FARMAKOTERAPI Infeksi Virus, Bakteri, Jamur Bronkitis dan Pneumonia
Oleh: Adrienne Roma A., S.Farm 148115002 Anak Agung Sagung Intan, S.Farm 148115006 Archie Tobias, S.Farm 148115010 Cornelia Melinda, S.Farm 148115013 Djanuar Davidzon Pah, S.Farm 148115018 Fransisca Devi Permata, S.Farm 148115022 Giovanna Martina A., S.Farm 148115026 Juana Merianti Simanjuntak, S.Farm 148115030 Kresensiana Yosriani, S.Farm 148115033
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014
2
A. Infeksi Virus Ukuran virus sangat kecil, sekitar 30 - 400 nm 5 . Struktur virus terdiri dari nucleic acid genome yang dikelilingi oleh suatu capsid. Virus dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan asam nukleatnya, yaitu: a) RNA-virus menyebabkan penyakit Human Immunodificiency Virus (HIV), virus influenza, rotavirus (diare) dan virus rubella. b) DNA-virus menyebabkan Herpes, variola (cacar), Hepatitis-B Virus (HBV), Epstein-Barr Virus (EBV), Human Papiloma Virus (HPV) (Tjay, 2007). Penularan virus diawali dari pelekatan virus pada dinding sel host yang sudah dihidrolisis oleh enzim virus. Kemudian DNA/RNA memasuki sel sehat sebagai parasit dan bereplikasi membentuk virion-virion menggunakan material dari sel host, yang kemudian menyebabkan kematian sel host. Virus yang baru terbentuk keluar dari sel menuju ke darah dan menyerang sel sehat yang lainnya (Sudiana, 2008). B. Infeksi Bakteri Manusia memiliki bakteri yang merupakan flora normal yang hidup pada permukaan eksternal (kulit, usus, paru-paru) selain itu, bakteri juga terdapat di udara, air, tanah, dan makanan. Bakteri tidak menimbulkan suatu penyakit bila kekebalan tubuh kuat, tetapi bila kekebalan tubuh melemah suatu bakteri dapat menginfeksi tubuh. Mekanisme bakteri menginfeksi tubuh inang adalah sebagai berikut : a) Adhesi, yaitu Infeksi oleh bakteri diawali dengan menempelnya bakteri pada permukaan epitel inang. b) Penetrasi dan penyebaran, beberapa bakteri patogen dapat menembus perlindungan kulit masuk ke dalam aliran darah atau ke sistem sistemik yang lain (menyebar). c) Bakteri bertahan dari sistem imun inang, bakteri patogen dapat bertahan dari sistem tubuh inang (antibodi, komplemen). d) Pengrusakan jaringan oleh bakteri, bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan beberapa cara, yaitu : a) Eksotoksin Bakteri dapat memproduksi protein (eksotoksin) yang dapat mengubah, secara enzimatik, atau menghancurkan struktur sel. Bersifat akut dan dapat menimbulkan kematian. b) Endotoksin Senyawa beracun pada selubung bakteri dapat menyebabkan peradangan dengan memicu sekresi sitokin (Fox, 2010). C. Infeksi Jamur Infeksi jamur dibagi menurut tempat infeksi dan jenis patogenisitasnya, yaitu: 1. Dangkal (superfisial), yaitu tetap berada di permukaan tubuh. Infeksi jamur superfisial terbatas pada bagian luar tubuh seperti kulit, rambut, kuku dan selaput lender. Merupakan jenis infeksi yang paling sering dijumpai dan umumnya tidak berat. Penyebabnya ialah golongan dermatofit, seperti spesies Microsporum, Trichophyton Epidermophyton dan Candida. Spesies Candida, khususnya Candida albicans, merupakan jamur yang sangat patogen pada manusia. (Djajadiman, 2002). 2. Dalam (subkutis), yaitu menyerang jaringan atau organ yang lebih dalam. Infeksi jamur subkutis terdapat di bawah kulit. Biasanya jamur menembus kulit melalui tempat luka atau trauma dan menyebabkan infeksi lokal yang kemudian menyebar ke jaringan di sekitarnya dan bahkan dapat menembus tulang. Contoh infeksi ialah chromoblastomycosis dan madura foot (mycetoma). Sporothrix schenckii, suatu jenis jamur yang biasanya terdapat pada tanaman, dapat menyebabkan abses subkutis dan ulkus bila masuk ke dalam kulit akibat tusukan duri atau kerikil (Djajadiman, 2002). 3. Infeksi Jamur sistemik, Infeksi jamur sistemik dimulai dari infeksi lokal atau dari koloni jamur dalam saluran cerna atau selaput lender lain yang kemudian menyebar ke berbagai alat tubuh lain. Infeksi dapat juga dimulai dari paru karena jamur yang terhisap. Jamur yang menimbulkan infeksi sistemik dibagi dalam 2 kelompok patogen, yaitu jamur patogen oportunistik dan jamur patogen sejati (Djajadiman, 2002). 3
a. Jamur oportunistik (pada keadaan immuno-compromised), yaitu Jamur patogen oportunistik terdiri dari organisme yang kurang virulen dan beradaptasi baik, contohnya ialah spesies Candida dan Aspergillus. Apabila organisme ini masuk ke tubuh hospes dengan kondisi yang sangat lemah atau immunocompromised, maka infeksi yang terjadi biasanya berat dan tidak jarang mengancam jiwa. Tetapi spesies Candida biasanya juga menimbulkan infeksi yang tidak berat. Jamur patogen sejati hanya merupakan bagian kecil saja dari organisme yang dapat menimbulkan infeksi pada pejamu (hospes) tanpa adanya predisposisi tertentu, contoh Cryptococcus immitis dan Histoplasma capsulatum. Organisme ini biasanya dapat menyesuaikan diri untuk hidup dalam tubuh hospes (Djajadiman, 2002). b. Patogen sejati, dapat menimbulkan penyakit pada orang sehat.
D. Bronkitis Bronkitis merupakan suatu kondisi inflamasi saluran pernapasan bronkial dan saluran bronkiolus yang disebabkan oleh bakteri dan virus sehingga menyebabkan sekresi lendir yang berlebihan dan pembengkakan jaringan yang mengakibatkan mengecilnya diameter saluran bronkial sehingga semakin sulit untuk bernapas (Dufton, 2012). Proses inflamasi tersebut tidak mencapai alveoli. Bronkitis umumnya diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Penatalaksanaan Terapi Bronkitis, yaitu 1. Bronkitis Akut a) Terapi Non-Farmakologi/ Suportif Mengontrol suhu tubuh bila terjadi demam dengan dikompres Istirahat yang cukup Minum air yang cukup guna mencegah dehidrasi dan mengurangi viskositas mukus Penggunaan vaporizer untuk melonggarkan saluran pernapasan (DiPiro, 2008). b) Terapi Farmakologi Tujuan Terapi Memberikan kenyamanan pada proses pernapasan pasien dan untuk beberapa kasus yang parah, terapi bertujuan untuk mengatasi dehidrasi yang terkait gangguan pernapasan (DiPiro, 2008). Pilihan Terapi a. Aspirin atau asetaminofen (650 mg untuk orang dewasa atau 10 15 mg/kg per dosis untuk anak-anak dengan dosis harian maksimum sebesar 4 g untuk orang dewasa dan 60 mg/kg untuk anak-anak) atau ibuprofen (200 800 mg untuk orang dewasa atau 10 mg/kg per dosis untuk anak-anak dengan dosis harian maksimum 3,2 g untuk orang dewasa dan 40 mg/kg untuk anak-anak) diadministrasikan setiap 4 6 jam. b. Pada anak-anak, aspirin harus dihindari dan asetaminofen digunakan sebagai agen yang lebih dipilih karena adanya kemungkinan hubungan antara penggunaan aspirin dan terjadinya Reye syndrome. c. Batuk ringan, menetap, yang dapat sangat menganggu, dapat diobati dengan mukolitik, contohnya N-asetilsistein (NAC). d. Penggunaan rutin antibiotik pada pengobatan bronkitis akut tidak dianjurkan, akan tetapi pasien yang mengalami demam secara terus menurus atau gejala-gejala gangguan pernafasan lebih dari 4-6 hari, kemungkinan adanya infeksi bakteri berulang harus di selidiki. e. Bila mungkin, terapi antibiotik diberikan langsung untuk mengantisipasi bakteri pathogen pada saluran pernafasan (contohnya : Streptococcus pneumoniae, 4
Haemophilus influenza) dan atau pada orang-orang yang menunjukkan suatu pertumbuhan kultur bakteri yang dominan di tenggorokan. f. Jika diduga terdapat bakteri M. Pneumonia melalui riwayat pengobatan atau dikonfirmasi melalui kultur atau serology, maka dapat diobati dengan azithromycin. Juga, fluoroquinolon dengan aktivitas terhadap bakteri pathogen ini (levofloksasin) dapat digunakan pada orang dewasa. 2. Bronkitis Kronis a) Terapi Non-Farmakologi/ Suportif Berupaya mengurangi paparan iritan (asap rokok,dan polusi tempat kerja) Berhenti merokok Rehabilitasi paru-paru dengan berolahraga dan latihan pernapasan. Istirahat yang cukup Pengaturan parsial O 2 (DiPiro, 2008). b) Terapi Farmakologi Tujuan Terapi Mengurangi keparahan dari gejala yang ditimbulkan, dan mengobati eksaserbasi akut yang terjadi serta terbebas dari infeksi untuk jangka waktu yang lama. Pilihan Terapi a. Untuk pasien yang secara konsisten mengalami gangguan aliran udara pada saluran pernapasan, perlu diberikan bronkodilator 2-agonis (albuterol aerosol). Dilakukan juga tes fungsi paru-paru sebelum dan sesudah diberikan, untuk mengetahui manfaat dari terapi tersebut. b. Antibiotik yang dipilih harus efektif terhadap bakteri patogen yang menginfeksi, menunjukkan resiko interaksi obat yang minim, dan dapat diadmnistrasikan dalam cara tertentu yang dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam meminum obat. Berikut ini merupakan klasifikasi untuk bronchitis kronis dan pilihan terapi awalnya :
Keterangan : 1. Terapi yang dianjurkan; 2. Pilihan terapi alternatif (DiPiro, 2008)
5
Antibiotik yang umum digunakan pada pasien dewasa masing-masing dengan dosisnya yakni tercantum pada tabel dibawah :
E. PNEUMONIA Pneumonia merupakan peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi. Agen penginfeksi yang dapat menyebabkan pneumonia adalah bakteri, virus, dan jamur. Selain itu, pneumonia dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tidak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau penggunaan alkohol. Pneumonia umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukkan penyebab kematian pada orang tua dan orang yang mengalami penyakit kronik. Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi batuk, nyeri dada, demam, dan sesak nafas. Pneumonia biasanya didiagnosa berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik. Tes penting untuk meyakinkan hasil tes yang lain seperti tes sputum ialah dengan foto thorax (rontgen). Foto thorax dapat menampakkan daerah opak (terlihat putih) yang menggambarkan paru yang keras dan penuh dengan cairan (konsolidasi). Terdapat 2 jenis pneumonia berdasarkan lokasi dimana pasien terinfeksi dan menimbulkan penyakit, yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP) dan Hospital Acquired Pneumonia (HAP). CAP adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit. CAP merupakan tipe pneumonia yang sering terjadi dan disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumonia. HAP atau disebut juga pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang disebabkan selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedurnya. Pasien rawat inap mungkin mempunyai banyak faktor resiko untuk pneumonia, termasuk ventilasi mekanis, malnutrisi berkepanjangan, penyakit dasar jantung dan paru-paru, penurunan jumlah asam lambung dan gangguan imun. Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan bagian dari HAP. VAP adalah pneumonia yang timbul setelah minimal 48 jam sesudah intubasi dan ventilasi mekanis. Tipe lain dari pneumonia adalah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Bronchiolitis Obliterans Organizing Pneumonia (BOOP), Penumonia Eosinofilik, Chemical Pneumonia, Aspiration Pneumonia. Penatalaksanaan Terapi pneumonia, yaitu :
6
a) Terapi non farmakologis/ terapi suportif Pemberian oksigen yang dilembabkan (humidified oxygen) untuk pasien yang mengalami hipoksemia. Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral Nutrisi yang optimal Mengontrol bila terjadi demam, bisa dengan kompres atau diberi obat penurun panas Pemberian bronkodilator (albuterol) bila terjadi bronkospasme Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat penyembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Vaksin polivalen polisakarida tersedia untuk melawan dua bakteri penyebab pneumonia yaitu Pneumococcus dan H. Influenza tipe B (DiPiro, 2008).
b) Terapi farmakologis Tujuan Terapi Eradikasi penyebab (bakteri) dengan menggunakan pilihan antibiotik yang sesuai, meminimalisir angka morbiditas dengan penyakit lain (kambuhan atau tidak) serta mengurangi penggunaan obat yang memicu toksisitas (ginjal, paru-paru, hepar, dll). Kebanyakan kasus pneumonia yang disebabkan oleh virus bersifat self-limiting. Meskipun demikian, terapi antiviral (amantadine atau rimantadine) untuk pneumonia yang disebabkan virus Influenza terbukti mampu mempercepat penyembuhan. Pilihan Terapi Terapi untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri diawali dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara empiris yang efektif melawan bakteri patogen hingga hasil uji kultur dan spesimen diperoleh. Terapi selanjutnya dapat dipersempit untuk mengkover patogen spesifik berdasarkan hasil kultur (DiPiro, 2008).
Tabel I. Terapi Antibiotik yang Efektif untuk Pneumonia pada Pasien Dewasa
Tabel II. Terapi Antibiotik yang Efektif untuk Pneumonia pada Pasien Pediatri 7
UMUR PATOGEN PENYEBAB TERAPI 1 bulan Streptococcus gol.B, H.influenzae, E.coli, S.aureus, Listeria, CMV (cytomegalovirus), RSV (Respiratory Syncytial Virus), adenovirus
Ampicillin-sulbactam, sefalosporin generasi 3 h , carbapenem e
Ribavirin (untuk RSV) 1-3 Bulan Chlamydia, Ureaplasma, CMV, Pneumocystis carinii (sindrom pneumonia afebril), RSV Pneumococcus, S. aureus Macrolide/azalide b , trimethoprim- sulfamethoxazole, Ribavirin, Penisilin semisintetis i atau sefalosporin generasi 2 j 3 bulan - 6 thn Pneumococcus, H.influenzae, RSV, adenovirus, parainfluenza Amoksisilin atau sefalosporin generasi 2 j , ampicillin-sulbactam, amoksisilin-klavulanat, ribavirin (utk RSV) > 6 tahun Pneumococcus, M. pneumonia, adenovirus Macrolide/azalide b , sefalosporin generasi 2 j , amoksisilin-klavulanat Keterangan Tabel I dan Tabel II: b Macrolide/azalide: erythromycin, clarithromycin, azithromycin c Tetracycline: tetracycline HCl, doxycycline d Cephalosporin: cefuroxime, ceftriaxone, cefotaxime e Carbapenem: imipenem-cilastatin, meropenem f Fluoroquinolone: ciprofloxacin, gatifloxacin, atau levofloxacin g Extended-spectrum cephalosporin: ceftazidime, cefepime h Sefalosporin generasi 3: ceftriaxone, cefotaxime, cefepime. Sefalosporin tidak efektif melawan Listeria i Penisilin semisintetis: nafcillin, oxacillin j Sefalosporin generasi 2: cefuroxime, cefprozil Tabel III. Dosis Antibiotik untuk Penatalaksanaan Pneumonia Gol. Antibiotik Antibiotik Dosis Antibiotik Harian Pediatri (mg/kgBB/hari) Dewasa (dosis total/hari) Macrolide Clarithromycin 15 0,5 1 g Erythromycin 30 - 50 1 2 g Azalide Azithromycin 10 mg/kgBB x 1 hari, dilanjutkan 5 mg/kgBB/hari selama 4 hari 500 mg x 1 hari, dilanjutkan 250 mg/hari selama 4 hari Tetracycline Tetracycline HCl 25 - 50 1 2 g Oxytetracycline 15 - 25 0,25 0,3 g Penicillin Ampicillin 100 - 200 2 6 g Amoxicillin/ amoxicillin- clavulanate 40 - 90 0,75 1 g Piperacillin-tazobactam 200 - 300 12 g Ampicillin-sulbactam 100 - 200 4 8 g Sefalosporin spektrum luas Ceftriaxone 50 - 75 1 2 g Ceftazidime 150 2 6 g 8
Cefepime 100 - 150 2 4 g Fluoroquinolone Gatifloxacin 10 20 0,4 g Levofloxacin 10 15 0,5 0,75 g Ciprofloxacin 20 30 0,5 1,5 g Aminoglikosida Gentamicin 7,5 3 6 mg/kgBB Tobramycin 7,5 3 6 mg/kgBB Keterangan Tabel III: Dosis dapat ditingkatkan untuk penyakit yang lebih parah dan perlu pengaturan dosis untuk pasien dengan disfungsi organ. Tetracycline jarang digunakan pada pasien pediatric (< 8 tahun) karena dapat menyebabkan perubahan warna yang permanen pada gigi. Dosis amoxicillin / amoxicillin-clavulanate yang lebih tinggi (90 mg/kgBB/hari) digunakan untuk bakteri S.pneumoniae yang resisten terhadap Penicillin. Penggunaan fluoroquinolone pada pasien pediatri dihindari karena berpotensi menimbulkan kerusakan pada kartilago (tulang rawan). Dosis yang ditampilkan di atas diekstrapolasi dari dosis dewasa dan perlu penelitian lebih lanjut.
HOSPI TAL ACQUI RED PNEUMONI A (HAP) ATAU PNEUMONIA NOSOKOMIAL Untuk terapi HAP : Untuk kasus onset yang lebih awal ( < 5 hari) maka pilihan terapinya yaitu : - Sefalosporin generasi ketiga (cefotaxime atau ceftriaxone) - Fluoroquinolone - Ampicillin-sulbactam - Ertapenem
Onset yang lebih lambat ( > 5 hari) maka pilihan terapinya yaitu: - Ceftazidime atau cefepime ditambah aminoglikosida atau fluoroquinolone - Imipenem, meropenem atau doripenem ditambah aminoglikosida atau fluoroquinolone - Piperacillin-tazobactam ditambah aminoglikosida atau fluoroquinolone (American College of Clinical Pharmacy, 2013).
9
COMMUNI TY ACQUIRED PNEUMONI A (CAP) Durasi terapi CAP minimal 5 hari Clinical Setting Therapy Clinical Setting Therapy
Keterangan: a Macrolide: erythromycin, azithromycin, atau clarithromycin b Recent antibiotic therapy: dalam 3 bulan terakhir menggunakan antibiotik untuk segala jenis infeksi c A respiratory fluoroquinolone: moxifloxacin, gatifloxacin, levofloxacin, atau gemifloxacin (oral) d An advanced macrolide: azithromycin, atau clarithromycin e A -lactam: amoxicillin dosis tinggi, amoxicillin-clavulanate dosis tinggi, cefpodoxime, cefprozil, atau cefuroxime f A -lactam: cefotaxime, ceftriaxone, ampicillin-sulbactam, atau ertapenem h An antipseudomonal agent: piperacillin, piperacillin-tazobactam, imipenem, meropenem, atau cefepime
Evaluasi outcome terapi : a. Untuk pasien dengan infeksi bakteri pada saluran nafas atas dan bawah perlu diperhatikan terkait masih muncul atau tidaknya gejala. b. Untuk pasien dengan CAP, perlu diperhatikan waktu berhenti batuk, penurunan produksi sputum, demam, lemah, muntah dan letargi. c. Untuk pasien HAP, dilakukan pemeriksaan kultur bakteri dan evaluasi saturasi oksigen. d. Observasi dilakukan dalam dua hari pertama, lalu dilanjutkan 5 hingga 7 hari selanjutnya namun tidak lebih dari 10 hari (DiPiro, 2008).
10
DAFTAR PUSTAKA
American College of Clinical Pharmacy, 2013, Pharmacotherapy Review Program for Advanced Clinical Pharmacy Practice, ACCP, Surabaya, pp. 140-143.
Denis Hadjiliadis, 2013, U.S. National Library of Medicine, NIH, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000145.htm, diakses tanggal 6 September 2014.
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. and Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 7th Edition, Mc Graw Hill, Washington D.C., pp 535-544, 1599-1605, 1762-1767.
Dufton, J., 2012, The Pathophysiology and Pharmaceutical Treatment of Chronic Bronchitis, Pharmaceutical Education Consultants, Inc., pp 1-15. Djajadiman, Gatot. 2002, Infeksi Jamur Sistemik pada Pasien Immuno-compromised, Sari Pediatri Vol. 3 No. 4, hal 244-248. Fox, A., 2010, General Aspects of Bacterial Phatoghenesis, University of South Carolina School of Medicine, USA. Fransisca S. K., 2000, Pneumonia, Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma, Surabaya.
Sudiana, I. K., 2008, Patobiologi Molekuler Kanker, Salemba Medika, Jakarta, pp. 41-42. Tjay, T. H. dan Rahardja, K., 2007, Obat-obat Penting, edisi 6, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, pp 110-111.