Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura
yang memiliki nilai jual dan peluang pasar yang cukup tinggi karena memiliki
banyak manfaat dan menjadi salah satu kebutuhan penting kehidupan manusia.
Beberapa manfaat bawang merah antaralain: digunakan sebagai bahan utama
untuk bumbu dalam berbagai jenis masakan dan mengandung senyawa aillin dan
anti septic yang bersifat anti bakteri sehingga sebagain besar masyarakat pedesaan
menggunakan bawang merah sebagai obat tradisional karena dianggap dapat
menyembuhkan berbagai jenis penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh
bakteri.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia menyebabkan
permintaan pasar semakin meningkat dari tahun ketahun sementara produksi
bawang merah menurun, hal ini di karenakan bawang merah memiliki peran
penting dalam kehidupan manusia.Menurut Badan Pusat Statistika(2015) produksi
rata-rata bawang merah 8,7ton per ha. Produksi bawang merah di Indonesia pada
tahun 2010 mengalami penurunan dari 1.400.000 ton menjadi893.124 ton pada
tahun 2011 akan tetapi pada tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan menjadi
964.000 ton dan pada tahun 2013 mencapai 1.000.000 ton.
Sepanjang tahun 2010 impor bawang merah di Indonesia tercatat sebesar
73.000 ton dan dalam tiga bulan pertama tahun 2011 impor bawang merah di

Indonesia meningkat hingga 85.000 ton. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura


(2004), konsumsi bawang merah di Indonesia 4,56 kg/kapita per tahun atau 0,38
kg/kapita per bulan sehingga konsumsi nasional diperkirakan mencapai
160.000.000 ton/tahun. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan bawang merah
dalam negeri masih rendah dibandingkan kebutuhan akan bawang merah yang
tinggi, dengan demikian produktivitas bawang merah di Indonesia perlu
ditingkatkan.
Mengingat manfaat dan nilai ekonomi tanaman bawang merah cukup
tinggi, serta kebutuhan masyarakat yang meningkat dari tahun ketahun, maka
perlu dilakukan upanya untuk meningkatkan produksinya. Erythrina (2013) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa peran benih sebagai input produksi adalah
merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya
tanaman bawang merah. Selain dari hal tersebut pemberian nutrisi juga sangat
berperan penting dalam mencapai keberhasilan suatu budidaya tanama.Salah satu
nutrisi yang sangat baik digunakan adalah nutrisi yang bersifat organik karena
tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan hidup melainkan memberikan
banyak manfaat dalam kehidupan mahluk hidup.
Produk organik memiliki beberapa kelebihan yaitu tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan, baik pencemaran tanah, air maupun udara, serta
produknya tidak mengandung racun. Menurut Pither dan Hall(1999) dalam
Hapiz(2010) produk organik mempunyai kandungan vitamin C, kalium, dan
betakaroten yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk anorganik.

Dalam usaha meningkatkan produksi tanaman bawang merah banyak


faktor termasuk bibit yang digunakan, dosis serta pupuk yang digunakan. Salah
satu pupuk organik yang baik digunakan dalam budidaya tanaman khususnya
bawang merah adalah Bio Slurry cair yang merupakan hasil fermentasi urine sapi.
Bio Slurry dapat dapat mengembalikan kesuburan tanah juga memiliki
kandungan unsur hara esensial yang cukup tinggi. Phrimantoro (2003) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa kandungan unsur hara pada urine sapi
mengalami peningkatan sebesar 0,5% - 2% setelah mengalami proses fermentasi.
Adapun kandungan unsur yang terdapat pada Bio Slurry cair yaitu, unsur makro:
Nitrogen (N), Kalium (K), Calsium (Ca),Magnesium (Mg), dan Sulfur (S).
Sedangkan unsur Mikro:Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), da Seng (Zn).
Unsur yang dikandung tersebut memiliki jumlah yang lebih banyak dan lebih
mudah diserap oleh tanaman dibandingkan dengan pupuk kandang/kompos
maupun kotoran segar(Hartono dan Putri, 2013)
Secara umum salah satu masalah yang dihadapi para petani bawang merah
di negara Indonesia adalah permasalahan menurunnya mutu hasil produksi.
Permasalahantersebut timbul karenakurangnya pengetahuan petani tentang cara
budidaya yang baik dan benar khusunya perlakuan pemotongan ujung umbi yang
akan dijadikan sebagai benih siap tanam tanpa mempertimbangkan panjang
pendeknya pemotongan ujung umbi, mereka hanya menganggap bahwa hal
tersebut merupakan tradisi yang dilakukan dari generasi kegenarasi.
Samadi dan Cahyono (2005) serta Wibowo (2007) menyatakan bahwa
pemotongan ujung umbi bibit bawang merah dengan pisau bersih kira-kira 1/3

