Pendahuluan
Penyakit jantung koroner (PJK), yang disebut juga coroner artery disease
(CAD) atau penyakit aterosklerosis koroner. PJK merupakan salah satu penyebab
kematian utama di beberapa negara termasuk Indonesia. Timbulnya PJK didasari
oleh proses aterosklerosis yang bersifat progresif, telah dimulai sejak masa kanakkanak .
Patologi
Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam
arteri koroner sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah.
Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat, bila
penyakit ini semakin lanjut maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan
pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah untuk melebar
menyebabkan ketidakseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan oksigen,
sehingga membahayakan miokardium yang terletak di distal dari daerah lesi. Lesi
aterosklerosis terutama terjadi pada lapisan paling dalam dari dinding arteri yaitu
lapisan intima. Lesi tersebut meliputi endapan lemak (fatty streak), plak fibrosa
(fibrous plaque), dan plak lanjut (advance plaque). (Gambar1,2,3)
dalam yang terdiri dari campuran lemak dan sel debris sebagai akibat dari proses
nekrosis. Lesi yang semakin matang ini tampak pada usia sekitar 25 tahun. Secara
makros lesi ini tampak berbentuk kubah berwarna putih dengan permukaan
semakin meninggi ke dalam lumen arteri. Bila lesi ini semakin berkembang maka
diameter lumen akan semakin sempit dan akan mengganggu aliran darah. Pada
fase ini terjadi proliferasi dari sel otot polos dimana sel ini akan membentuk fibrous
cap. Fibrous cap ini akan menutup timbunan lemak ekstraseluler dan sel debris.
Plak lanjutan (Advance plaque). Pada lesi yang telah lanjut jaringan nekrosis
yang merupakan inti dari lesi semakin membesar dan sering mengalami
perkapuran, fibrous cap menjadi semakin tipis dan pecah sehingga lesi ini akan
mengalami ulserasi dan perdarahan serta terjadi trombosis yang dapat
menyebabkan terjadinya oklusi aliran darah.
Patogenesis aterosklerosis
Ada beberapa teori terjadinya aterosklerosis, dimana teori response to injury
hypothesis paling banyak diterima. Dimana endotel yang intak berfungsi sebagai
barier yang bersifat permeabel dan mempunyai sifat thromboresistant sehingga
akan menjamin aliran darah koroner berjalan lancar. Bebrapa faktor seperti
hiperkolesterolemia, meningkatnya shear stress, merokok, hipertensi, diabetes,
toxin, imunologis, virus, bahan bersifat oksidan dapat merusak dinding endotel
(endotelial injury) sehingga terjadi gangguan fungsi (endothelial dysfunction).
Dengan terganggunya fungsi endotel maka fungsi barrier serta sifat tromboresistant
terganggu dan memudahkan masuknya lipoprotein (LDL teroksidasi) maupun
makrofag ke dinding arteri. Interaksi antara endotelial injury dengan platelet,
monosit, dan jaringan ikat terutama kolagen menyebabkan terjadi penempelan
platelet (platelet adherence) dan agregasi trmbosit (platelet aggregation). Dengan
adanya kontak antara aliran darah dengan lapisan dibawah endotel akan
merangsang terjadinya proliferasi dan migrasi dari sel otot polos yang dirangsang
oleh pelepasan growth factors. Keadaan ini juga dipermudah karena pada keadaan
disfungsi endotel, produksi prostasiklin sebagai vasodilator dan thrombus resistent
menurun.
Patofisiologi penyakit jantung koroner
Iskemia. Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh
pembuluh darah yang mengalami gangguan aterosklerosis menyebabkan terjadinya
iskemia yang bersifat sementara pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi
miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium mengubah
metabolisme aerob menjadi anaerob menyebabkan terjadinya asidosis. Akibat dari
hipoksia, berkurangnya energi dan asidosis akan mengganggu fungsi ventrikel kiri.
Hal ini menyebabkan berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung
yang akan mengganggu hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai
lokasi dan luas daerah iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem sarat
otomom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung
(hipotensi) sehingga memperbesar volume ventrikel dan meningkatkan tekanan
jantung kiri dan kapiler paru-paru. Timbulnya nyeri dada (angina pektoris) akibat
adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan oksigen miokard.
Disertai perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel yaitu gelombang T
inversi dan segmen ST depresi.(gambar 4)
Gambar 5. A. Gambar jantung dan arteri koroner pada serangan jantung. B. Potongan
melintang arteri koroner dengan plak dan bekuan darah.
Gambar 7. Bentuk qR: nekrosis dengan sisa miokard yang masih banyak.
Bentuk Qr: nekrosis tebal dengan sisa miocard sehat yang tipis.
Bentuk QS: nekrosis seluruh tebal miokard, yaitu transmural.
--- O --Bibliografi
1. Iwan N Boestan, Rurus Suryawan. Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Ilmu
Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University Press;2003. p.121-134.
2. Bruce Furie, Barbara Furie. Mechanisms of Thrombus Formation. In: The New
England Journal of Medicine. Massachusetts: Nejm; 2008. P 938-49.
3. http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Cad/CAD_WhatIs.html
4. Sunoto Pratanu. Penyakit Jantung Koroner. Dalam: Kursus Elektrokardiografi.
Surabaya: Karya Pembina Swajaya; 2000. P. 61-68.
5. Carol T Brown. Penyakit Aterosklerosis Koroner. Dalam: Patofisiologi, konsep
klinis prosese-prosese penyakit. Jakarta: EGC; 2003. P 576-612.