Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Penyakit merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Selama kita
hidup tentunya pernah mengalami terserang oleh suatu penyakit, apakah itu penyakit yang
ringan atau yang berat. Salah satu penyakit yang sering atau kebanyakan orang banyak
mengalaminya adalah demam. Demam ini juga banyak jenis-jenisnya, seperti demam
malaria, demam tifoid, demam berdarah dengue (DBD) dan masih banyak jenis yang lainnya
lagi. Dalam makalah ini, akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan demam, baik itu
penyebabnya, jenis nyamuknya, proses penularannya hingga mengetahui jenis demam apa
yang dialami oleh pasien (pada skenario) dari gejala-gejala klinik yang didapatkan.



Pembahasan
Di dalam proses penelusuran suatu penyakit, kita harus mempunyai pengetahuan
mengenai keluhan-keluhan yang dialami pasien serta langkah-langkah dalam mendiagnosa
suatu penyakit.
A. Anamnesa
Dalam proses anamnesa dilakukan komunikasi dengan pasien yang berkaitan dengan
kondisi kesehatannya. Misalnya sesuai dengan skenario kita, maka kita menanyakan kepada
pasien apa keluhannya, sejak kapan, bagaimana pola demamnya, apakah ada penyakit
penyerta, dan asal penderita serta riwayat bepergian apakah ada pergi ke daerah endemik.
1
(2819)
Pada skenario, kita dapatkan bahwa pasien mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu. Pola
demam pada pasien, demamnya sempat menghilang lalu kemudian naik lagi dan gejala
penyertanya menggigil, berkeringat, sakit kepala, dan mual-mual. Asal pasien dari Jakarta
tapi pindah ke Papua sudah 1 bulan.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hal-hal sebagai berikut. Tanda-tanda vital
didapatkan suhu pasien 39
o
C, pernapasan 18 kali/menit, denyut nadi 98 kali/menit dan
tekanan darah 120/80 mmHg (pada skenario). Pada pemeriksaan fisik abdomen, yaitu
pembesaran limpa (splenomegali) yang sering dijumpai pada penderita malaria dimana limpa
akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri dan
hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi
malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang
terinfeksi.
1(2817)


C. Diagnosis
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien didiagnosa
menderita penyakit malaria. Tetapi, ada juga diagnosa banding atau penyakit lain yang
mempunyai gejala hampir sama, seperti demam tifoid, demam berdarah dengue (DBD), juga
leptospirosis.

Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosa dan mengesampingkan diagnosa
penyakit lain, dilakukan pemeriksaan penunjang.



D. Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit
malaria:
1(2819-20)

1. Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat
penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif, tidak
mengesampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan 3 kali darah tepi dengan hasil negatif maka
diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga
laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat
penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.
Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:
Tetesan preparat darah tebal. Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria
karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat
khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk
menudahkan indetifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan
100 lapang pandang dengan pembesaran kuat). Preparat dinaytakan negatif bila setelah
diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan
parasit.
Tetesan darah tepi. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium karena bila dilakukan
dengan preparat darah tebal, sulit ditrntukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung
parasit (parasit count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit
per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000 per mikro liter darah menandakan
infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria,
walaupun komplikasi juga dapat timbuk dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatab
dilakukan dengan cat Giemsa, Leishmans, Fields, atau Romanowsk. Tetapi, yang biasa
digunakan adalah pengecatan Giemsa karena mudah dipakai dengan hasil yang cukup baik.
2. Tes Antigen
Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidin Rich Protein II). Deteksi ini
sangat cepat, hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, dan
tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium
(pLDH) dengan cara immunochromatographic, telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL.
Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit per mikri liter darah dan dapat membedakan
apakah infeksi P. Falciparum atau P. Vivax.
3. Tes Serologi
Mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody
test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau
keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik
sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama
untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai
infeksi baru dan test > 1:20 dinyatakan positif.
4. Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologoi amplikasi DNA, waktu yang
dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggukan dari tes ini
walaupaun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tetapi, tes ini baru
dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

