Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN BUTIR PASAL PADA

RUU KAMNAS
No. Pasal Kejanggalan REKOMENDASI
1. Pasal 1
tentang
ketentuan umum
Hampir semua definisi yang
menyangkut keamanan nasional
bukan merupakan redaksional
yang berlaku umum, disamping
itu ada yang janggal dan tidak
ada korelasinya dalam BAB
pengertian dengan memasukan
definisi DPR RI dan DPRD dalam
RUU KA!A" #apa
maksudnya$%
utlak dan menjadi suatu ke&arusan
dimana dalam menyusun suatu RUU
&arusla& berdasarkan
sistematika'mengandung kejelasan,
k&ususnya dalam penggunaan
redaksional, se&ingga tidak menimbulkan
sala& tafsir #masih belum jelas dan tidak
runtut/tidak mengalir sebagai sebuah
kerangka berpikir yang ilmiah akademik
dan bernilai strategis. Pengertian
Keamanan !asional (alaupun keli&atan
luas namun &akekatnya terlalu sempit
karena &anya meli&at dimensi keamanan
dari persepektif an)aman, se&arusnya
meli&at keamanan dari persepektif yang
lebi& luas, baik an)aman, tantangan,
&ambatan, maupun ganggunan #A*H+$$.
,. Pasal , tentang
&akikat Kamnas
-elum terli&at jelas definisi
operasional tentang keamanan
nasional itu apa dan darimana
sumber rujukannya, tidak jelas
siapa yang bertugas kedalam dan
keluar #dalam konteks ini siapa
yang menjadi leading sector
untuk kedua definisi tersebut$.
endefinisikan makna keamanan
nasional se)ara jelas dan diperkuat dari
berbagai sumber ilmia& dan rujukan.
Polri &arus lebi& )ermat, kritis dan solid
dalam menjaga dan menga(al peran
strategisnya yang suda& diamanatkan
ole& Undang.undang dan kon/ensi
internasional dengan melakukan strategi
penyadaran, penggalangan dan
pen)era&an ter&adap stake holder
pengelola keamanan dan badan
pembuat Undang.undang yang bisa
memperkuat eksistensi dan kemandirian
Polri antara lain lembaga0badan
a&kama& Konstitusi, DPR RI, badan
pengkajian Perguruan *inggi, asmedia
dan 1" yang memiliki pengaru& kuat
untuk memperkuat posisi Polri.
2. Pasal 2 *ujuannya masi& sempit, belum
dapat menja(ab persolan atau
Dili&at dari contens analysis #analisa isi
&akekat keamanan yang
sebenarnya karena &anya berujung
pada bebas dari an)aman saja
bukan dari A*H+. Pada&al yang
dibutu&kan ole& indi/idu,
masyarakat, bangsa dan negara
serta proses pembangunan
nasional bebas dari A*H+ bukan
&anya an)aman. Implikasi tujuan
sema)am itu maka mun)ulla&
pasal 3 &uruf ), yang se)ara jelas
merupakan tugas dan fungsi
intelegen negara #-I!$, fungsi
penyelenggara keamanan nasional
lebi& mengedepankan pada tugas.
tugas intelegen atau operasi
intelegen sebagaimana
termaktub0tersirat dalam &uruf )
tersebut.
materi$ RUU KA!A" tersebut masi&
lebi& menekankan pada peranan *!I
dan -I! dalam keamanan nasional.
Peran dan keterlibatan *!I dalam
mengatasi segala bentuk an)aman
terli&at jelas, batasan keterlibatan *!I
belum jelas pada setiap bentuk
gangguan keamanan se&ingga akan
menimbulkan konflik kepentingan, pada
&al di dalam UU *!I suda& jelas peran
dan tugas *!I tersebut. RUU KA!A"
tersebut se&arusnya lebi& memba&as
kepada bentuk an)aman yang
mengara& pada aspek keamanan
nasional tetapi bukan dari konteks
perta&anan.
3.
Pasal 4
Rumusan mengenai pengertian
keamanan ke dalam, relati/e
sempurna, namun apabila dikaji
lebi& dalam menjadi rancu dan
overlapping dengan UU
Kepolisian yang suda& ada karena
didalamnya terdapat redaksi
menjaga tetap tegaknya
kedaulatan dan keutu&an (ilaya&
!KRI5. Pasal inila& yang nanti pada
tingkat operasional akan
berbenturan kepentingan antara
*!I, Polri, dan De(an Keamanan
!asional. Duplikasi pasal dan UU
pasti akan terjadi karena dalam
penjelasan pasal 4 RUU KA!A"
masala& keamanan ke dalam
terkesan merupakan domain *!I
dan Polri, bukan &anya Polri
sebagaimana UU Kepolisian.
Pengertian dan ruang lingkup
keamanan ditenggarai syarat dengan
kepentingan karena diguga akan mun)ul
aktor lain dalam pemeli&araan
keamanan dalam negeri disamping
institusi Polri. Apabila RUU KA!A"
tela& disya&kan menjadi UU maka tidak
menutup kemungkinan akan terjadi
benturan kepentingan pada tingkat
operasional karena ada lebi& dari satu
institusi yang memiliki ke(enangan dan
tanggungja(ab dalam memeli&ara
keamanan dalam negeri, setidaknya
akan terjadi overlapping dan duplikasi
sesuai dengan UU !o., *a&un ,66,.
7. Pasal 18 asala& rumusan an)aman
keamanan nasional berkenaan
Dalam &al prinsip pelaksanaan
keamanan nasional, tidakla& )ukup
dengan spektrum an)aman paling
lunak sampai dengan paling keras,
spektrum an)aman paremeternya
belum jelas se&ingga akan
mengundang multi tafsir dalam
memba)a dan mema&ami UU
KA!A". Kiranya tidakla& )ukup
an)aman dalam arti lunak
diterjema&kan dalam keadaan
aman dan tertib kemudian yang
an)aman keras diartikan keadaan
ga(at atau kerusu&an sosial yang
bersifat nasional.
&anya 9 item atau aspek saja, tetapi
masi& terdapat aspek yang lebi& penting
ditinggalkan ole& RUU KA!A", yakni
aspek sosial budaya, aspek ini amat
penting karena berkaitan dengan &arkat,
martabat, dan karakter budaya bangsa.
Dalam perspektif sosial budaya
keamanan nasional akan sulit ter(ujud
mana kala negara tidak mampu
melayanani publik se)ara adil,
men)iptakan keseja&teraan sosial, dan
memperta&ankan serta
menumbu&kembangkan budaya bangsa.
Karenanya aspek sosial budaya inila&
yang akan menjadi key factor
keta&anan dan keamanan nasional yang
sebenarnya.
8. Pasal ,6
*entang unsur
dan peran
penyelenggaraan
KA!A"
"angat sedikit dan tidak jelas
peran dan eksistensi Polri berapa
persen porsinya dalam RUU
KA!A" tersebut mengingat RUU
KA!A" domainnya adalah
masalah keamanan.
"e)ara defakto dan dejure
masyarakat umum suda& mengeta&ui
dan mengakui ba&(a selama ini institusi
Polri selaku leading sector pelaksana
dan penanggung ja(ab keamanan
dalam negeri dibantu *!I. Dalam
konteks ini se&arusnya RUU KA!A"
mempertegas dan memperkuat ,
institusi yang bertanggung ja(ab di
bidang keamanan nasional yaitu :
a. Institusi Polri bertugas pokok di
bidang penegakan &ukum dan
keamanan;
b. Institusi *!I bertugas pokok menjaga
kedaulatan negara.
Dengan demikian dapat dipa&ami
ba&(a unsur keamanan nasional dalam
konteks RUU KA!A" ini dibentuk
dalam kerangka memenu&i
kepentingan kelompok tertentu
dalam arti syarat dengan nuansa
politis.
<. Pasal ,, *idak jelas dan tegas fungsi dan
tugas pokok institusi Polri dan *!I
berapa porsi peran masing.
masing pembagian tugasnya
di&adapkan dengan degradasi
gangguan keamanan nasional
tersebut. -ila dibandingkan
dengan peran -I!. "ementara
akar masala& mun)ulnya ide RUU
KA!A" tersebut bera(al dari
adanya implikasi pemisa&an
peran *!I dan Polri.
Diperjelas pembagian fungsi *!I dan
Polri se&ingga tidak terjadi pengambil
ali&an fungsi sala& satu pi&ak. Polri
&arus proaktif dan simultan melakukan
pemolisian birokrasi kepada para stake
holder para penyelenggara negara
k&ususnya anggota *!I sebagai bentuk
sosialisasi dan penyadaran tentang
fungsi, peran dan tugas pokok
Kepolisian di era supremasi sipil yang
syarat dengan mengutamakan
demokratisasi, penegakkan supremasi
&ukum, HA, transparansi dan
akuntabilitas publik.
4. Pasal ,3 Pengelolaan Keamanan
!asionalDewan Keamanan
asional yang diketuai ole&
Presiden dan (akil ketua ole&
=akil Presiden, sedangkan Ketua
Harian Pejabat !egara setingkat
enteri yang ditunjuk Presiden
dengan anggota de(an tetap dan
tidak tetap. Persoalannya,
mengapa suda& ada institusi
pengelola keamanan dan
perta&anan negara &arus
dila&irkan kembali pengelola
keamananan nasional % apaka&
Kementerian Perta&anan, *!I,
dan Polri suda& tidak mampu
mengelola keamananan negara %
-ukanka& ini bentuk inefisiensi
birokrasi publik dalam era
Polri &arus proaktif dan simultan
melakukan pemolisian birokrasi kepada
para stake holder para penyelenggara
negara k&ususnya anggota *!I sebagai
bentuk sosialisasi dan penyadaran
tentang fungsi, peran dan tugas pokok
Kepolisian di era supremasi sipil yang
syarat dengan mengutamakan
demokratisasi, penegakkan supremasi
&ukum, HA, transparansi dan
akuntabilitas publik.
Istila& de(an keamanan nasional bila
dikaji se)ara filosofi adala& bentuk
peng&alusan dari model.model
koordinasi keamanan nasional, pada&al
intinya adala& ingin memun)ulkan
lembaga koordinasi baru dalam bidang
keamanan yang pada &akekatnya
reformasi birokrasi % yang
diperlukan sebenarnya
bukanlembaga baru seperti
De(an Keamanan !asional tetapi
optimalisasi koordinasi, integrasi,
dan sinkronisasi #KI"$ kinerja
pengelola perta&anan dan
keamanan serta ketertiban
masyarakat dengan melibatkan
berbagai stakeholders keamanan.
bertujuan meng&ambat proses
kemandirian Polri selaku leading sektor
pelaksana dan penanggung ja(ab
dibidang keamanan dalam negeri,
penegakan &ukum dan ketertiban umum
selama ini dijalankan.
9. Pasal 26 Dalam pasal 26 RUU KA!A",
perumus RUU KA!A" terjebak
dengan konsepnya sendiri antara
lain :
a. Panglima *!I bertugas
menetapkan dan
melaksanakan kebijakan
operasional dan strategi militer
berdasarkan kebijakan dan
strategi penyelenggaraan
negara dalam rangka
pelaksanaan KA!A".
b. Kapolri menetapkan dan
melaksanakan kebijakan
penyelenggaraan fungsi
kepolisian yang meliputi
pemeli&araan keamanan,
ketertiban masyarakat,
perlindungan, pelayanan,
pengayoman, dan penegakan
&ukum dalam rangka
pelaksanaan keamanan
nasional.
Penjelasannya berkaitan dengan pasal
tersebut adala& pasal tersebut sudah
tegas dan jelas merumuskan definisi
keamanan nasional yang diemban
antara *!I dan Polri yang tela&
dipisa&kan, dengan demikian
se&arusnya RUU KA!A" tersebut
lebi& mengadopsi dan memperkuat sisi
kepentingan fungsi tugas dan peran
Kepolisian yang selama ini sebagai
leading sector pelaksana dan
penanggung ja(ab keamanan dalam
negeri.
Hal ini &arus dijadikan )atatan penting
ole& para stake holder penyelenggara
negara ba&(a ketidakoptimalan serta
ketidakberdayaan Polri bukan berarti
menjadikan Polri semakin tidak eksis
dengan melakukan upaya strategis
melalui ide penyusunan RUU KA!A",
karena pada ak&irnya akan merugikan
institusi Polri bila tidak diposisikan
sebagaimana yang se&arusnya sesuai
dengan ketentuan dan pertimbangan
dari berbagai aspek antara lain ditinjau
dari segi profesionalitas, proporsional
dan pertimbangan &ukum.&ukum
internasional yang menjadi a)uan tugas
Polri selama ini.
16. Pasal 2, dan 22 forum koordinasi
penyelenggaraan KA!A", tetapi
pada ketentuan umum tidak ada
penjelasannya tiba!tiba muncul
istila& forum koordinasi
penyelenggara keamanan tingkat
propinsi yang diketuai +ubernur,
dan tingkat Kabupaten0Kota ole&
-upati0=alikota. -erangkat dari
kerangka berpikir ini maka kepala
daera& jabatannya lebi& tinggi
daripada pimpinan Polri dan *!I
ter&adap pengelolaan keamanan.
Pada&al mereka pejabat politik
yang dipili& langsung ole& rakyat,
sangat berbeda dengan *!I dan
Polri.
Dili&at dari sudut rantai komando
pengendalian penanganan masala&
keamanan akan mengalami &ambatan
dan tantangan )ukup serius, mengingat
eskalasi keamanan membutu&kan
tindakan tepat dan rantai komando yang
cepat, Polri dan *!I &arus )epat
melaporkan kepada pimpinan masing.
masing se)ara &ierarkis. Dalam konteks
ini para stake &older Polri &arus
me(aspadai ba&(a strategi tersebut
bertujuan untuk menggiring agar
institusi Polri berada diba(a&
departemen yang pada ak&irnya
menjadikan Polri semakin tidak
berdaya" tidak mandiri dan #al ini
mencederai semangat reformasi.
11. Pasal 72 Pada Pasal 72 RUU KA!A"
tentang Komando dan kendali
penyelenggaraan keamanan
nasional, terjadi keran)uan garis
komando dimana
a. untuk tingkat nasional
keamanan ditangani Presiden;
b. untuk tingkat strategis
ditangani pemimpin
kementerian, Panglima *!I,
Kapolri, Kepala -I!, Kepala
-!P- dan pemimpin lembaga
pemerinta& non kementerian;
). untuk tingkat operasional
ditangan Panglima0komando
satuan gabungan terpadu
#dalam konteks ini yang
dimaksud panglima adala&
Panglima *!I, demikian
Pasal 72 RUU KA!A" ini apabila
dikaji lebi& dalam merupakan bentuk
eliminasi peran Polri selaku
penanggungja(ab Keamanan Dalam
!egeri, karena dalam RUU KA!A"
Komando operasional ditangan
*!I0Panglima. Dalam konteks inila&
terjadi duplikasi dan o/erlapping antara
UU Kepolisian dan RUU KA!A".
dengan;
d. untuk tingkat taktis adala& dari
unsur *!I.
1,. Pasal 73 tentang
penga(asan
penyelenggaraan
sistem
keamanan
nasional
Penga(asan penyelenggaraan
sistem keamanan nasional yang
dilaksanakan se)ara berlapis
melalui suatu penga(asan
konsentrik sesuai kaida&
pengamanan yang demokratis
yang meliputi penga(asan
melekat, penga(asan eksekutif,
penga(asan legislatif,
penga(asan publik dan
penga(asan pengguna kuasa
k&usus. Hal ini tidak jelas
maksudnya apa mengingat
definisi operasional penga(asan
tersebut tidak jelas.
Polri perlu melakukan Troop policing
sebagai media penyadaran dan
pen)era&an kepada 1embaga DPR
dalam mengkaji ulang dan tidak terburu.
buru mensya&kan beberapa produk
perundang.undangan yang duplikasi
dan tidak memenu&i standar dan format
sebua& produk UU seperti RUU
KA!A" saat ini, karena sangat
berpotensi terjadinya duplikasi0benturan
kepentingan dari sisi domain tugas Polri
yang berupaya diali&kan menjadi
ke(enangan *!I dan kementerian lain
untuk meng&ambat kemandirian Polri.
12. -agian
mengingat
dalam RUU
KA!A"
tentang dasar
&okum
Dasar &ukum yang menjadi
sumber rujukan pada penyusunan
ide RUU KA!A" a)uannya
UUD 1937, UU !o. , ta&un ,66,
tentang Kepolisian !egara
Republik Indonesia, UU !o. 2
ta&un ,66, tentang Perta&anan
dan UU !o. 23 ta&un ,662
tentang *!I, terli&at kurang
)ermat dan kompre&ensif
memper&atikan semangat
reformasi Polri yang tertuang
dalam Instruksi Presiden !o. ,
ta&un 1999 dan Keputusan
Presiden !o. 49 ta&un ,666.
-erangkat dari saat pemisa&an *!I dan
Polri sebagaimana tertuang dalam *AP
PR dimana pada saat pemisa&an
tersebut Polri suda& menjadi institusi
mandiri yang bertanggung ja(ab pada
presiden. "ementara *!I masi& dibatasi
ole& keberadaan UU Perta&anan,
dipertegas dengan keluarnya *AP PR
!o >I0PR dan >II0PR ta&un ,666
tentang pemisa&an peran *!I dan Polri
agar tidak terjadi kontraproduktif dengan
penyelenggaraan tugas Polri.

Anda mungkin juga menyukai