Setelah giginya dicabut dokter gigi sebuah rumah sakit, bocah usia sembilan tahun ini malah mengalami perdarahan. Beberapa hari kemudian, dia meninggal. Semua ini karena kesalahan dokter, ujar sang ibunda, DBL (45), saat ditemui di rumahnya di Kampung Bulak, Sawangan, Bogor. Keluarga kami sekarang sudah tak lengkap lagi. YC (9), anak sulung ku yang kelas 3 SD itu, tak mungkin hadir di tengah tengah kami. Dua minggu setelah kami bawa ke rumah sakit F karena sakit gigi, yosua meninggal. Yang membuat aku dan suami ku, YS (43) sakit hati, YC meninggal setelah giginya dicabut oleh drg. DA, SpMB dari rumah sakit (RS) F. Sampai sekarang masih terbesit tanya, kenpa dokter mencabut gigi YC tanpa izin kami, orang tuanya ? Bukan kah seharusnya gusi bengkak itu harus di rawat dan di beri obat dulu. Sebelum kami bawa ke RS F, Senin (16/1) YC kami bawa ke puskesmas BPN di Bogor, karena gusi bengkak. Meski YC sudah dikasih obat, tetap tak ada perubahan. Seminggu kemudian kami bawa lagi ke puskesmas yang sama, tetap saja tak sembuh. Lalu, Yosua yang kesakitan, kami bawa ke kelinik di UI. YC disaran kan berobat ke RS besar. Akhirnya, kami membawa ke RS F tanggal 30 Januari lalu. YC segera ditangani dan di suntik oleh drg. DA, SpBM. Mulut YC juga dirongent. Tanpa konsultasi kepada kami, setelah itu geraham kiri YC dicabut. Akibatnya terjadi pendarahan. Darah keluar terus menerus dari bekas gigi dicabut itu. Sepengetahuan kami, drg. DA, SpBM tidak mengambil tindakan apa apa. Dia Cuma memberi kain kasa untuk menghentikan darah yang keluar. Begitu dia pergi, perdarahan tidak juga berhenti. Perawat memberikan kain kasa lagi. SUSAH MAKAN Setelah darah di yakini berhenti, YC segera di bawa bapaknya pulang. Namun diperjalanan dengan menggunakan sepeda motor, YC kembali merintih kesakitan. Sampai di rumah, darah menggenang dikerah bapaknya. Ternyata selama diperjalanan, YC menahan sakit, sehingga kepalanya terus terusan berada di pundak bapaknya. Kondisi YC sungguh menyedihkan darah segar sudah ngumpul di mulutnya. Sore itu juga, kami memeriksakan ke klinik gigi dekat rumah. Klinik tak berani mengambil tindakan karena tahu YC sudah ditangani dokter RS F. Mereka hanya menyumpal dengan tampon agar darah berhenti. Syukurlah akhirnya perdarahan berhenti. Namun, pihak klinik menyaran kan agar YC kembali diperiksa di RS F. Awal Februari, kami datang ke RS F. Drg. DA SpBM yang meriksa malah berucap, loh kok gigi YC goyang semua. Saat itu, YC periksa darah. Hasil darah bisa diketahui dua hari kemudian. Hasilnya di hari Jumat (3/2) itu, trombosit YC makin turun menjadi 28.000. eh, drg. DA SpBM,terserah, YC mau di rawat di RS apa tidak. Sehari kemudian, kondisi YC terus merosot. Kami kembali membawanya ke RS. Tak lama di situ, perawat minta YC di rawat di kamar saja. Karena ketiadaan biaya, aku minta kamar khusus gakin saja. YC dirawat di kamar Isolasi 303. Sungguh miris melihat kondisi YC. Kondisinya saat di IGD pun tidak stabil. Ia sempat manggil manggil aku, bapak dan adiknya. Malah dia juga memanggil manggil dokter. Tampaknya dia memang berusaha untuk sembuh. Namun, fisiknya sudah sungguh lemah dan tak berdaya. Yang kami sesalkan, drg. DA malah tak melakukan tindakan apa apa. Dia masih bisa bilang,terserah ibu kalo YC harus di rawat di rumah sakit. Duh, rasanya pedih banget dengar penjelasan seperti itu. Bahkan perawat mengungkapkan, kalo trombosit YC sudah mencapai 28.000, YC boleh di rawat di rumah asal diberi makanan cukup dan bergizi. Sedih mendengarnya. YC sudah semakin susah makan karena gusinya bengkak. Agar fisiknya tetap kuat. Yosua diberi infus dan susu. Padahal, sehari sebelum giginya dicabut, anak itu sempat makan sepiring nasi soto. Wah, makanya lahap sekali. KONDISI KIAN BURUK Seminggu di rawat, tetapi kondisi YC tak berubah. Aku menyesalkan tindakan RS. Selama di RS, YC tak mendapatkan perawatan apa apa. Giginya yang goyang juga tak disentuh. Bahkan drg. DA yang menangani YC hanya dua kali mengontrol. Sebelum meninggal, YC muntah darah. Dari mulut dan hidungnya keluar darah bergumpal gumpal. Dia sempat muntah darah lagi beberapa jam sebelum meninggal. Aku dan suami ku panik melihat kondisinya. Saat itu, kepanikan suami ku sudah tak teratasi. Dia segera berteriak dengan histeris agar perawat melihat kondisi Yosua. Akhirnya dokter datang. Lalu, suami ku diminta untuk membeli obat di apotik di rumah sakit. Belum sempat obat dibelikan, kondisi YC makin memburuk. Badannya sudah kuning. Namun, nyawa YC tak bisa diselamatkan lagi. Dia meninggal jam 10.00. Karena diperlakukan tak semestinya Selasa (14/2) kami adukan pihak RS F terutama drg. DA, SpBM ke Polda metro jaya. Tujuannya agar kasus serupa tak dialami orang lain.