Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

HIPERTIROID PADA ANAK


Disusun oleh: M. DHANNI DZUHRISAL
NIM: H2A009035

Pembimbing:
dr. Galuh Ramaningrum, SpA


PENDAHULUAN

Hipertiroid merupakan penyakit yang relatif jarang
terjadi pada masa anak, namun kejadiannya semakin
meningkat pada usia remaja dan dewasa. Pada anak-
anak, lebih dari 95% disebabkan penyakit Graves.
Rendahnya angka kejadian serta tidak khasnya
gejala awal hipertiroid pada anak seringkali tidak
diperhatikan para praktisi kesehatan dalam
menentukan diagnosis dan penatalaksanaanya.
Seringkali anak dengan hipertiroid harus mengalami
penderitaan beberapa bulan lebih lama sampai
diagnosis hipertiroidnya ditegakan.
DEFINISI
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan
hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Sedangkan hipertiroid adalah tirotoksikosis
yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif.

Jadi hipertiroid dapat didefinisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh
terhadap pengaruh metabolik hormone tiroid
yang berlebihan
EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti
insiden dan prevalensi hipertiroid pada anak-anak di
Indonesia. Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada
anak jumlahnya kecil sekali atau diperkirakan hanya 5-6
% dari keseluruhan jumlah penderita penyakit Graves
segala umur.
Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali
dibanding pada remaja pria. Kebanyakan dari anak-
anak yang menderita penyakit Graves mempunyai
riwayat keluarga dengan penyakit tiroid atau penyakit
autoimun yang lain, misalnya: diabetes mellitus tipe 1,
penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, myasthenia
gravis, artritis rematoid, dan vitiligo.
ANATOMI
Glandula thyroidea berasal dari ductus
thyroglossus, dimana dalam
perkembangannya akan menghilang dan
sisanya pada bagian atas sebagai foramen
caecum linguae sedang bagian bawah adalah
glandula thyroidea.
Kelenjar ini terletak di leher depan, berbentuk
seperti huruh H, bagian vertikal merupakan
lobi sedang bagian horizontal merupakan
isthmus glandula thyroidea. Berada setinggi
VC5-VT1, menutupi bagian atas trakea, sedang
masing-masing lobus meluas dari pertengahan
cartilago thyroidea sampai cartilago trachealis
4 atau 5, isthmus membentang dari cartilago
trachealis 2-3.

FISIOLOGI

Thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid
dari hipofisis anteroir, adalah regulator fisiologis terpenting
bagi sekresi hormon tiroid. Hampir semua langkah dalam
pembentukan dan pengeluaran hormon tiroid dirangsang
oleh TSH.
Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH
bertanggung jawab untuk mempertahankan integritas
struktural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid
mengalami atrofi (ukurannya mengecil) dan sekresi
hormonnya berkurang. Sebaliknya, kelenjar ini mengalami
hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan
hiperplasia (peningkatan jumlah sel folikel) sebagai respon
terhadap stimulasi TSH yang berlebihan.

NEONATAL GRAVES

PATOFISIOLOGI
Terdapat perbedaan yang mendasar
patofisiologi penyakit Graves yang terjadi pada
bayi dengan yang terjadi pada anak dan
dewasa. Penyakit Graves pada bayi atau
neonatus selalu transient atau bersifat
sementara, sedangkan pada anak dan dewasa
biasanya bersifat menahun.
Neonatal Graves hanya terjadi pada bayi yang
dilahirkan dari ibu yang menderita penyakit
Graves dengan aktifitas antibodi stimulasi
terhadap reseptor TSH yang kuat. Hal ini
dikarenakan adanya TRAb-stimulasi dari ibu yang
mencapai bayi melalui plasenta. TRAb- stimulasi
bisa terdapat dalam sirkulasi ibu hamil yang tidak
dalam keadaan hipertiroid, oleh karena itu
adanya riwayat penyakit Graves pada ibu
harus menjadi pertimbangan risiko terjadinya
penyakit Graves pada bayinya.

Ibu dengan penyakit Graves dapat mempunyai
campuran antibodi stimulasi dan inhibisi/blocking
terhadap reseptor TSH sekaligus. Jenis antibodi yang
sampai kepada bayi melalui plasenta akan
mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi yang
dilahirkan dapat hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid,
tergantung antibodi yang lebih dominan.
Potensi masing-masing dari kedua jenis antibodi,
beratnya penyakit ibu, lama paparan terhadap
kondisi hipertiroid di dalam kandungan, serta obat-
obatan anti-tiroid dari ibu merupakan faktor-faktor
yang dapat berpengaruh pada status tiroid bayi.
Gejala Klinis
Walaupun paparan terhadap TRAb terjadi sejak di
dalam kandungan, tidak semua bayi yang lahir
segera menunjukkan gejala klinis sebagai
hipertiroid. Apabila terdapat TRAb- inhibisi di
dalam sirkulasi bayi, bayi dapat mengalami
hipotiroid yang bersifat transient atau eutiroid.
Gejala klinis akan muncul dalam minggu
pertama setelah kerja TRAb-inhibisi menurun.
Demikian juga bila ibu mengkonsumsi obat-
obatan anti-tiroid.

Gejala klinis neonatal Graves adalah:
Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu.
Lama gejala klinis neonatal Graves tergantung
dari potensi dan kecepatan klirens antibodi,
biasanya berlangsung 2-3 bulan, dan bahkan bisa
lebih.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal
jantung, gagal tumbuh, penutupan sutura tulang
tengkorak yang terlalu dini dengan konsekwensi
adanya gangguan perkembangan motorik
maupun mental.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis hipertiroid pada neonatal Graves
ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar
T4, FT4, T3, dan FT3 yang disertai supresi
kadar TSH. Adanya titer TRAb yang tinggi pada
ibu atau bayi merupakan konfirmasi
penyebabnya.
Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan
sebagai neonatal Graves:
Terapi
Pada awal pengobatan perlu diingat bahwa neonatal
Graves merupakan self limiting desease sehingga
bersifat sementara, dan pengobatan dilakukan dengan
prinsip titrasi untuk menjadikan bayi dalam keadaan
eutiroid. Dapat menggunakan propylthiouracil (PTU)
dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari atau methimazole
(MMI) dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari dalam dosis
terbagi 3. Jika gejalanya sangat hebat bisa ditambahkan
larutan Lugol dengan dosis 1 tetes setiap 8 jam untuk
menghambat pelepasan hormon tiroid. Respon terapi
harus dilakukan dengan ketat selama 24-36 jam
pertama.
Bila respon terapi kurang baik, dosis anti-tiroid bisa
dinaikkan sampai 50%, dan perlu ditambahkan
propanolol untuk mengurangi gejala overstimulasi
simpatik, dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Prednison
dengan dosis 2 mg/kgBB/hari juga ditambahkan untuk
mengurangi sekresi hormon tiroid dan mengurangi
konversi T4 menjadi T3 di perifer. Konsultasikan juga
dengan bagian kardiologi anak.
ASI pada ibu yang mengkonsumsi antitiroid dapat tetap
diberikan bila tidak melebihi 400 mg/hari untuk PTU,
dan 40 mg/hari untuk MMI
GRAVES PADA ANAK DAN REMAJA
Patofisiologi
Penyakit Graves merupakan penyakit
autoimun dengan adanya defek pada toleransi
imun dengan penyebab yang belum jelas.
Adanya autoantibodi yang bekerja pada
reseptor TSH pada kelenjar tiroid
menyebabkan peningkatan sintesis dan sekresi
hormon tiroid secara otonom di luar jaras
hipotalamus-hipofisis-tiroid
Antibodi tersebut merupakan IgG subklas
IgG1, dengan target utama auto-antigen dari
reseptor TSH, selain dari auto-antigen yang
mirip di jaringan subkutan dan otot-otot
ekstraokuler.
Disamping itu penderita penyakit Graves
juga memproduksi imunoglobulin yang
mempunyai aktivitas menghambat reseptor
TSH secara langsung .
Antibodi ini juga mempunyai target antigen yang lain di
kelenjar tiroid yakni tiroid peroksidase sebagi anti-TPO,
dan juga tiroglobulin sebagai anti-Tg.
Perbedaan aktivitas biologis kedua jenis auto-antibodi
stimulasi dan inhibisi, hanya dapat dilihat pada
pemeriksaan in vitro dengan kultur menggunakan
antibodi penderita pada sel-sel yang mengekspresikan
reseptor TSH. Antibodi stimulasi akan meningkatkan
produksi cAMP pada kultur, sedangkan antibodi inhibisi
akan menghambat peningkatan cAMP.

Gejala Klinis
Onset gejala klinis sering kali tidak disadari oleh penderita,
keluarga penderita, dan bahkan tidak dikenali oleh tenaga
kesehatan pada masa pertamakali dikunjungi.

Sehingga
diagnosis hipertiroid atau penyakit Graves sering
ditegakkan beberapa bulan setelah onset.
Yang paling sering dikeluhkan terutama pada anak-anak
prepubertas adalah penurunan berat badan yang nyata
dan diare. Sedangkan tanda klinis klasik hipertiroid
seperti pada dewasa yang meliputi palpitasi, iritabilitas,
tremor halus, dan intoleransi terhadap panas lebih
menonjol terjadi pada anak-anak remaja.
Kelenjar tiroid yang membesar teraba lembut dan
berbatas tidak tegas (diffuse), tidak berdungkul, dan
fleshy; sering juga terdengar bruit pada auskultasi.
Gangguan pemusatan perhatian dan emosi yang labil sering
menyebabkan anak-anak mengalami gangguan dalam
pelajaran sekolahnya. Beberapa penderita juga sering
mengeluhkan adanya poliuria dan mengompol di malam
hari, sebagai akibat peningkatan laju filtrasi glomerulus.

Peningkatan laju pertumbuhan linier disertai
meningkatnya umur tulang, sehingga anak terlihat lebih
tinggi dan kurus dari teman sebaya terutama terjadi pada
anak-anak prepubertas; sedangkan pada anak-anak remaja,
hal ini tidak terjadi.
Pada anak-anak remaja sering terjadi gangguan
pubertas (pubertas terlambat). Pada remaja
wanita yang telah menarche, seringkali terjadi
amenorrhea sekunder. Gangguan tidur yang
menyertai seringkali menyebabkan anak cepat
lelah.Di samping sering terjadi pada orang
dewasa, opthalmopathy merupakan salah satu
tanda klinis yang khas yang bisa terjadi pada
anak-anak, namun terjadi lebih ringan dan lebih
mudah terjadi remisi spontan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah
kadar T4, FT4, T3, FT3, dan TSH. Pemeriksaan T3
merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak-anak
dengan penyakit Graves mempunyai kadar T3 yang
meningkat nyata, namun dengan kadar T4 yang normal
atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai
T3 toxicosis. TSH biasanya sangat rendah atau tidak
terdeteksi. Peningkatan T4 atau T3 tanpa disertai kadar
TSH yang rendah tidak menyokong keadaan hipertiroid.
Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan karena
kelebihan thyroxine-binding globulin (bisa familial
atau dapatan,).
Pada keadaan terakhir, kadar TBG di dalam
serum harus diperiksa juga. Kadar TSH yang
rendah juga dapat menyingkirkan
kemungkinan hipertiroid karena induksi TSH
dan hipofisis yang resisten terhadap hormon
tiroid
TERAPI
Terdapat 3 pilihan metode terapi pada anak dengan
penyakit Graves, yakni obat-obat antitiroid, abalasi
dengan radioaktiv iodium, dan pembedahan.
Dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya
remisi yang signifikan pada anak, maka penggunaan
obat-obat anti tiroid merupakan pilihan pertama.

Obat
anti-tiroid: Prophylthyouracil (PTU) dan methimazole
(MMI) atau carbimazole (diubah menjadi MMI)
merupakan obat-obatan yang paling banyak dipakai.
Pada awal terapi PTU dapat diberikan dengan dosis 5-7
mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3, dan MMI dapat
diberikan 5-10% dari dosis PTU dalam dalam dosis
terbagi 2 atau sekali sehari.
Pada kasus-kasus yang berat, beta blocker
(Propanolol 0,5-2,0 mg/kgBB/hari dalam dosisi
terbagi 3) dapat diberikan untuk mengendalikan
aktivitas kardiovaskuler yang berlebihan sampai dicapai
keadaan eutiroid.
Selama masa rumatan PTU dapat diberikan 2 kali
sehari, dan MMI cukup 1 kali sehari. Biasanya
penderita dapat difollow-up setiap 4-6 bulan.
KRISIS TIROID

Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat,
namun jarang terjadi pada anak-anak
hipertiroid. Biasanya didahului faktor
pencetus yakni: pembedahan, infeksi, dan
KAD (ketoasidosis diabetes). Hal ini juga dapat
terjadi pada saat pembedahan tiroidektomi
maupun terapi ablasi menggunakan radioaktiv
Gejala klinisnya berupa hipertermi akut, berkeringat
banyak, takikardia, dan penurunan kesadaran sampai
dengan koma.
Terapi harus segera dilakukan, sebagai berikut:
1. Propanolol 2-3 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi setiap 6
jam untuk mengendalikan gejala adrenergiknya.
Propanolol dapat diberikan intravena dengan dosis
0,01-0,1 mg/kgBB dengan dosis maksimal 5 mg dalam 10-
15 menit; mulai dengan dosis yang kecil.
2. Dexamethasone diberikan dengan dosis 1-2 mg setiap
6 jam dapat mengurangi konversi T4 menjadi T3.
3. NaI dengan dosis 1-2 g/hari dapat menurunkan pelepasan
hormon tiroid.

4. Larutan Lugol 5 tetes setiap 8 jam dapat diberikan
per-oral apabila penderita mulai sadar.
5. Kompres dingin dengan cooling blanket untuk
mengendalikan hiperterminya.
6. PTU sendiri tidak memberikan efek terapi sampai
beberapa hari, tetapi dapat diberikan untuk jangka
lamanya dengan dosis 6-10 mg/kgBB/hari dalam dosis
terbagi setiap 6 jam (dosis maksimal 200-300 mg).
7. Keseimbangan cairan harus selalu terjaga.
8. Jika terdapat tanda-tanda gagal jantung, dapat
dipertimbangkan digitalis


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai