Anda di halaman 1dari 4

11 Februari 2013

TAJUK RENCANA
63 Tahun, Sinergi Sehati

Era demi era, hingga usia ke-63 hari ini, Suara Merdeka tetap dan akan selalu meneguhkan
komitmen keberpihakan untuk memuliakan masyarakatnya. Ruang sinergi dibangun
bersama-sama, dan koran ini berada di dalamnya. Sinergi pemangku kepentingan di Provinsi
Jawa Tengah ini kita beri setting, bobot, dan arah untuk sebesar-besar kemaslahatan
masyarakat. Tagline "Perekat Komunitas Jawa Tengah" takkan lekang oleh dinamika waktu
dan sosial-politik-ekonomi.

Seiring dengan tren teknologi informasi yang memproses sebagai mediamorfosis, manajemen
koran ini juga merespons kekinian itu dengan memperkuat jejaring. Industri media kini
berkembang secara konvergen, dan mengapa Suara Merdeka menyatukan langkah
pelayanannya lewat SMNetwork, sejatinya merupakan ikhtiar untuk memperkuat eksistensi,
tuntutan kebutuhan publik, dan mempertinggi mutu layanan. Tentu terkait dengan aktualitas,
kecepatan, dan kelengkapan.

Gemuruh mediamorfosis itu, yang menuntut kesiapan berkompetisi di ranah industri, tidak
memalingkan jiwa keberpihakan koran ini kepada aneka kepentingan masyarakat provinsi ini.
Kita berteguh diri menjadi jembatan: yakni tetap ngopeni kebutuhan penyediaan informasi,
dan tetap nlateni keberadaan sebagai fasilitator penyampaian pesan-pesan oleh masyarakat.
Di era media sosial, Suara Merdeka juga membuka diri dengan ruang berekspresi untuk
semua stakeholder.

Pengalaman 63 tahun menjadi jembatan informasi memodali kita untuk selalu menghayati
keberadaan sebagai bagian dari kultur provinsi ini. Bagian dari denyut perkembangan,
mencoba selalu ikut memberi warna dan arah bagi dinamika-dinamika itu. Dalam
menjalankan fungsi ideal pers -- memberi informasi, pendidikan, hiburan, dan melaksanakan
kontrol sosial -- , kita mengembangkan disiplin sosial, komitmen yang mengedepan sebagai
tanggung jawab profesional.

Inti dari pilihan sikap itu adalah memuliakan masyarakat. Kita memberi ruang kepada seluruh
elemen untuk dengan penuh kearifan berekspresi, beraspirasi, menyampaikan pesan-pesan,
juga mengelola informasi-informasi yang dikemas dalam rubrik-rubrik interaktif sebagai
penjabaran tren media sosial. Kita bergerak, berdinamisasi, dan berjejaring sehati. Tak
terbatas di Suara Merdeka, tetapi meluas ke SMNetwork sebagai bentuk paling mutakhir
pelayanan kita kepada masyarakat.

Pilihan sikap untuk selalu bersama masyarakat itulah yang mengimplementasikan komitmen
sinergitas membangun Jateng. Peneguhan yang akan menjaga visi jurnalistik pendiri koran
ini, H Hetami, yakni jurnalisme yang mencerahkan, jurnalisme yang berpihak kepada
kebenaran, dan jurnalisme yang kaya dengan pengetahuan. Suara Merdeka sadar untuk terus
memelihara dan mengembangkan kebersamaannya dengan masyarakat, sebagai bagian dari
kultur Jawa Tengah.

2008 suaramerdeka.com. All rights reserved
www


Rasuah dan Tragedi Anak Putus Sekolah
11 Februari 2013 - 09.33 WIB > Dibaca 11 kali

Di tengah geramnya kita oleh mencuatnya kasus rasuah yang bilangan uang
mencengangkan, muncul keprihatinan lain. Tingginya angka putus sekolah disebabkan
kemiskinan!
Seperti dikutip koran ini kemarin, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhammad Nuh mengatakan, dari seluruh siswa SD dari kalangan keluarga miskin,
yang putus sekolah mencapai 87 persen.
Jadi, hanya 13 persen yang menyelesaikan pendidikan dasarnya. Dari sedikit
yang berhasil lulus itu pun, hanya 56 persen yang melanjutkan ke SMP.
Ya, persoalan melanjutkan pendidikan memang selalu muncul. Tidak melulu itu
terjadi pada masyarakat miskin yang bermukim di kawasan marjinal.
Di kota bahkan beragam versinya, yang selalu terkait dengan uang. Orang tua
pusing saat disodorkan biaya yang harus dipenuhi.
Fakta yang selalu terjadi setiap tahun ini semestinya menyadarkan kita bahwa
bagi sebagian anak bangsa, betapa tidak gampangnya mengenyam pendidikan, yang
tujuan mulianya adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Padahal, teori dengan manis menyatakan, keterbelakangan suatu bangsa hanya
bisa diputus oleh peningkatan pada kualitas manusia.
Terkait dengan angka putus sekolah yang disodorkan Mendikbud tadi, kita harus
menerima kenyataan, dunia pendidikan kita belum juga menjadi lebih baik saat ini.
Tepatnya, pendidikan yang menjadi keperluan dan tanggung jawab kita ternyata
tetap menjadi masalah serius dari bangsa ini.
Karena itu, kita menyambut baik solusi yang akan diambil Kemendikbud. Bahwa,
bakal ada kebijakan baru yang akan mendorong siswa SD wajib melanjutkan sampai
SMP, tak boleh putus di tengah jalan oleh persoalan biaya.
Analisis sementara menyatakan, masalah ini muncul karena tak ada jaminan
siswa tetap memperoleh beasiswa atau bantuan siswa miskin (BSM).
Nantinya, dengan kebijakan baru itu siswa SD yang disasar BSM akan tetap
memperoleh terus sampai saat masuk SMP hingga SMA atau SMK.
Diyakini ini akan menekan angka putus sekolah bisa berjalan optimal. Bahkan
bisa menyentuh angka putus sekolah nihil untuk yang disebabkan faktor finansial.
Tentunya dengan syarat, bantuan itu disalurkan dengan semestinya, tidak
dikorupsi atau diselewengkan. Kita harus sama-sama mengawasinya.
Belum lagi kalau kita berbicara tentang praktik-praktik pendidikan yang tidak adil.
Tidak adil karena kadang-kadang anak yang cerdas ternyata belum tertampung oleh
sistem dan kebijakan pendidikan yang ada, tidak terpantau oleh sebuah kebijakan yang
sebenarnya tertuju padanya, untuk membantunya melanjutkan pendidikan, seperti yang
akan dilakukan Kemendikbud tadi.
Jangan kita biarkan anak-anak bangsa yang potensial, justru terjebak pada
pilihan lain orangtuanya yang terkesan ironis, yakni tak menyekolahkan anaknya karena
tak mampu menyiapkan biaya.
Dalam konteks yang seperti ini, kalau kita membiarkannya, pendidikan bukan
saja menjadi tidak adil, tetapi sekaligus menjadi tragedi.***







TAJUK RENCANA
Waspada Nasabah Kaya
Oleh : -
Padang Ekspres Selasa, 12/02/2013 11:49 WIB 56 klik

LEMBAGA Penjamin Simpanan (LPS) merilis data profil nasabah perbankan yang
menarik perhatian pekan lalu. Dari temuan LPS, orang berkantong tebal di Indonesia cukup
banyak jumlahnya. Kesimpulan itu merujuk kepada data perbankan nasional.
Hingga akhir 2012, terdapat 185.174 rekening yang nilai simpanannya di atas Rp 2 miliar.
Total nilai simpanan nasabah kaya itu Rp 1.718,9 triliun. Jumlah tersebut merupakan 52,45
persen dari total simpanan masyarakat di tanah air.
Lembaga keuangan internasional Credit Suisse memprediksikan, jumlah nasabah kaya di
Indonesia bakal meningkat dua kali lipat pada 2016 nanti. Pada 2015, Indonesia diprediksi
bakal memiliki 99 ribu orang kaya dengan kekayaan minimum USD 1 juta atau setara dengan
Rp 9,5 miliar. Pada tahun itu juga, diperkirakan, jumlah orang kaya di Indonesia akan
menempati urutan ketujuh terbanyak di dunia.
Data-data terbaru yang dibeberkan LPS dan Credit Suisse tersebut bisa mengindikasikan
beberapa hal. Pertama, dominasi nasabah kaya itu bisa juga dimaknai sebagai refleksi dari
kenaikan kesejahteraan nasabah bank di Indonesia. Temuan Bank Dunia menguatkan indikasi
tersebut. Bank Dunia menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 50 juta penduduk yang tergolong
dalam kelompok menengah-atas.
Namun, yang perlu mendapat perhatian semua pihak dari data LPS adalah adanya
indikasi kedua, yakni kian lebarnya kesenjangan pendapatan antargolongan masyarakat.
Sebab, nasabah golongan kaya yang hanya 185.174 atau 0,018 persen dari hampir 100 juta
rekening itu ternyata menguasai 52,4 persen simpanan dana masyarakat di bank.
Terungkapnya wajah kesenjangan dari data LPS tak pernah menjadi pembahasan di
media. Nasibnya mirip dengan indeks kesenjangan yang diukur dengan parameter gini ratio
yang jarang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Bahkan, boleh jadi
disembunyikan.
BPS cenderung hanya menonjolkan tingkat kemiskinan dan pengangguran yang terus
menurun meski kesahihan data itu juga acap kali dipertanyakan banyak kalangan.
Kesenjangan adalah isu yang lebih berbahaya dan memicu kerawanan sosial. Kesenjangan
mencerminkan adanya ketidakadilan dalam distribusi pendapatan yang notabene adalah buah
dari kebijakan pemerintah yang tidak tepat.
Bersiap untuk kemungkinan terburuk, yakni data nasabah kaya adalah wajah
kesenjangan, pasti lebih bermanfaat. Minimal, temuan LPS itu menyadarkan pengambil
kebijakan bahwa pekerjaan rumah terbesar pemerintah memang masih seputar permasalahan
kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan. Kelompok itulah yang selama ini tersisih dalam
segala aspek, termasuk akses ke pendidikan, kesehatan, sumber ekonomi, bahkan juga
anggaran negara yang sejatinya menjadi hak terbesar mereka. (*)


Sumber: http://padangekspres.co.id/?news=nberita&id=3028







TAJUK RENCANA
Kamis, 24 Mei 2012 | 04:37 WIB
Kontroversi Grasi Corby
Terpidana narkotika Schapelle Corby yang dihukum 20 tahun penjara mendapat grasi dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Grasi itu kini menuai kontroversi dan memunculkan pertanyaan publik. Corby adalah warga
negara Australia yang ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada 8 Oktober 2004 karena
dituduh menyelundupkan mariyuana 4,1 kilogram. Corby divonis 20 tahun penjara oleh
Pengadilan Negeri Denpasar, dikurangi lima tahun oleh pengadilan tinggi. MA membatalkan
putusan banding dan mengembalikan hukuman Corby kembali ke 20 tahun penjara.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi membenarkan Presiden memberi grasi berupa
pengurangan hukuman lima tahun bagi Corby. Konstitusi memberikan kewenangan kepada
Presiden memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Dengan
grasi itu dan remisi yang diperoleh sebelumnya, Corby hanya menjalani hukuman sekitar
delapan tahun.
Meski demikian, pemberian grasi kepada Corby memunculkan pertanyaan sekaligus
keterkejutan.
Pertanyaan itu wajar mengingat selama ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
pidatonya menunjukkan komitmen kuatnya terhadap pemberantasan narkotika dan obat-
obatan berbahaya (narkoba). Simak saja pidato Presiden Yudhoyono saat peringatan Hari
Antinarkotika Internasional 2011 di Monumen Nasional.
Kita harus lebih agresif dan ambisius lagi dalam memberantas narkoba. Badan Narkotika
Nasional harus lebih aktif, lebih berinisiatif, dan lebih bekerja keras didukung segenap
elemen bangsa, kata Presiden (Kompas, 27 Juni 2011). Selanjutnya, Presiden mengatakan,
Kejahatan narkoba sangat serius dan berbahaya bagi umat manusia di dunia dan bangsa
Indonesia. Kejahatan narkoba merusak generasi muda, merusak karakter dan fisik, serta pada
jangka panjang mengganggu daya saing bangsa.
Para pembantu Presiden, seperti Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, juga
menegaskan komitmen yang sama. Terkait dengan diskursus soal pengetatan pemberian
remisi, Denny mengatakan, pemerintah tidak akan memberikan remisi terhadap terpidana
kasus narkoba, korupsi, dan terorisme.
Sejumlah kalangan menyebutkan peredaran narkoba di Indonesia sudah mencapai tahap
darurat. Jumlah pengguna narkoba sejak 2003 terus meningkat. Pengguna narkoba bukan
hanya masyarakat biasa, melainkan juga aparat. Di sejumlah kalangan, penggunaan narkoba
sudah menjadi bagian dari gaya hidup.
Di tengah kegeraman publik terhadap peredaran narkoba dan belum dieksekusinya terpidana
mati narkoba itulah muncul grasi untuk Corby. Ada kekhawatiran langkah itu bisa menjadi
preseden buruk. Kita memandang penjelasan menyeluruh patut diberikan agar duduk
persoalan menjadi jelas. Apakah pemberian grasi itu semata-mata karena pertimbangan
hukum dan kemanusiaan atau ada pertimbangan lain, termasuk hubungan bilateral dua
negara?

http://nasional.kompas.com/read/2012/05/24/04373710/TAJUK.RENCANA

Anda mungkin juga menyukai