Anda di halaman 1dari 21

WRAP UP SKENARIO 3

SESAK NAFAS JANTUNG




KELOMPOK B -14

KETUA : Soraya Dwi Khairunnisa 1102012285
SEKRETARIS : Nurhalimah 1102010212
ANGGOTA : Sila Inggit Faramita 1102012276
Siti Amanda Seanuria 1102012277
Siti Andriati Fitriana 1102012278
Siti Mutia Latifah 1102012281
Siti Rafiqah Fajri 1102012282
Siti Saradita 1102012283
Sulastri 1102012286
Syafira Kusuma Wardhanie 1102012287

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2013-2014

SKENARIO 3
SESAK NAFAS JANTUNG
Seorang laki laki berusia 28 tahun, sudah menderita penyakit jantung rematik sejak berusia
6 tahun. Dua minggu terakhir pasien mengalami sesak nafas berat sehingga sulit melakukan
aktivitas. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya kardiomegali, gallop dan murmur sistolik
derajat 4/6 pada area katup mitral yang menjalar ke aksila.






















SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik
LO. 1.1 Definisi
LO. 1.2 Etiologi
LO. 1.3 Epidemiologi
LO. 1.4 Faktor resiko
LO. 1.5 Patogenesis
LO. 1.6 Morfologi jantung
Makroskopik
Mikroskopik
LO. 1.7 Manifestasi Klinik
LO. 1.8 Diagnosis dan Diagnosis banding
LO. 1.9 Penatalaksanaan
LO. 1.10 Pencegahan
LO. 1.11 Komplikasi
LO. 1.12 Prognosis











LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Jantung Rematik
LO. 1.1 Definisi
Penyakit jantung reumatik (PJR) atau dalam reumatik heart disease (RHD) adalah
suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan
atau kebocoran, terutama pada katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya
gejala sisa dari demam rematik (DR) .
LO. 1.2 Etiologi
Kuman Streptokokus grup A merupakan kuman yang terbanyak menimbulkan
tonsilofaringitis, di mana juga menyebabkan demam reumatik. Hampir semua
Streptokokus grup A adalah beta hemolitik.
Infeksi terjadi apabila organisme melekat pada permukaan endokardium selama episode
bakteremia. Pada beberapa kasus, penyebab infeksi hematogen jelas, seperti pada kasus
pemakai obat terlarang intravena yang menyuntikkan bahan tercemar secara langsung ke
dalam aliran darah; infeksi di tempat lain atau riwayat tindakan gigi, bedah, atau
intervensi lainnya (misal: kateterisasi urin) juga dapat menyebabkan penyebaran kuman
ke aliran darah. Namun, pada kasus lain, sumber bacteremia tidak jelas dan mungkin
berkaitan dengan cedera ringan di kulit atau mukosa, seperti yang mungkin ditemukan
selama menggosok gigi. Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung.
Meskipun pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme
terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli
sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstrasel yang
terpenting diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase,
difosforidin nukleotidase, dioksiribonuklease serta streptococcal erytrogenic toxin.
Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.

Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20 sistem
antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang lain. Anti
DNAase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk penelitian terhadap
penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi tunggal demam reumatik,
saat kadar antibodi lainnya sudah normal kembali. ASTO ( anti-streptolisin O)
merupakan antibodi yang paling
dikenal dan paling sering digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi streptococcus.
Lebih kurang 80 % penderita demam reumatik / penyakit jantung reumatik akut
menunjukkan
kenaikkan titer ASTO ini; bila dilakukan pemeriksaan atas 3 antibodi terhadap
streptococcus, maka pada 95 % kasus demam reumatik / penyakit jantung reumatik
didapatkan peninggian
atau lebih antibodi terhadap streptococcus.

LO. 1.3 Epidemiologi
Penelitian retrospektif mengungkapkan negara-negara berkembang memiliki angka
tertinggi untuk terkena penyakit jantung rematik dan tingkat kekambuhan demam
rematik yang tinggi. Di seluruh dunia, ada lebih dari 15 juta kasus penyakit jantung
rematik, dengan 282.000 kasus baru dan 233.000 kematian akibat penyakit ini setiap
tahun.
Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama morbiditas dari demam rematik
dan penyebab utama insufisiensi mitral dan stenosis di Amerika Serikat dan dunia.
Hal-hal yang berkaitan dengan keparahan penyakit katup meliputi jumlah serangan
sebelumnya demam rematik, lamanya waktu antara timbulnya penyakit dan memulai
terapi, dan jenis kelamin. (Penyakit ini lebih parah pada wanita dibandingkan pada
pria). Insufisiensi katup karena penyakit jantung rematik akut sembuh dalam 60-80 %
dari pasien yang mematuhi penggunaan profilaksis antibiotik.
Pada penelitian di bawah ini terlihat insiden DR dan PJR di Eropa dan Amerika
menurun, sedangkan di Negara tropis dan sub tropis masih terjadi peningkatan seperti
karditis dan payah jantung yang meningkat. Majeed 1992 melapoorkan insiden DR di
beberapa Negara tercantum pada table berikut :

Tabel 2. Insiden DR di beberapa negara
Negara Tahun Kel. Umur
( th )
Insiden / 100.000
populasi
Inggris & wales
Kuwait
Saudi arabia
Swedia
USA
Iran
Cekoslowakia
Hongkong
Indonesia
1963
1984-1988
1980-1984
1971-1980
1978
1975
1972
1972
( belum ada laporan )

1-14
5-14
5-14
0-15
0-14
Semua umur
1-15
Semua umur
4,7
29
22
0,2
9
59-100
8,5
23

a. Ras
Penduduk Hawaii dan Maori (keduanya keturunan Polinesia) memiliki insiden yang lebih
tinggi terkena demam rematik (13,4 per 100.000 anak per tahun dirawat di rumah sakit),
bahkan dengan profilaksis antibiotik faringitis streptokokus.
b. Seks
Demam rematik terjadi dalam jumlah yang sama pada pria dan wanita, tetapi prognosis lebih
buruk untuk perempuan daripada laki-laki.
c. Usia
Demam rematik adalah penyakit pada kanak-kanak, dengan rata-rata berusia 10 tahun,
meskipun juga dapat terjadi pada orang dewasa (20 % kasus).

LO. 1.4 Faktor resiko
Faktor-faktor pada individu :

1. Faktor genetic

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik
menunjkan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibody
monoklonal dengan status reumatikus.


2. Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-
laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin,
meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.

3. Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam
reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit
putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan
yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab
yang sebenarnya.

4. Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur
antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak
antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur
ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang
berumur 2-6 tahun.

5. Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

Faktor-faktor lingkungan :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk
terjadinya demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah
maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi
yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat,
rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita
sakit sangatkurang; pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan
kurang dan lain-lain. Semua hal inimerupakan faktor-faktor yang memudahkan
timbulnya demam reumatik.

2. Iklim dan geografi

Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan
didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah
tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula.
Didaerah yang letaknya
agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.

3. Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas
bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

LO. 1.5 Patogenesis
Demam reumatik dapat menyebabkan katup jantung menjadi fibrosis sehingga
menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronik dan berat.
Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan
seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada
saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang
terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkanperadangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami
perlengketan sehinggamenyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup
tidak sempurna lagidan terjadi kebocoran.
PJR akibat DR terjadi karena sensitasi dari antigenStreptococus setelah 1-4 minggu
infeksi Streptokokus di faring. Lebih dari 95% pasien menunjukkan peninggian titer
antistreptoksin O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA ase B).
Terjadi mekanisme autoimunitas karena didapatkan rekasi antigen-antibodi terhadap
antigen streptokokus (Protein M streptokokus ) yang ditemukan pada serum pasien DR.
Rekasi ini terjadi di miokard, otot skelet dan sel otot polos.
Pada lesi DR terdapat Abdan aschoff sebagai diagnostik histopatologik. Umumnya
terdapat pada septumfibrosaintervaskularm dijaringan ikat perivaskular dan 50%
memngenai katup mitral.
Pada keadaan dini DR akut katup katup yang terkena akan memerah, edema dan
menebal dengan vegatasi yang disebut sebagai VERRUCEAE. Setelah agak tenag katup
tersebut akan menjadi tebal, fibrotik, pendek dan tumpul yang menimbulkan stenosis.






















LO. 1.6 Morfologi penyakit jantung rematik
Makroskopik
Stenosis pada katup mitral. Berdasarkan penelitian yang ada bahwasekitar
60% dengan riwayat Demam Rematik dijumpai stenosis pada katubmitral.
Seseorang dengan stenosis katup mitral bisa saja tidak bergejala,namun gejala
umum yang sering adalah sesak nafas saat beraktifitas,fatigue dan bedebar-
debar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan low-pitched mid-diastolic rumble
pada apeks ventrikel kiri.

Perikarditis adalah komplikasi yang serius dari Demam Rematik
danprevalensinya mencapai 50% dari kasus yang ada. Dalam kasus yang
lebihlanjut mungkin pasien mengeluhkan dispnea ringan sampai sedang, nyeri
dada, edema, batuk ataupun ortopnea. Pada pemeriksaan fisik suara jantung
menjauh menandakan adanya efusi perikardium.

Stenosis dan Insufisiensi Aorta Penyakit Jantung Rematik
jarangmenyebabkan stenosis pada aorta, dan lebih jarang terjadi di negara-
negaramaju bila dibandingkan dengan penyakit degeneratif katup aorta
danpenyakit degeneratif katup bikuspidalis.















Gambar 03. Stenosis pada katup aorta ditandai adanya nodul kalsifikasi fokal

Mikroskopik
Pada pemeriksaan histologi, neovaskularisasi katup jantung seringditemukan
paska demam rematik.Aschoff bodiesadalah gambaran spesifik untuk karditis
paska demam rematik, sedangkan selAnitschkowdapat ditemukan
padaberbagai kondisi. Bahkan Aschoff bodiesdianggap patognomonik untuk
Penyakit Jantung Rematik. Aschoff bodiesadalah suatu lesi fibroinflamasi
intersisialdengan makrofag dan nekrosis jaringan kolagen. SelAnitschkow
biasanya memiliki inti yang bergelombang, disebut juga sel ulat dan biasanya
hadirbersama denganAschoff bodies, tetapi bisa juga diihat dalam kondisi lain
yangtidak berkaitan denganAschoff bodies.



Gambar 04.Sel Anitschkowyang berada di sentralAschoff bodies. Sel-sel ini
tidak spesifik untuk demam rematik tetapi dapat terlihat dalam kondisi lain.
SelAnitschkowadalah makrofag.
LO. 1.7 Manifestasi Klinik
Kriteria Jones (yang diperbaiki) untuk diagnosis demam rematik
Kriteria mayor Kriteria minor
Karditis, Pankarditis Klinis : Demam, atralgia, pernah
menderita demam rematik Poliatritis
Korea Laboratorium :
-reaksi fase akut : laju endapdarah
tinggi, C-reactive protein positif
-Interval P-R memanjang
Eritema marginatum
Nodul subkutan

Kriteria mayor
1. Karditis, Pankarditis
Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita
pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit
jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik
berdasarkan adanya salah satu tanda berikut:
- Bising baru atau perubahan sifat bising organik
- Kardiomegali
- Perikarditis
- Gagal jantung kongesti

Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali muncul
pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung kongestif
biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada karditis rematik
dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral), bising awal diastol
di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada apeks (bising Carey-
Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.

Pankarditis (radang pada seluruh jantung) adalah komplikasi paling serius dan
kedua paling umum dari demam reumatik (sekitar 50 %). Pada kasus-kasus yang lebih
lanjut, pasien dapat mengeluh sesak nafas, dada terasa tidak nyaman, nyeri dada,
edema (bengkak), batuk.

2. Poliartritis
Poliartritis (radang sendi dibeberapa bagian tubuh) adalah gejala umum dan
merupakan manifestasi awal dari demam reumatik (70 75 %). Umumnya artritis
dimulai pada sendi-sendi besar di ekstremitas bawah (lutut dan engkel) lalu
bermigrasi ke sendi-sendi besar lain di ekstremitas atas atau bawah (siku dan
pergelangan tangan). Sendi yang terkena akan terasa sakit, bengkak, terasa hangat,
kemerahan dan gerakan terbatas.Kelainan ini hanya berlangsung beberapa hari sampai
seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis
yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama.

Gejala artritis mencapai puncaknya pada waktu 12 24 jam dan bertahan dalam
waktu 2 6 hari (jarang terjadi lebih dari 3 minggu) dan berespon sangat baik dengan
pemberian aspirin. Poliartritis lebih umum dijumpai pada remaja dan orang dewasa
muda dibandingkan pada anak-anak.

Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat
dijadikan sebagai suatu kriterium mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai
suatu kriterium mayor, poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria
minor, seperti demam dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh
adanya titer ASTO atau antibodi antistreptokokus lainnya yang tinggi.

3. Khorea Sydenham, khorea minor atau St. Vance, dance mengenai hampir 15%
penderita demam reumatik. Korea Sydenham ditandai oleh adanya gerakan tidak
disadari dan tidak bertujuan yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral,
meskipun dapat juga hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini
lazim disertai ke- lemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai
pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi
pada perempuan.

Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang sedemikian penting
sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam rematik meskipun tidak
ditemukan kriteria yang lain.Periode laten antara mulainya infeksi streptokokus dan
mulainya gejala-gejala khorea lebih lama daripada periode laten yang diperlukan
untuk arthritis maupun karditis. Periode laten khorea ini sekitar 3 bulan atau lebih,
sedangkan periode laten untuk arthritis dan karditis hanya 3 minggu.

Penderita dengan khorea ini datang dengan gerakan-gerakan yang tidak terkoordinasi
dan tidak bertujuan dan emosi labil. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun
dan dalam keadaan stres. Penderita tampak selalu gugup dan seringkali menyeringai.
Bicaranya tertahantahan dan meledak-ledak. Koordinasi otot-otot halus sukar. Tulisan
tangannya jelek dan ditandai oleh coretan ke atas yang tidak mantap dengan garis
yang raguragu. Pada saat puncak gejalanya tulisannya tidak dapat dibaca sama sekali.


4. Eritema Marginatum
Merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik dan tampak sebagai
makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal, berbentuk
bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal.
Keadaan ini paling sering ditemukan pada batang tubuh dan tungkai yang jauh dari
badan, tidak melibatkan muka. Ruam makin tampak jelas bila ditutup dengan handuk
basah hangat atau mandi air hangat, sementara pada penderita berkulit hitam sukar
ditemukan.

Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan
memucat jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus
yang berat.

5. Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah
ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa
massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan
diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak
akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.


Kriteria Minor

1.Riwayar demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria
minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada
kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat
secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.

2.Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan
atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada
otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang
lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria
minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

3. Demam pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai
39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu
demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi
yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain,
kriteria minor ini tidak me- miliki arti diagnosis banding yang bermakna.

4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan
atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam
rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang
ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia
dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,
akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan
kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium:
a. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A.Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare,
Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara
infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya
periode ini berlangsung 1 - 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6
minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.

c. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia,
Lekas tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis,
Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut

d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.Pada penderita penyakit jantung
reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai
dengan jenis serta beratnya kelainan. Pasa fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami
reaktivasi penyakitnya.

LO. 1.8 Diagnosis dan Diagnosis banding
Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones sebagai
pedoman, yaitu :
2 manifestasi mayor, atau
1 manifestasi mayor + 2 manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi
streptokokus beta hemolitikus golongan A sebelumnya.

Kriteria ada atau tidaknya Streptococcus hemolitic grup A harus terpenuhi salah
satu dari hal berikut:
a. Kultur tenggorokan atau hasil rapid test streptococcus antigen positif
b. Tinggi atau meningkat titer antibodi streptokokus
c. Riwayat demam rematik sebelumnya atau penyakit jantung rematik
Kriteria ini tidak mutlak, diagnosis demam rematik dapat dibuat pada pasien dengan
chorea saja jika pasien telah terpapar Streptococcus hemolitic grup A.Setelah
diagnosis demam rematik dibuat, gejala yang konsisten dengan gagal jantung seperti
kesulitan bernapas, intoleransi dalam melakukan kegiatan, dan detak jantung yang
cepat tidak sesuai dengan demam, mungkin indikasi karditis dan penyakit jantung
rematik.
Pemeriksaan fisik

Murmur
Murmur demam rematik akut biasanya disebabkan oleh insufisiensi katup. Murmur
berikut yang paling sering diamati selama fase akut:
Apikal murmur pansistolik
Adalah murmur bernada tinggi, tiupan dari murmur yang terjadi karena regurgitasi
mitral ini dapat menjalar sampai ke ketiak kiri. Murmur jenis ini tidak terpengaruh
oleh respirasi atau posisi. Insufisiensi mitral berhubungan dengan disfungsi katup,
chorda tendineae, dan muskulus papilaris.

Murmur diastolik apikal (juga dikenal sebagai murmur Carey-Coombs)
Terdengar dengan karditis aktif dan menyertai insufisiensi mitral parah. Mekanisme
untuk murmur ini adalah stenosis mitral relatif, bergantung pada besar volume aliran
regurgitasi yang melintasi katup mitral selama pengisian ventrikel. Murmur jenis ini
terdengar jelas dengan bel stetoskop pada pasien dengan posisi lateral kiri dan nafas
saat ekspirasi.

Basal murmur diastolik
Adalah murmur diastolik awal regurgitasi aorta dan bernada tinggi, dapat terdengar
jelas sepanjang perbatasan sternum kanan atas dan midsternalis kiri setelah ekspirasi
yang dalam dengan posisi pasien condong ke depan.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Kultur tenggorokan
Temuan kultur tenggorokan untuk Streptococcus hemolitic grup A biasanya negatif
dengan gejala saat demam rematik atau penyakit jantung rematik muncul. Upaya
harus dilakukan untuk mengisolasi organisme sebelum memulai terapi antibiotik
untuk membantu mengkonfirmasi diagnosis dari faringitis streptokokus.

Rapid antigen detection test
Tes ini memungkinkan deteksi cepat antigen Streptococcus hemolitic grup A dan
memungkinkan diagnosis faringitis streptokokus dan inisiasi terapi antibiotik. Karena
tes deteksi antigen cepat memiliki spesifisitas lebih dari 95 % tetapi sensitivitas hanya
60-90 %, kultur tenggorokan harus diperoleh dalam hubungannya dengan tes ini.

Antibodi Antistreptococcal
Gambaran klinis demam rematik dimulai pada saat kadar antibodi antistreptococcal
berada di puncak demam. Dengan demikian, tes antibodi antistreptococcal berguna
untuk mengkonfirmasikan Streptococcus hemolitic grup A. Tingkat tinggi dari
antibodi antistreptococcal berguna, terutama pada pasien yang hadir dengan chorea
sebagai satu-satunya kriteria diagnostik. Sensitivitas untuk infeksi baru-baru ini dapat
ditingkatkan dengan menguji beberapa antibodi. Titer antibodi harus diperiksa pada
interval 2 minggu untuk mendeteksi titer meningkat.
Antibodi antistreptococcal ekstraseluler yang paling umum diuji meliputi
antistreptolysin O (ASO), antideoxyribonuclease (DNAse) B, antihyaluronidase,
antistreptokinase, esterase antistreptococcal, dan anti-DNA. Tes antibodi untuk
komponen seluler Streptococcus hemolitic grup A termasuk polisakarida
antistreptococcal, antibodi asam antiteichoic, dan protein antibodi anti-M.
Ketika puncak titer ASO (2-3 minggu setelah timbulnya demam rematik), sensitivitas
tes ini adalah 80-85 %. Anti-DNAse B memiliki sensitivitas yang sedikit lebih tinggi
(90 %) untuk mendeteksi demam rematik atau glomerulonefritis akut. Hasil
Antihyaluronidase sering abnormal pada pasien demam rematik dengan tingkat titer
ASO normal dan akan naik lebih awal dan bertahan lebih lama dari peningkatan titer
ASO selama demam rematik.
Fase akut reaktan
Protein dan laju endap C-reaktif meningkat pada demam rematik karena sifat
inflamasi dari penyakit. Kedua tes memiliki sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas
rendah untuk demam rematik. Mereka dapat digunakan untuk memantau resolusi
peradangan, mendeteksi kekambuhan saat mengonsumsi aspirin, atau
mengidentifikasi kekambuhan penyakit.

Antibodi reaktif jantung
Tropomyosin meningkat pada demam rematik akut.

Uji deteksi cepat untuk D8/17
Teknik immunofluorescence ini untuk mengidentifikasi penanda sel B D8/17 positif
pada 90% pasien dengan demam rematik. Ini mungkin berguna untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk terkena demam rematik.

Pemeriksaan radiologi

Roentgenografi dada

Kardiomegali, kongesti paru, dan temuan lain yang sesuai dengan gagal jantung dapat
terlihat pada radiografi dada. Bila pasien mengalami demam dan gangguan
pernapasan, radiografi dada membantu membedakan gagal jantung akibat pneumonia
rematik.


Gambar 2. Kardiomegali

Dopplerechocardiogram
Dalam penyakit jantung rematik akut, Doppler-echokardiografi mengidentifikasi dan
menghitung insufisiensi katup dan disfungsi ventrikel. Dengan karditis ringan,
regurgitasi mitral dapat hadir selama penyakit fase akut tetapi sembuh dalam beberapa
minggu atau bulan. Sebaliknya, pasien dengan karditis sedang hingga parah memiliki
mitral persisten dan/atau regurgitasi aorta.
Fitur echocardiographic yang paling penting dari regurgitasi mitral dari valvulitis
rematik akut adalah dilatasi annulus, pemanjangan korda ke anterior leaflet, dan
regurgitasi mitral mengarah ke posterolateral.
Selama demam rematik akut, ventrikel kiri sering melebar. Dengan demikian,
beberapa ahli jantung percaya bahwa insufisiensi katup (dari endokarditis), disfungsi
miokard (dari miokarditis), adalah penyebab dominan gagal jantung pada demam
rematik akut.
Pada penyakit jantung rematik kronis, echocardiography dapat digunakan untuk
melacak perkembangan stenosis katup dan dapat membantu menentukan waktu untuk
intervensi bedah. Cuspis dari katup yang terkena menjadi difus menebal, dengan fusi
komisura dan korda tendinea. Peningkatan echodensity katup mitral dapat
menandakan kalsifikasi.


Gambar 3. Sistolik Insufisiensi Mitral

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan insufisiensi sistolik mitral dengan
pancaran khas dengan penyakit jantung rematik (pancaran biru membentang dari
ventrikel kiri ke atrium kiri). Pancaran ini biasanya diarahkan ke dinding lateral dan
posterior. (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao : aorta, RV : ventrikel kanan).


Gambar 4. Diastolik Insufisiensi Aorta

Tampilan parasternal long-axis menunjukkan diastolik insufisiensi aorta memiliki
pancaran khas diamati dengan penyakit jantung rematik (pancaran merah
membentang dari aorta ke ventrikel kiri). (LV : ventrikel kiri, LA : atrium kiri, Ao :
aorta, RV : ventrikel kanan).
The World Heart Federation telah menerbitkan pedoman untuk mengidentifikasi
individu dengan penyakit rematik tanpa riwayat yang jelas dari demam rematik akut.
Berdasarkan gambaran 2 dimensi (2D) dan pulsasi dan warna Doppler, pasien dibagi
menjadi 3 kategori : penyakit jantung rematik yang pasti, penyakit jantung rematik,
dan normal. Untuk pasien anak-anak (didefinisikan pada usia<20 tahun).

Jantung kateterisasi
Pada penyakit jantung rematik akut, prosedur ini tidak diindikasikan. Pada penyakit
kronis, kateterisasi jantung telah dilakukan untuk mengevaluasi penyakit katup mitral
dan aorta.
Gejala postkaterisasi termasuk perdarahan, nyeri, mual dan muntah, dan obstruksi
arteri atau vena dari trombosis atau spasme. Komplikasi mungkin termasuk
insufisiensi mitral setelah dilatasi balon katup mitral, takiaritmia, bradiaritmia, dan
oklusi pembuluh darah.

EKG
Pada EKG, takikardia sinus paling sering menyertai penyakit jantung rematik akut.
Tidak ada korelasi antara bradikardi dan tingkat keparahan karditis.
Tingkat pertama atrioventrikular (AV) block (perpanjangan interval PR) diamati pada
beberapa pasien dengan penyakit jantung rematik. Kelainan ini mungkin terkait
dengan peradangan miokard lokal yang melibatkan AV node atau vaskulitis yang
melibatkan arteri nodal AV. Blok AV tingkat pertama adalah penemuan yang spesifik
dan tidak boleh digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis penyakit jantung rematik.
Keberadaannya tidak berkorelasi dengan perkembangan penyakit jantung rematik
kronis.
Tingkat dua (intermittent) dan tingkat tiga (lengkap) AV blok dengan perkembangan
ventrikel berhenti telah dijelaskan. Blok jantung dalam pengaturan demam rematik,
bagaimanapun, biasanya sembuh dengan sisa proses penyakit.
Ketika demam rematik akut dikaitkan dengan perikarditis, elevasi segmen ST dapat
hadir dan kebanyakan pada lead II, III, aVF, dan V4-V6.

Diagnosis Banding

1. Appendicitis
Usus buntu adalah akhir dari struktur tubular dari sekum. Apendisitis merupakan hasil
dari peradangan akut usus buntu dengan gejala sakit perut yang hebat seperti yang
dialami pada penyakit jantung koroner. Pada penyakit jantung rematik terjadi
peradangan mikrovaskuler mesenterika akut sedangkan pada appendicitis peradangan
pada appendix.

2. Dilatasi kardiomiopati
penyakit progresif otot jantung yang ditandai dengan pembesaran ruang ventrikel dan
disfungsi kontraktil dengan penebalan dinding ventrikel kiri (LV). Ventrikel kanan
juga dapat melebar dan disfungsional. Dilatasi Cardiomyopathy adalah penyebab
paling umum ketiga gagal jantung dan alasan yang paling sering untuk transplantasi
jantung. Gejala yang sering timbul yaitu kelelahan, Dyspnea saat aktivitas, sesak
napas, Ortopnea hampir sama dengan penyakit jantung rematik.

3. Coccidioidomycosis
Disebabkan oleh Coccidioides immitis, jamur asli tanah di San Joaquin Valley of
California, dan dengan C.posadasii. Gejala yang timbul seperti demam, batuk, nyeri
dada, sesak napas, eritema.

4. Kawasaki disease
Penyakit Kawasaki (KD) adalah sindrom vaskulitis demam akut anak usia dini,
meskipun memiliki prognosis yang baik dengan pengobatan, dapat menyebabkan
kematian karena adanya aneurisma arteri koroner (CAA) dalam persentase pasien
yang sangat kecil. Gejalanya berupa miokarditis dan perikarditis, sama dengan
penyakit jantung rematik. Namun penyakit jantung rematik tidak diderita anak usia
dini seperti kawasaki disease.

LO. 1.9 Penatalaksanaan
1. Tirah baring
Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan
artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah
baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat (dengan gagal
jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan
kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling
menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh dilakukan adalah
penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap
diberlakukan sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali
normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.

2. Eradikasi Kuman Streptokokus
Eradikasi harus secepatnya dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik dapat
ditegakkan, obat pilihan pertama (drug of choice) adalan penisilin G benzatin karena
dapat diberikan dalam dosis tunggal, sebesar 600.000 unit untuk anak dibawah 30 kg
dan 1,2 juta unit untuk penderita diatas 30 kg. Pilihan berikutnya adalah penisilin oral
250 mg 4 kali sehari diberikan selama 10 hari. Bagi yang alergi terhadap penisilin,
eritromisin 50 mg/kg/hari dalam 4 dosis terbagi selama 10 hari dapat digunakan
sebagai obat eradikasi pengganti.
Obat alternatif untuk terapi demam rematik adalah Amoxicillin. Dosis dewasa 500 mg
PO setiap 6 jam selama 10 hari, dosis anak <12 tahun 25-50 mg/kg/hari PO dibagi 3
ata 4 kali per hari, tidak melebihi 3 g/hari, dan dosis anak >12 tahun sama seperti
orang dewasa.

Obat anti radang
Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini
digunakanuntuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan
respon yang cepat terhadap pemberian salisilat.

a. Natrium Salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis
terbagi dalam 2-4 minggu kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6
minggu.
b. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis pada anak-anak
sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 minggu terbagi dalam seminggu yang kemudian
diturunkan menjadi separuhnya. Dosis untunorang dewasa dapat mencapai 0.6-0.9 g
setiap 4 jam.
c. Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik dengan gagl jantung. Obat ini
meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat
ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik.
d. Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis selama 2 minggu.
Kemudian diturunkan menjadi 1 mg/kg/hari selama minggu ke-3 dan selanjutnya
dikurangi lagi sampai habis se;ama i-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko
terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke3 ditambahkan aspirin 50-75
mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.


















LO. 1.10 Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan infeksi Streptococus beta hemolitikus Grup A sehinga tercegah
dari dsemam rematik
Pencegahan primer DR dapat diatasi dengan antibiotika Penisilin V atau Benzatin
penisilin parenteral yang adekuat terhadap kuman SGA.

2. Pencegahan Sekunder
Upaya mencegah mentapnya infeksi Streptococus beta hemolitikus Grup A pada
bekas pasien Demam Rematik.
- DR dengan karditis dan atau PJR (kelainan katup) dilakukan pencegahan
sekunder selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan
kadang kadang memerlukan waktu seumur hidup.
- DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pengobatan sekunder selama 10
tahun.
- DR saja tanpa karditis dilakukan pengobatan pencegahan sekunder selama 5
tahun sampai umur 21 tahun.
American Heart Association (AHA) 1988 merekomendasikan perlunya tindakan
pencegahan sekunder yang berkelanjutan dengan protokol seperti yang dianjurkan
oleh Irvington House Group . Namun hal ini dipersulit dengan penentuan jangka
waktu pemberian pencegahan sekunder tersebut. Pencegahan sekunder ini akan
efektif apabila dilakukan secara teratur dalam jangka waktu yang cukup lama. Oleh
karena itu, pencegahan primer membutuhkan kelanjutan dari pencegahan sekunder
dengan Benzatin Penisilin G yang long acting (diperlukan untuk mencegah kelainan
hemodinamik pada sirkulasi darah jantung).

Protokol tetap yang dilaksanakan sebagai pencegahan sekunder adalah :
- Umur pasien <20 tahun mendapat suntikan Benzatin Penisilin G tiap 1.2 juta
unit tiap 4 minggu sampai umur 25 tahun.
- Umur pasien >20 tahun mendapatkan suntikan Benzatin Penisilin selama 5
tahun
Setelah mencapai protokol 1 dan 2 namun asih terjadi kekambuhan maka
kembali diberikan suntikan Benzatin Penisilin G dengan dosis 1.2 juta unit
tiap 4 minggu selama 5 tahun berikutnya (tiap 3 minggu bila ksusnya berat).

LO. 1.11 Komplikasi
Komplikasi endokarditis infektif dapat terjadi pada setiap organ, sesuai dengan patofisiologi
terjadinya manifestasi klinis.
Jantung : katup jantung regurgitasi, gagal jantung, abses
Paru : emboli paru, pneumonia, pneumotoraks, empiema dan
abses
Ginjal : glomerulonefritis
Otak : perdarahan subaraknoid, strok emboli, infark serebral

LO. 1.12 Prognosis
Prognosis tidak akan kambuh bila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila
karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR. selama 5 tahun pertama perjalanan
penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organic. Katup tidak menghilang. Prognosis
memburuk bila gejala karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dengan Payah jantung
akan sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data penyembuhan
ini akan bertambah bilaa pengobatan pencegahan sekunder dilakukan secara baik. Ada
penilaian melaporkan bahwa stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis,
sehingga kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka
kematian DR ini. Penelitian selama 10 tahun yang mereka lakukan menemukan adanya
kelompok lain terutama kelompok perempuan dengan kelaianan mitral ringan yang
menimbulkan payah jantung yang berat tanpa diketahui adanya kekambuhan DR atau infeksi
Streptococcus.








DAFTAR PUSTAKA
Hersunati,Nani B.1996.Buku Ajar Kardiologi.Jakarta:Balai Penerbit FKUI
Sudoyo,Aru W.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III EdisiIV.Jakarta:Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI
Teddy Ontoseno, Soebijanto Poerwodibroto, Mahrus A. Rahman .Demam Reumatik
http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf
=&html=07110-vksh247.htm
Rahmawaty NK,dkk.(2012) Faktor Risiko Serangan Berulang Demam Rematik/Penyakit
Jantung Rematik.Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassarhttp://saripediatri.idai.or.id/pdfile/14-3-8.pdf

http://www.fk.unair.ac.id/pdfiles/Streptococcus_2007.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai