Anda di halaman 1dari 16

Pencemaran Air (Laut) karena Limbah Industri Minyak

I. PENDAHULUAN
Kata Pengantar
Pembelajaran Ilmu Alamiah Dasar terutama diperguruan tinggi
bertujuan untuk memampukan pembelajar menulis ilmiah untuk berbagai
keperluan dalam berbagai konteks dengan tepat dan wajar. Oleh karena itu
pembelajaran dipusatkan pada aktifitas yang mengharuskan pembelajar
melatih kemampuan karya tulis ilmiahnya dengan baik dan benar.
Tulisan ini disusun dan dibuat berdasarkan tugas karya tulis ilmiah
yang ditugaskan oleh Ibu Erma Triwati Christina, dosen ilmu lamiah dasar
Universitas Gunadarma Indonesia.
Tujuan utama dari artikel ini adalah untuk membagi dan sharing ilmu
serta pengetahuan ilmu alamiah dasar utamanya mengenai Pencemaran
Air (Laut) karena Limbah Industri Minyak, yang dielaborasi dan
dikolaborasikan oleh penulis berdasarkan dari berbagai sumber yang ada.
Akhirnya, semoga tulisan ini ada manfaatnya dan dapat menjadi
referensi atau ilmu yang dapat diterima dan dipergunakan bagi pembaca.
Kritik dan saran pembaca akan sangat penulis hargai.

Bogor, Oktober
2011


Penulis



II. Pencemaran Air (Laut) karena Limbah Industri Minyak

Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi
minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan,
dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya
dan beracun (B3), karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat
mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan
hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.





Pada umumnya, pengeboran minyak bumi di laut menyebabkan terjadinya
peledakan (blow aut) di sumur minyak. Ledakan ini mengakibatkan
semburan minyak ke lokasi sekitar laut, sehingga menimbulkan
pencemaran. Contohnya, ledakan anjungan minyak yang terjadi di teluk
meksiko sekitar 80 kilometer dari Pantai Louisiana pada 22 April 2010.
Pencemaran laut yang diakibatkan oleh pengeboran minyak di lepas pantai
itu dikelola perusahaan minyak British Petroleum (BP). Ledakan itu
memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak ke
perairan di sekitarnya.




Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan
segera akan mengalami perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses
tersebut adalah membentuk lapisan (slick formation), menyebar
(dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization),
emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water in oil
emulsions ), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), foto oksida,
biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh plankton dan bentukan
gumpalan.

Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera
membentuk sebuah lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak
tersebut digerakkan oleh pergerakan angin, gelombang dan arus, selain
gaya gravitasi dan tegangan permukaan. Beberapa hidrokarbon minyak
bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses penyebaran minyak
akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan
meningkat.

Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas
permukaan air, bahan buangan cairan berminyak yang di buang ke air
lingkungan akan mengapung menutupi permukaan air. Kalau bahan
buangan cairan berminyak mengandung senyawa yang volatile maka akan
terjadi penguapan dan luar permukaan minyak yang menutupi permukaan
air akan menyusut. Penyusutan luas permukaan ini tergantung pada jenis
minyaknya dan waktu lapisan minyak yang menutupi permukaan air dapat
juga terdegradasi oleh mikroorganisme tertentu, namun memerlukan waktu
yang cukup lama.

Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan
organisme dalam air. Hal ini disebabkan oleh Lapisan minyak pada
permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air
sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang.
Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air.
Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman
air tidak dapat berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan
pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air
jadi semakin menurun. Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat
adanya lapisan minyak pada permukaan air tersebut, tetapi burung air pun
ikut terganggu karena bulunya jadi lengket, tidak bisa mengembang lagi
terkena minyak.

Selain dari pada itu, air yang telah tercemar oleh minyak juga tidak dapat
dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam cairan yang berminyak
terdapat juga zat-zat yang beracun, seperti senyawa benzene, senyawa
toluene dan lain sebagainya.


III. Akibat yang ditimbulkan

1. Pertumbuhan fitoplankton laut akan terhambat akibat keberadaan
senyawa beracun dalam komponen minyak bumi, juga senyawa beracun
yang terbentuk dari proses biodegradasi. Jika jumlah fitoplankton menurun,
maka populasi ikan, udang, dan kerang juga akan menurun. Padahal hewan-
hewan tersebut dibutuhkan manusia karena memiliki nilai ekonomi dan
kandungan protein yang tinggi.

2. Penurunan populasi alga dan protozoa
akibat kontak dengan racun slick (lapisan minyak di permukaan air). Selain
itu, terjadi kematian burung-burung laut. Hal ini dikarenakan slick membuat
permukaan laut lebih tenang dan menarik burung untuk hinggap di atasnya
ataupun menyelam mencari makanan. Saat kontak dengan minyak, terjadi
peresapan minyak ke dalam bulu dan merusak sistem kekedapan air dan
isolasi, sehingga burung akan kedinginan yang pada akhirnya mati.

3. Rusaknya estetika pantai akibat bau dari material minyak. Residu
berwarna gelap yang terdampar di pantai akan menutupi batuan, pasir,
tumbuhan dan hewan. Gumpalan tar yang terbentuk dalam proses
pelapukan minyak akan hanyut dan terdampar di pantai.

4. Kerusakan biologis, bisa merupakan efek letal dan efek subletal. Efek letal
yaitu reaksi yang terjadi saat zat-zat fisika dan kimia mengganggu proses
sel ataupun subsel pada makhluk hidup hingga kemungkinan terjadinya
kematian. Efek subletal yaitu mepengaruhi kerusakan fisiologis dan perilaku
namun tidak mengakibatkan kematian secara langsung. Terumbu karang
akan mengalami efek letal dan subletal dimana pemulihannya memakan
waktu lama dikarenakan kompleksitas dari komunitasnya.

IV. Tindakan pertama yang harus dilakukan

Tindakan pertama yang dilakukan dalam mengatasi tumpahan minyak yaitu
dengan melakukan pemantauan banyaknya minyak yang mencemari laut
dan kondisi tumpahan. Ada 2 jenis pemantauan yang dilakukan yaitu
dengan pengamatan secara visual dan penginderaan jauh (remote sensing).

* Pengamatan secara visual
Pengamatan secara visual merupakan pengamatan yang menggunakan
pesawat. Teknik ini melibatkan banyak pengamat, sehingga laporan yang
diberikan sangat bervariasi. Pada umumnya, pemantauan dengan teknik ini
kurang dapat dipercaya. Sebagai contoh, pada tumpahan jenis minyak yang
ringan akan mengalami penyebaran (spreading), sehingga menjadi lapisan
sangat tipis di laut. Pada kondisi pencahayaan ideal akan terlihat warna
terang. Namun, penampakan lapisan ini sangat bervariasi tergantung jumlah
cahaya matahari, sudut pengamatan dan permukaan laut, sehingga
laporannya tidak dapat dipercaya.

* Pengamatan penginderaan jauh
Metode penginderaan jarak jauh dilakukan dengan berbagai macam teknik,
seperti Side-looking Airborne Radar (SLAR). SLAR dapat dioperasikan setiap
waktu dan cuaca, sehingga menjangkau wilayah yang lebih luas dengan
hasil penginderaan lebih detail. Namun,teknik ini hanya bisa mendeteksi
lapisan minyak yang tebal. Teknik ini tidak bisa mendeteksi minyak yang
berada dibawah air dalam kondisi laut yang tenang. Selain SLAR digunakan
juga teknik Micowave Radiometer, Infrared-ultraviolet Line Scanner, dan
Landsat Satellite System. Berbagai teknik ini digunakan untuk menghasilkan
informasi yang cepat dan akurat

V. Penanggulangan

Ir. Ginting Perdana Dalam bukunya yang berjudul Sistem Pengelolaan
Lingkungan dan Limbah Industri, menerangkan bahwa pada umumnya,
teknik bioremediasi in-situ diaplikasikan pada lokasi tercemar ringan, lokasi
yang tidak dapat dipindahkan, atau karakteristik kontaminan yang volatil.
Sedangkan Bioremediasi ex-situ merupakan teknik bioremediasi dimana
lahan atau air yang terkontaminasi diangkat, kemudian diolah dan diproses
pada lahan khusus yang disiapkan untuk proses bioremediasi.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ
burning, penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent,
penggunaan bahan kimia dispersan, dan washing oil.

In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan laut,
sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan
laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang
terasosiasi. Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk
mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Namun,
pada peristiwa tumpahan minyak dalam jumlah besar sulit untuk
mengumpulkan minyak yang dibakar. Selain itu, penyebaran api
sering tidak terkontrol.
Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir
tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan
minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis
yang disebut skimmer.

Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik.
Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada
daerah yang terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat
menambahkan nutrisi dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan
polutan.
Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent)
dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini
berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat, sehingga
mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki
karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di permukaan
minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis
sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk
gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis
(busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak
menjadi tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan
kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari pantai.
VI. Kesimpulan

Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila
tidak di sertai dengan program pengelolaan air yang baik akan
mengakibatkan kerusakan ekosistem yang ada dalam hal ini adalah air, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah
yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab terjadinya pencemaran
air.
Kasus pencemaran air laut akibat dari pengeboran Indusri minyak ditengah
laut, tumpahan minyak, kebocoran kapal tanker dan lain-lain. Sehingga
dapat berpengaruh pada beberapa sector , diantaranya lingkungan pantai
dan laut, ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu aktivitas
nelayan sehingga mempengaruhi kesejahteraan mereka. Pengaruh-
pengaruh tersebut antara lain dapat mengubah karakteristik populasi
spesies dan struktur ekologi komunitas laut, dapat mengganggu proses
perkembangan dan pertumbuhan serta reproduksi organisme laut, bahkan
dapat menimbulkan kematian pada organisme laut.

VII. Daftar Pustaka
Ginting, Pedana, Ir., Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah
Industri (2007) Jakarta. MS.CV YRAMA WIDYA. Hal 17-18.
Fakhruddin.2004.Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta
: Kompas
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT Pradnya
Paramita
http://www.sinarharapan.co.id/
http://anugrahjuni.wordpress.com/biologi-in/ekologi/pencemaran-air-
oleh-industri-minyak-dan-suhu/





















ANALISIS PENCEMARAN LAUT AKIBAT TUMPAHAN MINYAK DI LAUT
Oleh :
Furkon 230210080062
Kasus kebocoran ladang minyak dan gas di lepas pantai memang telah menjadi sesuatu yang
akrab di telinga kita, terakhir terjadi di Laut Timor pada 21 Agustus 2009 pukul 04.30 WIB oleh
operator kilang minyak PTTEP Australia yang berlokasi di Montara Welhead Platform (WHP),
Laut Timor atau 200 km dari Pantai Kimberley, Australia. Kejadian seperti ini merupakan yang
kesekian kalinya terjadi di perairan Indonesia, tercatat sampai tahun 2001, telah terjadi 19
peristiwa tumpahan minyak di perairan Indonesia (Mukhtasor, 2007). Tumpahan minyak tersebut
telah memasuki wilayah perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejauh 51 mil atau sekitar 80 km
tenggara Pulau Rote.
Tumpahan minyak tersebut tentu berdampak pada banyak hal, diantaranya, terhadap kondisi
lingkungan laut, biota laut, dan tentu saja berdampak pada ekonomi nelayan Indonesia yang
setiap harinya beraktivitas di daerah tersebut. Secara umum dampak langsung yang terjadi adalah
sebanyak 400 barel atau 63,6 ribu liter minyak mentah mengalir ke Laut Timor per hari,
permukaan laut tertutup 0,0001 mm minyak mentah, minyak mentah masuk ke Zona Eksklusif
Ekonomi (ZEE) Indonesia pada 28 Oktober 2009, serta gas hidrokarbon terlepas ke atmosfer.
1. Pengaruh terhadap lingkungan laut.
Beberapa efek tumpahan minyak di laut dapat di lihat dengan jelas seperti pada pantai menjadi
tidak indah lagi untuk dipandang, kematian burung laut, ikan, dan kerang-kerangan, atau
meskipun beberapa dari organisme tersebut selamat akan tetapi menjadi berbahaya untuk
dimakan. Efek periode panjang (sublethal) misalnya perubahan karakteristik populasi spesies
laut atau struktur ekologi komunitas laut, hal ini tentu dapat berpengaruh terhadap masyarakat
pesisir yang lebih banyak menggantungkan hidupnya di sector perikanan dan budi daya,
sehingga tumpahan minyak akan berdampak buruk terhadap upaya perbaikan kesejahteraan
nelayan.
Tabel 1. Indeks Kepekaan Tipe Pantai terhadap tumpahan minyak (Gunland dan Hayes, 1978
dalam Bishop, 1983)
Indeks Tipe Garis Pantai Keterangan
1 Terekspose pada puncak batuan
pantai
Energy gelombang yang besar menyebabkan
tumpahan minyak akan tercuci dengan
sendirinya.
2 Terekspose pada platform batu-batuan Aksi gelombang mempercepat pencucian
minyak, umumnya dalam skala mingguan.
Dalam beberapa kasus khususnya tidak
diperlukan.
3 Dataran pantai berpasir lembut Minyak biasanya membentuk lapisan tipis
pada pemukan pasir. Pencucian dilakukan
pada saat air pasang. Pada bagian pantai
yang lebih bawah minyak mudah dibersihkan
oleh aksi gelombang.
4 Pantai berpasir dengan ukuran sedang
sampai kasar
Minyak membentuk lapisan tebal pada
lapisan sedimen yang dapat mencapai
kedalaman sampai sekitar 1 m. pencucian
yang dilakukan dapat membahayakan pantai
dan harus dilakukan pada saat air pasang
tertinggi
5 Terekspose pada daerah pasang surut Minyak tidak terpenetrasi pada permukaan
sedimen yang kompak, tetapi secara biologis
berbahaya. Pencucian hanya dilakukan jika
kontaminan cukup berat
6 Pantai dengan campuran pasir dan
kerikil
Minyak terpenetrasi dan terkubur sangat
cepat, minyak dapat bertahan lama,
sehingga mempunyai dampak yang cukup
lama
7 Pantai berkerikil Minyak dapat terpenetrasi dan terkubur
cukup dalam.
8 Pantai berbatu yang terlindung Minyak menempel pada permukaan batu-
batuan dan genangan akibat pasang surut
bertahan lama karena tidak adanya aktivitas
gelombang.
9 Paparan pantai yang telindung Dapat membahayakan kehidupan biologis
dalam kurun waktu yang lama.
10 Rawa-rawa dan mangrove Dapat menimbulkan kerusakan ekosistem
yang cukup lama. Minyak mungkin tetap ada
sampai sekitar 10 tahun atau lebih.
1. Pengaruh minyak pada komunitas laut.
Tumpahan minyak yang tejadi di laut terbagi kedalam dua tipe, minyak yang larut dalam air dan
akan mengapung pada permukaan air dan minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam
sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Minyak yang mengapung
pada permukaan air tentu dapat menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu
organisme yang berada pada permukaan perairan, dan tentu akan mengurangi intensitas cahaya
matahari yang akan digunakan oleh fitoplankton untuk berfotosintesis dan dapat memutus rantai
makanan pada daerah tersebut, jika hal demikian terjadi, maka secara langsung akan mengurangi
laju produktivitas primer pada daerah tersebut karena terhambatnya fitoplankton untuk
berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit
hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu organisme interstitial maupun
organime intertidal, organisme intertidal merupakan organisme yang hidupnya berada pada
daerah pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai ke pada bibir pantai, maka
organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska dan lainnya akan
mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami kematian. Namun pada daerah
intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat hebat seperti kematian dan berkurangnya
spesies, tumpahan minyak akan cepat mengalami pembersihan secara alami karena pada daerah
pasang surut umumnya dapat pulih dengan cepat ketika gelombang membersihkan area yang
terkontaminasi minyak dengan sangat cepat. Sementara pada organisme interstitial yaitu,
organisme yang mendiami ruang yang sangat sempit di antara butir-butir pasir tentu akan terkena
dampaknya juga, karena minyak-minyak tersebut akan terakumulasi dan terendap pada dasar
perairan seperti pasir dan batu-batuan, dan hal ini akan mempengaruhi tingkah laku, reproduksi,
dan pertumbuhan dan perkembangan hewan yang mendiami daerah ini seperti cacing policaeta,
rotifer, Crustacea dan organisme lain.
Table 2. Efek Minyak pada Komunitas dan Populasi Laut ( Hyland dan Sceneider, 1976 dalam
Bishop, 1983)
NO Tipe Komunitas/Populasi Perkiraan dampak awal Perkiraan tingkat pemulihan
1 Plankton Ringan-sedang Cepat-sedang
2 Komunitas bentik :
- Pasut berbatuan
- Pasut Berlumpur/berpasir
- Daerah subtidal/offfshore
Ringan
Sedang
Berat
Cepat
Sedang
Lambat
3 Ikan Ringan-sedang Cepat-sedang
4 Burung Berat Lambat
5 Mamalia laut Ringan Lambat
1. Perilaku Minyak di Laut
Senyawa Hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi berupa benzene, touleuna,
ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam
minyak bumi, bersifat mutagenic dan karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat
rekalsitran, yang artinya sulit mengalami perombakan di alam, baik di air maupun didarat,
sehingga hal ini akan mengalami proses biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain.
Bila senyawa aromatic tersebut masuk ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan
akan mengalami oksidasi dalam hati membentuk phenol, kemudian pada proses berikutnya
terjadi reaksi konjugasi membentuk senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke
ginjal (Kompas, 2004).
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami
perubahan secara fisik dan kimia. Diantaran proses tersebut adalah membentuk lapisan ( slick
formation ), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization),
emulsifikasi (emulsification), emulsi air dalam minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak
dalam air (oil in water emulsions), fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh
planton dan bentukan gumpalan ter (Mukhstasor, 2007)
Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk sebuah
lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakkan oleh pergerakan
angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan permukaan. Beberapa
hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses penyebaran minyak
akan menyebarkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan meningkat.
Hilangnya sebagian material yang mudah menguap tersebut membuat minyak lebih padat/ berat
dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut, akan membuat
lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan menyebabkan emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air. Ketika semua terjadi, reaksi fotokimia dapat mengubah karakter minyak
dan akan terjadi biodegradasi oleh mikroba yang akan mengurangi jumlah minyak.
Proses pembentukan lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan komponen
dan penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume tumpahan sebanyak 50%
selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut tumpah. Produk kilang minyak, seperti
gasoline atau kerosin hamper semua lenyap, sebaliknya minyak mentah dengan viskositas yang
tinggi hanya mengalami pengurangan kurang dari 25%.
Kesimpulan :
Kasus pencemaran laut akibat dari tumpahan minyak dapat berpengaruh pada beberapa sector ,
diantaranya lingkungan pantai dan laut, ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu
aktivitas nelayan sehingga mempengaruhi kesejahteraan mereka. Pengaruh-pengaruh tersebut
antara lain dapat mengubah karakteristik populasi spesies dan struktur ekologi komunitas laut,
dapat mengganggu proses perkembangan dan pertumbuhan serta reproduksi organisme laut,
bahkan dapat menimbulkan kematian pada organism laut.
Referensi :
Fakhruddin.2004.Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta : Kompas
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT Pradnya Paramita
Sarodji, Heryadi.2009.Kebocoran Ladang Montara Diselidiki. Jakarta : Media Indonesia





















Pencemaran Akibat dari Pertambangan
Kegiatan pertambangan dan pengolahanya memang membawa dampak positif yang cukup
besar untuk pembangunan negara, namun perlu kita ketahui bahwa kegiatan pertambangan dan
pengolahan minyak bumi serta berbagai macam logam dapat mengakibatkan percemaran
lingkungan yang besar dan sulit dihindari. Kita sering mendengar berbagai kasus pencemaran air
dan tanah akibat pertambangan dan pengolahan logam.
Kasus-kasus pencemaran akibat pertambangan bukan hanya mencemari tanah dan air
namun juga bisa mencemari udara di lingkungan sekitar pertambangan.
Pencemaran air dan tanah lebih sering terjadi dalam kasus pertambangan seperti kasus di
daeran teluk buyat. Dalam kasus ini kadar merkuri yang merupakan limbah dari pengolahan hasil
tambang emas merusak ekosistem perairan di teluk buyat, minahasa, sulawesi utara. Hal ini
mengakibatkan hewan-hewan perairan teluk buyat mati sehingga warga teluk buyat yang
sebagian berprofesi sebagai nelayan kehilangan mata pencaharian. Bukan hanya itu, banyak
warga teluk buyat yang mengalami penyakit kulit yang menyerupai penyakit minamata. Penyakit
minatama adalah sejenis penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat
bernama minamata di Jepang. Kasus ini merupakan kasus yang cukup serius dalam masalah
pencemaran akibat pertambangan. Bukan hanya warga teluk buyat yang menjadi korban,
kemungkinan sebagian ikan-ikan di perairan sulawesi utara juga mengalami keracunan, hal ini
bisa menyebabkan warga sekitar sulawesi utara yang mengkonsumsi ikan-ikan tersebut
mengalami hal sama yang terjadi pada sebagian besar warga teluk buyat. Oleh karena itu dalam
usaha pertambangan dan pengolahan hasil tambang, sebaiknya pemerintah dan pengusaha terkait
memikirkan akibat dari usaha yang mereka lakukan. Banyak ratusan warga serta lingkungan
hidup mereka yang telah menjadi korban hanya demi mencari kekayaan semata.

Anda mungkin juga menyukai