Anda di halaman 1dari 24

1

Contents
BAB 1 ........................................................................................................................................................... 2
Pendahuluan .................................................................................................................................................. 2
BAB 2 ........................................................................................................................................................... 4
Hipertensi ...................................................................................................................................................... 4
Pengertian ................................................................................................................................................. 4
Klasifikasi ................................................................................................................................................. 4
Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7 .................................................................................... 4
Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization) ..................................................................... 5
Patofisiologi .............................................................................................................................................. 6
Pertimbangan anestesi pada pasien hipertensi ...................................................................................... 8
BAB 3 ......................................................................................................................................................... 10
Obat hipotensif (anti hipertensif) ................................................................................................................ 10
Fisiologi kontraksi .................................................................................................................................. 10
Definisi .................................................................................................................................................... 10
Tujuan ..................................................................................................................................................... 11
Obat-obat antihipertensi .......................................................................................................................... 11
Diuretik ............................................................................................................................................... 11
Penghambat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker)........................................................................... 14
Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor) ................................................................... 16
Antagonis Angiotensin II .................................................................................................................... 17
Antagonis Kalsium .............................................................................................................................. 18
Nitrogliserin ........................................................................................................................................ 20
Antihipertensi lainnya ............................................................................................................................. 20
Contoh sediaan dan dosis ....................................................................................................................... 21
Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 24



2

BAB 1
Pendahuluan
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Salah satu masalah
yang timbul adalah krisis hipertensi yang mungkin terjadi pada periode perioperatif dan turut
meningkatkan morbiditas kardiovaskuler intraoperatif dan pascaoperatif. Morbiditas
kardiovaskuler dapat mencakup iskemia dan infark miokard, stroke, serta perdarahan
pascaoperasi. Maka, prinsip penatalaksanaan krisis hipertensi preoperatif yang tepat penting
diketahui. Secara umum melingkupi evaluasi perioperatif menyeluruh tentang riwayat hipertensi,
riwayat pengobatan, respons pasien terhadap terapi, serta penentuan obat antihipertensi bila
tindakan operasi harus dilakukan. Keputusan pemilihan obat dipengaruhi situasi klinis namun
harus mempertimbangkan beberapa aspek terkait karakteristik obat seperti onset kerja yang
cepat, kemudahan titrasi, serta kenyamanan pasien.
Selain sebagai faktor risiko mayor terhadap morbiditas kardiovaskuler, ginjal, dan stroke,
hipertensi juga merupakan kondisi medis yang sering ditemukan pada pasien yang akan
menjalani operasi. Hipertensi juga berhubungan dengan dislipidemia, diabetes, dan obesitas.
Adanya komorbiditas semacam ini dapat mengakibatkan mortalitas dan morbiditas pada periode
perioperatif sehingga hipertensi menjadi peringatan bagi dokter, khususnya dokter bedah, untuk
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis menyeluruh.
The American Heart Association / American College of Cardiology (AHA/ACC)
mengeluarkan acuan bahwa TDS>180 mmHg dan/atau TDD>110 mmHg sebaiknya
dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi bersifat urgensi. Berbagai obat mampu
menurunkan tekanan darah, beberapa diantaranya adalah gas anestetik, calcium channel blocker,
ace inhibitor, nitrat, adenosine, fenoldopam.
Hipertensi yang tidak terkendali berhubungan dengan fluktuasi tekanan darah selama
induksi anestesi dan tindakan intubasi jalan napas serta dapat meningkatkan kejadian iskemia
perioperatif.
Di sisi lain, peningkatan tekanan darah intraoperatif tetap terjadi pada pasien dengan
riwayat hipertensi sebelum tindakan operasi tanpa memandang apakah tekanan darah pasien
3

terkendali atau tidak sebelum tindakan. Selain itu, pasien yang memiliki riwayat hipertensi sering
mengalami hipertensi pascaoperasi yang pada akhirnya turut meningkatkan risiko iskemia otot
jantung, infark miokard, stroke, dan perdarahan pascaoperasi.
Oleh sebab itu, amat penting untuk mengidentifikasi dan menelusuri penyebab hipertensi
pada pasien yang akan menjalani tindakan operasi.
















4

BAB 2
Hipertensi
Pengertian
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah
terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali disebut
sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa
disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai faktor dapat
memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar penyebab hipertensi tidak
diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan
kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi
dan peningkatan volume aliran darah.
Seseorang yang terjangkit penyakit ini biasanya berpotensi mengalami penyakit-
penyakit lain seperti stroke, dan penyakit jantung.
Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program
merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan
agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang
dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat

Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin,
and Treatment of High Blood Pressure)

5

Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 7
Kategori
Tekanan Darah
menurut JNC 6
Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
dan/
atau
Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - 160 atau 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 180 atau 110

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya
dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi
kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi.
Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG) telah
mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi,
hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat.
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Tekanan Darah
Diatol (mmHg)
Optimal
Normal
Normal-Tinggi

< 120
< 130
130-139

< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
6

Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan
140


140-149
< 90


<90

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan primer.
Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi Benigna dan
hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang tidak
menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up. Hipertensi
Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai dengan
keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung
dan ginjal.

Patofisiologi
Patogenesis hipertensi melibatkan banyak faktor. Termasuk diantaranya
peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer, vasokonstriksi dan penurunan
vasodilatasi. Ginjal juga berperan pada regulasi tekanan darah melalui kontrol sodium
dan ekskresi air, dan sekresi renin, yang mempengaruhi tekanan vaskular dan
ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme neuronal seperti sistem saraf simpatis dan
sistem endokrin juga terlibat pada regulasi tekanan darah.





7
















Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri
(peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini
dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya
merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan
curah jantung dan / atau ketahanan periferal.
Renin
Angiotensin II
Urin sedikit pekat & osmolaritas
Tekanan darah
Volume darah
Angiotensin I
Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)
Sekresi hormone ADH rasa haus Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal
Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal
Viskositas meningkat
Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler ekstraseluler
Volume darah
Diencerkan dengan volume
ekstraseluler
Tekanan darah
8




Penilaian preoperatif danpersiapan operatif pasien hipertensi
Ketika menilai pasien untuk anestesi, perlu di lakukan anamnesis tentang penyakit terkait
seperti penyakit jantung iskemik, gagal ginjal dan penyakit serebrovaskular. Melalui hal Ini
dapat dinilai tingkat kerusakan organ akhir hipertensi, dan menilai risiko untuk anestesi.
Penyelidikan awal yang harus dipertimbangkan termasuk elektrokardiografi (EKG) dan
elektrolit. Perubahan EKG yang mungkin terjadipada pasien dengan hipertensi adalah hipertrofi
ventrikel kiri, dan infark miokard. Pada pasien dengan sesak nafas perlu dilakukan x ray thorax.
Sekitar sembilan puluh persen pasien mengalami hipertensi esensial,tanpa adanya penyakit ginjal
dan gangguan lainnya. Pasien dengan hipertensi tidak terkontrol yang membutuhkan operasi
mendesak lebih aman di anestesi dengan teknik anestesi regional untuk menghindari risiko
anestesi umum.
Pertimbangan anestesi pada pasien hipertensi
Sampai saat ini belum ada protokol untuk penentuan tekanan darah berapa sebaiknya
yang paling tinggi yang sudah tidak bisa ditoleransi untuk dilakukannya penundaan anestesia
dan operasi. Namun banyak literatur yang menulis bahwa TDD 110 atau 115 adalah cut-off
9

point untuk mengambil keputusan penundaan anestesia atauoperasi kecuali operasi emergensi.
Beberapa ahli menganggap bahwa hipertensi sistolik lebih besar risikonya untuk terjadinya
morbiditas kardiovaskuler dibandingkan hipertensi diastolik. Pendapat ini muncul karena dari
hasil studi menunjukkan bahwa terapi yang dilakukan pada hipertensi sistolik dapat menurunkan
risiko terjadinya stroke dan MCI pada populasi yang berumur tua. Dalam banyak uji klinik,
terapi antihipertensi pada penderita hipertensi akan menurunkan angka kejadian stroke sampai
35%-40%, infark jantung sampai 20-25% dan angka kegagalan jantung diturunkan sampai lebih
dari 50%. Pengawasan yang ketat perlu dilakukan untuk menjaga kestabilan
hemodinamik,karena hemodinamik yang labil mempunyai efek samping yang lebih besar
terhadap kardiovaskular dibandingkan dengan penyakit hipertensinya itu sendiri. Penundaan
operasi dilakukan apabila ditemukan atau diduga adanya kerusakan target organ sehingga
evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan sebelum operasi. The AmericanHeart Association /
American College of Cardiology (AHA/ACC) mengeluarkan acuan bahwa TDS > 180 mmHg
dan/atau TDD > 110 mmHg sebaiknya dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi
bersifat urgensi. Pada keadaanoperasi yang sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol dalam beberapa
menit sampai beberapa jam dengan pemberian obat antihipertensi yang bersifat rapid acting. Ada
2 fase yang harus menjadi pertimbangan yaitu saat tindakan anestesia dan postoperasi. Contoh
yang sering terjadi adalah hipertensi akibat laringoskopi.









10

BAB 3
Obat hipotensif (anti hipertensif)
Fisiologi kontraksi
Proses Kontraksi dari otot polos berbeda dengan kontraksi pada otot rangka. Walaupun kalsium
tetap terlibat dalam awal proses kontraksi sama seperti pada otot rangka, myosin pada otot polos
harus mengalami proses fosforilasi untuk aktifasi dari ATPase myosin. Pada otot polos,ion
kalsium berikatan pada calmodulin, dan kompleks ikatan ini kemudian akan mengaktifasi kinase
rantai pendek myosin yang merupakan enzim katalase fosforilasi dari myosin. Aktin kemudian
akan bergeser sehingga terjadi kontraksi otot polos. Tidak seperti pada otot rangka dimana
kontraksi terjadi akibat adanya ikatan ion kalsium pada troponin c. Relaksasi akan terjadi melalui
proses defosforilasi dari myosin.
Dengan demikian proses relaksasi dan kontraksi semuanya terjadi akibat adanya peningkatan dan
penurunan dari ion kalsium didalam sel. Otot polos pada pembuluh darah memiliki sifat yang
berbeda tergantung dari ada tidaknya kerusakan pada endotel. Hal ini penting dalam pemilihan
obat anti hipertensi yang akan digunakan. Faktor relaksasi hasil derivasi dari endotel seperti
nitric oxide,di hasilkan oleh endotelium atas respon terhadap berbagai factor dan memiliki
peranan penting dalam mengatur tonus dari otot polos disekitarnya.
Definisi
Antihipertensi adalah obat obatan yang digunakan untuk mengobati hipertensi. Antihipertensi
juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke maupun miokard infark. Pemberian obat
bukan berarti menjauhkan individu dari modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi
berat badan, mengurangi konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan
berolah-raga.
Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah sistolik 140/90
mmHg. Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun ditemukan bukti adanya
kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria, hipertrofi ventrikel kiri) juga
membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi.
11

Tujuan
Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi penting agar pasien dapat mencapai tekanan
darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan pada pasien hipertensi yang tidak
disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau lebih rendah bila memungkinkan, sedangkan pada
pasien mengalami insiden kerusakan organ akhir atau kondisi seperti diabetes, level tekanan
darah yang diharapkan adalah 130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari)
diharapkan tekanan darah di bawah 150/75 mmHg.
Tujuan menurunkan tekanan darah pasien:
Menurunkan jumlah perdarahan intraoperative
Menurunkan kebutuhan transfusi darah
Lapangan operatif yang lebih jelas sehingga mempermudah operator
Menurunkan resiko iskemia jantung, kerusakan ginjal
Obat-obat antihipertensi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk pengobatan awal
hipertensi yaitu :
Diuretik, penghambat reseptor beta adrenergik (-blocker), penghambat angiotensin converting
enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB),
dan penghambat kanal kalsium
Diuretik
Mekanisme kerja : Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan
diuresis. Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan
dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah
pada akhirnya.

Pengaruhnya ada dua tahap yaitu :
(1) Pengurangan dari volume darah total dan curah jantung;
(2) Ketika curah jantung kembali ke ambang normal, resistensi pembuluh darah
perifer juga berkurang. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah
Furosemide,Hydrochlorothiazide.
12


a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi, golongan
lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Thiazide merupakan agen
diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Diuretic dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat reabsorpsi pada daerah awal tubulus distal ginjal, meningkatkan
ekskresi sodium dan volume urin.

Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat
mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada
pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati.
Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 12 jam setelah pemberian dan bertahan
sampai 1224 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari.
Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak
memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada
dosis tinggi.

Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh karena
itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Efek samping
Peningkatan eksresi urin oleh diuretik tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia,
hiponatriemi, dan hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan
ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat mengakibatkan
hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien gout harus hatihati.
Diuretik tiazid juga dapat mengganggu toleransi glukosa (resisten terhadap
insulin) yang mengakibatkan peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2.
Efek samping yang umum lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan
peningkatan LDL dan trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat
13

diuretic tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika pemberian
tiazid dihentikan.

b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika digunakan tunggal.
Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik dikombinasikan dengan diuretik
hemat kalium thiazide atau jerat Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi
kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik lainnya.

c. Loop diuretic
Loop diuretic bekerja dengan cara menghambat penyerapan kembali ion sodium
dan klorida pada lengkungan henle serta tubul ginjal distal dan proksimal.
Halinimenyebabkan peningkatan ekskresi air, kalsium, magnesium, sodium dan
klorida. Golongan ini merupakan diuretic yang kuat dan biasanya digunakan pada
hipertensi yang resisten terhadap obat-obatan yang lain

Indikasi dan dosis:
Edema yang disebabkan oleh gagal jantung kronis, sirosis hati dan berbagai
penyakit ginjal, 20-80mg PO sekali sehari, tidakmelebihi 600 mg per hari
Hipertensi yang resisten, 20-80 mg PO dibagi dalam 2 dosis q 12 jam

Efek samping
Hyperuricemia (40%)
Hypokalemia(14-60%)

Farmakologi
Onset: 30-60menit PO; 5 min IV
Efek maksimal: <15 menit IV, 1-2jam PO
Durasi: 2 jam IV; 6-8 jam PO
14

Penghambat Reseptor Beta Adrenergik (-Blocker)
Beta blocker memblok betaadrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor
beta1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor
beta2 banyak ditemukan di paruparu, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor
beta2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta1 juga dapat dijumpai
pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak.

Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter
yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta1 pada nodus
sinoatrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi
reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan renin, meningkatkan aktivitas
system renin angiotensin aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output,
peningkatan tahanan perifer da peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan
retensi air. Terapi menggunakan betablocker akan mengantagonis semua efek tersebut
sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Betablocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective betablockers), misalnya
bisoprolol, bekerja pada reseptor beta1 relative aman pada pasien asma. Atenolol,
betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada dosis rendah dan
mengikat baik reseptor
1
daripada reseptor
2
. Hasilnya agen tersebut kurang
merangsang bronkhospasmus serta lebih aman dari non selektif bloker pada penderita
asma, penyakit obstruksi pulmonari kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial
perifer. Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek akan
hilang jika dosis tinggi.

15


Betablocker yang nonselektif (misalnya propanolol) memblok reseptor beta1 dan beta
2. Betablocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas
simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulanbeta pada saat
aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta
pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini
menguntungkan karen mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa betablocker,
misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptor alfa perifer. Obat
lain, misalnya celiprolol, mempunyai efek agonis beta2 atau vasodilator.

Betablocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air
atau lipid. Obatobat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa
kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai
waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Betablocker
16

tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien
dengan angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.

Efek samping
Blokade reseptor beta2 pada bronkhi dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika
digunakan betabloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia, gangguan
kontraktil miokard, dan tangakaki terasa dingin karena vasokonstriksi akibat blokade
reseptor beta2 pada otot polos pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala
hipoglikemia pada beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta
blocker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk memberi
peringatan jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran darah simpatetik juga
menyebabkan rasa malas pada pasien.
Mimpi buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan betablocker yang larut lipid
sepert propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Betablockers nonselektif juga
menyebabkan peningkatan kadar trigilserida serum dan penurunan HDL.

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian -blocker dapat
dikaitkan dengan hambatan reseptor 1 , antara lain :
(1) penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan
curah jantung;
(2) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroresptor, perubahan neuron adrenergik perifer.
Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Propanolol, Metoprolol, Atenolol,
Betaxolol, Bisoprolol, Pindolol, Acebutolol, Penbutolol, Labetalol.
Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)
Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) menghambat secara kompetitif
pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat
pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.
ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan
darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada beberapa tipe
sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat
17

utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada
kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada penderita dengan
aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting
dalam hipertensi.

Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang memacu penglepasan
aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer.
Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan darah. Jika
sistem angiotensinreninaldosteron teraktivasi (misalnya pada keadaan penurunan
sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi ACEi akan lebih besar. ACE
juga bertanggungjawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang
mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan efek
antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik
obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek,
sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan
berespon baik pada pemberian ACEi.
Antagonis Angiotensin II
Reseptor angiotensin II ditemukan pada pembuluh darah dan target lainnya.
Disubklasifikasikan menjadi reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai
respon farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron
18

dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih
belum begitu jelas.
Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa
melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem reninangitensin melalui jalur
antagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat. Antagonis reseptor
angiotensin II (AIIRA)mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA
tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan AIIRA
dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang
berat yang mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.
Efek samping ACEi dan AIIRA
Sebelum mulai memberikan terapi dengan ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar
elektrolit pasien harus dicek. Monitoring ini harus terus dilakukan selama terapi
karena kedua golongan obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal.
Baik ACEi dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan
produksi aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat
kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapiACEI atau AIIRA.
Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang merupakan efek
samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat terapi ACEi. AIIRA tidak
menyebabkan batuk karena tidak mendegaradasi bradikinin.
Antagonis Kalsium
Calcium channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
miokard, selsel dalam sistem konduksi jantung, dan selsel otot polos pembuluh
darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan
propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi,
interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah
proses yang bergantung pada ion kalsium.

Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin);
fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai
sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan
19

verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan
heart rate dan mencegah angina.

CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran
kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masuknya kalsium
ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos vasjular menyebabkan vasodilatasi
dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium
dihidropiridini dapat menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua golongan
ini (kecuali amilodipin) memberikan efek inotropik negative.

Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus AV, dan
menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung pada
penderita lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV dan denyut
jantung dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.

Efek samping
Pemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakan pergelangan kaki sering dijumpai,
karena efek vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga sering
terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion kalsium, oleh karena
itu CCB sering mengakibatkan gangguan gastrointestinal, termasuk konstipasi.

Vasodilator
Antihipertensi vasodilator (misalnya sodium nitroprusside, dan nitroglycerin)
menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah.
Sodium nitroprusside.Sodium nitroprusside dan nitrovasodilators lainnya mempunyai efek
relaksasi pada arteriol dan otot polos vena. Mekanisme utama dari obat ini sama dengan
obat nitrat lainnya (misalnya , hydralazine dan nitrogliserin ).
Saat obat ini dimetabolisme , nitrat oksidaakan terbentuk dari hasil metabolism obat ,
yang kemudian akan mengaktifkan guanylyl siklase yang bertanggung jawab untuk
sintesis guanosin siklik 3 ' , 5' - monophosphate ( cGMP ), yang mengontrol fosforilasi
20

beberapa protein , termasuk beberapa yang terlibat dalam pengendalian kalsium bebas
intraseluler dan kontraksi otot polos .
Oksida nitrat, yang juga terdapat secara alami dalam tubuh, merupakan vasodilator
ampuh yang dilepaskan oleh sel endotel ( endothelium pembuluh darah) , memainkan
penting peran dalam mengatur tonus pembuluh darah di seluruh tubuh . waktu paruhnya
yang sangat singkat memberikan kontrolyang sensitive terhadap kontrol aliran darah
regional.
Penggunaan klinis
Sodium nitroprusside adalah antihipertensi kuat dan dapat diandalkan . Obat ini biasanya
diencerkan dengan konsentrasi 100 mcg / mL dan diberikan sebagai infus kontinyu infus
( 0,5-10 mcg / kg / menit ).
Onsetnya sangat cepat ( 1-2 menit). Sebuah bolus 1-2 mcg / kg meminimalkan
peningkatan tekanan darah selama laringoskopi tetapi dapat menyebabkan hipotensi
transien pada beberapa pasien.
Nitrogliserin
Mekanisme kerjanya diduga mirip dengan natrium nitroprusside.
Penggunaan klinis
Nitrogliserin dapat mengurangi iskemia miokard , hipertensi , dan kegagalan ventrikel.
Seperti natrium nitroprusside , nitrogliserin umumnya diencerkan sampai konsentrasi 100
mcg / mL dan diberikan sebagai infus intravena kontinu ( 0,5-10 mcg / kg /min ).
Nitrogliserin juga dapat diberikan sublingual ( efek puncak dalam 4 menit) atau
transdermal.

Antihipertensi lainnya
Antihipertensi kerja sentral (misalnya klonidin) bekerja pada adrenoseptor alpha2 atau
reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah
dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah.
21


Efek samping
Antihipertensi vasodilator dapat menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati harus
dipantau selama terapi dengan hidralazin karena ekskresinya melalui hati. Hidralazin juga
diasosiakan dengan sistemik lupus eritematosus.

Obatobat kerja sentral tidak spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek
samping sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk, yang sering
terjadi.

Contoh sediaan dan dosis
ACE Inhibitor
Captopril
Captensin (captopril)
Dosis: 12.5 mg 2-3x / hari hingga 25 mg 2-3 x /hari
Contoh: Captopril Hexpharm, captopril landson, Casipril, Lotensin, vapril

Ramipril
Dosis: 2.5 mg 1 kali/hari (awal) pemeliharaan 2.5-5 mg /hari
Contoh: Cardace, Hyperil, Ramixal, Vivace

Beta blocker
Bisoprolol
Dosis: 5-10 mg /hari
Contoh: B-beta, Beta-one, biscor,bisoprolol hexpharm, bisoprolol ogb dexa, bisovell, concor
Atenolol
Dosis: 50-100 mg /hari
22

Contoh: Betablok, farnormin, internolol, ternormin , nif-ten, ten blok
Propanolol
Dosis: 20-40 mg 3-4 kali per hari maks 200-280mg / hari
Contoh: Farmadral

Antagonis kalsium
Amlodipine
Dosis: 5-10 mg / hari maks 10 mg/ hari
Contoh: A-b vask, actapin, caduet, amdixal, amcor, amlodipine besylate, calsivas, calcianta, cardisan,
cardivask,exforge, intervask, lovask
Nifedipine
Dosis :5-10 mg 3 kali per hari mkas 20 mg 3 kali per hari
Contoh: adalat oros, calcianta, cordalat,coronipin, farmalat
Verapamil
Dosis: 1 kapsul pagi hari (240mg) (isoptin)
atau 1 tab 80 mg 3 kali per hari (cardiover)
Diltiazem
Dosis: 30-60 mg 3 kali per hari
Contoh: Cordizem, dil men, farmabes, herbesser, lanodil

Antagonis angiotensin II
Losartan
Dosis: 50-100 mg /hari
Contoh: acetensa, angioten, cozaar, insaar, kaftensar
Valsartan
Dosis: 80-160 mg /hari
23

Contoh: co-diovan, diovan, ex forge, valsartan-ni

Golongan lain
Clonidine (catapress)
Dosis: 0.075-0.15 mg/ hari (tablet) jika hipertensi berat : 0.3 3x/hari
Ampul 0.2 mcg/kgbb maks 0.15 mcg per infus

Sodium nitroprusside
Dosis : bervariasi
Amp 50mg/5ml


















24

Daftar Pustaka

1. Butterworth, John F. 2013. Morgans & Mikhail Clinical Anesthesiology. Ed. 5. New
York : Mc Graw Hill education.
2. Guyton, Arthur C. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed 11. Philadelphia: Elsevier
Saunders.
3. Kaplan N. Systemic hypertension: mechanisms and diagnosis. In: Zipes D, Libby P,
Bonow R, Braunwald E, editors. Braunwalds heart disease. 7th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2005
4. Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8. Jakarta : Salemba
Medika Glance.
5. Madhur , Meena S. Hypertension. http://emedicine.medscape.com/article/241381-
overview. Diakses pada tanggal 2 Maret 2014
6. http://reference.medscape.com/drugs/cardiovascular. Di akses pada tanggal 2 Maret 2014

Anda mungkin juga menyukai