Anda di halaman 1dari 18

1

LAPORAN KASUS
1. IdentitasPasien
Nama : Tn. S
Usia : 65 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : BTN Manggasa Permai
Berat Badan : 55 kg
Register : 344xx
Jenis Pembedahan : Pr os t a t t e c t omy
Rencana Anestesi : Anastesi regional
2. ANAMNESIS
a) Keluhan utama : Tidak bisa buang air kecil
b) Keluhan tambahan : -
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS TK II PELAMONIA tanggal 7 Mei
2014 dengankeluhan tidak bisa buang air kecil sejak tadi pagi. Sebelumnya
pasien merasa buang air kecil tidak lancar, sakit perut bagian tengah
bawah,kandung kemih terasa penuh, keluhan mulai tadi pagi.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita hal yang sama sebelumnya
Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat penyakit hipertensi disangkal
2

Riwayat operasi sebelumnya disangkal
Riwayat alergi disangkal
e) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga menderita
penyakit yang sama

I I . PEMERI KSAAN FI SI K
A. Status Generalis
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda vital
TD : 120/70mmhg
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 36,6
4. Kepala
Kepala : Mesocephal, jejas( - ), tumor ( - )
Mata : Conjungtiva -/-, Anemis -/-
Sclera : Ikterik -/-, pupil isokor, reflex cahaya +/+
Telinga : Tidak ada kelainan bentuk, sekret ( -/-)
Hidung : Tidak ada deviasi septum, sekret (-/-)
Mulut dan gigi : Tidak ada pembesaran tonsil, karies (+)
Leher : Trakea ditengah, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, JVP
tidak meningkat.
5. Thoraks
Cor : Suara jantung S1 dan S2 reguler, Gallop (-),
murmur (-), ictus cordis(-), tidak kuat angkat.
3

Pul mo : Sua r a pa r u ve s i kul e r , Ronkhi - / -
, Whe e z i ng-/- Simetris kanan dan kiri, Tidak
ada retraksi
6. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, distensi ( -)
Palpasi : massa (-), hepar dan lien tidak ada
kelainan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : peristaltic normal.
7. Ekstermitas
Superior : Edema -/- Fraktur -/-
Inferior : Edema -/- Fraktur -/-
8. Pemeriksaan turgor kulit : baik
9. Pemeriksaan akral : hangat

B. Status lokalis
Regio : Suprapubik
Inspeksi : Benjolan (+), terpasang kateter
Palpasi : Nyeri tekan (+), Massa (+)

I I I . PEMERI KSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium tanggal 7 Mei 2014
Pemeriksaan Hasil satuan Nilai normal
Hb 11,4 Gr / dl 13,0 16,0
Eritrosit 4,8 10
6
uL 4,5 5,5
Lekosit 7,9 10
3
uL 5,0 10,0
Trombosit 413 10
3
uL 150 400
SGOT 50 UI 0 25
4

SGPT 27 UI 0 29
Ureum 36,72 Mg/dl 10 50
Creatinin 1,1 Mg/dl 0,6 - 1,1
Hct 34 % 40-48
LED 25 mm/jam 0-10
MC V 82,9 fl 80-97
MCH 27,9 pgr 26-32
MC H C 33,8 % 31-36
P T 12,6 detik 11-14
APTT 28,9 detik 30-40
Ureum darah 23,1 mg/dl 10-50
Creatinin darah 0,83 mg/dl 0,7-1,2
SGOT 8 <37
SGPT 24 <41
GDS 112 <200

B. USG Abdomen : Gambaran Benign Prostat Hypertrophy
C. Foto thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
D. EKG : Dalam batas normal

I V. DI AGNOSA KLI NI S
Benign Prostat Hypertrophy

V. KESI MPULAN
Status fisik ASA II



5

VI. LAPORAN ANESTESI
Pre-operatif
Informed Consent/persetujuan tindakan anestesi dan operasi, memberi tahu
pasien tentang prosedur yang akan dilakukan dan kemungkinan resiko yang
akan terjadi.
Dilakukan visite preop dan dilakukan pemeriksaan vital sign : TD 120/70
mmHg, N80x/menit, RR 20x/menit, S 36,6 C.
Pasien diberi tahu untuk puasa (makan dan minum) 8 jam pada malam
sebelum pelaksanaan operasi, mulai puasa jam 24.00 wib.
Melengkapi pemeriksaan penunjang (laboratorium, EKG dll).
o Diagnosa pra bedah : Benign Prostat Hypertrophy
o Diagnose pasca bedah : Benign Prostat Hypertrophy
o J e ni s pe mbe da ha n : Pr os t a t t e c t omy

Penatalaksanaan anastesi (tanggal 7 Mei 2014)
Jenis anastesi : Regional anastesi
Premedikasi : Ondancentron 4mg
Medikasi :
BupivacainSpinal 20 mg
Midazolam
Torasic
Maintenance : O 2 sebanyak 3,0 L/mnt
Teknik anastesi : spinal anastesi
LCS ( + ) jernih
Respirasi : Spontan
Posisi : supine
6

Infuse durante operasi : Ringer Laktat II Plabot, HES I
Plabot
Laporan durante operasi :
- Mulai anastesi : 08.40 WIB
- Mulai operasi : 08.50 WIB
- Cairan yang masuk durante operasi : RL II plabot, dan HES I plabot
- Selesai operasi : 10.00 WIB
Perdarahan : 200 cc
Urin tamping : 300 ml
Pukul 8.30 : Pasien masuk ke ruang operasi,
diposisikan di atas meja operasi, diukur kembali tekanan darah, nadi, respirasi
rate, dan saturasi O2.
TD : 130/80 mmHg, HR : 85x / menit, RR : 20x / menit, spO
2
: 99%
Induksi
08.40 : Pasien duduk sedikit
membungkuk dengan posisi kepala fleksi. Dilakukan anastesi spinal,
selanjutnya dilakukan tindakan aseptic pada daerah yang akan di injeksi.
Insersi dengan menggunakan spinocain no.25 dan selanjutnya anastesi spinal
dilakukan pada sub arachnoid canalis spinalis pada lumbal 3-4. Setelah LCS
keluar dari jarum selanjutnya diinjeksi bupivacain 20 mg.
08.50 : Operasi dilakukan
Maintenance
Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah, nadi, respirasi rate, dan
saturasi O
2
dikontrol setiap 5 menit. Pasien di maintenance dengan dengan O
2
2 lpm.



7

Waktu Tekanan
Darah
(mmHg)
Nadi
(x / menit)
Respirasi
(x / menit)
SpO
2

%
Pre operasi
( pukul 08.30 )
130/80 85 22 99
Setelah
induksi
( pukul 08.40 )
130 / 80 100 26 99
5 menit
( pukul 08.45 )
130 / 76 109 26 99
10 menit
( pukul 08.50 )
118 / 70 92 24 99
15 menit
( pukul 08.55 )
117/ 72 103 26 99
20 menit
( pukul 09.00 )
117 / 73 96 24 100
25 menit
( pukul 09.05 )
115 / 75 96 26 100
30 menit
( pukul 09.10 )
115 / 76 96 26 98
35 menit
( pukul 09.15 )
117 / 73 98 26 99
40 menit
(pukul 09.20)
120/70 96 25 100
45 menit
(pukul 09.25)
120/70 92 23 99
50 menit
(pukul 09.30)
117 / 73 98 25 99
55 menit
(pukul 09.35)
120/80 98 24 99
60 menit
(pukul 09.40)
120/80 98 25 99
65 menit
(pukul 09.45)
130 / 80 100 26 100
70 menit
(pukul 09.50)
128 / 84 100 26 100
75 menit
(Pukul 09.55)
130 / 80 100 27 100
80 menit
(pukul 10.00)
130 / 80 100 26 100
Table perubahan tekanan darah, respirasi rate, dan saturasi O
2

8


VII. TERAPI CAIRAN
a. BB : 55 kg
Operasi sedang : 6 cc/kgBB/jam
Puasa selama 8 jam
Lama operasi : 1 jam 10 menit
Jumlah perdarahan : 200 cc
Pre operasi : Cairan maintenance 2 cc/kgBB/jam 2 cc x 55
= 110 cc/jam
b. Durante operasi
Puasa : 8 jam x maintenance = 8 j a m x 110 c c / j a m= 880 cc
Stress operasi :
Operasi sedang : 6 c c / k g B B / j a m : 6 cc x 55/jam: 3 3 0 c c / j a m
Pemberian cairan Jam I : puasa + maintenance + strees operasi : (.880) + 110
cc/jam + 330 cc/jam = 440 cc + 110 cc/jam + 330 ccv/jam = 8 8 0 c c
Perdarahan : 200 cc
Urin output : 300 cc
J a di t ot a l ke but u ha n c a i r a n = J a m I + p e r da r a h a n + ur i n
out put = 880 cc + 200 cc + 300 cc = 1380 cc
Jumlah cairan yang diberikan :
RL II = 2 x 500 = 1000 ml
H E S = 1 x 5 0 0 = 500 ml sehingga 1000+500 = 1500 ml
Jadi sisa kebutuhan = 1500 ml 1380 ml = 1 2 0 m l
EBV = 70 ml/kgBB x 55 kg = 3850 ml
ABL = 20% dari EBV=10020x 3850 = 770 ml




9

VIII. PEMBAHASAN
Pre-Operatif
Pasien datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak tadi pagi.
Pasien diputuskan untuk dirawat dan dipersiapkan operasi setelah hasil USG
Abdomen menunjukkan adanya Benign Prostat Hypertrophy. Sebelum dilakukan
operasi, dilakukan pre-op yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang untuk menentukan status ASA dan risiko. Diputuskan
bahwa pasien termasuk ASA II (pasien geriatri), serta ditentukan rencana jenis
anestesi yangdilakukan yaitu regional anestesi dengan teknik SubArachoid
Block.Pasien yang akan menjalani operasi prostattectomy umumnyaadalah
pasien geriatri, untuk itu penting dilakukan evaluasi ketat
terhadapfungsi kardiovaskuler, respirasi dan ginjal. Pasien-pasien ini
dilaporkanmempunyai prevalensi yang cukup tinggi untuk mengalami
gangguankardiovaskular dan respirasi, hal lain yang perlu diperhatikan
padapembedahan ini adalah darah harus selalu tersedia karena perdarahan
prostatdapat sangat sulit dikontrol, terutama pada pasien yang kelenjar prostatnya >40
gram.J e ni s a na s t e s i ya n g di pi l i h a da l a h r e gi ona l a na s t e s i c a r a
s pi na l . Anastesi regional baik spinal maupun epidural dengan blok saraf
setinggiT10 memberikan efek anastesi yang memuaskan dan kondisi
operasi yangoptimal bagi prostattectomy. Dibanding dengan general anastesi,
regionalanastesi dapat menurunkan insidens terjadinya post-operative
venoustrombosis.
Anastesi regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh sementara,
dengan hambat impuls syaraf sensorik. Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian/seluruhnya. Beratjenis LCS pada suhu 37
0
C adalah 1,003-1,008. Anestesi
lokal dengan berat jenis sama dengan LCS disebut isobaric Anestetik lokal dengan
berat jenis lebih besar dari LCS disebut hiperbarik. Anestetik lokal dengan berat jenis
10

lebih kecil dari LCS disebut hipobarik. Anestetik lokal yang sering digunakan adalah
jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anestetik lokal dengan dekstrosa.
Obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi
syarat-syarat yaitu blockade sensorik dan motorik yang adekuat, mulai kerja yang
cepat, tidak neurotoksik dan pemulihan blockade motorik yang cepat pascaoperasi
sehingga mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan resiko toksisitas sistemik yang
rendah.
Obat anestetik yang sering digunakan adalah lidokain 5% dalam dekstrosa 7,5%
bersifat hiperbarik dengan berat jenis 1,003, dosisnya 20-50 mg (1-2m1). Selain
lidokain juga sering digunakan, bupivakain adalah anestesi lokal golongan amino
amida yang telah lama dan banyak digunakan untuk anestesi regional. Konsentrasi
bupivakain 0,5%, hiperbarik adalah obat anestesi lokal yang banyak digunakan untuk
anestesi spinal. Bupivakain dapat menyebabkan toksisitas sistemik karena kecelakaan
penyuntikan intravena anestetika lokal atau absorbsi sistemik dari rongga epidural
pada teknik anestesi epidural. Manifestasi yang pertama kali muncul adalah toksisitas
terhadap sistem saraf pusat seperti kejang tonik klonik. Sedangkan kejadian
kardiotoksisitas membutuhkan konsentrasi yang lebih tinggi didalam plasma, yaitu 4-
7 kali dosis yang dapat menyebabkan kejang tonik klonik.
Berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan memperpanjang
durasi anestesi spinal. Salah satunya dengan menambahkan obat-obat adjuvan pada
anestesi lokal. Adjuvant intratekal seperti opioid, ketamin, klonidin dan neostigmin
sering ditambahkan untuk memperpanjang durasi dari anestesi spinal. Penambahan
opioid memperpanjang lama kerja anestesi spinal tanpa menunda pulih kembali, dan
klonidin meningkatkan kualitasanalgesia dan mengurangi kebutuhan obat analgesik
postoperasi. Walaupun demikian, penggunaannya masih terbatas karena dijumpainya
berbagai efek samping, yang terpenting diantaranya yaitu pruritu, retensio urin,
depresi pernapasan, gangguan hemodinamik, nistagmus, nausea dan vomitus.


11

1. Klasifikasi Regional Anestesi
Infiltrasi lokal : Injeksi obat anestesi lokal langsung ke tempat lesi
Neroaxial Block : Spinal dan Epidural
Field Block : Membentuk dinding analegesi di sekitar lapangan operasi
Surface Analgesia : Obat dioleskan atau disemprotkan (EMLA, Chlor ethyl)
Intravenous Regional Anesthesia : Injeksi obat anestesi lokal intravena ke
ekstremitas atas / bawah lalu dilakukan isolasi bagian tersebut dengan
torniquet (BIER BLOCK).

2. Anestesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) adalah anestesi
regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal.Tempat penusukan : L2-3 atau L3-4

3. Ketinggian dermatom anestesi regional sesuai pembedahan
Tungakai bawah : thorax 12
Pelvis : thorax 10
Uterus-vagina : thorax 10
Prostat : thorax 10
Hernia : thorax 4
Intarabdomen: thorax 4
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya dermatom
Tempat penyuntikan
12

Volume obat anestesi
Kecepatan injeksi
Barbotase (penarikan jarum spinal)
5. Indikasi anestesi spinal
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Bedah obstetric-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah

6. Kontra indikasi anestesi spinal
Alergi terhadap obat anestesi
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
Tekanan intrakranial meningkat
Infeksi sistemik
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
13

Nyeri punggung kronik
7. Efek Neuroaxial Block
a. Komplikasi kardiovaskular
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi terjadi
karena vasodilatasi, akibat blok simpatis yang menyebabkan terjadi penurunan
tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin berat hipotensi. Cardiac
output akan berkurang akibat dari penurunan venous return. Hipotensi yang
signifikan harus diobati dengan pemberian cairan intravena yang sesuai dan
penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin atau fenilefedrin.
Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid (NaC1,
Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15m1/kgbb dalam 10 menit segera setelah
penyuntikan anestesi spinal. Bila dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi
hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg
diulang setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok
simpatis, dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4 mg IV.

b. Komplikasi respirasi
Hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dapat terjadi respiratory arrest. Bisa
juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga mengganggu gerakan diafragma dan
otot perut yang dibutuhkan untuk inspirasi dan ekspirasi.

c. Komplikasi gastrointestinal
d. PDPH (Post Dural Pungcture Headache)
e. Transient Radicular iritation (transient neurologic symptom)
f. Sindrom cauda equina
g. Retentio urine / Disfungsi kandung kemih
h. Meningitis
14

B. Durante operatif
Prosedur pembedahan ini adalah membuka perlekatan prostatdengan
vesika urinaria kemudiam mereseksi kelenjar prostat yangmembesar, selalu
memerlukan cairan irigasi kontinyu dalam jumlah besar.Penggunaan
sejumlah besar cairan irigasi membawa beberapa komplikasi antaralain
TURP syndrom, hipotermi, dan koagulopati.
Te kni k a na s t e s i ya n g di gun a ka n a da l a h s pi na l a na s t e s i
de nga n alasan operasi yang dilakukan pada bagian tubuh inferior ,
sehingga cukupmemblok bagian tubuh inferior saja.Obat anastesi yang
diberikan pada pasien ini adalah bucain spinal20 mg (berisi bupivakain
Hcl 20 mg), bucain spinal dipilih karena durasi kerja yang lama. Bupivakain
Hcl merupakan anastesi lokal golongan amida.Bupivakain Hcl mencegah
konduksi rangsang saraf dengan menghambat aliran ion, meningkatkan
ambang eksitasi elekton, memperlambatperambatan rangsang saraf dan
menurunkan kenaikan potensial aksi. Durasianalgetik pada T 10- T 12 selama 2-3
jam, dan bukain spinal menghasilkanrelaksasi muskular yang cukup pada
ekstremitas bawah selama 2- 2, 5 jam.Selain itu bucain juga dapat
ditoleransi dengan baik pada semua jaringanyang terkena.
Pada saat operasi berlangsung pasien tampak sangat gelisahsehingga diberikan
midazolam untuk menghilangkan kecemasan pasienagar pasien bisa tenang.
Midazolam merupakan obat derivate benzodiazepine yang larut dalam air, cepat
dimetabolisme, mempunyai batas keselamatan yang lebar. Midazolam dapat dipakai
secara luas untuk premedikasi, induksi, maupun perawatan intensive serta prosedur
diagnostic dan terapeutik. Midazolam mempunya sifat anxiolitik, sedative, anti
konvulsi, dan anterograde amnesia. Sifat sedative hipnotik obat ini sangat kuat
sehingga dapat dipakai sebagai obat premedikasi, induksi anastesi maupun pemberian
anastesi. Midazolam tidak mempunyai sifat analgetik sehingga membutuhkan
suplemen selama pembedahan.
15

