Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan merupakan hasil dari abnormalitas struktur atau
fungsisistem kardiovaskuler sewaktu lahir. Pada sebagian besar kasus tertentu, defek
struktural dapat ditandakan pada gangguan spesifik perkembangan embriologis yang normal.
Insiden penyakit jantung kongenital/Congenital Heart Disease (CHD) sebanyak kira-
kira 8 diantara 1000 kelahiran hidup dan menjadi lebih tinggi apabila katup aorta bikuspidal
diikutsertakan. Sekitar 1/3 kasus kondisi sakit yang kritis terjadi pada awal kehidupan.
Kelainan ekstrakardia yang mengikuti terjadi pada sekitar bayi dengan CHD. Pada
sindroma Down, misalnya, ditemukan insiden yang tinggi dari defek septum atrium atau
septum ventrikel, atau paten duktus arteriosus (Underwood, 2000).
Pada sekitar 80% kasus, penyebab penyakit jantung kongenital tidak diketahui. Faktor
lingkungan seperti infeksi virus pada ibu (terutama rubella), peminum kronis, dan obat seperti
thalidomide, semuanya jelas berhubungan dengan CHD. Faktor ini sangat penting pada umur
kehamilan minggu keempat sampai kesembilan setelah konsepsi. Selama periode tersebut,
ruang atrium dan ventrikel mengalami pemisahan oleh septum, katup jantung mengalami
pembentukan dan trunkus arteriosus yang primitif terbagi menjadi aorta dan arteri
pulmonalis. Insiden CHD menunjukkan kenaikan pada ibu penderita DM yang insulin-
dependen atau fenilketonuria. Walau ditemukan hubungan yang lemah antara insiden
kelainan dengan jantung bawaan dengan faktor keturunan hubungan ini jelas terlihat;
umumnya hanya satu dari sepasang kembar monozigot yang terkena. Resiko lesi jantung
kongenital pada keturunan individu yang terkena berbeda-beda tergantung pada sifat defek,
misalnya dari 2% yang mempunyai koarktasio aorta ditemukan sekitar 4%-nya merupakan
defek septum ventrikuler. Apabila dua atau lebih anggota keluarga yang terkena, resiko
kelihatannya lebih tinggi dan, pada kejadian ini, dianjurkan untuk mengadakan konsultasi
genetik. Distribusi defek tidak secara umum mengikuti pola yang jelas dari hukum Mendel
(Sadler, 2000).
Gambaran klinis dan patologis yang menonjol dari penyakit jantung bawaan adalah:
(Underwood, 2000)
1. Makan yang kurang, kegagalan perkembangan dan tidak baiknya pertumbuhan
2. Penyakit respiratorius atau takipnea
3. Sianosis
4. Clubbing
5. Polisitemia
6. Gagal jantung
7. Hipertensi pulmonalis
8. Endokarditis infeksiosa

B. Definisi Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi
adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum
septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling
sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat
kelainan anatomi sebagai berikut : (Sadler, 2000)
1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari
bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan
3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri
mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

C. Etiologi
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara
pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktorfaktor tersebut antara lain :
(Mansjoer, 2000)
Faktor endogen
1. Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit
jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen
1. Riwayat kehamilan ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-
obatan tanpa resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin,
jamu)
2. Ibu menderita penyakit infeksi : rubella
3. Pajanan terhadap sinar -X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah
menyebabkan penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah
multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir
bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan
jantung janin sudah selesai.


D. Patofisiologi
Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine, trunkus
arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian berlangsung sedemikian,
sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya aorta akan berasal dari posterolateral
sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak antero-medial. Septum yang membagi trunkus
menjadi aorta dan arteri pulmonalis kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion
serta bagian membrane septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian
ventrikel tunggal menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke 4 dan minggu ke
8.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal (over
riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel kanan, serta
terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang gagal berpartisipasi
dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian dalam bentuknya yang klasik,
akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis infundibular,
dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi
patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel subaortik
yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta dan
hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi
ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus
stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi infundibular dan
valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer.
Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan condition sine qua non
untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang normal,
over riding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kearah anterior mengarah ke septum.
Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis daripada waktu
pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding menurut Kjellberg : (Staf IKA, 2007)
1. Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang
ventrikel kiri
2. Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel sehingga lebih kurang
25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan
3. Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta
menghadap ventrikel kanan
4. Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan,
septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar, sedangkan
ventrikel kanan berongga sempit
Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis
menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap pada waktu
pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob aorta dan aorta
descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria subklavia kiri yang
berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan esophagus, kadang disertai
arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan arteri koronaria. Arteri koronaria
yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi
kolateral di paru pada tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah
ke paru. Pembuluh kolateral berasal dari cabang cabang arteria bronkialis. Pada keadaan
tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh
kolateral tersebut harus diikat sebelum dilakukan pintasan kardiopulmonal.
Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal.
Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan
dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi
ketidak jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran darah paru paru, jika dibatasi hebat
oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi
kolateral bronkus dan kadang dari duktus arteriosus menetap.


E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis sering khas. Karena aorta menerima darah yang kaya oksigen dari
ventrikel kiri dan yang tanpa oksigen dari ventrikel kanan, maka terjadilah sianosis. Stenosis
pulmonalis membatasi aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru dan apabila ini
berat, untuk kelangsungan hidupnya hanya mungkin apabila duktus arteriosus tetap terbuka.
Bising sistolik diakibatkan baik oleh defek septum ventrikuler atau, bila berat, stenosis
pulmonalis. Seperti juga pada seluruh penderita yang hipoksia, konsentrasi hemoglobin
menunjukkan kenaikan. Gagal jantung kanan tidak dapat dihindari dan endokarditis
bakterialis akan terjadi. Anak yang menderita dispnea akibat tetralogi fallot kadang-kadang
mempunyai posisi tubuh yang khas akibat penyesuaian, dimana kedua kaki diletakkan
berdekatan dengan sendi paha, atau duduk dengan posisi kaki-dada. Keadaan ini akan
meningkatkan aliran balik vena dari tungkai bawah atau, lebih spekulatif, untuk mengurangi
perfusi arteri perifer, yang karenanya akan meningkatkan aliran melalui duktus arteriosus
atau defek septum ventrikuler ke sirkulasi sebelah kanan. Sebelum ada pengobatan operasi
yang maju, sebagian besar penderita akan meninggal dunia (Underwood, 2000).
Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia biru) terutama
merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi tersebut menjadi
dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat, penderita mulai sulit bernapas
dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan serangan demikian paling sering terjadi pada
pagi hari. Serangan serangan tersebut dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa
jam dan kadang kadang berakibat fatal. Episode serangan pendek diikuti oleh kelemahan
menyeluruh dan penderita akan tertidur. Sedangkan serangan serangan berat dapat
berkembang menuju ketidaksadaran dan kadang kadang menuju kejang kejang atau
hemiparesis. Awitan serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan
yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal yang memang
mengalami gangguan sebelumnya, yang berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis
(Mansjoer, 2000).

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit tetralogi fallot adalah sebagai berikut:
(Staf IKA, 2000)
1. Trombosis pulmonal
2. CVA trombosis
3. Abses otak
4. Perdarahan
5. Anemia relatif

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaaan penunjang untuk penyakit tetralogi fallot adalah sebagai berikut:
(Mansjoer, 2000)
1. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat saturasi oksigen
yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara
50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht
normal atau rendah mungkin menderita defisiensi besi.
2. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran
jantung. Gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
3. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel
kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan
ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru.
5. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer.
Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan
tekanan pulmonalis normal atau rendah.

E. Pengobatan
Walaupun hampir semua pasien tetralogi memerlukan tindakan bedah, namun terapi
konservatif tidak boleh diabaikan sebelum pembedahan dilakukan. Pencegahan dan
penanggulangan dehidrasi sangat penting untuk menghindari hemokonsentrasi yang
berlebihan serta trombosis. Pengobatan akut serangan sianotik meliputi: (Staf IKA, 2007)
1. Meletakan pasien dalam posisi menungging (knee chest position), sambil mengamati
bahwa pakaian yang melekat tidak sempit
2. Pemberian O2
3. Koreksi asidosis metabolik dengan NaHCO3
4. Pemberian propanolol 0,1 mg/kgBB intra vena
5. Pemberian morfin subkutan atau IV 0,1 mg/kgBB
Pemulihan akan berlangsung dengan cepat, demikian pula pH nya kembali kepada
keadaan normal. Pengukuran pH darah yang berulang diperlukan, karena kekambuhan asiodis
sering ditemukan. Untuk mencegah terulangnya serangan sianotik diberikan propanolol per
oral 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dengan hasil yang sangat baik pada beberapa
penderita dengan serangan hebat, terutama yang disertai takikardi. Serangan sianotik lebih
sering terjadi pada pasien dengan anemia, maka bila terdapat anemia relatif akibat defisiensi
besi perlu diberikan preparat besi sampai kadar hemoglobin mencapai 16-18 g/dl dan
hematokrit 55-65%.


F. Tindakan Bedah
Merupakan suatu keharusan bagi semua penderita tetralogi fallot. Pada bayi dengan
sianosis yang jelas, sering pertama-tama dilakukan operasi pintasan atau langsung dilakukan
pelebaran stenosis trans-ventrikel. Koleksi total dengan menutup VSD seluruhnya dan
melebarkan stenosis pulmonal pada waktu ini sudah mungkin dilakukan. Umur optimal untuk
koreksi total pada saat ini adalah 7-10 tahun. Walaupun kemajuan telah banyak dicapai,
namun sampai sekarang operasi semacam ini lalu disertai resiko besar (Staf IKA, 2007).

G. Prognosis
Tanpa operasi prognosis tidak baik. Rata-rata mencapai umur 15 tahun, tetapi semua ini
bergantung kepada besar kelainan. Ancaman pada anak dengan tetralogi fallot adalah abses
otak pada umur sekitar 2-3 tahun. Gejala neurologis disertai demam dan leukositosis
memberikan kecurigaan akan adanya abses otak. Jika pada bayi dengan tetralogi fallot
terdapat gangguan neurologis, maka cenderung untuk diagnosis trombosis pembuluh darah
otak daripada abses otak. Anak dengan tetralogi fallot cenderung untuk menderita perdarahan
banyak, karena mengurangnya trombosit dan fibrinogen. Kemungkinan timbulnya
endokarditis bakterialis selalu ada (Staf IKA, 2007).




BAB III
PEMBAHASAN

Pada skenario yang berjudul Bayi Biru didapatkan beberapa masalah, diantaranya:
Nama : Nita
Umur : 2 tahun
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 75 cm
Keluhan : Mudah capek bila bermain, bila berlari tiba-tiba berhenti lalu jongkok, sesak
napas, bibirnya biru, tidak ada demam, tidak batuk pilek, sudah terjadi sejak anak mulai bisa
berjalan. Sejak berusia 2 minggu, Nita tampak biru-biru bila sedang menyusu dan menangis.
Pem. fisik : Kompos mentis, sianosis, tekanan darah 100/60, nadi 120 kali/menit,
respirasi 30 kali/menit, suhu badan 36,5
0
C, tekanan vena jugularis normal, dada simetris,
ketinggalan gerak (-), retraksi (-), suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-), iktus
kordis di SIC V linea midclavicularis sinistra, tak kuat angkat, batas jantung normal, S1
tunggal, S2 split tak konstan, bising sistolik derajat 3 atau 6, punctum maximum di SIC V, 2
cm di lateral linea medioclavikularis sinistra, abdomen normal, hepar dan lien tidak teraba,
akral hangat, nadi cepat, jari tabuh, kuku sianosis.
Pem. penunjang : Pemeriksaan darah rutin, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.
Diagnosis : Tetralogi fallot

Untuk menilai status gizi Nita, dilakukan pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh) atau
BMI (Body Mass Index). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:
IMT = 14,22
Nilai normal IMT yaitu 25. Dari hasil penghitungan IMT, status gizi Nita termasuk di bawah
standar atau bisa dikatakan kurus. Hal ini membuktikan bahwa terjadi gangguan pertumbuhan
pada Nita. Seharusnya, di usianya saat ini berat badan Nita seberat 12 kg sedangkan tinggi
badannya sekitar 96 cm (Soetjiningsih, 1995).
Nita mengeluh mudah lelah, karena pada penyakit tetralogi fallot terjadi gangguan pada
proses metabolisme yang mengakibatkan tertumpuknya asam laktat pada otot sehingga
menyebabkan perasaan mudah lelah. Biasanya, saat Nita berlari tiba-tiba dia merasa sesak
napas lalu kemudian berjongkok. Gejala berjongkok setelah pasien beraktivitas dinamakan
gejala squating. Dalam posisi jongkok, Nita merasa lebih nyaman karena aliran balik dari
tubuh bagian bawah berkurang dan menyebabkan kenaikan saturasi oksigen arteri (Mansjoer,
2000).
Pada pemeriksaan, tidak ditemukan adanya demam ataupun batuk pilek. Hal ini
menandakan bahwa tidak adanya infeksi bakteri atau virus. Sejak usia 2 minggu setelah
kehamilan, Nita tampak kebiruan atau sianosis. Sianosis diakibatkan karena stenosis
pulmonal yang terjadi pada penyakit tetralogi fallot. Stenosis pulmonal yaitu terjadinya
penyempitan pada pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru-paru, sehingga
mengakibatkan turunnya oksigen. Oleh karena itu, terjadi sianosis. Sianosis hanya terdapat
setelah menangis, minum, dan stres. Serangan anoksia merupakan tanda bahaya pertama.
Segera setelah bangun atau setelah menangis keras, terjadi sianosis jelas, setelah itu pucat dan
pingsan. Penyebab serangan ini masih belum jelas (Staf IKA, 2007).
Nilai tekanan darah normal untuk anak usia 1-3 tahun adalah sistole sekitar 75-100
mmHg dan diastole 50-75 mmHg. Dalam skenario ini, tekanan darah masih dalam batas
normal. Sedangkan untuk denyut nadi berkisar antara 100-160 kali /menit, yang juga dalam
batas normal. Nilai respirasi normal yaitu 15-30 kali/menit. Suhu badan juga dalam batas
normal (Delp, 1996).
Terdapat suara tambahan pada saat bunyi jantung 2 atau diastolik. Selain itu didapatkan
bising derajat 3 atau 6. Bising derajat 3 mudah didengar, sedangkan bising derajat 6 yaitu
bising yang paling amat keras, juga dapat didengar walaupun stetoskop tidak menyentuh
dinding dada tetapi jari-jari masih menyentuh dinding dada. Punctum maximum atau
lokalisasi dan penyebaran bising yang terjadi di SIC V (Delp, 1996)
Clubbing fingers/digital clubbing/jari tabuh merupakan kelainan bentuk jari dan kuku
tangan yang berhubungan dengan sejumlah penyakit yang berkaitan dengan jantung dan
paru-paru. Patofisiologi clubbing finger yang terbaru dijelaskan oleh Prof. Bonthron dan dr.
Chris Bennet dari Yorkshire Regional Genetics Service. Mereka mempelajari sekelompok
pasien yang menderita primary hypertrophic osteoarthropathy (PHO), suatu kelainan genetik
yang ditandai oleh clubbing finger, pembesaran sendi yang disertai nyeri dan penebalan
tulang jari tangan. Penemuan mereka menunjukkan bahwa Prostaglandin E2 (PGE2), yang
diproduksi oleh tubuh sebagai mediator inflamasi, memegang peran penting pada proses
terjadinya clubbing finger. Pada keadaan normal, PGE2 akhirnya akan didegradasi oleh
enzim 15-HPGD, yang diproduksi terutama oleh jaringan paru. Untuk kasus gangguan
jantung, aliran darah yang menuju ke paru akan berkurang, sehingga proses degradasi PGE2
yang sebagian besar terjadi di jaringan paru akan terganggu (Guyton, 2006).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kombinasi kelainan kongenital yang dikenal sebagai tetralogi fallot antara lain defek
septum ventrikuler, pembesaran aorta, stenosis katup pulmoner, dan hipertrofi ventrikel
kanan. Penyebab tetralogi fallot terdiri dari 2 faktor, yaitu endogen dan eksogen. Anak
dengan tetralogi fallot umumnya akan mengalami keluhan sesak saat beraktivitas, berat badan
bayi yang tidak bertambah, clubbing fingers, dan sianosis. Pemeriksaan yang dilakukan
antara lain pemeriksaan darah, foto thorax, elektrokardiografi, ekokardiografi.
B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam skenario ini antara lain:
1. Hindari penggunaan alkohol atau obat yang membahayakan pada masa kehamilan
2. Makanan ibu haruslah mencukupi nilai gizi serta nutrisi yang dibutuhkan
3. Lakukan tindakan operasi untuk mempertahankan hidup anak
4. Pemberian oksigen sangat diperlukan saat anak sesak napas


DAFTAR PUSTAKA

Delp, Mohlan H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, Arthur C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Mansjoer, Arief, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapicus FKUI.
Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak jilid 2. Jakarta:
Infomedika.
Underwood, J. C. E. 2000. Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai