Anda di halaman 1dari 22

Sanitasi Rumah Sakit

Rumah sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004).
Menurut perumusan WHO yang dikutip Harafiah dan Amir (1999), Pengertian Rumah Sakit
adalah suatu keadaan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan
medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik,
therapeutik, dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka
yang mau melahirkan.

Pengertian Sanitasi Rumah Sakit
Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan
memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan (Arifin, 2009). Kesehatan lingkungan adalah: upaya perlindungan, pengelolaan,
dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat
kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009).
Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan sebagai upaya penyehatan dan pengawasan
lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan
kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya (Depkes RI, 2009). Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi kegiatan-
kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas
sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang
memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).

Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit
Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes No.
1204/Menkes/SK/X/2004 adalah meliputi : sanitasi pengendalian berbagai faktor lingkungan
fisik, kimiawi, biologi, dan sosial psikologi di rumah sakit. Program sanitasi di rumah sakit terdiri
dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air,
penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga
dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan,
pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI, 2004).



Pengertian Manajemen Rumah Sakit
Harold koonts dan Cyrill O. Donnel dalam bukunya yang berjudul prinsiple of management yang
dikutip oleh Marsum dan Siti Fauziah (2007), Manajemen ialah suatu usaha untuk mendapatkan
sesuatu yang dilakukan melalui orang lain yang meliputi manajemen tradisional yaitu pendekatan
yang dilakukan adalah coba-coba, keberhasilan yang dicapai bersifat kebetulan dan tidak
efektif. Manajemen modern yaitu pendekatan yang dilakukan menerapkan prinsip-prinsip ilmiah,
upaya mencapai tujuan dilakukan secara sistematis dan rasional didasarkan atas data dan
informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan tujuan dapat tercapai secara efektik dan
efisien.
Manajemen dapat diartikan suatu proses untuk menciptakan, memelihara dan mengoperasikan
organisasi dengan tujuan tertentu melalui upaya manusia yang sistematis, terkoordinasi dan
koperatif. Suatu proses menganalisa, menerapkan tujuan, sasaran, serta penjabaran tugas dan
kewajiban secara baik dan efisien. Proses pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), uang,
bahan dan alat yang dianalisis dan diatur secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang
telah ditentukan. Dan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan
SDM, sumber daya lainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ( Marsum.dkk, 2007).
Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, dan adanya kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan.
Tujuan manajemen rumah sakit seperti berikut ini:
a. Menyiapkan sumber daya.
b. Mengevaluasi efektifitas.
c. Mengatur pemakaian pelayanan.
d. Efisiensi.
e. Kualitas.
Dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang kompleks pengalaman saja tidak akan cukup,
penanganannya tidak bisa lagi atas dasar kira-kira dan selera, hal ini disebabkan oleh :
a. Sumber daya yang makin sulit dan mahal.
b. Era kompetisi yang menuntut pelayanan prima.
c. Tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tata cara yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memerlukan orang yang terlatih pula secara benar
dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada pasien, dan menjaga
mutu pelayanan perlu dengan manajemen yang handal, dengan demikian segala hal yang
diperlukan akan tersedia dalam bentuk :
a. Tepat jumlah
b. Tepat waktu
c. Tepat sasaran (Hapsari, 2010)
Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak statis, tetapi sesuatu yang
dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian bila terjadi perubahan di rumah sakit,
yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di
luar rumah sakit, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan pengetahuan yang
disebabkan oleh perkembangan teknologi. Berbagai manfaat yang bisa didapat apabila
menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen rumah sakit akan
memberikan garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua aspek, yaitu
operasional, produk, dan jasa dari rumah sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain
(Adisasmito, 2007). Penerapan manajemen pengolahan limbah dalam upaya kesehatan
masyarakat yang merupakan serangkaian kegiatan manajemen limbah mulai dari sumbernya
hingga hasil akhir limbah setelah diolah. Manajemen diterapkan mulai dari sumber daya yang
tersedia, proses pengelolaan limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan pengolahan ( Adisasmito,
2007).

Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Sumber daya diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan limbah rumah sakit. Untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan diperlukan sumber daya manusia sebagai sumber daya aktif, dana
atau keuangan, sarana dan prasarana (machine), metode yang digunakan, pasar (market).
Man (SDM)
Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan
dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada
proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen
timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.
Manajemen tidak lepas dari SDM ( sumber daya aktif), koordinasi antar manusia yang
dikendalikan untuk mencapai tujuan merupakan proses manajemen yang meliputi 5 (lima) elemen
dasar sumber daya manusia :
1. Kegiatan sumber daya untuk mencapai tujuan,
2. proses dilakukan secara rasional,
3. melalui manusia lain,
4. menggunakan metode dan teknik tertentu,
5. dalam lingkungan organisasi tertentu.
Prinsip-prinsip umum manajemen yang berkaitan dengan sumber daya manusia, sebagai berikut:
1. Adanya pembagian kerja, kualitas anggota perlu diperhatikan baik fisik, mental, pendidikan,
pengalaman, keimanan,dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Disiplin, merupakan ketaatan, kepatuhan untuk mengikuti aturan yang menjadi
tanggungjawabnya
3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai
pembagian tugas yang diberikan kepadanya
4. Memberi prioritas kepada kepentingan umum
5. Penggajian pegawai dan karyawan, sangat menentukan dalam kelancaran tugas
6. Pusat kewenangan yang berdampak kepada perumusan pertanggungjawaban dalam rangka
mencapai tujuan.
7. Mekanisme kerja dalam organisasi sehingga anggota tahu siapa yang menjadi atasan dan
bertanggung jawab kepada siapa dan sebaliknya
8. Keamanan
9. Inovasi, pengembangan inisiatif dari pekerja agar berkembang kearah perubahan kemajuan
10. Semangat bekerja sama
Hubungan manajemen dengan sumber daya manusia, merupakan proses usaha pencapaian tujuan
melalui kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan (Marsum dkk, 2009).
Pengorganisasian usaha sanitasi rumah sakit harus mencerminkan fungsi dinamis dengan wadah
kegiatan terdiri dari unsur:
1. Pimpinan layanan sanitasi rumah sakit
2. Teknis sanitasi
3. Penunjang layanan sanitasi
Adapun tugas-tugas dalam sanitasi rumah sakit yaitu:
1. Mengembangkan prosedur rutin termasuk manual untuk pelaksanaannya.
2. Melatih dan mengawasi karyawan-karyawan tertentu termasuk petugas cleaning service.
3. Membagi tugas dan tanggung jawab.
4. Melapor kepada atasan atau pimpinan rumah sakit.
Petugas yang berwenang dalam pelaksanaan usaha sanitasi rumah sakit merupakan kunci dalam
panitia/komite keamanan dan harus melaksanakan tugasnya dalam pengawasan infeksi. Petugas
harus melakukan suatu pengamatan (surveilence) sanitasi yang efektif dan melaporkan
pelaksanaan programnya kepada pimpinan rumah sakit. Petugas sanitasi rumah sakit menentukan
hasil layanan yang paling dominan dalam usaha pelayanan sanitasi rumah sakit. Petugas sebagai
pemberi layanan kepada penderita dapat mempengaruhi proses pengobatan. Hubungan
psikobiososial penderita dengan petugas maupun dengan pengunjung dapat mempengaruhi hasil
penyembuhan, lebih-lebih apabila interaksi faktor biopsikososial ini berproses dalam suasana
lingkungan yang bersih, nyaman, dan asri (Hapsari, 2010).
Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung jawab terhadap
layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS meliputi kegiatan-kegiatan yang
kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan kualifikasi sebagai berikut:
1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit pemerintah)
danyang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-
rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi,
teknik kimia, dan teknik sipil.
2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas C dan D (rumah sakit pemerintah) dan
yang setingkat adalah tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah
diploma (D3) dibidang kesehatan lingkungan.
3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan lingkungannya
dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus berpendidikan sanitarian dan telah
mengikuti pelatihan khusus dibidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan
olehpemerintah atau badan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
4. Tenaga sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 dan 2, diusahakan mengikuti pelatihan khusus
di bidang kesehatan lingkungan rumah sakityang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain
terkait, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Depkes RI, 2004).
Tenaga pengelola limbah padat dan cair RS meliputi :
1. Tenaga pengelola limbah padat/sampah
a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga
perawat khususnya yang menyangkut pemisahan sampah medis dan non medis, sedang ruang lain
dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan.
b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifkasi SMP ditambah
latihan khusus.
c. Pengawasan pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengankualifikasi
D1 ditambah latihan khusus.
2. Tenaga pengelola limbah cair
a. Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses pengolahan
b. Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi
D1 ditambah latihan khusus
c. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 atau D4 ditambah
latihan khusus (Depkes RI, 2002)

Money (Uang)
Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan
alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar
dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai
tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan
dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang
dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi (Hapsari,
2010).

Sarana dan Prasarana (Machines)
Sarana dan prasarana adalah sarana yang minimal dapat menunjang pelaksanaan Manajemen
lingkungan sanitasi untuk kegiatan promotif dan preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga
harus ditunjang kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan
pelaporan, dan pedoman buku petunjuk teknis sanitasi (Depkes RI, 2009).
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009).

Methods (Metode)
Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan
memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara
pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada
sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha.
Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau
tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan
utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri (Marsum dkk, 2007).
Upaya pengelolaan limbah RS dapat dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang
berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan
kesehatan di lingkungan RS. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegitan
pelayanan RS (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu :
1. Pemrakarsa atau penanggung jawab RS
2. Pengguna jasa pelayanan RS
3. Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan
(Adisasmito, 2007).

Market (Pasar)
Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak
laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung.
Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor
menentukan dalam perusahaan. Supaya pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang
harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen (Hapsari, 2010).

Manfaat Manajemen RS
Beberapa manfaat yang diperoleh bila kita menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah
sakit adalah sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap lingkungan
Dampak positif yang paling bermanfaat untuk lingkungan dengan diterapkannya system
manajemen rumah sakit adalah pengurangan limbah berbahaya dan beracun (B3) termasuk di
dalamnya limbah Infeksius. Selain itu minimisasi limbah sebagai bagian kunci dari penerapan
sistem manajemen lingkungan rumah sakit melalui pendekatan 3R (Reuse, Recycle, dan Recovery)
dapat mengurangi pemakaian bahan baku sehingga jumlah limbah yang dihasilkan relatif lebih
sedikit yang berarti juga biaya pengolahannya relatif lebih murah.
2. Manajemen lingkungan
Sistem manajemen lingkungan akan membantu rumah sakit membuat kerangka manajemen
lingkungan yang lebih konsisten dan dapat diandalkan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Spesifikasi manajemen lingkungan akan memberikan garis-garis besar pengelolaan
lingkungan yang didesain untuk semua aspek yaitu, operasional, produk, dan jasa di rumah sakit
secara terpadu dan saling terkait satu sama lain.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit dapat membawa perubahan kondisi kerja di
rumah sakit. Hal ini merupakan harapan yang cukup realistis karena sistem manajemen
lingkungan rumah sakit menekankan peningkatan kepedulian, pendidikan, pelatihan, dan
kesadaran dari semua karyawan sehingga mereka mengerti dan tanggap terhadap konsekuensi
pekerjaannya. Keterlibatan karyawan dalam proses manajemen lingkungan juga akan
meningkatkan budaya sadar dan kepedulian untuk bersama-sama memelihara dan meningkatkan
kualitas lingkungan di sekitarnya.
4. Kontinuitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit tidak didesain untuk menilai tingkat lingkungan
misalnya tingkat teknologi pengelolaan lingkungan atau limbah. Namun dengan melakukan sistem
manajemen lingkungan rumah sakit, manajemen lingkungan rumah sakit dapat menjamin dan
mengembangkan kemampuannya untuk memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan.
Dengan demikian kinerja pengelolaan lingkungan berjalan seperti spiral yang terus berputar
kearah dan mengarah ke kondisi yang lebih baik.
5. Peraturan perundang-undangan
Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan maka ada peluang bagi rumah sakit untuk
membuktikan kepatuhannya terhadap peraturan perundangundangan atau menunjukan kepedulian
terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Sebagian rumah sakit yang telah berdiri
selama beberapa tahun kemungkinan telah dapat menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan
yang telah di tetapkan. Apabila tidak saat ini rumah sakit tersebut pasti terkena tuntutan
hukum dan publisitas negatif. Pemberian denda juga dapat menyebabkan bangkrutnya rumah
sakit.
6. Bagian dari manajemen mutu terpadu
Manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal sebagai total quality management (TQM)
merupakan strategi utama rumah sakit dalam mencapai tujuannya, meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pendokumentasian. Sistem manajemen rumah sakit dalam
hal ini juga mengandung berbagai tehnik manajemen yang menggunakan pendekatan TQM
sehingga implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit secara langsung mendukung
pelaksanaan manajemen mutu terpadu.
7. Pengurangan dan penghematan biaya
Sistem manajemen lingkungan rumah sakit menawarkan keuntungan financial baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Efisiensi pemakaian berbagai sumber daya dan minimisasi limbah yang
dihasilkan berarti mengurangi biaya untuk pengadaaan sumber daya dan biaya untuk pengolahan
limbah. Penggunaan kembali dan pendaurulangan limbah dapat menjadi tambahan pemasukan
financial rumah sakit. Setelah sejumlah biaya dikeluarkan untuk membuat dan menerapkan
program-program lingkungan yang belum ada dalam rangka memperoleh sertifikasi secara tidak
langsung akan menjadi suatu penghematan biaya dalam jangka panjang terutama dalam hal
pembersihan dan pengawasan lingkungan.
8. Meningkatkan citra rumah sakit.
Rumah Sakit yang memiliki sertifikasi ISO 14001 telah menunjukkan bahwa rumah sakit
tersebut benar-benar peduli kepada lingkungan. Dengan telah memenuhi standar dalam ISO
14001 pasien akan merasa bahwa lingkungan rumah sakit tersebut telah terlindungi. Hal ini erat
kaitannya dengan usaha rumah sakit meningkatkan hubungan baik dengan masyarakat melalui
kepercayaan dan kepuasan pasien (Adisasmito, 2007).

Limbah Rumah Sakit
Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk padat, cair,
pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius,
bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006). Limbah RS yaitu buangan
dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai ataupun tidak berguna termasuk dari limbah
pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak
dikelola dengan baik. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat dan cair (KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).
Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang
dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes
RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit yaitu :
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat.
Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola
dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang
digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pembangunan Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia
dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki
instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan
disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit. Limbah
padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus
dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat
padat (Azwar, 1990)
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat
kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes
R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004). Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan RS yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu :
1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di luar medis yang
berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila
ada teknologi.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,
limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container bertekanan, dan limbah
dengan kandungan logam berat yang tinggi.
3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang tidak secara
rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia yang rentan.
4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock (sediaan) bahan
sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang diinokulasi, terinfeksi
atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS, yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006). Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan
cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair
domestik, yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999). Menurut Azwar (1990), air limbah atau air
bekas adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan
kehidupan manusia atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
industri. Menurut Keputusan MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian limbah cair adalah semua buangan termasuk
tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

Sumber Limbah Rumah Sakit
Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan sebagian dari limbah
tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah rumah sakit dibagi atas tiga
jenis yaitu :
1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti
pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain lain.
2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis yaitu berupa air
limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain lain.
3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain lain (Chandra, 2007).
Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan untuk
kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya dibedakan menjadi sampah medis
dan non medis.
A. Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan
medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang
polikllinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis
sering juga disebut sampah biologis.
Sampah biologis terdiri dari :
1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang peralatan, ruang bedah, atau
botolbekas obat injeksi, kateter, plester, masker, dan sebagainya.
2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan, atau ruang otopsi,
misalnya, plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya.
3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostik atau
penelitian, misalnya, sediaan atau media sampel dan bangkai binatang percobaan.
B. Sampah Nonmedis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan
dari berbagai kegiatan, seperti berikut :
2. Kantor/administrasi
3. Unit perlengkapan
4. Ruang tunggu
5. Ruang inap
6. Unit gizi atau dapur
7. Halaman parkir dan taman
8. Unit pelayanan
Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil, sampah RS dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik sampah yaitu :
1. Sampah infeksius : yang berhubungan atau berkaitan dengan pasien yang diisolasi,
pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain lain.
2. Sampah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope seperti penggunaan alat
medis, riset dan lain lain.
3. Sampah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan tindakan pelayanan terhadap
pasien (Depkes RI, 2006).

Kualitas limbah padat
Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, mengelola dan
mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, pengelolaan stok kimia dan
farmasi, dan peralatan dimulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan.
Pemilahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah padat yang
akan/dapat dimanfaatkan lagi harus melalui proses sterilisasi. Pengolahan dan pemusnahan
limbah medis tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir sebelum di
anggap aman bagi kesehatan (Depkes RI, 2004).



Kualitas Limbah Cair
Menurut pendapat Okun dan Ponghis yang dikutip Soeparman dan Soeparmin (2002) berbagai
kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat terlarut (dissolved solid),
kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand). Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical
Oxygen Demand ) dan pH (power Hidrogen).
a. Bahan Padat terlarut
Bahan padat terlarut penting diketahui terutama apabila limbah cair akan dipergunakan setelah
pengolahan.
b. Kebutuhan Oksigen biokimia
Merupakan ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair dan ditentukan dengan mengukur
jumlah oksigen yang diserap oleh akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu
tertentu. Juga merupakan petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air
penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.
c. Kebutuhan oksigen kimiawi
Merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksigen limbah cair yang berada dalam kondisi
tertentu, yang ditentukan dengan menggunakan suatu oksidan kimiawi.
d. pH
pH merupakan ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan
perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses
pengolahan limbah cair.

Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan
RS selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang
berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat
hidup dan berkembang di lingkungan RS, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda
peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman dapat sampai ke tenaga kerja,
penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial (Anies, 2006).
Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang
mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari
limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut :
- Limbah mengandung agent infeksius
- Limbah bersifat genoktosik
- Limbah mengandung zat kimia atau obat obatan berbahaya atau baracun
- Limbah bersifat radioaktif
- Limbah mengandung benda tajam
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan kemungkinan besar
menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah berbahaya,
dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu,
atau yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama
yang beresiko antara lain :
- Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah sakit
- Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah
- Penjenguk pasien rawat inap
- Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan
masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian transportasi.
- Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan sampah akhir atau
incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005).

Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme pathogen. Pathogen
tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
- Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit
- Melalui membrane mukosa
- Melalui pernafasan
- Melalui ingesti
Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi gastroenteritis dimana media
penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi saluran pernafasan melalui secret yang terhirup
atau air liur dan lain lain. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka
tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda itu terkontaminasi pathogen. Karena
resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam kelompok
limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul adalah bahwa infeksi yang
ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan masuknya agens penyebab panyakit, misalnya
infeksi virus pada darah (Pruss. A, 2005).

Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan sebagai akibat pajanan
secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat
diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membaran mukosa, atau melalui
pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah terbakar, korosif atau reaktif (misalnya
formaldehide atau volatile/mudah menguap) jika mengenai kulit, mata, atau membrane mukosa
saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah luka bakar
(Pruss.A, 2005).

Bahaya Limbah Radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah radioaktif bergantung pada jenis dan intensitas
pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing, dan muntah sampai masalah
lain yang lebih serius. Karena limbah radioaktif bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat
mengenai materi genetik. Bahaya yang mungkin timbul dengan aktifitas rendah mungkin terjadi
karena kontaminasi permukaan luar container atau karena cara serta durasi penyimpanan limbah
tidak layak. Tenaga layanan kesehatan atau tenaga kebersihan dan penanganan limbah yang
terpajan radioaktif merupakan kelompok resiko (Pruss.A, 2005).


Teknologi pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit
Konsep pengelolaan lingkungan yang memandang pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem
dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen
Lingkungan (Environment Management System), melalui pendekatan ini, pengelolaan lingkungan
tidak hanya meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product (output), tetapi juga
mengembangkan strategi-strategi manajemen dengan pendekatan sistematis untuk meminimasi
limbah dari sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya sehingga mampu
mencegah pencemaran dan meningkatkan performa lingkungan. Hal ini berarti menghemat biaya
untuk remediasi pencemaran lingkungan ( Adisasmito, 2007).
Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut :
1. Reduksi limbah pada sumbernya (source reduction)
2. Minimisasi limbah
3. Produksi bersih dan teknologi bersih
4. Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh (total quality environmental management/TQEM)
5. Continous quality improvement (CQI)

Penanganan dan penampungan limbah meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Pemisahan dan pengurangan
Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan hal-hal yaitu kelancaran penanganan dan
penampungan, pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus, dengan pemisahan
limbah B3 dan non B3, diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3,
pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya,
tenaga kerja, dan pembuangan, pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat
penghasil limbah akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan penanganan.
2. Penampungan
Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman, dan higienis.
Pemadatan merupakan cara yang paling efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dan
ditimbun. Namun tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan benda tajam.
3. Pemisahan limbah
Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah dengan cara menggunakan kantong berkode
(umumnya dengan kode berwarna). Kode berwarna yaitu kantong warna hitam untuk limbah
domestik atau limbah rumah tangga biasa, kantong kuning untuk semua jenis limbah yang akan
dibakar (limbah infeksius), kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang sebaiknya dibakar
tetapi bisa juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan
pembuangan, biru muda atau transparan dengan strip biru tua untuk limbah autoclaving
(pengolahan sejenis) sebelum pembuangan akhir.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengolahan limbah klinis adalah sebagai berikut :
1. Penghasil limbah klinis dan yang sejenis harus menjamin keamanan dalam memilah-milah jenis
sampah, pengemasan, pemberian label, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan
2. Penghasil limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik meninjau kembali
strategi pengolahan limbah secara menyeluruh
3. Menekan produksi sampah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi pengelolaan
4. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya adalah langkah awal prosedur pembuangan yang
benar
5. Limbah radioaktif harus diamanakan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh
instansi berwenang
6. Incinerator adalah metode pembuangan yang hanya disarankan untuk limbah tajam, infeksius,
dan jaringan tubuh
7. Incinerator dengan suhu tinggi disarankan untuk memusnahakan limbah citotoksis (110C)
8. Incinerator harus digunakan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi desain. Mutu emisi
udara harus dipantau dalam rangka menghindari pencemaran udara.
9. Sanittary landfill mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu bila sarana incinerator tidak
mencukupi

Penanganan Limbah di Sumber Limbah Menurut Wiku Adisasmito (2007), rumah sakit
mempunyai berbagai cara dalam mengolah limbah, namun hal ini membawa konsekuensi besarnya
biaya pengadaan dan operasional yang harus dikeluarkan. Adapun saran pengolahan limbah padat
tersebut adalah melalui pewadahan dan pemilahan pada sumber, pengumpulan, pemindahan pada
trolli bak pengangkut sampah, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan
pembuangan akhir. Salah satu langkah pokok pengolahan limbah adalah menentukan jumlah
limbah yang dihasilkan. Jumlah ini memnentukan jumlah dan volume sarana penampung lokal yang
harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya.
1. Jumlah menurut berat
Jumlah produksi sampah domestik diperkirakan 2 Kg per orang per hari. Untuk mendapatkan
angka yang lebih tepat sebaiknya dilakukan survei sampah di rumah sakit yang bersangkutan.
Jumlah sampah dengan 500 tempat tidur adalah 3,25 Kg per pasien per hari (Depkes RI, 2002).
2. Jumlah disposibel
Meningkatkan jumlah sampah berkaitan erat dengan meningkatkan penggunaan barang
disposibel. Daftar barang disposibel merupakan indicator jumlah dan kualitas sampah rumah
sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposibel mungkin perlu
dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah
(Depkes RI, 2002).
3. Jumlah menurut volume
Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana pengangkutan. Konversi
dari berat ke volume dapat dilakukan dengan membagi berat total dengan kepadatan (Depkes
RI, 2002).
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya
limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam
pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif
yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya
mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena
upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan
proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung
pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi
kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah. Berbagai
cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:
1. Penanganan yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan
lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta
menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis
komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau
mengurangi biaya pengolahan limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat
menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu
cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak
menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi
untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat
pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya (Adisasmito, 2007).
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus
memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik
dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik. Limbah dari kantor, biasanya
berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu
dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang
menyangkut hal-hal berikut :
1. Pemisahan limbah
a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke
mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.
2. Penyimpanan limbah
a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat
bagian atasnya dan diberi label yang jelas
b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun
menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah
dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
d. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak sebelum
diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
a. Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
b. Kantung dipegang pada lehernya
c. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang
kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut
d. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk
membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
e. Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di
dalma kantung yang salah
f. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah

Pengangkutan limbah Padat
Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian
bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator.
Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum)
kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan
dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan
dengan menggunakan larutan klorin. Kereta atau troli yang digunakan untuk transportasi sampah
medis harus didesain sedemikian sehingga:
1) Permukaan harus licin, rata dan tidak mudah tembus
2) Tidak menjadi sarang serangga
3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan
4) Sampah tidak menempel pada alat angkut
5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali
Dalam beberapa hal dimana tidak tersedia sarana setempat, sampah medis harus diangkut
ketempat lain:
1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut, dan harus
dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.
2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau
tumpah.
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke insinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan
dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian
kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan
di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan
harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor
(Hapsari, 2010).
Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara
menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau pengangkutan oleh Dinas Kesehatan
hendaknya :
1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.
2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan dengan frekuensi
pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.
3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan disediakan
sarana pencuci.
4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dari binatang dan bebas dari infestasi
serangga dan tikus.
5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah (Depkes RI, 2002).
Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari
topi/helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron, pelindung kaki/ sepatu boot, dan
sarung tangan khusus (Depkes RI, 2004).

Pembuangan dan Pemusnahan Limbah
Setelah dimanfatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin
harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama
sehingga tidak sampai membusuk. Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator
sendiri, insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 - 1500C
atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan
dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit lain. Insinerator
modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya
menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang
tidak terpakai (Arifin, 2007). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat
ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang
berikut:
a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
b. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan
sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
c. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah.
Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah mempunyai keuntungan sebagai berikut:
1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.
2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun
pada penanganan limbah diluar rumah sakit.
3) Pengurangan biaya produksi kantong dan container (Hapsari, 2010).
Pelaksanaan pengelolaan limbah medis untuk masing-masing golongan adalah sebagai berikut :
a. Golongan A
1) Dressing bedah yang kotor, swab, dan limbah lain yang terkontaminasi deri ruang pengobatan
hendaknya di tampung pada bak penampungan limbah medis/medis yang mudah dijangkau atau
bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong pelapis
tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila tiga perempat penuh.
Kemudian diikat dengan kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah medis.
Bak ini juga hendaknya jadwal pengumpulan sampah. Isi kantong jangan sampai longgar pada saat
pengangkutan dari bak ke bak, sampah hendaknya dibuang sebagai berikut:
(a) Sampah dari unit haemodialisis: sampah hendakmya dimusnahkan dengan insinerator. Bisa
juga dengan autoclaving tetapi kantong harus dibuka dan dibuat sedemikian sehingga uap panas
bisa menembus secara efektif.
(b) Limbah dari unit lain: limbah hendaknya dimusnahkan dengan insinerator. Bila tidak
memungkinkan bisa dengan menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumuran dalam
yang aman.
2) Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang
bertanggung jawab. Kepala Instalasi Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q. Sub Dinas PKL setempat.
3) Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis
atau kantong lain yang tepat dan kemudian dimusnahkan dengan insinerator. Kecuali bila
terpaksa, jaringan tubuh tidak boleh dicampur dengan sampah lain pada saat pengumpulan.
4) Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan insinerator.
Insinerator harus dioperasikan dibawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.
b. Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah jenis ini
hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bila telah penuh diikat dan ditampung
dalam bak sampah medis sebelum diangkut dan dimusnahkan dengan insinerator.
c. Golongan C
Pembuangan sampah medis yang berasal dari Laboratorium patologi kimia, haemotologi, dan
transfusi darah, mikrobiologi, histologi dan post-mortum serta unit sejenis (misalnya tempat
binatang percobaan disimpan), dibuat dalam kode pencegahan infeksi dalam laboratorium medis
dan ruang post-mortum dan publikasi lain.
d. Golongan D
Barang dari produk medis yang baru sebagian digunakan hendaknya dikembalikan kepada petugas
yang bertanggung jawab dibagian farmasi.
e. Golongan E
Kecuali yang berasal dari ruang dengan risiko tinggi, isi dari sampah dari golongan ini bisa
dibuang melalui saluran air, WC atau unit pembuangan untuk itu. Sampah yang tidak dapat
dibuang melalui saluran air hendaknya disimpan dalam bak sampah medis dan dimusnahkan
dengan incinerator (Adisasmito, 2007). Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya
tercantum berbagai prosedur yang digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan
hendaknya disertakan terutama pada sampah yang dapat membahayakan petugas atau orang-
orang yang berkaitan dengan pengankutan/pembuangan sampah atau pembersihan sampah atau
kepada masyarakat umum. Prosedur tersebut hendaknya dikonsultasikan dengan unit-unit yang
berkaitan seperti unit pemadam kebakaran, kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta
Dinas Kesehatan.
Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah:
a. Incinerasi.
b. Sterilisasi dengan uap panas/autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 C.
c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde).
d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan).
e. Inaktivasi suhu tinggi.
f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60).
g. Microwave treatment.
h. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).
i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk (Depkes RI,
2006).

Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan cara
fisika, kimia dan biologis atau gabungan ketiga sistem pengolahan tersebut. Pengolahan limbah
cara biologis digolongkan menjadi pengolahan cara aerob dan pengolahan limbah cara anaerob
(Ginting, 2007). Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan
sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah rumah
sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :
1. Air Limbah Infeksius
Air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari
poliklinik, perawatan penyakit menular, dll.
2. Air Limbah Domestik
Air limbah yang tidak berhubungan dengan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi,
dapur, dll.
3. Air Limbah Kimia
Air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, Laboratorium,
sterilisasi, riset, dll (Ginting, 2008) Menurut Adisasmito (2007) dalam buku Sistem Manajemen
Lingkungan Rumah Sakit, Limbah cair rumah sakit terdiri dari limbah cair infeksius dan non
infeksius berasal dari kegiatan
1. Pelayanan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) pasien berupa limbah cair dalam kamar mandi dan
pencucian peralatan yang digunakan.
2. Laboratorium klinis, berupa air limbah dari pencucian peralatan laboratorium dan sejenisnya.
3. Pengobatan/ perawatan klinis, terutama berasal dari kegiatan pencucian ginjal dan pencucian
peralatan.
4. Ruang operasi.
5. Laundry dan pembersihan ruang infeksi.
6. Emergency (Rawat Darurat).
7. Radiologi.

Sifat Limbah yang dibuang ke saluran Menurut Dirjen PPM & PL serta Pelayanan Medik Depkes
RI (2002) dalam Buku Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, sifat ukuran, fungsi dan
kegiatan rumah sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang dihasilkan. Secara umum air limbah
mengandung buangan pasien, bahan otopsi jaringan hewan yang digunakan di laboratorium, sisa
makanan dari dapur, limbah laundry, limbah laboratorium berbagai macam bahan kimia baik
toksik maupun non toksik, dan lain-lain. Apabila limbah laboratorium cukup besar (lebih dari 1 pin
atau 0,568 liter) disarankan untuk disediakan kontainer khusus atau dilakukan pengolahan
khusus.
Pengolahan air limbah dapat menggunakan teknologi pengolahan secara biologis atau gabungan
antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologi dapat dilakukan secara
aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi aerobik dan anaerobik.
Proses biologis biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan BOD yang tidak terlalu
besar.
1. Pengolahan Biologi Aerobik
Pengolahan limbah secara biologis aerobik dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a) Proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture)
Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan
aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-
organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh
proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional
(standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation
ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya (Adisasmito, 2007).
b) Proses biologis dengan biakan melekat (attached culture)
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme
yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada
permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain :
trickling filter atau biofilter, rotating biological contractor (RBC), contac aeration/oxidation
(aerasi kontak) (Adisasmito, 2007).
c) Proses biologis dengan sistem kolam atau lagoon
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan
menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama
sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada
dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau
memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses
pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization
pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses
biologis dengan biakan tersuspensi (Adisasmito, 2007).
2. Pengolahan Biologi Anaerobik
Beberapa teknologi pengolahan limbah cair yang sering digunakan di rumah sakit yaitu proses
lumpur aktif (active sludge proces), reaktor putar biologis (rotating biological contactor/RBC),
proses aerasi kontak, proses pengolahan dengan biofilter up flow, dan pengolahan dengan
sistem biofilter anaerob-aerob. Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan
digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain :
karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar kualitas air olahan yang diharapkan
(Adisasmito, 2007).

Pengolahan sekunder dengan Lumpur Aktif (Actived Sludge)
Teknologi pengolahan limbah dengan Activated Sludge (Lumpur Aktif) ini sangat cocok untuk
rumah sakit dengan kapasitas yang besar. Karena jika diterapkan untuk rumah sakit dengan
kapasitas yang kecil, teknologi ini kurang ekonomis karena biaya yang diperlukan cukup besar.



Pengolahan dengan sistem Kolam Oksidasi
Sistem kolam oksidasi ini telah dipilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit yang terletak
ditengah-tengah kota karena tidak memerlukan lahan yang luas.
Kolam Oksidasinya dibuat bulat atau elip dan air limbah dialirkan secara berputar agar ada
kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi). Kemudian air limbah
dialirkan ke dalam sedimentation tank untuk mengendapkan benda-benda pada dan lumpur
lainnya. Selanjutnya air yang sudah nampak jernih dialirkan ke bak klorinasi sebelum dibuang ke
dalam sungai atau kebadan air lainnya. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan
dikeringkan pada sludge drying bed.

Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter "Up Flow"
Proses pengolahan air limbah dengan biofilter "up flow" ini terdiri dari bak pengendap, ditambah
dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan media kerikil atau batu pecah, plastik atau
media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri
anaerobik atau facultatif aerobik Bak pengendap terdiri atas 2 ruangan, yang pertama
berfungsi sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung
lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur yang
tidak terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media filter
dengan arah aliran dari bawah ke atas.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-
organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat
terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi dengan khlorine atau
kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung ke sungai atau
saluran umum.

Proses Pengolahan Dengan Sistem Biofilter Anaerob-Aerob
Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini merupakan pengembangan dari proses
biofilter anaerob dengan proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses biofilter
anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap awal, biofilter anaerob
(anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor
khlor.

Pengolahan dengan Sistem Aerasi Kontak
Proses pengolahan air limbah dengan aerasi ini merupakan pengembangan dari proses lumpur
aktif dan proses biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak ini terdiri dari
dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan sekunder.
a. Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui saringan kasar (bar screen) untuk
menyaring sampah yang berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah
melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendapan awal, untuk mengendapkan parikel
lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak
pengontrol aliran.
b. Pengolahan Sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor anaerob (Anoxic) dan bak kontaktor
aerob. Air limpasan dari bak pengendapan awal dipompa dan dialirkan ke bak penenang, kemudian
dari bak penenang air limbah mengalir ke kontaktor anaerob dengan arah aliran dari bawah ke
atas (Up Flow). Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik
atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai
dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Air limpasan dari bak kontaktor anaerob
dialirkan ke bak aerasi. Di dalam bak aerasi ini diisi dengan media dari bahan platik
(Polyethylen), batu apung atau bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara
sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada di dalam air limbah
serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan dengan
mikro-orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang
mana hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik. Proses ini sering
dinamakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Pengolahan dengan Sistem Kolam Aerasi atau Kolam Stabilisasi
Sistem pengolahan air limbah kolam stabilisasi adalah memenuhi semua kriteria tersebut
diatas kecuali masalah lahan yang diperlukan, sebab untuk kolam stabilisasi memerlukan lahan
yang cukup luas, maka biasanya sistem ini dianjurkan untuk rumah sakit di pedalaman (di luar
kota) yang biasanya masih tersedia lahan yang cukup. Sistem ini hanya terdiri dari bagian-bagian
yang cukup sederhana yakni :
a. Pump (Pompa air kotor)
b. Stabilization Pond (Kolam Stabilisasi) biasanya 2 buah
c. Bak klorinasi
d. Control Room (Ruangan untuk Kontrol)
e. Inlet
f. Interconnection antara 2 kolam stabilisasi
g. Outlet dari kolam stabilisasi menuju ke sistem chlorinasi (Bak Chlorinasi)

Anaerobic Filter Treatment System
Proses pengolahan anaerobik yaitu proses pengolahan air yang menggunakan organisme yang
aktif dimana oksigen tidak ada dan proses ini ditunjukkan oleh proses fermentasi metan.
Sebagai hasil fermentasi metan oleh bakteri anaerobik zat organik yang komplek seperti
karbohidrat, lemak dan protein dibusukkan ke dalam metan (CH4) dan karbon dioksida (CO2).
Proses pengolahan anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah air limbah yang konsentrasinya
tinggi atau lumpur, seperti pengolahan pada kotoran manusia atau air limbah dari proses
fermentasi alkohol dari tetes. Pada umumnya air limbah yang di proses dengan pengolahan
anaerobik dilanjutkan dengan pengolahan aerobik.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
a. Pump Sump (Pompa Air kotor)
b. Septic Tank (Inhoff Tank)
c. Anaerobic Filter
d. Stabilization Tank (Bak Stabilisasi)
e. Chlorination Tank (Bak Chlorinasi)
f. Sludge Drying Bed (Tempat Pengeringan Lumpur)
g. Control Room (Ruang Control)

Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya
rumah sakit atau jumlah tempat tidur, maka konstruksi anaerobic Filter Treatment System
dapat disesuaikan dengan kebutuhan tersebut misalnya :
a. Volume Septic Tank
b. Jumlah Anaerobik Filter
c. Volume Stabilization Tank
d. Jumlah Chlorinasi Tank
e. Jumlah Sludge drying bed
f. Perkiraan luas lahan yang diperlukan.

Persyaratan Limbah Cair Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit, limbah cair rumah sakit harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia
dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpangannya.
2. Saluran pembungan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air dan limbah
harus mengalir dengan lancar serta terpisah dengan saluran air hujan.
3. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama
secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang mememnuhi persyaratan teknis, apabila
belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
4. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit harian limbah yang
dihasilkan
5. Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air limbah harus
dilengkapi/ditutup dengan grill.
6. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui
kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.
7. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan setiap bulan sekali
untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
8. Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena zat radioaktif,
pengelolaanya dilakukan sesuai ketentuan BATAN
9. Parameter radioaktif diperlukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan radioaktif yang
dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai