Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Oleh: Alfiani Rosyida Arisanti 209.121.0013
KEPANITERAAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI SURAKARTA 2014 ii KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga Makalah Diskusi Kasus Laboratorium Ilmu Farmasi yang berjudul Faringitis ini dapat terselesaikan sesuai harapan. Tujuan penyusunan diskusi kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan penyakit khususnya dalam aspek farmakoterapinya misalnya pada penyakit Faringitis. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pembimbing kami atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada kami selama proses pembuatan makalah diskusi kasus ini. Penyusun menyadari bahwa makalah diskusi kasus ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan makalah ini. Atas saran dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih. Semoga makalah diskusi kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.
Surakarta, September 2014 Penyusun
Alfiani Rosyida Arisanti
iii DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i Kata Pengantar ................................................................................................... ii Daftar Isi ............................................................................................................. iii Bab I : Pendahuluan Latar Belakang ........................................................................................ 1 Rumusan Masalah ................................................................................... 2 Tujuan ...................................................................................................... 2 Manfaat .................................................................................................... 2 Bab II : Tinjauan Pustaka Anatomi Faring ....................................................................................... 3 Fisiologi Faring ....................................................................................... 5 Faringitis Definisi .................................................................................................. 7 Etiologi .................................................................................................. 7 Epidemiologi .......................................................................................... 8 Patofisiologi ............................................................................................ 8 Klasifikasi ............................................................................................... 9 Gambaran Klinis ..................................................................................... 11 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 12 Penatalaksanaan ..................................................................................... 12 Prognosa ................................................................................................. 14 Komplikasi .............................................................................................. 14 Bab III : Ilustrasi Kasus Identitas Pasien ....................................................................................... 15 Anamnesa ............................................................................................... 15 Pemeriksaan Fisik ................................................................................... 17 Resume ................................................................................................... 21 Diagnosis ................................................................................................ 21 Tujuan Penatalaksanaan ....................................................................... 21 Penatalaksanaan ..................................................................................... 21 Resep ...................................................................................................... 22 Prognosis ................................................................................................ 22 Bab IV : Pembahasan Obat Kerangka Berpikir Penggunaan Obat .................................................... 23 Pembahasan Obat ................................................................................... 24 Bab V : Penutup Kesimpulan ............................................................................................ 25 Daftar Pustaka ..................................................................................................... 26
1 MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Traktus respiratorius atas memanjang dari trakea. Region ini merupakan pintu gerbang ke paru dan batasnya disekitar mulut yang mengandung berbagai mikroorganisme komensal dan apparatus pulmoner yang steril. Infeksi pada region ini adalam umum, namun biasanya sembuh sendiri. Faring atau tenggorokan adalah salah satu bagian saluran pencernaan. Faring merupakan suatu tempat diantara rongga mulut dan esofagus. Bagian bawah faring berfungsi sebagai saluran udara dan makanan. Faring memegang peranan penting dalam proses menelan makanan. Berbagai jenis gangguan bisa saja terjadi pada tenggorokan/faring. Gangguan yang terjadi pada tenggorokan pada umumnya berupa peradangan tenggorokan (faringitis). Faringitis adalah inflamasi pada faring yang menyebabkan sakit tenggorok (Medical ensiklopedi). Faringitis akut merupakan salah satu penyakit tersering pada anak-anak yang berkunjung ke dokter umum. Di Amerika, per tahun lebih dari 10 juta pasien yang terdiagnosa sebagai faringitis akut. Faringitis lebih sering terjadi pada anak-anak. Insidensi puncak faringitis adlah pada usia sekolah antara umur 4-7 tahun. Kasus faringitis termasuk dalam kasus dengan area kompetensi 4A, dimana dokter umum atau dokter pada tingkat layanan primer pada saat lulus dokter harus mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan (misalnya laboratorium sederhana atau X-Ray) serta dapat memutuskan dan memberikan terapi secara mandiri dan tuntas . Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mengangkat kasus ini sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan pasien dengan Faringitis.
2 1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Bagaimana karakteristik, penegakan diagnosa, serta pertimbangan penatalaksanaan pasien dengan Faringitis? 1.2.2. Bagaimana pengertian, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, patogenesis, tata laksana, komplikasi, dan prognosis Faringitis?
1.3. Tujuan 1.3.1. Mengetahui dan memahami karakteristik, penegakan diagnosa, serta pertimbangan penatalaksanaan pasien dengan Faringitis. 1.3.2. Mengetahui dan memahami pengertian, etiologi, epidemiologi, manifestasi klinis, patogenesis, tata laksana, komplikasi, dan prognosis Faringitis.
1.4. Manfaat Makalah diskusi kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum tentang Faringitis serta penatalaksanaan dan dasar pemilihan terapinya baik secara umum maupun individual, sehingga dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan dalam memberikan penatalaksanaan secara rasional pada pasien dengan Faringitis.
3 MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI FARING Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. 1,7 Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M. konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus. 1,2,7 Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring). Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain : - batas atas : Basis Kranii - batas bawah : Palatum mole - batas depan : Rongga hidung - batas belakang : Vertebra servikal Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral 4 faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius. 1,2,7 Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : - batas atas : palatum mole
- batas bawah : tepi atas epiglottis
- batas depan : rongga mulut
- batas belakang : vertebra servikalis
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. 1,7
Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : - batas atas : epiglottis - batas bawah : kartilago krikodea - batas depan : laring - batas belakang : vertebra servikalis
Gambar 2.1: Otot Faring dan Esofagus serta Bagian-bagian Faring 5
Gambar 2.2: Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing
II. FISIOLOGI FARING Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan artikulasi. 1,2 II.1. Fungsi Menelan Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. 1,2
6
Gambar 2.3: Proses Menelan II.2. Fungsi Faring dalam Proses Bicara Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan. Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak. Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara. 1,2
7 III. FARINGITIS III.1. Definisi 1,2,9
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan atau faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid.
III.2. Etiologi 1-3,9
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan kurang gizi, konsumsi alkohol berlebihan. Selain itu, faringitis juga dapat terjadi karena menghirup bahan-bahan kimia yang secara langsung menyebabkan iritasi pada tenggorokan. Radang tenggorokan/faringitis banyak dialami oleh orang yang tinggal atau bekerja di tempat yang berdebu, atau lingkungan yang sangat kering, penggunaan suara yang 8 berlebihan, makanan yang dapat mengiritasi tenggorokan misal mengonsumsi alkohol, atau batuk yang menetap, atau alergi.
III.3. Epidemiologi Faringitis memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke tenaga kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 infeksi saluran nafas atas (termasuk faringitis) tiap tahunnya. Di USA, faringitis terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak daripada pada dewasa. Sekitar 15 30 % faringitis terjadi pada anak usia sekolah, terutama usia 4 7 tahun, dan sekitar 10% nya diderita oleh dewasa. Faringitis jarang terjadi pada anak usia <3 tahun. Faringitis mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata serta mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi sama. 1,2,5
III.4. Patofisiologi Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak. 1-5
Periode inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam. 8 Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal. Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan 9 sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi. 6,7
III.5. Klasifikasi III.5.1. Faringitis Akut a. Faringitis Viral Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 1 Gambar 2.4: Viral Pharyngitis Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai banyak produksi eksudat pada faring. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 1
b. Faringitis Bakterial Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. 10 Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan. 1 Gambar 2.4: Streptococcal Pharyngitis Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam - Anterior Cervical lymphadenopathy - Tonsillar exudates - absence of cough Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A. 5 c. Faringitis Fungal Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1
2.7.2. Faringitis Kronik Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 1
a. Faringitis Kronik Hiperplastik Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang berdahak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 1
11 b. Faringitis Kronik Atrofi Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 1
III.5. Gambaran Klinik Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala seperti demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring hiperemis, tonsil membesar, tepi palatum molle hiperemis, kelenjar limfe submandibula teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit. 1,2 Pentingnya membedakan antara faringitis bakterial dan virus adalah untuk penentuan terapi, pencegahan komplikasi, resistensi dan efek samping obat. Faringitis Virus Faringitis Bakteri Demam ringan atau tanpa demam, konjungtivitis, pilek, batuk, diare Demam ringan - sedang (bisa sampai > 38,5 C), sakit kepala, onset mendadak (<12 jam) Biasanya tidak ditemukan nanah di tenggorokan Sering ditemukan nanah di tenggorokan & petekie di palatum Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar Pembengkakan ringan sampai sedang pada kelenjar getah bening Jumlah sel darah putih normal atau agak meningkat Jumlah sel darah putih meningkat ringan sampai sedang Tes apus tenggorokan memberikan hasil negatif Tes apus tenggorokan memberikan hasil positif untuk strep throat Biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri Bakteri tumbuh pada biakan di laboratorium
III.6. Diagnosis Penegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan fisik temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. 12 III.7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakkan diagnose antara lain: - Pemeriksaan darah lengkap. - GABHS rapid antigen detection test (bila curiga faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A): indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau dokter tidak nyaman memberi terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan dan dilakukan follow-up. Tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lain. - Throat culture (kultur tenggorok): Swab daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria standar penegakan diagnosis infeksi GABHS (sensitifitas 90-99%). Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
III.8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan umum pasien faringitis adalah istirahat cukup, pemberian nutrisi dan cairan yang cukup dan pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar untuk mengurangi nyeri tenggorok. Apabila penyebabnya diduga infeksi virus, pasien cukup diberikan analgetik dan tablet isap saja. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1
Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan faringitis streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen detection test dan/atau kultur positif dari usap tenggorok. Tujuannya adalah untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa. Golongan Penisilin: - penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10 hari atau - Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3x/hari selama 10 hari (anak), 3x500 mg selama 6-10 hari (dewasa). 13 Bila alergi penisilin dapat diberikan - Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau - Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4 kali perhari selama 10 hari. - Makrolide baru misal azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari Tidak dianjurkan: antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II karena resiko resistensi lebih besar Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu dievaluasi : - Kepatuhan yang kurang - Adanya infeksi ulang - Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar - Adanya kuman beta laktamase. Penanganan faringitis streptokokus persisten : - Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau - Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10 hari atau - Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000 IU (BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg) dosis tunggal. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16 mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. Pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik. 1
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1
14 III.9. Prognosis Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu, namun sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis. 3
III.10. Komplikasi - Komplikasi umum faringitis terutama pada faringitis karena bakteri yaitu: sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. - Kekambuhan biasanya terjadi pada pasien dengan pengobatan tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru. - Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, toxic shock syndrome, dan peritonsiler abses. - Komplikasi infeksi mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring. 7
15 MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI
BAB III ILUSTRASI KASUS
I. ANAMNESA Identitas Pasien Nama : An. A Umur : 10 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Nama orang tua : Tn. A Pekerjaan orang tua : Petani Alamat : Kepanjen, Malang No. RM : 225543 Tgl. Pemeriksaan : 2 September 2014
Keluhan Utama : Nyeri tenggorokan
Riwayat Penyakit Sekarang Penderita datang dengan orang tua dengan keluhan tenggorokan nyeri sejak 3 hari terakhir. Tenggorokan pasien juga terasa gatal dan kering sehingga pasien susah menelan makanannya. Pasien juga mengeluhkan badan terasa demam dan lemas sejak 3 hari terakhir. Pasien juga mengeluh nyeri kepala. Tidak mengeluh batuk, pilek, hidung tersumbat, dan tidak terasa lendir mengalir di tenggorokan.
Riwayat Penyakit Dahulu R. Penyakit yang sama : disangkal R. Sesak nafas : disangkal R. Alergi : disangkal R. Mondok : disangkal 16 Riwayat Penyakit Keluarga R. Sakit jantung : disangkal R. Penyakit Paru : disangkal R. Asma : disangkal R. DM, Hipertensi : disangkal
Riwayat Status Gizi Penderita biasa makan tiga kali sehari dengan nasi, lauk pauk, tahu, tempe, lebih sering makan daging ayam, sayur dan buah, tetapi sejak merasakan nyeri tenggorokan nafsu makan pasien menurun. Penderita minum air putih kurang lebih 6-7 gelas perhari.
Riwayat Sosial Ekonomi Pasien adalah pelajar dan sering bermain dengan teman-temannya.
Anamnesa Sistemik Keluhan utama : tenggorokan terasa nyeri Kepala : nyeri kepala (+) Mata : pandangan kabur (-), mata kuning (-), pandangan dobel (-), berkunang-kunang (-) Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-) Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), berdenging (-) Mulut : mulut terasa kering (+), bibir biru (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-pecah (-) Tenggorokan : sakit telan (+), serak (-), gatal (+) Respirasi : sesak (-) waktu serangan, batuk (-), dahak () berwarna putih, batuk darah (-), mengi (-), stridor (-) Cardiovaskuler : nyeri dada (-), pingsan (-), keringat dingin (-), berdebar-debar (-), lemas (-) saat serangan Gastrointestinal : mual (-) saat serangan, muntah (-), perut terasa panas (-), kembung (-), sebah (-), mbeseseg (-), nafsu makan turun (+), 17 perut membesar (-), muntah darah (-), BAB warna hitam (-), BAB darah lendir (-), BAB sulit (-), ambeien (-) Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna merah (-), nyeri saat BAK (-), sering kencing (-), kencing sedikit (-) Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), kesemutan (-) Extremitas : atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-) bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-), luka (-/-), terasa dingin (-/-) Kulit : kering (-), gatal (-), luka (-), pucat (-), kuning (-), kebiruan (-)
B. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : compos mentis, sakit sedang, gizi kesan cukup Tanda vital : Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 85 x / menit, reguler, isi cukup, elastisitas cukup. Respirasi : 28 x / menit Suhu : 38,8 0 C (per axiller) Berat badan : 30 kg Tinggi badan : 110 cm Status Generalis Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-), spider nevi (-), turgor baik (+) Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam dan tidak mudah dicabut Mata : cekung (-/-), conjungtica pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-) Leher : simetris, trachea di tengah , JVP tidak meningkat (R+2), KGB servikal membesar (+), tiroid membesar (-), nyeri tekan (-) 18 Thorax : normochest, simetris, retraksi supraternal (-), spider nevi (-), pernapasan tipe thoraco-abdominal Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat, Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula sinistra. Perkusi : Batas jantung Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternalis dextra Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra Batas kiri bawah : SIC V lateral linea midclavicula sinistra Kesan : Batas jantung normal Auskultasi : HR : 80 kali/menit, reguler BJ I tunggal, BJ II tunggal, intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-), ekstrasistole (-) Paru : Depan : Inspeksi : simetris statis dan dinamis Palpasi : fremitus raba kanan = kiri Perkusi : sonor / sonor Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-) RBK(-/-), Wheezing (-/-) Belakang:Inspeksi : simetris statis dan dinamis Palpasi : fremitus raba kanan = kiri Perkusi : sonor / sonor Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ST (-/-) Abdomen : Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada Auskultasi : peristaltik usus (+) normal Perkusi : timpani, acites (-), pekak alih (-) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba Extremitas : Atas : pitting edem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-) Bawah : pitting oedem (-/-), akral dingin (-/-), luka (-/-) 19 Stasus THT A. Telinga Daun Telinga Kanan Kiri Bentuk : Normal Normal Radang : ( - ) ( - ) Nyeri Tekan : ( - ) ( - ) Tumor : ( - ) ( - ) Liang Telinga Kanan Kiri Mukosa : Tenang Tenang Serumen : ( - ) ( - ) Radang : ( - ) ( - ) Tumor : ( - ) ( - ) Belakang Telinga Kanan Kiri Nyeri Tekan : ( - ) ( - ) Radang : ( - ) ( - ) Fistel pre/post aurik. : ( - ) ( - ) Membran Timpani : Kanan Kiri Intak/perforasi : Intake Intake Warna : Putih perak Putih perak Reflek cahaya : ( + ) ( + ) Bulging/retraksi : ( - ) ( - ) Tes Pendengaran Tes gesek jari/ bisik : Tidak dilakukan Tes Rinne : Tidak dilakukan Tes Weber : Tidak dilakukan Tes Schwabach : Tidak dilakukan B. Hidung Pemeriksaan Luar Kanan Kiri Bentuk : Normal Normal Radang : ( - ) ( - ) Nyeri Tekan : ( - ) ( - ) 20 Tumor : ( - ) ( - ) Rhinoskopi anterior Kanan Kiri Mukosa : Tenang Tenang Sekret : ( - ) ( - ) Edema : ( - ) ( - ) Septum : ( - ) ( - ) Massa : ( - ) ( - ) Pemeriksaan Sinus Paranasal Sinus maksilaris : Tidak dilakukan Sinus etmoidalis : Tidak dilakukan Sinus frontalis : Tidak dilakukan Transluminasi : Tidak dilakukan Konka Nasalis, Meatus Inferior dan Media mukosa : Tidak dilakukan Sekret : Tidak dilakukan edema : Tidak dilakukan Pemeriksaan Rhinoskopi Posterior Adenoid : Tidak dilakukan Koana : Tidak dilakukan Fosa Rosenmuler : Tidak dilakukan Torus Tubarius : Tidak dilakukan Dasar sinus Sphenoid : Tidak dilakukan C. Cavum Oris dan Orofaring Mukosa mulut : Tenang Uvula : Tidak ada deviasi Gigi geligi : Normal Lidah : Normal Halitosis : ( - ) Palatum : Hiperemi Tonsil Ukuran : T1/T1 (besarnya 1/4 jarak arcus anterior & uvula) Hiperemis : ( + ) 21 Kripta : ( - ) Detritus : ( - ) Faring Mukosa : Hiperemi Granula : ( - ) Post nasal drip : ( - ) Laring : tidak diperiksa
C. RESUME Penderita datang dengan orang tua dengan keluhan tenggorokan nyeri sejak 3 hari terakhir. Tenggorokan pasien juga terasa gatal dan kering sehingga pasien susah menelan makanannya. Pasien juga mengeluhkan badan terasa demam dan lemas sejak 3 hari terakhir. Pasien juga mengeluh nyeri kepala. Sejak merasakan nyeri tenggorokan nafsu makan pasien menurun. Pemeriksaan fisik ditemukan suhu axilla 38,8 0 C, KGB servikal membesar, palatum hiperemi, tonsil hipertrofi (T1/T1), hiperemis, mukosa faring hiperemi.
D. DIAGNOSIS Faringitis Akut
E. TUJUAN PENATALAKSANAAN Untuk menghilangkan penyebab utama Untuk menghilangkan gejala simptomatis yang dirasa mengganggu
F. PENATALAKSANAAN KIE - Istirahat yang cukup - Asupan nutrisi dan cairan yang cukup - Anjuran berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik - Hindari makanan dan minuman yang mudah mengiritasi tenggorokan. - Mengkonsumsi obat secara teratur dan sesuai anjuran dokter - Jika obat habis atau keluhan tidak membaik segera kontrol ke dokter 22 FARMAKOTERAPI - Antibiotik : Amokisisilin 250 mg ( dosis dewasa) 3 kali/hari selama 10 hari - Analgesik Antipiretik : Paracetamol 250 mg ( dosis dewasa) diminum bila perlu 1-6 kali / hari - Multivitamin : Multivitaplex 3x sehari 1 tablet
G. RESEP R/ Amoksisilin cap Paracetamol tab aa mg 250 Multivitaplex tab 1 m.f.l.a Pulv dtd No.XV 3 dd Pulv I Pro : An. A (10 Tahun)
H. PROGNOSIS Quo ad Vitam : Dubia ad bonam Quo ad Functionam : Dubia ad bonam Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam 23 MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI
BAB IV PEMBAHASAN OBAT
A. KERANGKA BERPIKIR PENGGUNAAN OBAT
Infiltrasi ke jaringan epitel faring Reaksi Inflamasi IL 1 B IL 6 IFN TNF IFN
Endogen pirogen Prostaglandin Hipothalamus Demam Nyeri Rubor Kalor Tumor Functio lesa Paracetamol Amoxicillin Penularan secara droplet Agen infeksi terutama bakteri Multiplikasi & sekresi toksin Pengikisan epitel faring Reaksi jaringan limfoid superfisial, infiltrasi leukosit PMN Mediator inflamasi release Nafsu makan turun Multivitamin Faktor predisposisi: Imunitas rendah Multivitamin 24 B. PEMBAHASAN OBAT Amoksisilin Paracetamol Komposisi & sediaan: Amoksisilin trihidrat setara dengan amoksisilin anhidrat 250mg/kapsul, 125mg/ 5 ml sirup kering, 500mg/kaplet Dosis: Dewasa dan anak-anak dengan BB > 20kg 250-500mg tiap 8 jam. Anak-anak dengan BB < 20kg: 20-40mg/kgBB sehari dengan dosis bagi tiap 8 jam. Untuk penderita dengan gangguan ginjal perlu dilakukan pengurangan dosis. Anak- anak dengan BB <8kg sebaiknya diberikan sediaan sirup kering. Dosis sebaiknya setelah makan. Indikasi : infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas atas (H.influenza, streptococcus); bronkitis; pneumonia; otitis media; abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya; osteomielitis; penyakit lyme; profilaksis endokarditis; profilaksis paska splenektomi; infeksi ginekologis; gonorrhea; eradikasi Helicobacter pylori; antrax Kontra indikasi : hipersensitif terhadap penisilin Mekanisme kerja: Amoxicilin merupakan antibiotik golongan penicillin subgolongan amoxicilin. Merupakan antibiotik broad spectrum yang sensitif terhadap bakteri gram negatif maupun gram positif. Mekanisme kerja amoksisilin sebagai bakterisida, yaitu lewat penghambatan sintesis peptidoglikan yang merupakan komponen utama pembentuk dinding/ membran bakteri. Perhatian: Riwayat alergi; gangguan ginjal; bercak kemerahan pada demam kelenjar (glandular fever); infeksi cytomegalovirus; leukimis limfositik kronik, dan kemungkinan infeksi HIV; pertahankan hidrasi yang cukup pada dosis tinggi (risiko kristaluria); kehamilan dan menyusui Kehamilan dan meyusui : Tidak diketahui berbahaya pada kehamilan; pada air susu jumlah sangat sedikit (trace amount) Efek samping : Sejumlah efek samping yang pernah ditemukan: Infeksi jamur pada kelamin (2%); Diare (1,7%); Mual (1,3%); Sakit kepala (1%); Muntah (0,7%); Nyeri perut (0,3); Efek samping lainnya namun sangat jarang ditemukan antara lain reaksi alergi (anafilaksis), anemia, gangguan fungsi hati, kemerahan pada kulit, dan gangguan ginjal. Komposisi & sediaan: Paracetamol 120mg/5ml sirup, tablet 100mg,500mg Dosis: < 1 tahun : -1 sdt atau 60-120 mg tiap 4-6 jam 1-5 tahun : 1-2 sdt atau 120-250 mg tiap 4-6 jam 6-12 tahun : 2-4 sdt atau 250-500 mg tiap 4-6 jam > 12 tahun : -1 g tiap 4 jam, maksimum 4 g/hari Indikasi: Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot, menurunkan demam dan setelah vaksinasi. Kontra Indikasi: Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi glokose-6-fosfat dehidroganase. Tidak boleh digunakan penderita dengan gangguan fungsi hati. Metabolisme: Metabolisme di hepar Waktu paruh 1-3 jam Mekanisme Kerja: Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik/analgesik. Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral, bekerja menghambat pembentukan prostaglandin yang merupakan inisial peningkatan temperature set body . Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga sehingga tindak digunakan sebagai antirematik. Perhatian: Hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan jangka lama pada anemia. Efek samping: Methemoglobinemia, hemolisis eritrosit, hepatotoksik (dosis tinggi mengekibatkan kerusakan fungsi hati) Multivitamin (Multivitaplex) Komposisi & sediaan: vit-A, vit-B1, vit-B2, vit-B6, vit-C, vit-D, nikotinamid, vit-B12, Ca-pantotenat. Sediaan elixir, tablet, drops. Dosis: Pencegahan, dewasa & anak >12 tahun, 3x/hari 1 tab. atau 5ml/hari elixir; pengobatan, 3x/hari 5 ml elixir. Indikasi: Kekurangan multivitamin dan gejalanya Mekanisme Kerja: Tubuh manusia membutuhkan zat-zat penting untuk fungsi tubuh yang sehat dan optimal, alah satunya yaitu vitamin. Vitamin merupakan zat yang dibutuhkan tubuh untuk peran metabolisme dan daya tahan tubuh. Terdapat 13 vitamin utama dan dikategorikan dalam 2 kelompok (larut lemak ( A, D, E, K) dan larut air (B dan C). Kekurangan vitamin menyebabkan beberapa gangguan, dan tubuh mudah terserang penyakit. 25 MAKALAH DISKUSI KASUS LABORATORIUM ILMU FARMASI
BAB V KESIMPULAN
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan. Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala- gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu. 26 DAFTAR PUSTAKA
1. Hilger PA. Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT ed.6. Jakarta: EGC.1997. 2. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Dalam: Supardi, E.A., Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed ke-6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indinesia. 2007. 3. Kazzi,A., Antoine, Wills,J. Pharyngitis. http://www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006. diakses pada 27 September 2013 4. Alan,L.,Bisno. Acute Pharyngitis. http://www.nejm.org.vol 344;3;205-210 5. Vincent, T., Mirian, Celestin, N.,Hussain,N.,Aneela. Pharyngitis. http://www.a.f.p.org.2004;69:1469-70www.emedicine.com/med/topic735 htm.2006. diakses pada 27 September 2013. 6. Keith, L., Agur, A.M. Essential Clinical Anatomy 2 nd Edition. New york : Lippincott Williams and Wilkins : 2007. 7. Hall I, Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear. 13 th edition, Oxford, 1987: 143-53. 8. Pracy R. Buku Pelajaran Ringkas Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Gramedia, Jakarta, 1989: 145-9. 9. Cody DT, Eugen K, Pearson B. Text Books Otolaryngology. Cetakan V, EGC, Jakarta, 1991; 279-98.