E. Gejala Klinik
Berikut akan dijelaskan beberapa gejala klinik dari deferensial diagnosis:
1(2775, 2798, 2809, 2817),2

1. Malaria
Dikenal ada 4 jenis plasmodium (P) pada malaria, yaitu P. Vivax, merupakan infeksi
yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana, P. Falciparum, memberikan banyak
komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan
pengobatan dan menyebabkan malaria tropika, P. Malariae, cukup jarang namun dapat
menimbulkan sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria quartana, dan P. Ovale dijumpai
pada daerah Afrika dan dan Pasifik Barat, memberikan infeksi yang paling ringandan serimh
sembuh spontan tanpa pengobatan, menyababkan malaria ovale.
Manifestasi umum malaria
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan
splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan
prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelesuan, malaise, sakit kepala,
sakit belakang, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringab, anoreksia,
perut tak enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluha prodromal sering terjadi pada
P. Vivax dan P. Ovale. Sedangkan pada P. Falciparum dan P. Malariae keluhan prodromal
tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria, secara berurutan terbagi menjadi
periode-periode berikut ini:
I. Periode dingin (15-60 menit), mulai menggigil, penderita sering membungkus diri
dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-
gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperatur.
II. Periode panas, pada periode ini penderita mukanya merah, nadi cepat, dan panas badan
tetap tinggi dalam beberapa jam, lalu diikuti dengan keadaan berkeringat.
III. Periode berkeringat, penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
merasa sehat.
Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. Vivax, dan P. Falciparum menggigil dapat
berlangsung berat ataupun tidak ada.
Anemia merupakan gejala yang sangat sering dijumpai pada infeksi malaria.
Beberapa mekanisme terjadinya anemia: pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan
eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune
complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.
Pembesaran limpa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba
setelah 3 hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis.
2. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dnegue atau sindrom syok dengue
(SSD). Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini, pasien sudah tidak demam, akan tetapai
mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.
3. Demam Tifoid
Masa tunas demem tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis timbul
sangat bervariasi, dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama, gejala klinis
penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya yaitu demem, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, ostipasi
atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistakis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas, bradikardia relatif (adalah peningkatan suhu 1
o
C tidak
diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi
dan ujung lidah berwarna merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, dan roseolae (jarang
ditemukan di Indonesia).
Uji yang biasa dilakukan dalam pemeriksaan demam tifoid ini adalah uji Widal. Uji
Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam
tifoid, yaitu aglutinin O (dari tubuh kuman), B. Aglutinin H (flagela kuman), dan C.
Aglutinin Vi (simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang
digunakan untuk diagnosis demam tifoid dengan ditandai semakin tinggi titernya, semakin
besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
4. Leptospirosis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari, rata-rata 10 hari. Gambaran klinisnya
terbagi menjadi 2, yaitu yang sering dan yang jarang. Yang sering terjadi, seperti demam,
menggigil, sakit kepala, meningimus, anoreksia, mialgia, conjuctival suffusion, mual,
muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, dan fotopobi. Sedangkan yang
jarang adalah pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
artralgia, gagal ginjal, proferal neuritis, pankretitis, parotitis, epididimitis, hematemesis,
asites, dan mikarditis.
Jadi, dari keempat gejala klinik di atas, yang sesuai dengan kondisi pasien pada skenario
adalah malaria. Untuk itu akan dibahas mengenai penyakit malaria, sebagai berikut:
1(2813-14),
3,4

A. Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali.
Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi
ataupun mengalami kompliksi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.
B. Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reftil, dan mamalia. Termasuk genus
plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada mnusia menginfeksi eritrosit (sel
darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan
seksual terjadi di tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari
100 plasmodium yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reftil, dan 22 pada
binatang primata.
Parasit malaria yang terdapat di Indonesia, yang sering dijumpai adalah plasmodium
vivax yang menyebabkan malaria tertiana (benign malaria) dan plasmodium falciparum yang
menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). P. Malariae pernah juga dijumpai tetapi
sangat jarang. Sedangkan P. Ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor,
pulau Owi (utara Irian Jaya).
C. Epidemiologi
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika
(bagian selatan), dan daerah Oeceania, serta kepulauan Caribia. Namun terdapat juga daerah
yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel,
Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunai dan Australia. Negara tersebut
terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik. Walupun demikian di negara
tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang diimport karena pendatang dari negara
malaria atau penduduknya berkunjung ke daerah-daerah malaria.
P. Falciparum dan P. Malariae umumnya dijumpai pada semua negara dengan
malaria, seperti di Afrika, Haiti dan Papua Nugini, umumnya P. Falciparum. P. Vivax banyak
di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya
P. Falciparum dan P. Vivax. P. Ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan Timur
mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara, Maluku, Irian Jaya dan dari
Lombor sampai Nusa Tenggara Timur serta Timor Timur merupakan daerah endemis malaria
dengan P. Falciparum dan P. Vivax. Beberaoa di daerah Sumatra, mulai dari lampung, Riau,
Jambi, dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.
D. Patofisiologi (daur hidup parasit malaria)
Infeksi parasit malaria mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan
nyamuk akan melepaskan sporozoitnya ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar
dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di
dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual. Perkembangan ini memerlukan
waktu 5,5 hari untuk P. Falciparum dan 15 hari untuk P. Malariae. Setelah sel parenkim hati
terinfeksi, terbentuk skizon hati yang apabila pecah aan banyak mengeluarkan merozoit ke
sirkulasi darah. Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk
hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan bentuk ini yang akan menyebabkan
terjadinya relaps pada malaria.
Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk
melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. Vivax reseptor ini berhubungan dengan faltor
antigen duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah duffy
negatif tidak terinfeksi penyakit malaria vivax. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit
berubah menjadi bentuk rings. Pada P. Falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang
mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan
hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang
dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding
berubah menjadi lonjong. Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi
sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluaran 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit
yang lain. Siklus aseksual ini pada P. Falciparum, P. Vivax, P. Ovale adalah 48 jam dan pada
P. Malariae adalah 72 jam.
Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina. Bila
nyamuk menghisap darah manusia yang sakit, akan terjadi siklus seksual dalam tubuh
nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak
menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk ookista
yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar
ludah nyamuk dan siap untuk menginfeksi manusia.

Lalu bagaimana dengan faktor imunitas terhadap infeksi parasit malaria ini. Imunitas
terhadap infeksi parasit malaria dibagi berdasarkan stadium siklus hidup parasit, yaitu:
1(2816-7)

Imunitas pada stadium eksoeritrositer, terbagi menjadi eksoeritrositer ekstrahepatal (stadium
sporozoit) dan eksoeritrositer intrahepatik (stadium hepatozit). Respon imun pada stadium
sporozoit yaitu antibodi yang menghambat masuknya sporozoit ke hepatozit, misalnya salah
satu imunitasnya adalah sirkumsporozoid protein (CSP). Respon imum pada stadium
hepatozit yaitu mengasilkan antibodi pada stadium hepatozit, salah satunya ialah limfosit T
sitotoksik CD8+.
Imunitas pada stadium aseksual, berupa antibodi yang mengaglutinasi merozoit, merupakan
antibodi yang menghambat pelepasan atau menetralkan toksin-toksin parasit, contohnya
antibodinya adalah merozoit surface antigen.
Imunitas pada stadium seksual, berupa antibodi yang membunuh gametosit, antibodi yang
menghambat fertilisasi dan menghambat transformasi zigot menjadi ookinet, misalnya Pf-
230 (transmission blocking antibody).

Penatalaksanaan
Pengobatan penderita malaria dapat dengan memakai ACT (Artemisinin base
Combination Therapy), dengan obat-obat non-ACT atau dengan penggunaan obat kombinasi
Non-ACT. Berikut penjelasannya:
1(2823-24),4

Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat
ACT. Golongan artemisinin telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi
plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja dalam
membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit juga efektif terhadap
spesies (plasmodium-plasmodium pada malaria). Laporan kegagalan terhadap ART belum
ada pada sat ini. Obat ini dapat diberi dengan cara oral, parenteral/injeksi dan suppositoria.
Catatan: Untuk pemakaian obat golongan artemisinin, harus disertai bukti dengan
pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila
malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik, tetap menggunakan obat non-ACT.
Obat non-ACT
Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT telah dilaporkan
dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif terhadap klorokuin
maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa daerah
pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih
dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Jenis-jenis obat non-ACT
adalah klorokuin difosfat/sulfat, sulfadoksin-pirimetamin (SP), kina sulfat, dan primakuin.

Penggunaan obat kombinasi non-ACT
Apabila pola resistensi masih rendah dan belum tejadi multiresistensi dan belum tersedianya
obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh
kombinasi ini adalah sebagai berikut:
1

Kombinasi klorokuin + sulfadoksin pirimetamin.
Kombinasi SP + kina.
Kombinasi klotokuin + doksisiklin/tetrasiklin.
Kombinasi kina + doksisiklin/tetrasiklin.
Kombinasi kina + klindasimin.

Faktor Resiko
Pada penderita malaria, jika tidak mendapat penanganan atau dibiarkan begitu saja,
resiko membahayakan dapat terjadi dengan komplikasi-komplikasi yang beragam.
Komplikasi yang timbul dari penderita malaria jika tidak ditangani adalah pasien dapat
mengalami penyakit yang disebut dengan malaria berat. Komplikasi malaria berat ini
umumnya disebabkan karena P. Falciparum dan sering disebut pernicious
manifestations.
1(2826)

Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat
yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. Falciparum dengan satu atau lebih
komplikasi sebagai berikut:
1(2826)

Malaria serebral (coma), yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit
setelah serangan kejang. Derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasarkan
GCS (Glasgow Coma Scale). Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15).
Acidemia/acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bicarbonate < 15 mmol/L, kadar laktat vena <
atau > 5 mmol/L, klinis pernapasan dalam/respiratory distress.
Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan parasit < 10.000 per mikro-
liter-darah.
Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/Kg BB pada anak-
anak) sete;lah dilakukan rehidrasi, disertai kretainin > 3mg/dl.
Hipoglikemi, merupakan keadaan dimana gula darah < 40 mg/dl.

Pencegahan dan Vaksin Malaria
Tindakan pencegahan`infeksi malaria sangat penting untuk setiap individu, apalagi
individu yang imunitasnya rendah. Oleh karena itu, masih sangat dianjurkan untuk
memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindari diri dari gigitan nyamuk, yaitu
dengan cara:
1(2825)

1) Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida;
pemethrin atau deltamethrin.
2) Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, spray, asap, atau elektrik.
3) Mencegah berada di alam bebas dimana nyakum dapat menggigit atau memakai baju lengan
panjang, kaus/stocking.
4) Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.
Dengan cara promotif juga dapat dilakukan pencegahan, yaitu dengan melakukan penyuluhan
gerakan 3M. Gerakan 3M adalah sebagi berikut:
5

Menguras bak mandi. Menguras bak mandi harus dilakukan sesering mungkin. Tujuannya
adalah supaya nyamuk tidak bertelur di bak mandi.
Menutup tampungan air. Tujuannya agar nyamuk tidak dapat masuk.
Menimbun barang-barang bekas, seperti kaleng, botol bekas dan plastik. Tujuannya agar tidak
menjadi tempat bersarangnya nyamuk.
Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan fogging, jumantik, dan abatisasi. Berikut
penjelasannya:
5

a) Fogging, yaitu upaya yang dilakukan dengan pengasapan. Pengasapan ini dilakukan di
lokasi-lokasi yang tinggi jumlah peningkatan kasus DBD-nya agar penyebaran penyakit dapat
segera dikendalikan lewat pemberantasan vektor nyamuk Aedes aegypti dewasa bersama-
sama masyarakat dan sektor swasta. Fogging dilakukan di daerah fokus-fokus penularan.
b) Jumantik adalah singkatan dari Juru Pemantau Jumantik, bertugas untuk melaksanakn
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). PSN ini diintensifkan lewat kegiatan Pemantauan
Jentik Berkala (PJB) dengan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumentik).
c) Abatisasi adalah menggunakan sejenis insektisida dengan merek dagang Abate.
Kegunaannya untuk mencegah larva berkembang menjadi nyamuk dewasa.

Sementara itu, vaksin terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang
menyulitkan adalah banyaknya antigen yang terdapat dalam plasmodium selain pada masing-
masing bentuk atdium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P.
Falciparum, sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap p.
Falciparum. Pada dasarnya, ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan, yaitu sebagai
berikut:
1(2825)

Vaksin sporozoit (bentuk intra hepatik).
Vaksin terhadap bentuk aseksual.
Vaksin transmission blocking (untuk melawan bentuk gametosit).

Prognosis
Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa dikenal ada 4 jenis plasmodium pada malraia.
Keempat jenis plasmodium ini memiliki masing-masing prognosis. Sebagai berikut:
1(2818-19)

P. Vivax (baik, tidak menyebabkan kematian).
P. Malariae (tanpa pengobatan dapat menimbulkan relaps 30-50 tahun).
P. Ovale (baik).
P. Falciparum (banyak komplikasi, menyebabkan malaria berat, juga kematian).


Kesimpulan
Jadi, dari gejala klinik keempat penyakit yang dapat menyebabkan demam di atas,
disimpulkan bahwa, laki-laki 30 tahun yang mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu dengan
sifat demam yang sempat menghilang kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat,
sakit kepala dan mual, menderita penyakit malaria.

Anda mungkin juga menyukai