Gambaran Elektrokardiogram Jantung Normal dan Berkelainan
Ashri Nafilah, 1206278706
Elektrokardiogram (EKG) adalah pengukuran arus listrik di jantung. Kontraksi atrium dan ventrikel berasal dari potensial aksi yang terjadi secara simultan di semua sel otot atrium dan semua sel otot ventrikel. Elektroda-elektroda yang berada di lokasi-lokasi tertentu di tubuh dapat mendeteksi arus potensial aksi ini. Arus tersebut kemudian dapat diperlihatkan secara grafis dan diinterpretasikan. Terdapat tiga arus yang dihasilkan elektrokardiogram normal. Gelombang P berkaitan dengan depolarisasi atrium. Kompleks QRS (permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang S) sesuai dengan depolarisasi ventrikel. Gelombang T berhubungan dengan repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium terjadi selama kompleks QRS dan tidak dapat dikenali. Gelombang U merupakan temuan yang tidak konsisten yang menunjukkan repolarisasi lambat pada otot papilar yang terlibat pada penutupan dan pembukaan katup AV. Irama sinus normal adalah irama yang diharapkan dari jantung yang dipacu oleh nodus SA dan disalurkan melalui sistem hantaran yang utuh dan normal. Terdapat beberapa pola elektrokardiogram normal. Pertama, pola tiga gelombang yang berulang sesuai masing-masing denyutan. Pada pencatatan biasanya diperlihatkan skala waktu, sehingga kita dapat menentukan kecepatan denyut jantung dengan menghitung lama salah satu gelombang .berlangsung. Gelombang P atau kompleks QRS dapat digunakan untuk perhitungan tersebut. Kedua, kompleks QRS selalu mengikuti gelombang P pada pola denyutan normal, karena atrium mengalami potensial aksi dan berkontaksi lebih dahulu. Potensial aksi atrium inilah yang kemudian menyebar ke ventrikel. Waktu antara akhir gelombang P dan awal kompleks QRS mencerminkan waktu hambatan potensial aksi di nodus AV. Ketiga, ukuran depolarisasi atrium, yang diukur sesuai tinggi gelombang P, lebih kecil dari depolarisasi ventrikel yang diukur sesuai dengan tinggi kompleks QRS. Hal ini mencerminkan massa otot ventrikel yang jauh lebih besar daripada massa atrium. Depolarisasi ventrikel merupakan lonjakan cepat, seperti yang diperlihatkan dengan sempitnya kmpleks QRS, yang mengindikasikan bahwa hantaran di seluruh ventrikel berlangsung cepat, dan keseluruhan ventrikel berkontraksi sebagai satu unit. Melebarnya penyebaran kompleks QRS secara horizontal disebabkan memanjangnya hantaran impuls listrik melalui ventrikel, yang menginsyaratkan hipertofi ventrikel. Kompleks QRS yang aneh dapat mengindikasikan adanya kematian sel jantung. EKG Rangkaian bagian jantung yang mengalami depolarisasi dan posisi jantung terhadap elektroda menjadi pertimbangan dalam penafsiran konfigurasi gelombang di setiap sadapan. Depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel, dan repolarisasi ventrikel bergerak menjauhi elektroda eksplorasi sehingga gelombang P. Kompleks QRS, dan gelombangT tampak sebagai defleksi negatif (ke arah bawah); aVL dan aVF menghadap ke ventrikel. Tidak ada gelombang Q pada V 1 dan V 2 , sera bagian wal kompleks QRS merupakan defleksi kecil ke atas karena depolarisasi ventrikel mula-mula bergerak melintasi bagian tengah spetum dari kiri ke kanan menuju elektroda eksplorasi. Gelombang eksitasi bergerak menuruni septum dan ke ventikel kiri menjauhi elektroda yang menghasilkan gelombang S besar. Akhirnya, gelombang ini bergerak kembali sepanjang dinding ventrikel menuju elektroda sehingga kembali ke garis isoelektik. Sebaliknya, sadapan ventrikel kiri (V 4 -V 6 ) mungkin terdapat awal gelombang Q kecil (depolarisasi septum dari kiri ke kanan), dan terdapat gelombang R besar (depolarisasi septum dan ventrikel kiri) yang diikuti dengan gelombang S sedang pada V 4 dan V 5 (depolarisasi lambat dinding ventrikel bergerak kembali menuju AV junction). Terdapat variasi yang bermakna pada posisi jantung normal, dan posisi mempengaruhi konfigurasi kompleks elektrokardiografi di berbagai sadapan. GAMBARAN EKG PADA PENYAKIT JANTUNG DAN SISTEMIK LAIN a. Kelainan Kecepatan Kecepatan denyut jantung dapat ditentukaan dari jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di kerats berskala yang digunakan untuk merekam EKG. b. Kelainan Irama Kelainan Irama Irama mengacu kepada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan urutan eksitasi jantung disebut aritmia. Aritmia dapat terjadi akibat adanya fokus ektopik, perubahan aktivitas pemacu nodus SA, atau gangguan hantaran. Kecepatan denyut jantung juga sering ikut terganggu. Ekstrasistol atau denyut prematur yang berasal dari suatu fokus ektopik adalah deviasi dari irama normal yang sering terjadi. Kelainan irama lainnya yang mudah terdeteksi dengan EKG adalah flutter atrium, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel, dan blokjantung. Flutter atrium ditandai oleh urutan depolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan kecepatan antara 200 sampai 300 denyutan per menit. Ventrikel jarang dapat mengimbangi kecepatan atrium ini. Karena periode refrakter jaringan penghantarnya lebih lama daripada otot atrium, nodus AV tidak mampu berespons terhadap setiap impuls yang datang kepadanya dari atrium. Mungkin hanya satu dari setiap dua atau tiga impuls atrium berhasil melalui nodus AV ke ventrikel. Keadaan seperti ini disebut sebagai irama 2:1 atau 3:1. Kenyataan bahwa tidak setiap impuls atrium mencapai ventrikel pada flutter atrium adalah hal penting, karena hal tersebut mencegah peningkatan kecepatan denyut ventrikel melebihi 200 kali per menit. Kecepatan setinggi itu tidak akan memberikan waktu cukup untuk pengisian ventrikel. Pada keadaan seperti ini, curah jantung akan berkurang sampai ke tingkat yang dapat menyebabkan kesadaran lenyap atau bahkan kematian karena berkurangnya aliran darah ke otak. c. Fibrilasi Atrium Fibrilasi atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak terkoordinasi tanpa gelombang P yang jelas. Akibatnya, kontraksi atrium menjadi kacau dan tidak sinkron. Karena impuls mencapai nodus AV secara tidak teratur, irama ventrikel juga menjadi kacau. Kompleks QRS berbentuk normal, tetapi muncul se cara sporadis. Waktu di antara dua denyutan ventrikel bervariasi, sehingga pengisian ventrikel juga bervariasi. Beberapa denyutan ventrikel terletak sangat berdekatan, sehingga ventrikel hanya terisi sedikit. Karena terisi sedikit, kontraksi ventrikel menjadi lemah. Pada kenyataannya, sebagian kontraksi ventrikel terlalu lemah untuk dapat menyemprotkan cukup darah yang dapat menimbulkan denyut nadi. Dalam keadaan ini, jika kecepatan denyut jantung diukur secara langsung, baik melalui denyutan apeks atau melalui EKG, dan kecepatan nadi di pergelangan tangan juga diukur secara bersamaan, kecepatan denyut jantung akan melebihi kecepatan denyut nadi. Perbedaan kecepatan denyutjantung dan denyut nadi tersebut dikenal sebagai pulsus defisit (pulse deficit). Dalam keadaan normal, kecepatan denyut jantung sama dengan kecepatan denyut nadi, karena setiap kontraksi jantung menimbulkan gelombang denyut ketika jantung menyempmtkan darah ke dalam arteri.
