Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Oleh : Maulidawati 080710101010040 Nona Suci Rahayu 0807101010058
Pembimbing : dr. Nurkhalis Sp. JP
BAGIAN / SMF ILMU KEDOKTERAN KELUARGA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat kemuliaan dan cinta-Nya penulis dapat lahir dan menimba ilmu hingga menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah berjuang untuk kehidupan dan peradaban umat yang lebih baik dan penuh dengan ilmu pengetahuan. Dengan sepenuh hati, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan tinggi atas bimbingan dan arahan dr. Nurkhalis, Sp. Jp dalam penyelesaian tugas tinjauan kepustakaan yang berjudul Hipertensi pada Usia Lanjut dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga FK Unsyiah, RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis berharap penyusunan tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu. Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, sehingga saran dan masukan lain yang bersifat konstruktif dan positif dari semua pihak senantiasa penulis harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.
Banda Aceh, Mei 2014 Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ KATA PENGANTAR ............................................................................................ DAFTAR ISI ........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2.1 Definisi ............................................................................................ 2.2 Etiologi ............................................................................................ 2.3 Klasifikasi ........................................................................................... 2.4 Faktor Risiko ........................................................................................ 2.5.1 Usia................... ....................................................................... 2.5.2 Jenis kelamin ........................................................................... 2.5.3 Etnis .............. .......................................................................... 2.5.4 Herediter ..................................................................... ............. 2.5.5 Pola makan . ......................... 2.5.6 Gaya hidup ... 2.5.7 Obesitas .. ................................................................................. 2.5 Patofisiologi ................................................................................... 2.6 Manifestasi Klinis........................................................... ..................... 2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. ..... 2.8 Diagnosis........................................................................................ ...... 2.9 Pencegahan 2.9.1 Pencegahan primordial 2.9.2 Pencegahan primer . 2.9.3 Pencegahan sekunder . 2.9.4 Pencegahan tersier .. 2.10 Pentalaksanaan .. 2.11 Komplikasi...................................................................................... ..... 2.12 Prognosis......................................................................................... .....
BAB III KESIMPULAN ......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA................................................................................. .............
BAB I PENDAHULUAN
Salah satu ciri kependudukan abad ke-21 antara lain adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk lanjut usia yang sangat cepat. Jumlah penduduk lansia (65 tahun) akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2025 yaitu menjadi sekitar 828 juta jiwa atau sekitar 9,70% dari total seluruh penduduk dunia.
Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2011), jumlah penduduk yang berusia 45 tahun ada 45.123.871 jiwa (21,14%). 1 Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu indikator keberhasilan pembangunan selama ini membawa pula akibat semakin banyaknya penduduk berusia lanjut. Dampak meningkatnya jumlah lansia ini dapat dilihat pada pola penyakit yang semakin bergeser ke arah penyakit-penyakit degeneratif di samping masih adanya penyakit-penyakit infeksi. Kemunduran fungsi organ pada lansia menyebabkan kelompok ini rawan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes melitus, stroke, dan gagal ginjal. 1 Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan karena merupakan penyakit The Silent Killer (sering kali dijumpai tanpa gejala).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,70%. 2 Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) mencapai 6,70% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia.
Kenaikan prevalensi hipertensi sejalan dengan bertambahnya usia terutama pada usia lanjut. Prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai dalam praktek klinik sehari-hari.
Menurut Joint National Committe on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure tahun 2003, hipertensi adalah tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah tinggi sampai maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki. 3
2.2. Etiologi Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial (primer) dan sekunder. Sebanyak 95 % hipertensi esensial dan hanya 5% yang penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh darah, dan kelainan hormonal. 3 Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah: 3 Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, rasial, obesitas, merokok, genetik Sistem saraf simpatis a. Tonus simpatis b. Variasi diurnal Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel pemnbuluh darah berperan utama, tetap remodeling dari endotel, otot polos, dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem rennin, angiotensin dan aldosteron.
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya diketahui. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal, kelainan pada korteks adrenal, kelainan endokrin-metabolik (sindroma cushing, hiperaldosteronisme sekunder, feokromositoma, akromegali), koarktasio aorta, dan toksemia gravidarum serta adanya pemakaian obat-obatan sejenis kortikosteroid. 3
2.4 Faktor Risiko Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang reversibel dan irreversibel. Faktor risiko yang irreversibel adalah usia, jenis kelamin, etnis dan hereditas (genetik). Sedangkan faktor risiko yang bersifat reversibel adalah pola makan, gaya hidup dan obesitas. 2,4
2.4.1 Usia Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi meningkat. Tekanan sistolik meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan diastolik tidak berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merupakan jenis hipertensi yang paling ditemukan pada orang tua. 2,4
2.4.2 Jenis kelamin Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi.
Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria. Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih banyak ditemukan pada wanita daripada pria.
Hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita. 2,4
2.4.3 Etnis Penelitian klinis yang melibatkan sejumlah besar orang menunjukkan bahwa orang keturunan Afrika atau Afro-Karibia memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dibandingkan orang Kaukasia (berkulit putih). Hipertensi pada orang keturunan Afrika lebih sensitif terhadap garam dalam pola makan, yang diperkirakan berkaitan dengan sistem renin-angiotensin. Orang berkulit hitam memiliki kadar renin yang lebih rendah. 2,4 2.4.4 Hereditas Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. 2 2.4.5 Pola makan a. Mengkonsumsi garam dan lemak tinggi Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Lemak trans (ditemukan pada makanan yang diproses, misalnya biskuit dan margarin) dan lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging, dan krim) telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan dapat menyumbat peredaran darah. 2,4
b. Jarang mengonsumsi sayur dan buah Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pemakan daging dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah. 2,4
2.4.6 Gaya hidup a. Olahraga tidak terarur Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. 2,4 b. Kebiasaan merokok Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. 2,4 c. Mengonsumsi alkohol Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain. 2,4 2.4.7 Obesitas Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih. 2,4
2.5 Patofisiologi Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (Cardiac Output) dan tonus dari arteri (peripheral resisten). Faktor-faktor ini menentukan besarnya tekanan darah. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi cardiac output dan resistensi perifer. Hipertensi dapat terjadi karena kelainan dari salah faktor tersebut. 5
Gambar 1 Patofisiologi Hipertensi 5
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat
mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output. 5
2.6 Manisfestasi Klinis Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala.
Namun demikian, secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. 6
Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal. Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi. 6 Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, maka dapat menunjukkan gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, dan pandangan menjadi kabur. 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang rutin yang direkomendasikan sebelum memulai terapi termasuk elektrokardiogram 12 lead, urinalisis, glukosa darah, dan hematokrit, kalium serum, kreatinin, dan profil lipid (termasuk HDL kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida). Test tambahan termasuk pengukuran terhadap ekskresi albumin atau albumin/ kreatinin rasio. 3,6
Tabel 2 Pemeriksaan penunjang untuk skrening etiologi hipertensi 3,6
2.8 Diagnosis Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah 140/90 mmHg. 3
2.9 Pencegahan 2.9.1 Pencegahan Primordial Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi. 7
2.9.2. Pencegahan Primer Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor risikonya. 7 Upaya-upaya yang dilakukan dalam pencegahan primer terhadap hipertensi antara lain:
1. Pola Makan yang Baik a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi 7 Panduan terkini dari British Hypertension Society menganjurkan asupan natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4 gram sehari. Jumlah tersebut setara dengan 6 gram garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari.
Mengurangi asupan garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram garam) bisa menurunkan TDS 2-8 mmHg.
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 6/3 mmHg. b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah 7 Sayur dan buah mengandung zat kimia tanaman (phytochemical) yang penting seperti flavonoids, sterol, dan phenol.
Mengonsumsi sayur dan buah dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg. 2. Perubahan Gaya Hidup a. Olahraga teratur Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, karena kedua sifat inilah yang dapat menurunkan tekanan darah.
Olahraga aerobik maksudnya olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, dan bersepeda. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori). Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit perhari dengan baik dan benar.
Melakukan olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-8 mmHg. Di usia tua, fungsi jantung dan pembuluh darah akan menurun, demikian juga elastisitas dan kekuatannya. Tetapi jika berolahraga secara teratur, maka sistem kardiovaskular akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara. 2
b. Menghentikan merokok Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi. 2 c. Menghentikan konsumsi alkohol Menghindari konsumsi alkohol bisa menurunkan TDS 2-4 mmHg. 2 3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan Penurunan berat badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui perubahan pola makan dan olahraga secara teratur.
Menurunkan berat badan bisa menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB. 2,7 2.9.3. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang sudah pernah terjadi untuk berulang atau menjadi berat. Pencegahan ini ditujukan untuk mengobati para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari penyakit, yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Dalam pencegahan ini dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan juga kepatuhan berobat bagi orang yang sudah pernah menderita hipertensi. 7 2.9.4 Pencegahan Tersier Pencegahan tersier yaitu upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi hipertensi. 7
2.10 Penatalaksanaan Pengelolaan hipertensi pada usia lanjut sama seperti hipertensi pada usia lainnya. Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko morbiditas maupun mortalitas akibat komplikasi kardiovaskular. Pengobatan hipertensi harus dimulai dengan modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, mengurangi asupan natrium, olahraga atau aktivitas fisik, seperti pada tabel di bawah ini. 3
National Institude for Health and Clinical Excellence (NICE/BHS, 2006) merekomendasikan untuk memulai intervensi medikamentosa antihipertensi bila: 8 Tekanan darah diatas 160/100 mmHg; atau Hipertensi sistolik terisolasi (TDS > 160 mmHg); atau Tekanan darah > 140 mmHg dan disertai: - risiko kardiovaskular (+); atau - kerusakan organ target; atau - risiko kardiovaskular (dalam) 10 tahun minimal 20% Prinsip utama terapi farmakologi pada usia lanjut serupa dengan rekomendasi pengobatan terapi hipertensi pada populasi umum, yaitu: 8 1. Terapi lini pertama: diuretik golongan thiazide 2. Terapi lini kedua harus berdasarkan komorbiditas dan faktor risiko 3. Pasien dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan diastolik > 100 mmHg biasanya akan membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah 4. Terapi sebaiknya dimulai dengan obat antihipertensi terpilih dalam dosis rendah, dititrasi perlahan untuk meminimalkan efek samping
5. Penurunan BB dan pengurangan konsumsi garam telah terbukti sebagai salah satu intervensi hipertensi yang efektif pada populasi lanjut usia 6. Untuk memperbaiki ketaatan pasien terhadap regimen antihipertensi sebaiknya pasien dilibatkan dengan perencanaan kontrol tekanan darah dan sasaran terapi. Sasaran TD adalah < 140/90 mmHg. Berikut ini diagram pengobatan hipertensi usia lanjut: 8
Beberapa pilihan obat pada kondisi khusus yaitu: 3 Indikasi Khusus Diuretik B Blocker ACEI ARB CCB Antialdosteron Gagal Jantung + + + + + Pasca MCI + + + Risiko tinggi PJK + + + Diabetes Mellitus + + + + + Penyakit ginjal kronik + + + Cegah stroke berulang + +
2.11 Komplikasi Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut, yaitu: a. Jantung Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau edema. Kondisi ini disebut gagal jantung. 6 b. Otak Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus) timbul saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang persisten. 6 c. Ginjal Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh. 6 2.12 Prognosis WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun ke
depan: (1) risiko rendah, kurang dari 15 %. (2) risiko menengah , sekitar 15-20 %. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %. 12
Tabel 3 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis 12
Tabel 4 Prognosis 12
BAB III KESIMPULAN
Prevalensi hipertensi pada usia lanjut lebih tinggi dibanding penderita yang lebih muda. Sebagian besar merupakan hipertensi primer dan hipertensi sistolik terisolasi. Diagnosis hipertensi sama dengan orang pada umumnya seperti yang dianjurkan JNC VII. Mekanisme hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya diketahui. Hal yang penting mungkin karena adanya pengakuan pembuluh darah arteri, disamping faktor lainnya seperti penurunan sensitivitas baroreseptor maupun adanya retensi natrium. Penatalaksanaan hipertensi pada usia lanjut, pada prinsipnya tidak berbeda dengan hipertensi pada umumnya; yaitu terdiri dari modifikasi pola hidup dan bila diperlukan dilanjutkan dengan pemberian obat-obat antihipertensi. Obat yang umum digunakan adalah diuretik dan antagonis kalsium, dengan prinsip dosis awal yang kecil dan ditingkatkan secara perlahan. Sasaran tekanan darah yang ingin dicapai adalah TDS 140 dan TDD 90 mmHg.
Daftar Pustaka
1. Sirait, A. M. dan Woro Riyadina. 1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Lanjut Usia. Jurnal Epidemiologi Indonesia.
2. Sugiharto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat. http://eprints.undip.ac.id/16523/1/Aris_Sugiharto.pdf
3. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):256072.
4. Palmer, A. dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga. Jakarta
5. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9 th edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006
6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrisons principles of internal medicine 17 th
edition. New York: McGrawHill:2008
7. Sianturi, E. 2004. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor Risiko di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan. Program Magister Epidemiologi Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana USU. Medan
8. The National Collaborating centre for Chronic Conditions. 2004. Hypertension: management of hypertension in adults in primary care. NICE Clinical Guideline 18
9. World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992