atau 1/4 bagian dari panjang umbi bertujuan agar umbi tumbuh merata, dapat
merangsang tunas, mempercepat tumbuhnya tanaman, dapat merangsang
tumbuhnya umbi samping dan dapat mendorong terbentuknya anakan dan daun.
Dengan dilakukannya pemotongan ujung umbi pada bawang merah dapat
menghentikan masa dormansinya hal ini di karenakan pemotongan ujung umbi
berkaitan dengan induksi etilen endogen yang dapat mempercepat perkecambahan
dan menghasilkan partumbuhan tunas yang seragam.
Adapun hal lain yang menyebakan permasalahan tersebut timbul yaitu
akibat adanya sistem pertanian konvensional yang menggunakan input pestisida
kimia, dan pupuk anorganik secara berlebihan, Salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut dengan menerapkan sistem pertanian yang ramah
lingkungan

yaitu

dengan

menggunakan

prodak-prodak

organik

seperti

pemanfaatan urin sapi (Bio Slurry) serta memberikan perlakuan pada umbi
bawang merah yang akan dijadikan sebagai benih siap tanam yaitu dengan
melakuakn pemotongan ujung umbi tepat dan benar.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
Pengaruh Pemotongan Ujung Umbi dan Aplikasi Bio SlurryCair Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah
1.2 Hipotesis
Dalam penelitian ini ada beberapa hipotesis yang mungkin terjadi adalah
sebagai berikut :
1. Terdapat salah satu teknik pemotongan ujung umbi yang menghasilkan
pertumbuhan dan produksi bawang merah yang terbaik
2. Terdapat salah satu dosis pemupukan Bio Slurry cair yang memberikan
pertumbuhan dan produksi bawang merah yang terbaik

3. Terdapat interaksi antara pemotongan ujung umbi dan aplikasi Bio Slurry
cair terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah
1.3 Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ukuran optimum pemotongan ujung umbi bawang
merah
2. Untuk mengetahui kebutuhan dosis Bio Slurry cair terhadap pertumbuhan
dan perkembangan bawang merah
3. Untuk mendapatkan hasil produk organik yang berkualitas
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah memberikan informasi
tentang teknik pemotongan ujung umbi optimumyang dapat mempercepat
munculnya tunas pada budidaya bawang merah serta kebutuhan dosis dan
efektifitas Bio Slurry cair untuk memperoleh hasil produksi terbaik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Klasifikasi dan Morfologi Bawang Merah


Menurut Rahayu danNur. (2007) tanaman bawang merah dapat di

klasifikasikan sebagai berikut:


Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)


Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas

: Liliidae

Ordo

: Liliales

Famili

: Liliaceae (suku bawang-bawangan)

Genus

: Allium

Spesies

: Allium ascalonicum L.

Tanaman bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran


dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam
tanah. Jumlah perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar
(AAK, 2004).
Bawang merah memiliki batang semu atau disebut discus yang
bentuknya seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai tempat melekat akar dan mata
tunas(titik tumbuh). Bagian atas discus terbentuk batang semu yang tersusun dari
pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah akan
berubahbentuk dan fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus), antara lapis kelopak
bulbus terdapat mata tunas yang dapat membentuk tanaman baru atau anakan
terutama pada spesies bawang merah biasa (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Secara umum tanaman bawang merah mempunyai daun berbentuk bulat
kecil dan memanjang antara 50-70 cm, berwarna hijau muda sampai hijau tua,
berlubang seperti pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada
penampang melintang daun. Bagian ujung daun meruncing, sedangkan bagian
bawahnya melebar dan membengkak (Rahayu dan Nur, 2007).

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan.


Setiap tandan terdapat sekitar 50-200 kuntum bunga yang tersusun melingkar.
Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang setiap bunga terdapat
benang sari dan kepala putik. Biasanya terdiri atas 5-6 benang sari dan sebuah
putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan, serta bakal
buah duduk di atas membentuk suatu bangun seperti kubah (Tim Bina Karya Tani,
2008).
Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji
berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau
putih, tetapi setelah tua menjadi hitam (Rukmana, 1995).
2.2.

Syarat Tumbuh
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.

Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32C, dan
kelembaban nisbi 50-70% (Nazarudin, 1999).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata-rata 22C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara
22C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Rismunandar, 1986).

Bawang merah dapat tumbuh pada dataran tinggi dan rendah, tanah
lempug berpasir, gembur dan mudah meneruskan air tetapi lebih senang tumbuh
pada iklim yang kering dan udara yang panas (Musaddad, 1994).Di Indonesia
bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut (Sutarya dan
Grubben, 1995).
Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran
tinggi, tetapi umur panen menjadi lebih lama dan hasil umbinya lebih rendah.
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup. Tanah
yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang
merah (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau
dengan ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah
panen padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah di musim
kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan
penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan. Bawang merah dapat
ditanam secara tumpangsari, seperti dengan tanaman cabai merah (Sutarya dan
Grubben,1995).
2.3.

Pertunasan Umbi Bawang Merah


Pertunasan yang terjadi pada umbi bawang merah dipengaruhi oleh suhu

penyimpanan dan kandungan air dari umbi bawang merah (Nugraha, 2007).Kadar
air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan,

karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan
pangan.
Dormansi bawang merah merupakan dormansi fisiologis (dormansi
sekunder)yakni

yang

disebabkan

oleh

embrio

yang

belum

sempurna

pertumbuhannya atau belum matang sehingga memerlukan jangka waktu tertentu


agar dapat berkecambah. Umbi yang masih dalam masa dormansi tidak akan
tumbuh dan memberikan respon pertumbuhan apabila ditanam, walaupun kondisi
lingkungan pertumbuhan memenuhi. Umbi yang akan digunakan sebagai bahan
tanam biasanya disimpan selama 1 sampai 2 bulan untuk menghilangkan
dormansi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Untuk mempercepat pematahan dormansi, dapat dilakukan pemotongan
bagian ujung umbi sebelum penanaman. Pemotongan kurang lebih sepertiga
bagian umbi bawang merah dapat menghentikan masa dormansi umbi yang
dikaitkan dengan induksi etilen endogen dari luka akibat pemotongan umbi.
Produksi etilen endogen dalam umbi pada akhirnya akan mempercepat
perkecambahan umbi. Etilen adalah zat pengatur tumbuh endogen atau eksogen
yang dapat menimbulkan berbagai respon fisiologis dan morfologis tanaman
antara lain mendorong pemecahan dormansi tunas (Wattimena, 1987).
Menurut Jumini (2010) pemotongan ujung umbi bawang merah memiliki
beberapa keuntungan, antara lain dapat meningkatkan jumlah anakan dan bobot
basah per rumpun. Selain itu, pemotongan juga dapat merangsang pemunculan
tunas, mempercepat pertumbuhan tanaman, serta merangsang pemunculan umbi
samping, dan dapat mendorong terbentuknya anakan dan daun.

Raga (2012) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pemotongan


ujung umbi akan berakibat pada pengurangan cadangan makanan secara
berlebihan sehingga menyebabkan

tanaman akan lebih aktif dalam mencari

sumber makanan (unsur hara dan air) melalui pemanjangan akar dan penambahan
jumlah keturunan melalui penambahan jumlah anakan (berhubungan dengan
jumlah umbi). Walau demikian, hal tersebut dapat berakibat pada berkurangnya
bobot segar umbi per tanaman maupun per luasan lahan (plot) sebagai akibat dari
hasil fotosintat yang cenderung dialihkan ke penambahan panjang akar dan
jumlah anakan. Dalam penelitian ini, perlakuan pemotongan ujung umbi
menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada umbi utuh maupun yang dipotong
ujung umbi.

2.4. Pupuk Organik dan Bio Slurry Cair


Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari
tumbuhan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai
sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen (N) yang berasal dari
tumbuhan dan hewan (Sutanto, 2006).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran
hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat
diperkaya dengan bahan mineral alami atau mikroba yang bermanfaat
memperkaya hara, bahan organik tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah. Pupuk organik mempunyai kandungan unsur, terutama nitrogen
(N), phospor (P), dan kalium (K) sangat sedikit, tetapi mempunyai peranan lain

10

yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan


tanaman (Suriawiria, 2003).
Pupuk organik memiliki kelebihan antara lain adalah mengandung unsur
hara makro dan mikro lengkap tetapi jumlahnya sedikit, meningkatkan ketahanan
tanaman

terhadap

meningkatkan

serangan

aktifitas

sejumlah

organisme

pengganggu

mikroorganisme

antagonis

yang

bisa

tanaman,
membantu

meningkatkan kesuburan tanah, mencegah erosi, memiliki daya simpan air yang
tinggi dan meningkatkan kandungan nutrisi (Nyakpa, 1988).

Menurut Hardjowigeno, (2003) manfaat dalam menggunakan bahan


organik yaitu mengembalikan kesuburan tanah, meningkatkan kapasitas tukar
kation tanah sehingga kation-kation hara yang penting tidak mudah mengalami
pencucian dan tersedia bagi tanaman dan meningkatkan aktivitas mikroba dalam
tanah.
Menurut Sarief(1986) dalam Pardono (2009) menyatakan bahwa
pemberian pupuk organik dapat menambah kandungan bahan organik tanah dan
memperbaiki sifat fisik maupun biologi tanah. Pupuk cair dapat diproduksi dari
limbah industri peternakan (limbah cair dan setengah padat atau slurry) yaitu
melalui pengomposan dan aerasi. Pupuk organik cair dapat diklasifikasikan atas

11

pupuk kandang cair, biogas, pupuk cair dari limbah organik, pupuk cair dari
limbah kotoran manusia, dan mikroorganisme efektif (Parnata, 2005).
Bio Slurry merupakan pupuk organik cair yang berasal dari urin ternak
yang telah difermentasi. Teknologi fermentasi dimanfaatkan dalam pengolahan
urine menjadi biourin. Proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
menjadi molekul yang lebih sederhana hingga mudah diserap tanaman. Bio-slurry
yang secara material berkualitas baik (matang) memiliki ciri-ciri seperti (1) tidak
menimbulkan bau yang menyengat seperti kotoran segar, (2) tidak atau sedikit
mengandung gelembung gas, dan (3) memiliki warna yang lebih gelap
dibandingkan kotoran segar. Sedangkan pemakaian Bio-slurry pada dasarnya
memberikan manfaat sebagai berikut (1) memperbaiki struktur fisik tanah menjadi
lebih gambur, (2) meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air
lebih lama yang bermanfaat, (3) meningkatkan kesuburan tanah, dan (4)
meningkatkan aktivitas cacing dan mikroorganisme tanah yang bermanfaatan
untuk tanah dan tanaman (BIRU (2011) dalam Margareta, 2014).
Bio-slurry banyak digunakan pada tanaman sayur dan buah serta tanaman
pangan. Hasil penelitian di Manokwari menunjukkan bahwa pemberian pupuk
slurry cair terhadap tanaman kangkung dapat meningkatkan hasil produksi
tanaman tersebut (Marselius, 2010).
Table 1. Kandungan unsur hara dalam pupuk cair Bio Slurry hasil fermenrasi
urine sapi sebagai berikut :

Ternak Sapi
Kandungan
C-Organik

Satuan
%

Pupuk cair
(tersaring)
0,11 0,46

Pupuk cair
(semi padat)
47,99

12

C/N
pH
N
P2O5
K2O
Ca
Mg
S

%
%
%
Ppm
Ppm
%

Fe
Ppm
Mn
Ppm
Cu
Ppm
Zn
Ppm
Co
Ppm
Mo
Ppm
B
Ppm
Sumber :(BIRU) (2013).

0,41 6,00
7,5 8,4
Nutrisi makro
0,03 1,47
0,02 0,035
0,07 0,58
1.402,26
1.544,41
0,50
Nutrisi mikro
< 0,01
123,50 714,25
4,5 36,23
3,54
7,75
29,69 - 40,25
56,25 203,25

15,77
2,92
0,21
0,26
-

Selain kaya bahan organik bernutrisi lengkap, Bio-slurry juga mengandung


mikroba pro biotik yangmembantu menyuburkan lahan dan menambah nutrisi
serta mengendalikan penyakit pada tanah. Tanah menjadi lebih subur dan sehat
sehingga produktifitas tanaman lebih baik. Mikroba yang terkandung di
dalamBio-slurry antara lain: (1) Mikroba selulitik yang bermanfaat untuk
pengomposan, (2) Mikroba penambatNitrogen yang bermanfaat untuk menangkap
dan menyediakan Nitrogen, (3) Mikroba pelarut Phosphat yangbermanfaat untuk
melarutkan dan menyediakan Phosphor yang siap serap dan (4) Mikroba
Lactobacillus spyang berperanan dalam mengendalikan serangan penyakit tular
tanah (BIRU, 2013).
Dalam penelitian Sutari. (2010)menyatakan bahwa terjadi peningkatan
kandungan hara makro, hara mikro dan pH pada urin sapi yang telah difermentasi

13

menjadi biourin. Sedangkan dalam penelitian Phrimantoro. (2003) menyatakan


bahwa urin sapi mengandung zat pengatur tumbuh diantaranya adalah Indole
Acetic Acid (IAA). IAA merupakan senyawa yang berasal dari golongan auksin.
IAA yang terkandung dalam urin sapi memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan vegetatif tanaman jagung. Aroma urin ternak yang cukup khas juga
dikatakan dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga urin sapi
juga dapat berfungsi sebagai pengendali hama.
Arimong dan Lasiswua (2011) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
penggunaan urin sapi sebagai pupuk organik cair terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman sawi memberikan pengaruh sangat nyata pada taraf perlakuan
75 ml/liter air terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi.
BAB III
METODOLOGI

3.1.

Tempat dan Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan di kebun percobaann fakultas pertanian

Universitas Hasanuddin, Makassar, yang akanberlangsung mulai Juli 2015 sampai


September 2015. Letak geografis lookasi yang akan di jadikan tempat
penelitiantempat penelitian yaitu pada titik koordinat 5,10650 LS 119,48680 BT,
pada ketinggian 16 meter dari permukaan laut (mdpl).
3.2.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih bawang merah
dengan umur simpan 3 bulan, Bio Slurry cair, air, label, pupuk kandang ayam
(bahan organik), tali rapiah.

14

Sedangkan alat yang digunakan adalah alat tugal, alat ukur (meteran, mistar,
jangka sorong), timbangan analitik, patok, cangkul, linggis, sprayer, ember,
kemera, dan alat tulis menulis.
3.3.
Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian lapangan. Penelitian lapangan
dilakukan untuk menguji pengaruh pemotongan ujung umbi dan aplikasi Bio
Slurry cairdalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial dua faktor yang disusun
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah teknik
pemotongan ujung umbi yang akan dijadikan sebagai benih siap tanam yaitu
P0(kontrol), P1(1/2 bagian dari panjang umbi), P 2(1/3 bagian dari panjang umbi),
P3 (1/4 bagian dari panjang umbi). Faktor kedua adalah aplikasi Bio Slurry (hasil
fermentasi urine sapi) B0(kontrol), B1 75 ml/ liter air, B2100 ml /liter air, dan
B3125 ml /liter air.Dua faktor perlakuan menghasilkan 16 kombinasi perlakuan
dengan menggunakan 3 ulangan.
Dari dua faktor di atas maka di peroleh 16 kombinasi perlakuan sebagai
berikut :
Teknik pemotongan ujung umbi + Bio
P0B0
P0B1
P0B2
P0B3

Slurry Cair
P1B0
P2B0
P1B1
P2B1
P1B2
P2B2
P1B3
P2B3

P3B0
P3B1
P3B2
P3B3

Ketrangan :
1. P0B0: tanpa perlakuan
2. P1B0 : pemotongan dari panjang umbi + control
3. P2B0 : pemotongan 1/3 dari panjang umbi + control
4. P3B0: pemotongan dari panjang umbi + control
P0B1: kontrol + 75 ml Bio Slurry cair / liter air
5.
P1B1: pemotongan dari panjang umbi +75 ml Bio Slurry cair / liter air
6.

15

P2B1: pemotongan 1/3 dari panjang umbi +75 ml Bio Slurry cair / liter air
P3B1: pemotongan dari panjang umbi +75 ml Bio Slurry cair / liter air
9. P0B2 : control + 100 ml Bio Slurry cair / liter air
10. P1B2 :pemotongan dari panjang umbi + 100 ml Bio Slurry cair / liter air
11. P2B2 :pemotongan 1/3 dari panjang umbi + 100 ml Bio Slurry cair/ liter air
12. P3B2 :pemotongan dari panjang umbi + 100 ml Bio Slurry cair / liter air
13. P0B3 : control + 125 ml Bio Slurry cair / liter air
14. P1B3 :pemotongan dari panjang umbi + 125 ml Bio Slurry cair / liter air
15. P2B3 :pemotongan 1/3 dari panjang umbi + 125 ml Bio Slurry cair/ liter air
16. P3B3 :pemotongan dari panjang umbi + 125 ml Bio Slurry cair / liter air
3.4.Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Penyiapan Bedengan dan Pengaplikasian BO (pupuk kandang ayam)
7.
8.

Bedengan dibuat sebanyak 48 petak, jarak antara bedengan 50 cm, jarak


antar kelompok 1 meter. Panjang bedengan 2 m, lebar 1 m, tinggi 30 cm. Dan
pemberian bahan organik atau pupuk dasar dilakukan dengan cara menaburkan di
atas permukaan bedengan kemudian diaduk hingga bercampur rata dengan tanah
kemudian dibiarkan hingga 7 hari.
3.4.2. Penyiapan Benih dan Pemotongan Ujung Umbi
Umbi di seleksi untuk mendapatkan ukuran benih yang seragam dimana
umbi yang dipilih berukuran sedang (5-10 gram) dengan lama simpan 3 bulan
umbi yang dipilih memilki ciri-ciri umbi segar dan sehat, tidak keriput, dan
berwarna cerah (tidak kusam). Kulit pembalut umbi dikupas terlebih dahulu dan
dipisahkan siung-siungnya dan dilakukan pemotongan ujung umbi dengan cara
melintang dan sesuai dengan peralakuan yang telah ditetapkan. Sebelum umbi
ditanam, luka bekas pemotongan harus dikeringkan terlebih dahulu kurang lebih
24 jam untuk mencegah terjadinya pembusukan.
3.4.3. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam menggunakan
penugal kecil dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Benih bawang merah dimasukkan
16

ke dalam lubang tanaman sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah
yang tipis, jika terlalu tebal tanah yang menutupinya dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Setelah penanaman selesai, bedengan disiram dengan air,
Setiap bedengan di tanami sebanyak 50 bibitbawangmerah. Jadi jumlah populasi
yang dibutuhkan untuk menanami 48 bedengan adalah 2400umbi.
3.4.4. Aplikasi Bio Slurry
Aplikasi Bio Slurry cair dilakukan pada umur 7 hari setelah tanam yaitu
pada pagi hari dan selanjutnya pengaplikasian dilakukan tiap seminggu 1 x sesuai
dengan perlakuan masing-masing. Pengaplikasian dilakukan dengan cara
menyemprotkaan ke tanaman dengan menggunakan sprayer
3.4.5. Pemeliharaan
Pemeliharaan

meliputi

penyiraman,

penyulaman,penyiangan,

pembumbunan dan pengendalian OPT. Penyiraman dilakuan 2 x sehari dan


disesuaikan dengan kondisi lahan. Penyulaman dilakukan apabila ada tanaman
yang tidak tumbuh.
Penyiangan dan pembumbunan : dilakuakan dua kali yaitu pada umur 20
dan 40 HST atau disesuaikan dengan kondisi lahan. Penyiangan bertujuan
mencegah terjadinya persaingana untuk mendapatkan unsure hara sedangkan
pembumbunan bertujuan agar umbi bawang merah tidak terkena sinar matahari
secara langsung. Dan pengendalian OPT dilakukan apabila tanaman terserang.

17

3.4.6. Panen
Panen di lakukan pada umur 70 HST. Panen tanamanbawang merah
ditandai daun telah menguning dan rebah, umbi sudah kelihatan di atas
permukaan tanah dengan warna merah tua. Panen dilakukan dengan caramencabut
seluruh tanaman dengan hati-hati agar tidak ada umbi yang tertinggal atau lecet.
3.5.

Parameter Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan memilih 10 tanaman sampel secara acak per


plot percobaan dengan parameter yang diamatisebagai berikut :
1. Kecepatan Bertunas (hari), dilakukan dengan menghitung hari mulai dari
setelah tanam hingga munculnya tunas kertas permukaan tanah
2. Jumlah Anakan (buah), dilakukan dengan mnghitung semua anakan yang
muncul diatas permukaan tanah. Diamatai pada umur 15, 30 dan 45 hari
setelah tanam
3. Tinggi Tanaman (cm), di ukur dari permukaan tanah hingga ujung daun
tertinggi.Diamatai pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam
4. Umur panen (hari setelah panen), dilakukan dengan menghitung hari mulai
tanam hingga panen
5. Jumlah umbi/rumpun (buah), di hitung pada umur 70 hari setelah tanam
atau setelah tanaman dipanen

18

6. Rata-rata

Berat

Basah

Umbi/Sampel

(gram),

dihitungsetelah

panen.Dengan cara menimbang semua sampel yang akan diamati dalam


setiap perlakuan.
7. Diameter Umbi(cm), dilakukan setelah panen menggunakan jangka sorong
8. Produksi umbi/hektar (ton/ha), diperoleh dari hasil konversi bobot umbi
per petak.
3.6.

Analisis Data
Data yang dikumpulkan

diolah

dengan

cara

analisis

statistika

menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk menguji pengaruh perlakuan


yang diberikan. Jika terdapat pengaruh yang signifikan maka akan dilanjutkan
dengan uji lanjut menggunakan uji BNT.

19

Denah Percobaan
K.1 1 m
5 P3B1

K.2

P2B0

K.3

P3B3
50

P1B1

P1B1

P1B0

P3B3

P2B1

P2B0

P0B0

P0B2

P0B1

P3B2

P0B0

P1B3

P2B2

P3B2

P1B2

P0B3

P2B2

P3B0

P2B1

P1B2

P2B2

P2B3

P2B3

P1B1

P1B3

P1B3

P2B1

P2B0

P3B0

P3B1

P0B2

P0B3

P3B2

P3B0

P1B0

P0B2

P0B1

P0B1

P2B3

20

P1B0

P3B3

P0B3

P1B2

P3B1

P0B0

Denah penanaman dalam bedengan :


2m
10

20
1m

Keterangan :

tanaman sampel yang akan di amati

21

DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta.
Arinong dan Lasiswua. 2011. Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap
pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi. STT Gowa.
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Data Produksi
Bawang Merah. [internet]. Tersedia pada: www.bps.go.id.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2004. Konsumsi Bawang Merah [internet].
Jakarta. Tersedia pada: www.litbang.deptan.go.id.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produksi Bawang Merah [internet].
Tersedia pada: www.litbang.deptan.go.id
Erythrina. 2013. Perbenihan Dan Budidaya Bawang Merah. Bogor.
Hartono yuda dan Putri Hryanto Christina. 2013. Pengelolaan dan Pemanfaatan
Bio-slurry. Jakarta.
Hapiz. 2010. Klbihan dan Kkurangan Prodak Organik. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.
Jumini et al. 2010. Pengaruh Pemotongan Umbi Bibit dan Jenis Pupuk Organik
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Fakultas Pertanian
Unsyiah Aceh.
Marselius O. 2010. Pemanfaatan Limbah Cair Biogas Sebagai Pupuk Organik
Untuk Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir) Di Daerah Transmigrasi
Masni-Manokwari). Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian. Jurusan
Tanah. Universitas Negeri Papua.
Margaretha, Cindy. 2014.Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Bio Slurry Cair Dan
Pupuk Kimi Pada Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Lampung.
Musaddad. 1994. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Bawang Merah.
Buletin Penlitian Hortikultura.

22

Nazaruddin. 1999. Budidaya dan pengaturan panen sayuran dataran rendah.


Penebar Swadaya.
Nyakpa. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Nugraha Sigit. Inovasi Teknologi Instore Driying untuk mempertahankan Mutu
dan Nilai Tambah Bawang Merah. Bogor.
Phrimantoro. 2003. Pemanfaatan Urine Sapi yang Difermentasi Sebagai Nutrisi
Tanaman.
(http:perperagribisnis.deptan.go.idperpustakaperpengantar
perpdf.).
Pardono. 2009. Pengaruh Pupuk Organik Air Kencing Sapi dan Pupuk
KandangTerhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Panjang (Vigna
sinensis L.). Kentingan Solo.
Rukmana, R. 1995. Bawang Merah Budidaya dan Pengolahan Pascapanen.
Kanisius. Jakarta.
Rahayu, E. dan Nur. 2007. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Raga, dkk. 2012. Respons Pertumbuhan dan Hasil Bawang Sabrang (eleutherine
americana merr.) Pada Beberapa Jarak Tanam dan Berbagai Tingkat
Pemotongan Umbi Bibit. Medan.
Rismunandar. 1986. Membudidayakan lima jenis bawang. Bandung.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2. Prinsip, Produksi,
dan Gizi. ITB, Bandung.
Samadi, B. dan B. Cahyono. 2005. Bawang Merah, Intensifikasi Budidaya.
Kanisius. Yogyakarta.
Sutari, S. 2010. Uji Kualitas Biourine Hasil Fermentasi dengan Mikroba yang
Berasal dari Bahan Tanaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Sawi Hijau (Brassica juncea L.), (tesis) Denpasar : Universitas Udayana.
Sumarni, Nani dan Hidayat Achmad. 2005. Budidaya Bawang Merah. Pusat
Penelitian Hortikultura. Bandung.
Sutarya, R. dan G. Grubben. 1995. Pedoman bertanam sayuran dataran rendah.
Gadjah Mada University Press. Prosea Indonesia Balai Penelitian
Hortikultura Lembang.
Sutanto, R. 2006. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan
Pengembangannya). Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan
Secara Biologis. Bandung.

23

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Yrama Widya,
Bandung.
Tim BIRU. 2013. Pengoelolaan dan Pemanfaatan Bio-Slurry. Jakarta.
Wattimena, G. A. 1987. Diktat zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor:
Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB-Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang : Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang
Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai