STADIUM ANESTESI UMUM Gambaran klasik tentang tanda dan kedalaman anestesi (tanda Guedel) berasal dari pengamatan atas efek anestesi dengan eter yang berlangsung lambat. Tanda ini tidak lagi terlihat dalam teknik anestesi modern karena anestetik masa kini umumnya memperlihatkan masa induksi yang singkat, apalagi dengan tambahan anestetik intravena dan obat-obatan lain sebagai medikasi pra-anestesi. Selain itu teknik anestesi modern sering menggunakan ventilator untuk mengendalikan pernapasan. Semua zat anestetik menghambat SSP secara bertahap, yang mula-mula dihambat adalah fungsi yang kompleks,dan yang paling akhir dihambat ialah medula oblongata tempat pusat vasomotor dan pernapasan. Guedel (1920) membagi anestesia umum dalam empat stadium,sedangkan stadium ketiga dibedakan lagi atas 4. Stadium I (Analgesia) Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnnya kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan pembedahan ringan seperti mencabut gigi dan biopsi kelenjar. Stadium II (Eksitasi) Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadarn sampai munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan- gerakan di luar kehendak.pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi,pasiennya meronta-ronta,kadang sampai mengalami inkontinensia dan muntah. Ini terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi.pada stadium ini dapat terjadi kematian, maka stadium ini harus diusahakan cepat dilalui. Stadium III (Pembedahan) Stadiumini dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini dibedakan dari perubahan pada gerakan bolamata, refleks bulu mata dan konjungtiva, tonus otot dan lebar pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan. o Tingkat I Pernapasan teratur,spontan dan seimbang antara pernapasan dada dan perut, gerakan bola mata terjadi diluar kehendak, miosis, sedangkan tonus otot rangka masih ada. o Tingakat II Pernapasan teratur, tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan intubasi. o Tingkat III Pernapasan perut lebih nyata daripada pernapsan dada karena otot interkonstal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupillebih lebar tetapi belum maksimal. o Tingkat IV Pernapasan perut sempurna karena otot interkostallumpuh total,tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai ke tingkat IV yaitu ketika pernapasan spontan melemah. Untuk mencegah ini, harus diperhatikan benar sifat dan dalamnya pernapasan, lebar pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan turunnya tekanan darah. Stadium IV (Depresi Medula Oblongata) Stadium ini dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibandingkan stadium III tingkat 4, tekanan darah tidak dapat diukur, karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat segera disusul kematian, kelumpuhan napas disini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan, bila tidak didukung dengan alat bantu napas dan sirkulasi. Selain dari derajat kesadaran, relaksasi otot, dan tanda-tanda diatas, ahli anestasia menilai dalamnya anestesia dan respon terhadap rangsangan nyeri yang ringan sampai yang kuat. Rangsangan yang kuat terjadi sewaktu pemotongan kulit, manipulasi peritoneum, kornea, mukosa uretra terutama ada peradangan. Nyeri sedang terasa ketika terjadi manipulasi pada fasia, otot dan jaringan lemak, sedangkan nyeri ringan terasa ketika terjadi pemotongan dan penjahitan usus, atau pemotongan jaringan otak.