d. Fibrilasi Ventrikel Fibrilasi ventrikel adalah telainan irama yang sangat serius dengan otot-otot vena- iEel memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak tertoordinasi. Timbul banyak impuls yang berjalan secara acak ke segala arah di seluruh ventrikel. Rekaman EKG pada fibrilasi ventrikel sangat ireguler tanpa pola atau irama yang jelas. Ventrikel tidak efektif sebagai pompa apabila kontraksinya sangat tidak terorganisasi. Apabila sirkulasi tidak dipulihkan dalam waktu empat menit melalui kompresi jantung eksternal atau defibrilasi listrik, terjadi kerusakan otak ireversibel dan mungkin kematian. e. Blok Jantung Jenis lain aritmia, blok jantung, terjadi karena defek di system hantaran jantung. Atrium masih berdenyut teratur, tetapi ventrikel kadang-kadang gagal terangsang dan karenanya tidak berkontraksi setelah atrium berkontraksi. Impuls antara atrium dan ventrikel dapat terhambat dalam derajat yang bervariasi. Pada setiap blok jantung, hanya setiap impuls atrium kedua atau ketiga yang diteruskan ke ventrikel. Hal ini dikenal sebagai blok 2:1atau 3;1, dapat dibedakan dari irama 2:1 atau 3:1 yang berkaitan dengan flutter atrium oleh kecepatan yang ditujukkan. Pada blok jantung, kecepatan atrium normal tetapi kecepatan ventrikel jauh dibawah normal atau diatas normal. Blok jantung total ditandai oleh disosiasi total aktivitas atrium dan ventrikel, dengan impuls dari atrium tidak dihantarkan ke ventrikel sama sekali. Nodus SA terus mengatur deplorisasi atrium, tetapi ventrikel menghasilkan sendiri impuls mereka dengan kecepatan yang jauh lebih rendah daripada kecepatan atrium. Pada EKG, gelombang P memperlihatkan irama normal. QRS dan gelombang T juga muncul teratur tetapi jauh lebih lambat daripada gelombang P dan sama sekali indipenden dari irama gelombang P. karena aktivitas atrium dan ventrikel tidak sinkron maka gelombang untuk repolarisasi atrium mungkin muncul, tidak lagi ditutupi oleh kompleks QRS. f. Infark Miokard kelainan gelombang EKG juga penting dalam menganalisa dan menilai miopati jantung (kerusakan otot jantung). iskemia miokardium adalah kurang memadainya penyaluran darah beroksigen ke jantung. Kelainan bentuk gelombang QRS muncul ketika sebagaian otot jantung mengalami nekrotik. g. Efek perubahan Komposisi Ion dalam Darah Rekaman Normal (K + plasma 4,5-5 meq/L). Interval PR=0,16 detik, interval QRS=0,06 detik, interval QT=0,4 detik (normal untuk perkiraan frekuensi denyut jantung sebesar 60) Hiperkalemia (K + plasma 7,0 meq/L). Interval PR dan QRS dalam batas normal. Gelombang T sangat tinggi dan ramping Hiperkalemia (K + plasma 8,5 meq/L) Tidak tampak adanya aktivitas atrium, kompleks QRS melebar dan tidak mulus, interval QRS melebar menjadi 0,2 detik. Gelombang T tinggi dan ramping. Hipokalemia (K + plasma 3,5 meq/L) Interval PR=0,2 detik, interval QRS 0.06 detik, depresi segmen ST. Ada gelombang U mencolok setelah gelombang T. Hipokalemia (K + plasma 2,5 meq/L) Interval PR=0,32 detik, depresi segmen ST , gelombang T terbalik, ada gelombang U yang mencolok setelah gelombang T.