Anda di halaman 1dari 4

PEMANFAATAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA

MENGURANGI PEMANASAN GLOBAL


February 18, 2008 Filed under Global Warming Tagged Global Warming, lingkungan

Istilah sampah pasti sudah tidak asing lagi ditelinga. Jika mendengar istilah sampah,
pasti yang terlintas dalam benak adalah setumpuk limbah yang menimbulkan aroma bau
busuk yang sangat menyengat. Sampah diartikan sebagai material sisa yang tidak diinginkan
setelah berakhirnya suatu proses. Sampah adalah zat kimia, energi atau makhluk hidup yang
tidak mempunyai nilai guna dan cenderung merusak. Sampah merupakan konsep buatan
manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang
tak bergerak (wikipedia).
Sampah dapat berada pada setiap fase materi yitu fase padat, cair, atau gas. Ketika
dilepaskan dalam dua fase yaitu cair dan gas, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai
emisi. Emisi biasa dikaitkan dengan polusi. Bila sampah masuk ke dalam lingkungan (ke air,
ke udara dan ke tanah) maka kualitas lingkungan akan menurun. Peristiwa masuknya sampah
ke lingkungan inilah yang dikenal sebagai peristiwa pencemaran lingkungan (Pasymi).
Berdasarkan sumbernya sampah terbagi menjadi sampah alam, sampah manusia,
sampah konsumsi, sampah nuklir, sampah industri, dan sampah pertambangan. Sedangkan
berdasarkan sifatnya sampah dibagi menjadi dua yaitu 1) sampah organik atau sampah yang
dapat diurai (degradable) contohnya daun-daunan, sayuran, sampah dapur dll, 2) sampah
anorganik atau sampah yang tidak terurai (undegradable) contohnya plastik, botol, kaleng dll.
Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari aktivitas industri,
misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan
menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan
jumlah konsumsi. Laju pengurangan sampah lebih kecil dari pada laju produksinya. Hal ini
lah yang menyebabkan sampah semakin menumpuk di setiap penjuru kota.
Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai
permasalahan baik langsung maupun tidak langsung bagi penduduk kota apalagi daerah di
sekitar tempat penumumpukan. Dampak langsung dari penanganan sampah yang kurang
bijaksana diantaranya adalah berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta
gangguan pernafasan, sedangkan dampak tidak langsungnya diantaranya adalah bahaya banjir
yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah
yang dibuang ke sungai.
Selain penumpukan di tempat pembuangan sementra (TPS), sampah pun akan semakin
meningkat jumlah nya di tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan semakin bertumpuknya
sampah di TPA-TPA, akan lebih berpeluang menimbulkan bencana seperti yang terjadi di
salah satu TPA yang ada di Bandung beberapa tahun lalu. Bencana longsong yang terjadi di
TPA tersebut terjadi karena adanya akumulasi panas dalam tumpukan sampah yang pada
akhirnya menimbulkan ledakan yang sangat hebat. Karena ledakan inilah maka sampah-
sampah tersebut longsor dan menimbun puluhan rumah serta pemiliknya. Tak kurang dari
100 orang meninggal karena peristiwa ini. Dari kejadian tersebut kita harus berfikir keras
bagaimana agar bencana serupa tidak trjadi di TPA-TPA yang lainnya.
Selain dampak yang telah disebutkan tadi, secara tidak langsung sampah yang menumpuk
akan berpengaruh pada perubahan iklim akibat adanya kenaikan temperatur bumi atau yang
lebih dikenal dengan istilah pemanasan global. Seperti yang telah kita ketahui bahwa
pemanasan global terjadi akibat adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti uap air,
karbondioksida (CO
2
), metana (CH
4
), dan dinitrooksida (N
2
O). Dari tumpukan sampah ini
akan dihasilkan ber ton-ton gas karbondioksida (CO
2
) dan metana (CH
4
). Gas metana (CH
4
)
dapat dirubah menjadi sumber energi yang akhirnya bisa bermanfaat bagi manusia.
Sedangkan untuk gas karbondioksida (CO
2
), sampai saat ini belum ada pemanfaatan yang
signifikan.
Akan tetapi proses perubahan gas metana (CH
4
) menjadi energi tetap saja menghadapi
kendala diantaranya adalah kurangnya prospek dari segi ekonomi, yang akhirnya membuat
perkembangannya masih tetap jalan ditempat dan entah kapan akan maju. Akibatnya gas
metana (CH
4
) yang dihasilkan dari tumpukan sampah hanya dapat dibiarkan saja mengapung
keudara tanpa bisa dimanfaatkan.
Gas karbondioksida (CO
2
) yang dihasilkan di TPA-TPA pun tidak hanya berasal dari
penumpukan sampah-sampah saja. Tetapi berasala juga dari pembakaran-pembakaran
sampah plastik yang di lakukan oleh pemulung. Para pemulung ini membakar sampah plastik
untuk lebih memudahkan dalam memilih sampah-sampah yang tidak bisa dibakar seperti
besi. Padahal dengan pembakaran ini akan sangat merugikan terutama bagi kesehatan
masyarakat disekitar tempat pembakaran. Besarnya gas karbondioksida (CO
2
) yang
dihasilkan dari pembakaran tentu saja akan semakin meningkatkan temperatur di permukaan
bumi ini. selain itu abu dari sisa pembakaran sampah akan menimbulkan gangguan
pernafasan pada masyarakat sekitar.
Menurut Sumaiku selain menghasilkan gas karbondioksida (CO
2
) dalam jumlah besar,
pembakaran sampah akan menghasilkan senyawa yang disebut dioksin. Dioksin adalah istilah
yang umum dipakai untuk salah satu keluarga bahan kimia beracun yang mempunyai struktur
kimia yang mirip serta mekanisma peracunan yang sama. Keluarga bahan kimia beracun ini
termasuk (a) Tujuh Polychlorinated Dibenzo Dioxins (PCDD); (b) Duabelas Polychlorinated
Dibenzo Furans (PCDF); dan (c) Duabelas Polychlorinated Biphenyls (PCB). Racun udara
dioksin akan berbahaya pada gangguan fungsi daya tahan tubuh, kanker, perubahan hormon,
dan pertumbuhan yang abnormal. Dengan demikian pengurangan sampah dengan
pembakaran lebih baik dihindari
Ada beberapa cara pengurangan sampah yang lebih baik dari pembakaran yaitu
seperti yang diterangkan dalam web wahli. Ada empat prinsip yang dapat digunakan dalam
menangani maslah sampah ini. Ke empat prinsip tersebut lebih dikenal dengan nama 4R yang
meliputi:
1. Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin lakukan minimalisasi barang atau material
yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak
sampah yang dihasilkan.
2. Reuse (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai
kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal
ini dapat memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah.
3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna
lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah
banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah
menjadi barang lain.
4. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang
yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah
agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, misalnya, ganti
kantong keresek kita dengan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan
styrofoam karena kedua bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami.
Sedangkan menurut Syahputra pola yang dapat dipakai dalam penanggulangan
sampah meliputi Reduce, Reuse, dan Recycle, dan Composting (3RC) yang merupakan dasar
dari penanganan sampah secara terpadu. Reduce (mengurangi sampah) atau disebut juga
precycling merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah.
Reuse (menggunakan kembali) berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan
cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai. Apa saja barang yang masih
bisa digunakan, seperti kertas-kertas berwarna-warni dari majalah bekas dapat dimanfaatkan
untuk bungkus kado yang menarik. Menggunakan kembali barang bekas adalah wujud cinta
lingkungan, bukan berarti menghina.
Recycle (mendaur ulang) juga sering disebut mendapatkan kembali sumberdaya
(resource recovery), khususnya untuk sumberdaya alami. Mendaur ulang diartikan mengubah
sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan
dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, alumunium, gelas dan plastik. Langkah
utama dari mendaur ulang ialah memisahkar sampah yang sejenis dalam satu kelompok.
Composting merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik,
misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), sisa makanan dan lain-lain. Pembusukan itu
menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium yang
disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman. Di Jakarta, pembuatan kompos
dilakukan dengan menggunakan sampah organik
Tentunya cari ini akan lebih baik digunakan dari pada dengan cara pembakaran.
Karena selain mengurangi efek pemanasan global dengan mengurangi volume gas
karbondioksida (CO
2
) yang dihasilkan, cara ini tidak mempunyai efek samping baik bagi
masyarakat ataupun lingkungan. Seperti kata pepatah pencegahan penyakit akan lebih baik
dari pada mengobatinya. Kata bijak ini juga bisa digunakan dalam strategi penanganan
sampah yakni mencegah terbentuknya sampah lebih baik dari pada mengolah/memusnakan
sampah. Karena bagaimanapun mengolah/ memusnahkan sampah pasti akan menghasilkan
jenis sampah baru yang mungkin saja lebih berbahaya dari sampah yang dimusnakan. Jadi
mari mulai sekarang kita bebenah diri untuk mengurangi hal-hal yang bisa membentuk
sampah.

Anda mungkin juga menyukai