PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura
yang memiliki nilai jual dan peluang pasar yang cukup tinggi karena memiliki
banyak manfaat dan menjadi salah satu kebutuhan penting kehidupan manusia.
Beberapa manfaat bawang merah antaralain: digunakan sebagai bahan utama
untuk bumbu dalam berbagai jenis masakan dan mengandung senyawa aillin dan
anti septic yang bersifat anti bakteri sehingga sebagain besar masyarakat pedesaan
menggunakan bawang merah sebagai obat tradisional karena dianggap dapat
menyembuhkan berbagai jenis penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh
bakteri.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia menyebabkan
permintaan pasar semakin meningkat dari tahun ketahun sementara produksi
bawang merah menurun, hal ini di karenakan bawang merah memiliki peran
penting dalam kehidupan manusia.Menurut Badan Pusat Statistika(2015) produksi
rata-rata bawang merah 8,7ton per ha. Produksi bawang merah di Indonesia pada
tahun 2010 mengalami penurunan dari 1.400.000 ton menjadi893.124 ton pada
tahun 2011 akan tetapi pada tahun 2012 mengalami sedikit peningkatan menjadi
964.000 ton dan pada tahun 2013 mencapai 1.000.000 ton.
Sepanjang tahun 2010 impor bawang merah di Indonesia tercatat sebesar
73.000 ton dan dalam tiga bulan pertama tahun 2011 impor bawang merah di
atau 1/4 bagian dari panjang umbi bertujuan agar umbi tumbuh merata, dapat
merangsang tunas, mempercepat tumbuhnya tanaman, dapat merangsang
tumbuhnya umbi samping dan dapat mendorong terbentuknya anakan dan daun.
Dengan dilakukannya pemotongan ujung umbi pada bawang merah dapat
menghentikan masa dormansinya hal ini di karenakan pemotongan ujung umbi
berkaitan dengan induksi etilen endogen yang dapat mempercepat perkecambahan
dan menghasilkan partumbuhan tunas yang seragam.
Adapun hal lain yang menyebakan permasalahan tersebut timbul yaitu
akibat adanya sistem pertanian konvensional yang menggunakan input pestisida
kimia, dan pupuk anorganik secara berlebihan, Salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut dengan menerapkan sistem pertanian yang ramah
lingkungan
yaitu
dengan
menggunakan
prodak-prodak
organik
seperti
pemanfaatan urin sapi (Bio Slurry) serta memberikan perlakuan pada umbi
bawang merah yang akan dijadikan sebagai benih siap tanam yaitu dengan
melakuakn pemotongan ujung umbi tepat dan benar.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai
Pengaruh Pemotongan Ujung Umbi dan Aplikasi Bio SlurryCair Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah
1.2 Hipotesis
Dalam penelitian ini ada beberapa hipotesis yang mungkin terjadi adalah
sebagai berikut :
1. Terdapat salah satu teknik pemotongan ujung umbi yang menghasilkan
pertumbuhan dan produksi bawang merah yang terbaik
2. Terdapat salah satu dosis pemupukan Bio Slurry cair yang memberikan
pertumbuhan dan produksi bawang merah yang terbaik
3. Terdapat interaksi antara pemotongan ujung umbi dan aplikasi Bio Slurry
cair terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah
1.3 Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ukuran optimum pemotongan ujung umbi bawang
merah
2. Untuk mengetahui kebutuhan dosis Bio Slurry cair terhadap pertumbuhan
dan perkembangan bawang merah
3. Untuk mendapatkan hasil produk organik yang berkualitas
Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah memberikan informasi
tentang teknik pemotongan ujung umbi optimumyang dapat mempercepat
munculnya tunas pada budidaya bawang merah serta kebutuhan dosis dan
efektifitas Bio Slurry cair untuk memperoleh hasil produksi terbaik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
: Plantae (Tumbuhan)
Kelas
Sub Kelas
: Liliidae
Ordo
: Liliales
Famili
Genus
: Allium
Spesies
: Allium ascalonicum L.
Syarat Tumbuh
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering.
Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang
tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya
matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32C, dan
kelembaban nisbi 50-70% (Nazarudin, 1999).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata-rata 22C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara
22C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Rismunandar, 1986).
Bawang merah dapat tumbuh pada dataran tinggi dan rendah, tanah
lempug berpasir, gembur dan mudah meneruskan air tetapi lebih senang tumbuh
pada iklim yang kering dan udara yang panas (Musaddad, 1994).Di Indonesia
bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas
permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut (Sutarya dan
Grubben, 1995).
Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran
tinggi, tetapi umur panen menjadi lebih lama dan hasil umbinya lebih rendah.
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang
sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup. Tanah
yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang
merah (Sumarni dan Hidayat, 2005).
Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau
dengan ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah
panen padi dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah di musim
kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan
penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan. Bawang merah dapat
ditanam secara tumpangsari, seperti dengan tanaman cabai merah (Sutarya dan
Grubben,1995).
2.3.
penyimpanan dan kandungan air dari umbi bawang merah (Nugraha, 2007).Kadar
air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan,
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan
pangan.
Dormansi bawang merah merupakan dormansi fisiologis (dormansi
sekunder)yakni
yang
disebabkan
oleh
embrio
yang
belum
sempurna
sumber makanan (unsur hara dan air) melalui pemanjangan akar dan penambahan
jumlah keturunan melalui penambahan jumlah anakan (berhubungan dengan
jumlah umbi). Walau demikian, hal tersebut dapat berakibat pada berkurangnya
bobot segar umbi per tanaman maupun per luasan lahan (plot) sebagai akibat dari
hasil fotosintat yang cenderung dialihkan ke penambahan panjang akar dan
jumlah anakan. Dalam penelitian ini, perlakuan pemotongan ujung umbi
menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada umbi utuh maupun yang dipotong
ujung umbi.
10
terhadap
meningkatkan
serangan
aktifitas
sejumlah
organisme
pengganggu
mikroorganisme
antagonis
yang
bisa
tanaman,
membantu
meningkatkan kesuburan tanah, mencegah erosi, memiliki daya simpan air yang
tinggi dan meningkatkan kandungan nutrisi (Nyakpa, 1988).
11
pupuk kandang cair, biogas, pupuk cair dari limbah organik, pupuk cair dari
limbah kotoran manusia, dan mikroorganisme efektif (Parnata, 2005).
Bio Slurry merupakan pupuk organik cair yang berasal dari urin ternak
yang telah difermentasi. Teknologi fermentasi dimanfaatkan dalam pengolahan
urine menjadi biourin. Proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
menjadi molekul yang lebih sederhana hingga mudah diserap tanaman. Bio-slurry
yang secara material berkualitas baik (matang) memiliki ciri-ciri seperti (1) tidak
menimbulkan bau yang menyengat seperti kotoran segar, (2) tidak atau sedikit
mengandung gelembung gas, dan (3) memiliki warna yang lebih gelap
dibandingkan kotoran segar. Sedangkan pemakaian Bio-slurry pada dasarnya
memberikan manfaat sebagai berikut (1) memperbaiki struktur fisik tanah menjadi
lebih gambur, (2) meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air
lebih lama yang bermanfaat, (3) meningkatkan kesuburan tanah, dan (4)
meningkatkan aktivitas cacing dan mikroorganisme tanah yang bermanfaatan
untuk tanah dan tanaman (BIRU (2011) dalam Margareta, 2014).
Bio-slurry banyak digunakan pada tanaman sayur dan buah serta tanaman
pangan. Hasil penelitian di Manokwari menunjukkan bahwa pemberian pupuk
slurry cair terhadap tanaman kangkung dapat meningkatkan hasil produksi
tanaman tersebut (Marselius, 2010).
Table 1. Kandungan unsur hara dalam pupuk cair Bio Slurry hasil fermenrasi
urine sapi sebagai berikut :
Ternak Sapi
Kandungan
C-Organik
Satuan
%
Pupuk cair
(tersaring)
0,11 0,46
Pupuk cair
(semi padat)
47,99
12
C/N
pH
N
P2O5
K2O
Ca
Mg
S
%
%
%
Ppm
Ppm
%
Fe
Ppm
Mn
Ppm
Cu
Ppm
Zn
Ppm
Co
Ppm
Mo
Ppm
B
Ppm
Sumber :(BIRU) (2013).
0,41 6,00
7,5 8,4
Nutrisi makro
0,03 1,47
0,02 0,035
0,07 0,58
1.402,26
1.544,41
0,50
Nutrisi mikro
< 0,01
123,50 714,25
4,5 36,23
3,54
7,75
29,69 - 40,25
56,25 203,25
15,77
2,92
0,21
0,26
-
13
3.1.
14
Sedangkan alat yang digunakan adalah alat tugal, alat ukur (meteran, mistar,
jangka sorong), timbangan analitik, patok, cangkul, linggis, sprayer, ember,
kemera, dan alat tulis menulis.
3.3.
Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang sebagai penelitian lapangan. Penelitian lapangan
dilakukan untuk menguji pengaruh pemotongan ujung umbi dan aplikasi Bio
Slurry cairdalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial dua faktor yang disusun
berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah teknik
pemotongan ujung umbi yang akan dijadikan sebagai benih siap tanam yaitu
P0(kontrol), P1(1/2 bagian dari panjang umbi), P 2(1/3 bagian dari panjang umbi),
P3 (1/4 bagian dari panjang umbi). Faktor kedua adalah aplikasi Bio Slurry (hasil
fermentasi urine sapi) B0(kontrol), B1 75 ml/ liter air, B2100 ml /liter air, dan
B3125 ml /liter air.Dua faktor perlakuan menghasilkan 16 kombinasi perlakuan
dengan menggunakan 3 ulangan.
Dari dua faktor di atas maka di peroleh 16 kombinasi perlakuan sebagai
berikut :
Teknik pemotongan ujung umbi + Bio
P0B0
P0B1
P0B2
P0B3
Slurry Cair
P1B0
P2B0
P1B1
P2B1
P1B2
P2B2
P1B3
P2B3
P3B0
P3B1
P3B2
P3B3
Ketrangan :
1. P0B0: tanpa perlakuan
2. P1B0 : pemotongan dari panjang umbi + control
3. P2B0 : pemotongan 1/3 dari panjang umbi + control
4. P3B0: pemotongan dari panjang umbi + control
P0B1: kontrol + 75 ml Bio Slurry cair / liter air
5.
P1B1: pemotongan dari panjang umbi +75 ml Bio Slurry cair / liter air
6.
15
P2B1: pemotongan 1/3 dari panjang umbi +75 ml Bio Slurry cair / liter air
P3B1: pemotongan dari panjang umbi +75 ml Bio Slurry cair / liter air
9. P0B2 : control + 100 ml Bio Slurry cair / liter air
10. P1B2 :pemotongan dari panjang umbi + 100 ml Bio Slurry cair / liter air
11. P2B2 :pemotongan 1/3 dari panjang umbi + 100 ml Bio Slurry cair/ liter air
12. P3B2 :pemotongan dari panjang umbi + 100 ml Bio Slurry cair / liter air
13. P0B3 : control + 125 ml Bio Slurry cair / liter air
14. P1B3 :pemotongan dari panjang umbi + 125 ml Bio Slurry cair / liter air
15. P2B3 :pemotongan 1/3 dari panjang umbi + 125 ml Bio Slurry cair/ liter air
16. P3B3 :pemotongan dari panjang umbi + 125 ml Bio Slurry cair / liter air
3.4.Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Penyiapan Bedengan dan Pengaplikasian BO (pupuk kandang ayam)
7.
8.
ke dalam lubang tanaman sampai permukaan irisan tertutup oleh lapisan tanah
yang tipis, jika terlalu tebal tanah yang menutupinya dapat menghambat
pertumbuhan tanaman. Setelah penanaman selesai, bedengan disiram dengan air,
Setiap bedengan di tanami sebanyak 50 bibitbawangmerah. Jadi jumlah populasi
yang dibutuhkan untuk menanami 48 bedengan adalah 2400umbi.
3.4.4. Aplikasi Bio Slurry
Aplikasi Bio Slurry cair dilakukan pada umur 7 hari setelah tanam yaitu
pada pagi hari dan selanjutnya pengaplikasian dilakukan tiap seminggu 1 x sesuai
dengan perlakuan masing-masing. Pengaplikasian dilakukan dengan cara
menyemprotkaan ke tanaman dengan menggunakan sprayer
3.4.5. Pemeliharaan
Pemeliharaan
meliputi
penyiraman,
penyulaman,penyiangan,
17
3.4.6. Panen
Panen di lakukan pada umur 70 HST. Panen tanamanbawang merah
ditandai daun telah menguning dan rebah, umbi sudah kelihatan di atas
permukaan tanah dengan warna merah tua. Panen dilakukan dengan caramencabut
seluruh tanaman dengan hati-hati agar tidak ada umbi yang tertinggal atau lecet.
3.5.
Parameter Pengamatan
18
6. Rata-rata
Berat
Basah
Umbi/Sampel
(gram),
dihitungsetelah
Analisis Data
Data yang dikumpulkan
diolah
dengan
cara
analisis
statistika
19
Denah Percobaan
K.1 1 m
5 P3B1
K.2
P2B0
K.3
P3B3
50
P1B1
P1B1
P1B0
P3B3
P2B1
P2B0
P0B0
P0B2
P0B1
P3B2
P0B0
P1B3
P2B2
P3B2
P1B2
P0B3
P2B2
P3B0
P2B1
P1B2
P2B2
P2B3
P2B3
P1B1
P1B3
P1B3
P2B1
P2B0
P3B0
P3B1
P0B2
P0B3
P3B2
P3B0
P1B0
P0B2
P0B1
P0B1
P2B3
20
P1B0
P3B3
P0B3
P1B2
P3B1
P0B0
20
1m
Keterangan :
21
DAFTAR PUSTAKA
AAK, 2004. Pedoman Bertanam Bawang. Kanisius. Yogyakarta.
Arinong dan Lasiswua. 2011. Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap
pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Sawi. STT Gowa.
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Data Produksi
Bawang Merah. [internet]. Tersedia pada: www.bps.go.id.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2004. Konsumsi Bawang Merah [internet].
Jakarta. Tersedia pada: www.litbang.deptan.go.id.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2011. Produksi Bawang Merah [internet].
Tersedia pada: www.litbang.deptan.go.id
Erythrina. 2013. Perbenihan Dan Budidaya Bawang Merah. Bogor.
Hartono yuda dan Putri Hryanto Christina. 2013. Pengelolaan dan Pemanfaatan
Bio-slurry. Jakarta.
Hapiz. 2010. Klbihan dan Kkurangan Prodak Organik. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.
Jumini et al. 2010. Pengaruh Pemotongan Umbi Bibit dan Jenis Pupuk Organik
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah. Fakultas Pertanian
Unsyiah Aceh.
Marselius O. 2010. Pemanfaatan Limbah Cair Biogas Sebagai Pupuk Organik
Untuk Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir) Di Daerah Transmigrasi
Masni-Manokwari). Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian. Jurusan
Tanah. Universitas Negeri Papua.
Margaretha, Cindy. 2014.Pengaruh Kombinasi Dosis Pupuk Bio Slurry Cair Dan
Pupuk Kimi Pada Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kacang Hijau
(Phaseolus radiatus L.). Lampung.
Musaddad. 1994. Pengaruh Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Bawang Merah.
Buletin Penlitian Hortikultura.
22
23
Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Yrama Widya,
Bandung.
Tim BIRU. 2013. Pengoelolaan dan Pemanfaatan Bio-Slurry. Jakarta.
Wattimena, G. A. 1987. Diktat zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor:
Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB-Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wibowo, S. 2007. Budidaya Bawang : Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang
Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta.
24