Sebagai analgetik digunakan torasic berisi 30mg/ml ketorolac tromethamine
sebanyak 1 ampul disuntikkan iv. Ketorolac merupakannonsteroid anti inflamasi
(AINS) yang bekerja menghambat sintesisprostaglandin sehingga dapat
menghilangkan rasa nyeri/analgetik. Torasic 30 mg mempunyai efek
analgetik yang setara dengan 50mg petidin atau 12 mg morphin tetapi
memiliki durasi kerja yang lebih lamas e r t a l e bi h a ma n da r i pa da
a na l ge t i k opi oi d ka r e na t i da k a d a e v i de nc e depresi nafas pada clinicaal
trial pemberian ketorolac dosis pakai ketorolacuntuk pasien geriatri (> 65 tahun)
adalah titik lebih dari 60 mg/hari dipakai 30mg karena ternyata bahwa 30 mg
merupakan dosis yang tepat dan memberikanterapeutik index yang lebih baik.

C. Post Operatif
Perawatan pasien post operasi dilakukan di RR, setelah
dipastikanpasien pulih dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran, serta
vital signstabil pasien dipindahkan ke bangsal, dengan anjuran untuk bed rest 24
jam,tidur terlentang dengan 1 bantal, minum banyak air putih serta tetap diawasivital
sign selama 24 jam post operasi.
Aldrete Score
Penilaian
Nilai Warna
Merah muda, 2
Pucat, 1
Sianosis, 0

Pernafasan
Dapat bernafas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoe atau obstruksi, 0
16

Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20 % dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50 % dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespon, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan, 1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan keruangan

BAB IX KESIMPULAN
1. Pada pasien ini dipilih regional anestesi dengan teknik
spinal karenamemberikan efek anestesi yang lebih baik dan memberikan
kondisi yaang lebihoptimal bagi prostattektomy.
2. Obat obatan yang digunakan dalam operasi ini merupakan obat yang
dianggap rasional dengan efek yang paling optimal yang bisa diberikan
padapasien geriatri mengingat penurunan fungsi organ yang terjadi
kelompok pasienini. Premedikasi ondansentron 4 mg untuk
menimbulkan kenyamanan pasien.Medikasi : Bupivakain spinal
20 mg (sebagai obat anestesi spinal), midazolam sebagai penenang,
dan torasic 30 mg sebagaianalgetik.
3. Penurunan fungsi organ yang terjadi pada pasien-pasien geriatri antara lain
Kardiovaskular : Penurunan elastisitas pembuluh darah
arteri penurunan cardiac reserve.
17

Sistem pernafasan : Penurunan elastisitas jaringan baru.
Ginjal : Penurunan renal blood flow dan massa ginjal.
Penurunan kemampuan ginjal untuk mengsekresi obat -obatan
Sistem pencernaan : Penurunan hepatic blood flow. Penurunan
kecepatan produksi albumin & plasmakolinesterase.
System syaraf : Penurunan sintesis neurotransmitter
Muskuloskeletal : Atrofi kulit Gangguan sendi lebih mudah terjadi
akibatpositioning pada operasi.




















18

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
Anestesiologi. FKUI, Jakarta. 1989.
2. Michael B. Dubson. Penuntut Praktis Anestesi. EGC, Jakarta. 1994.
3. Boulton, Thomas B. Anestesiologi. EGC, Jakarta. 1994.
4. Departemen Kesehatan RI Dirjen POM. Linformatorium Obat
Nasional Indonesia 2000. Sagung Seto, Jakarta. 2001.
5. Ar i f Ma ns oe r , dk k. Ka pi t a Se l e kt a Ke dokt e r a n. J i l i d 2.
e di s i Ke t i ga Me di a Aesculapius FKUI, Jakarta. 2000.
6. Buku ajar Ilmu Bedah / Editor, R Sjamsuhidajat, wim de jong. Edisi 2, Jakarta
:EGC. 2004.7. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi. Sagung seto, Jakarta.
2007

Anda mungkin juga menyukai