. Konsumsi garam (natrium) berlebih
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik
cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume
dan tekanan darah. Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi
respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi asupan garam. Pada
masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar 7 8
gram memiliki tekanan darah yang lebih tinggi (Depkes, 2006). Pada umumnya
manusia mengkonsumsi natrium (Na+) melebihi kebutuhannya, sehingga
mengurangi asupan Na+ dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi esensial (Garrow 1996, diacu dalam Yuliarti, 2007). Kadar natrium
darah diatur oleh ginjal yaitu oleh hormon aldosteron, yang mengatur
keseimbangan air dan garam dalam tubuh. Recommended Daily Intake (RDI)
untuk natrium adalah 9202300 mg per hari. Menurut Scottish Intercollegiate
Guideline Network (SIGN) penurunan konsumsi garam dari 10 mg menjadi 5
gram dapat menurunkan TDS sebesar 5 mmHg dan TDD sebesar 3 mmHg pada
penderita hipertensi usia lanjut (SIGN, 2001, diacu dalam Yuliarti, 2007).
48

8. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Hiperlipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid (lemak) yang
ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL
dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol merupakan
faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian
tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat (Depkes,
2006)

8. Patofisiologi Hipertensi
Progresifitas hipertensi pada usia 10 - 30 tahun dimulai dari prehipertensi
(meningkatnya curah jantung), kemudian menjadi hipertensi stadium awal pada
usia 20 - 40 tahun (dimana ketahanan perifer meningkat), kemudian menjadi
hipertensi pada usia 30 - 50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan
komplikasi pada usia 40 - 60 tahun (Sharma et al., 2008; diacu dalam Ananda,
2011). Mekanisme terjadinya hipertensi dimulai dengan terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di dalam hati. Selanjutnya
angiotensinogen akan diubah menjadi angiotensin I oleh hormon renin yang
diproduksi oleh ginjal. Kemudian angiotensin I diubah menjadi angiotensin II
oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II inilah yang memiliki
peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi
pertama adalah dengan meningkatkan rasa haus dan sekresi antidiuretic hormone
(ADH). ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur kekentalan dan volume urin. Meningkatnya ADH diiukuti
49

dengan jumlah urin yang dieksresikan ke luar tubuh sangat sedikit (anti diuresis)
sehingga osmolalitasnya menjadi pekat dan tinggi. Untuk mengencerkannya,
cairan dari bagian intraseluler ditarik untuk meningkatkan volume cairan
ekstraseluler. Mekanisme ini menyebabkan volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (Muhaimin, 2008; diacu dalam
Ananda, 2011).
Aksi kedua adalah dengan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting
pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi eksresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorbsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Inilah yang kemudian akan
meningkatan volume dan tekanan darah (Muhaimin, 2008; diacu dalam Ananda,
2011).

9. Tanda dan Gejala Klinis Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, maka dari itu pada umumnya sebagian besar penderita
hipertensi tidak mempunyai keluhan khusus dan tidak mengetahui bahwa dirinya
menderita hipertensi. Keluhan-keluhan yang tidak spesifik yang umum dialami
oleh seseorang yang mengalami tekanan darah tinggi/hipertensi antara lain: sakit
kepala yang khas terjadi pada bangun tidur di pagi hari dan akan berkurang ketika
siang hari (Tierney et al., 2002, diacu dalam Sumaerih, 2007), gelisah, jantung
berdebar, pusing, penglihatan kabur, rasa sakit didada, sukar tidur/insomnia,
telinga berdengung, mudah marah, rasa berat di tengkuk, mata berkunang-kunang,
50

lesu dan mudah lelah (Mansjoer et al., 2002, diacu dalam Sumaerih, 2007;
Depkes, 2006).
Sedangkan gejala akibat komplikasi hipertensi pada organ target seperti
ginjal, mata, otak dan jantung antara lain ganngguan penglihatan, gangguan saraf,
gangguan jantung, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan serebral/otak yang
mengakibatkan kejang dan perdarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan
kelumpuhan, gangguan kesadaran hingga koma (Depkes, 2006).

















51

B. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah kesimpulan hasil telaah yang menggambarkan
hubungan-hubungan berdasarkan pustaka (Machfoedz, 2009).






















Gambar 5.1 Kerangka teori
Gaya Hidup
Aktivitas
fisik/olah raga
Stress
Konsumsi
garam
Konsumsi
alkohol
Merokok
Karakteristik Contoh dan
Keluarga:
Usia
Jenis kelamin
Jumlah pengeluaran
minuman (kopi)
Riwayat penyakit keluarga
dan contoh

Tekanan Darah:
Normal
Tekanan Darah Tinggi
/ Hipertensi

Pola Konsumsi Kopi:
Jenis
Jumlah
Frekuensi
Waktu/saat minum
Lama minum

Efek Minum Kopi:
Efek Negatif:
Sakit kepala
Jantung berdetak
lebih cepat
Ketagihan
Sering buang air
kecil
Gangguan lambung

Efek Positif:
Rasa kantuk
berkurang
Lebih bugar
Rasa lelah
berkurang
Mudah konsentrasi
Lebih tenang

Keterangan :

: Variabel yang diteliti


: Variabel yang tidak diteliti

: Hubungan variabel yang diteliti

: Hubungan variabel yang tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai