Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS

IKTERUS











Disusun Oleh :
Juhan Baidowi H2A009026
Ulil Huda H2A009047
Yunita Elfia H2A009049



Pembimbing:
dr. Galuh, Sp. A




BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012


Definisi Ikterus
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Jaringan permukaan
yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning
pertama kali. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (>
17 mol/L, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL
(> 86 mol/L). Bilirubin serum normal adalah 0,1 0,3 mg/dl. Hiperbilirubinemia adalah
keadaan kadar bilirubin dalam darah > 13 mg/dL. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi
pada umumnya adalah fisiologis.
Bilirubin dalam darah terdiri dari dua bentuk, yaitu bilirubin direk dan bilirubin
indirek. Bilirubin direk larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin. Sedangkan
bilirubin indirek tidak larut dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total merupakan
penjumlahan bilirubin direk dan indirek.

Klasifikasi Ikterus Neonatorum
Ikterus Fisiologis
Ikterus neonatorum fisiologis merupakan hasil dari terjadinya fenomena berikut :
Peningkatan produksi bilirubin karena peningkatan penghancuran eritrosit janin
(hemolisis). Hal ini adalah hasil dari pendeknya umur eritrosit janin dan massa eritrosit
yang lebih tinggi pada neonatus (Kadar Hb neonatus cukup bulan sekitar 16,8 gr/dl).
Kapasitas ekskresi yang rendah dari hepar karena konsentrasi rendah dari ligan protein
pengikat di hepatosit (rendahnya uptake) dan karena aktivitas yang rendah dari
glukuronil transferase, enzim yang bertanggung jawab untuk mengkonjugasikan bilirubin
dengan asam glukuronat sehingga bilirubin menjadi larut dalam air (konjugasi).
Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih sedikitnya flora normal di usus dan
gerakan usus yang tertunda akibat belum ada intake nutrien.
Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3 mg/dl dan naik
dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus fisiologis dapat terlihat pada
hari ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar berkisar 5-6 mg/dL
(86-103 mol/L), dan menurun sampai di bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7.
Secara umum karakteristik ikterus fisiologis adalah sebagai berikut:
Timbul pada hari kedua ketiga.
Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg % per hari pada neonatus kurang bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %
Kadar bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai pada kadar orang dewasa
(1 mg/dl) pada umur 10-14 hari.
Tidak mempunyai dasar patologis.
Pada bayi prematur kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau lebih lambat daripada
kenaikan bilirubin bayi cukup bulan, tetapi jangka waktunya lebih lama, biasanya
menimbulkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai pada hari ke-4 dan ke-7.4,10

Ikterus Patologik
Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan. Beberapa keadaan berikut tergolong dalam ikterus
patologis, antara lain:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10
mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau
sepsis)
Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir < 2000 gram, Masa gestasi < 36 minggu, Asfiksia,
hipoksia, trauma lahir pada kepala, Hipoglikemia
Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau >14 hari (pada
prematur)
Tingginya kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologik tersebut tidak selalu
sama pada tiap bayi tergantung usia gestasi, berat badan bayi dan usia bayi saat terlihat
kuning. Penyebab yang sering adalah hemolisis akibat inkompatibilitas golongan darah atau
Rh (biasanya kuning sudah terlihat pada 24 jam pertama), dan defisiensi enzim G6PD.
Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis apabila kadar serum bilirubin terhadap
usia neonatus > 95 persentil menurut Normogram Bhutani.
Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus patologis) dapat disebabkan oleh
faktor/keadaan:
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD,
sferositosis herediter dan pengaruh obat.
Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin.
Polisitemia.
Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
Ibu diabetes.
Asidosis.
Hipoksia/asfiksia.
Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intrahepatik dan
ekstra hepatik yang bersifat fungsional atau disebabkan oleh obstruksi mekanik.
Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.


Anatomi Sistem Hepatobilier
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh
diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal
mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk
kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum
hepatikum dan penyempitan foregut akan membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat
perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal
duodenum.
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan
ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier),
kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik
membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus
hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan
komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus
biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat
dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik.
Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara
tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian
kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter
Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau
bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut
ampula Vater.
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular
peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini
mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.

Metabolisme Bilirubin Normal
Sekitar 80 % - 85 % bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem
monosit- makrofag. Massa hidup rata rata eritrosit 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar
50 ml darah dan menghasilkan 250 350 mg bilirubin. Sekitar 15 20 % pigmen empedu
total tidak bergantung pada mekanisme ini, tapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dari
sumsum tulang ( hematopoiesis tak efektif ) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.
Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi pada limpa), globin mula-mula
dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi beliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi
kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk
melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air,
dan tidak dapat diekskresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan
dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air, kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel
hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah : ambilan,
konjugasi, dan ekskresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati, yaitu yang diberi
simbol sebagai protein Y dan Z. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat dikatalisis oleh
enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut
dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine. Langkah
terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui
membran sel ke dalam empedu melalui suatu proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak
diekskresikan ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoisomerisasi.
Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa yang
disebut sterkobilin atau urobilnogen. Zat zat ini yang menyebabkan feses berwarna coklat.
Sekitar 10 hingga 20% urobinilogen mengalami siklus interohipatik, sedangkan sejumlah
kecil diekskresi dalam urine.




Pembentukan Bilirubin Berlebihan
Penyakit hemolitik atau peningkatan laju destruksi eritrosit merupakan penyebab
tersering dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikteus yang timbul sering disebut
sebagai ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi
suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Hal ini dapat meningkatkan
bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Meskipun demikian, pada penderita hemolitik berat,
kadar bilirubin serum jarang melebihi 5 mg/dl dan ikterus yang timbul bersifat ringan serta
berwarna kuning pucat. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga tidak dapat
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan
pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan
konjugasi serta ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan eksresi dalam feses
dan urin. Urin dan feses berwarna lebih gelap.
Beberapa penyebab lazim ikterus hemoltik adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin
S pada anemia sel sabit), eritrosit abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam serum
(inkompatibilitas Rh atau tranfusi atau akibat penyakit auto imun), pemberian beberapa obat
dan peningkatan hemolisis. Sebagian kasus ikterus hemolitik dapat disebabkan oleh suatu
proses yang disebut sebagai eritropoisis yang tidak efektif. Proses ini meningkatkan destruksi
eritrosit atau prekursornya dalam sumsum tulang (talasemia, anemia pernisiosa dan porfiria).
Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin yang berlebihan yang berlangsung kronis
dapat menyebabkan terbentuknya batu empedu yang mengandung sejumlah besar bilirubin.
Diluar itu hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan. Pengobatan langsung
ditunjukkan untuk memperbaiki penyakit hemolitik.

Anatomi Sekresi Empedu
Empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati memasuki kanalikuli empedu yang
kemudian menjadi duktus hepatika kanan dan kiri. Duktus hepatika menyatu untuk
membentuk duktus hepatik komunis yang kemudian menyatu dengan duktus sistikus dari
kantung empedu dan keluar dari hati sebagai duktus biliaris komunis. Duktus empedu
komunis, bersama dengan duktus pankreas, bermuara di duodenum atau dialihkan untuk
penyimpanan di kantung empedu.
Empedu adalah cairan berwarna kuning kehijauan yang terdiri dari 97% air, garam-
garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, asam lemak, lesitin dan elektrolit (Na+, K+,
Ca2+, Cl-, HCO3-). Garam-garam empedu terbentuk dari asam empedu yang berikatan
dengan kolesterol dan asam amino. Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan
bilirubin (kuning).

Metabolisme Empedu
Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase yaitu fase prehepatik,
intrahepatik dan ekstrahepatik.
Fase Prehepatik
Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin. Hemoglobin yang dilepaskan dari
sel sewaktu sel darah merah pecah, akan segera difagosit oleh jaringan makrofag (sistem
retikuloendotelial) di hampir seluruh tubuh, terutama di hati (sel-sel kupffer), limpa, sumsum
tulang. Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin yang mana globin akan didegradasi
menjadi asam amino dan akan kembali ke sirkulasi, sedangkan heme akan dioksidasi oleh
heme oksigenase menjadi biliverdin, Fe dan karbon monoksida. Kemudian biliverdin akan
direduksi menjadi bilirubin indirek/tak terkonjugasi oleh enzim biliverdin reduktase. Semua
proses tersebut terjadi di limpa. Bilirubin indirek kemudian dibawa ke hati melalui aliran
darah. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka dibutuhkan ikatan dengan albumin
plasma dan di transport dalam kombinasi ini melalui darah dan cairan interstisial. Bilirubin
ini mempunyai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil sekali terhadap air, sehingga
pada reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dahulu dalam akselerator seperti methanol
atau etanol, oleh karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk
otak. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin
indirek dari tubuh dengan segera. Daya ikat albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar
3-4 mg/dl. Obat seperti asetil salisilat, tiroksin dan sulfonamid dapat mengadakan kompetisi
terhadap ikatan ini.
Fase Intrahepatik
Dalam beberapa jam, bilirubin indirek diabsorpsi melalui membran sel hati. Bilirubin
indirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor sitoplasmik Y dan Z
hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organik seperti asam flavasidik,
beberapa bahan kolestogarafik. Sewaktu memasuki sel hati, bilirubin dilepaskan dari albumin
plasma dan segera setelah itu kira-kira 80% dikonjugasi dengan asam glukoronat yang
berasal dari asam uridin diposfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase.
Hasil gabungan ini larut dalam air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terikat
(bilirubin konjugasi). Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentuk ikatan
monglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin konjugasi
dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi ke dalam sistem bilier. Bilirubin yang
diekskresikan ke dalam usus akan dirubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase
diinduksi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menambah protein akseptor Y. Estrogen dan
progestin yang berasal dari ibu dan steroid dapat menghambat konjugasi bilirubin dalam hati.
Bilirubin direk atau bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui membran kanalikuli ke saluran
empedu proses traspor aktif. Obat seperti klorpromazin dapat memblokade proses ini
demikian juga adanya bendungan ekstrahepatal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade,
maka bilirubin direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali ke dalam plasma.
Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke dalam
saluran pencernaan.
Fase Ekstrahepatik
Sekali berada didalam usus, kira-kira setengah dari bilirubin direk akan direduksi oleh
bakteri menjadi urobilinogen, yang mudah larut. Sebagian besar diekskresikan kembali oleh
hati ke dalam usus, masuk ke dalam darah, dan kira-kira 5% diekskresikan oleh ginjal ke
dalam urin. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian
kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin
indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta
bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke dalam sistem bilier (sirkulasi
enterohepatik).

Patofisiologi Kolestasis
Secara umum mekanisme terjadinya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 jenis yakni
gangguan hepatoseluler, dimana terjadi gangguan pembentukan empedu, dan obstruktif
dimana terjadinya hambatan pada pengaliran empedu setelah selesai terbentuk. Gambaran
histolpatologis untuk kolestasis hepatoseluler adalah menunjukan adanya empedu didalam
hepatosit dan kanalikuli. Sedangkan untuk kolestasis tipe obstruktif maka akan ditemukan
sumbatan pada saluran empedu interlobuler, ekspansi portal, proliferasi dari saluran empedu
dan jejas dari kolat sentrilobularis.
Kolestasis tipe obstruktif biasanya disebabkan oleh karena obstruksi dari sistem bilier
pada tingkat saluran empedu ekstrahepatik yang mana sering disebabkan oleh batu ataupun
tumor. Sumbatan pada tingkat sekecil apapun dapat mengakibatkan onstruksi pada
keseluruhan sistem empedu.
Retensi dari garam empedu akan mengakibatkan jejas pada membran biologis di
seluruh tubuh terutama pada hati. Selain itu retensi juga akan mengakibatkan gangguan pada
fungsi dan fluiditas dari membran.

Retensi dari bilirubin terkonjugasi dan regurgitasi ke dalam serum

Ekskresi dari bilirubin terkonjugasi adalah langkah pembatasan dari pembersihan
bilirubin. Ketika kolestasis terjadi konjugasi dari bilirubin terus berlanjut sedangkan
ekskresinya berkurang. Mekanisme yang mana menyebabkan bilirubin terkonjugasi
teregurgitasi kedalam serum kurang jelas dipahami. Diduga pada kolestasis tipe hepatoseluler
pembentukan dari bilirubin terkonjugasi akan ter efflux langsung dari hepatosit melalui proses
difusi atau eksositosis dari vesikuler. Sedangkan pada kolestasis tipe obstruktif bilirubin
terkonjugasi memasuki daerah kanalikuler melalui tight junction yang melemah.
Tingkat dari bilirubin terkonjugasi dipengaruhi oleh pembentukan bilirubin, derajat
dari kolestasis dan juga eliminasi terutama eliminasi melalui ginjal. Tingkat kenaikan dari
bilirubi terkonjugasi tidaklah signifikan secara klinis karena tidak menunjukan tipe ataupun
derajat dari kolestasis.
Tingkat kenaikan dari bilirubin yang tidak terkonjugasi

Kenaikan konsentrasi serum dapat ditemukan pada semua pasien yang mengalami
kolestasis. Jumlah dari bilirubin yang terkonjugasi mungkin akan berkurang sebagai akibat
dari inhibisi produk akhir ataupun sebagai akibat dari jejas pada hepatosit. Tingkat produksi
bilirubin mungkin juga meningkat sebagai akibat dari hemolisis yang biasanya menyertai
kolestasis.






Penilaian Kadar Bilirubin menurut Kramer
Derajat
ikterus
Daerah
ikterus
Perkiraan kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai
atas (di atas lutut)
11,4 mg/dl
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl


Klasifikasi Hiperbilirubinemia
Berat Satu atau lebih tanda bahaya umum, atau
Hr pertama : Kramer 1 atau lebih, atau
Hr Kedua Kramer 3 atau lebih, atau
Hari Ketiga/ lebih : kramer 5
RAWAT PERISTI
Sedang Hari kedua : Kramer 1 atau 2, atau
Hari Ketiga: Kramer 3 atau 4
Fisiologis Hari ketiga atau lebih : Kramer 1 atau 2 RAWAT GABUNG

Anda mungkin juga menyukai