Anda di halaman 1dari 20

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Colon
Anatomi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk dan susunan tubuh,
sedangkan fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi atau bagian dari
alat tubuh. Definisi colon (usus besar) yang kira-kira satu setengah meter
panjangnya adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau
ileosekal, yaitu tempat sisa makanan lewat. Refleks gastrokolik terjadi ketika
makanan masuk lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar.
Refleks ini menyebabkan defakasi atau pembuangan air besar. Struktur colon
terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus halus. Serabut
longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang member rupa
berkerut-kerut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus daripada yang
ada pada usus halus, dan tidak memiliki vili. Di dalamnya terdapat kelenjar serupa
kelenjar tubuler dalam usus halus dan dilapisi epitelium silinder yang memuat sel
cangkir (Pearce, 2009).
Fisiolgi dari colon (usus besar) yaitu berfungsi sebagai absorpsi air,
garam, dan glukosa; sekresi musin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam,
penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-
buahan dan sayuran hijau, dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan oleh
kerja bakteri guna eksresi; defakasi (Pearce, 2009). Menurut Watson (2002),
4

Colon (usus besar) dimulai dari ileocaecal valve sampai ke canalis ani, dibagi
menjadi 6 bagian yaitu :
1. Caecum
Terletak di bagian kanan fossa iliaka. Sekum merupakan area yang berdilatasi,
yang ujung bawahnya buntu, tetapi bagian atasnya menyambung dengan colon
ascenden dan tempat perpotongannya merupakan tempat ileum terbuka ke
dalam sekum, yakni melalui katup ileo-sekum (Watson, 2002).
2. Colon Asenden
Panjang colon asenden kira-kira 15 cm dan lebih sempit daripada sekum.
Colon ini naik di sisi kanan abdomen ke permukaan bawah hati, tempat ia
menekuk kedepan dan ke kiri pada fleksura kolik kanan (Watson, 2002)
3. Colon Transversum
Panjang colon transversum kira-kira 50 cm dan berjalan menyilang abdomen
ke permukaan bawah limpa pada arkus terinversi. Disini, colon menekuk
dengan tajam ke arah bawah pada fleksura kolik kiri (Watson, 2002).
4. Colon Desenden
Panjang colon desenden sekitar 25 cm dan berjalan ke bawah pada sisi kiri
abdomen ke pintu masuk pelvis minor, dimana ia menjadi colon sigmoid
(Watson, 2002).
5. Colon Sigmoid
Colon sigmoid membentuk lengkung yang panjangnya kira-kira 40 cm dan
berada dalam pelvis minor (Watson, 2002).


5

6. Rektum
Rectum merupakan struktur lanjutan dari colon sigmoid. Panjang rectum ialah
sekitar 12 cm dan berjalan melalui diafragma pelvis menjadi kanal anus.
Kanal anus berjalan ke arah bawah dan belakang, ke ujung anus (Watson,
2002).

Gambar 2.1 Anatomi colon (Moeller, 2000)
2.1.2 Patologi Colitis
Penyakit radang kronis usus besar (colon) dibagi dalam dua bagian, colitis
ulseratif non spesifik dan penyakit crohn usus besar (colitis granulomatosa).
Walaupun dua keadaan ini mempunyai banyak gambaran yang sama, namun
banyak perbedaan yang memisahkan keduanya menjadi dua keadaan klinis yang
berbeda.
6

Colitis ulseratif merupakan penyakit radang colon nonspesifik yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang berganti-
ganti. Nyeri abdomen, diare, dan perdarahan rectum merupakan gejala dan tanda
yang penting. Awitan puncak penyakit ini adalah antara usia 15 dan 40 tahun, dan
menyerang kedua jenis kelamin sama banyak. Insidensi colitis ulseratif per tahun
adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasa kulit putih. Penyakit crohn terjadi pada
sekitar seperempat dari colitis ulseratif. Kedua penyakit ini lebih jarang dijumpai
pada orang kulit berwarna.
Telah dijelaskan beberapa teori mengenai penyebab colitis ulseratif,
namun tidak ada yang terbukti. Teori yang paling terkenal adalah teori reaksi
sistem imun tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus
berlangsungnya peradangan dalam dinding usus. Penderita colitis ulseratif
memang memiliki kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui hal ini merupakan
penyebab atau akibat efek ini; colitis ulseratif tidak disebabkan oleh distress
emosional atau sensitifitas terhadap makanan, tetapi faktor-faktor ini mungkin
dapat memicu timbulnya gejala pada beberapa orang.
Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa pembentukan
abses dalam kriptus, yang berbeda dengan lesi pada penyakit Crhon yang
menyerang seluruh tebal dinding usus. Pada permulaan penyakit, timbul edema
dan kongesti mukosa. Edema dapat mengakibatkan kerapuhan hebat sehingga
dapat terjadi perdarahan akibat trauma ringan, seperti gesekan ringan pada
permukaan. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kripte pecah
menembus dinding kripte dan menyebar dalam lapisan submukosa. Mukosa
kemudian terkelupas menyisakan daerah tidak bermukosa (tukak). Tukak mula-
7

mula tersebar dan dangkal, tetapi pada stadium lebih lanjut, permukaan mukosa
yang hilang menjadi luas sekali sehingga mengakibatkan hilangnya jaringan,
protein, dan darah dalam jumlah banyak (Pryce, 2012).
2.1.3 Pesawat Sinar-X
Sinar-X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis
dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet, tetapi dengan
panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar-X bersifat heterogen, panjang
gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan antara sinar-X dengan sinar
elektromagnetik lainnya juga terletak pada panjang gelombang, dimana panjang
gelombang sinar-X sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang
cahaya yang kelihatan (Rasad, 2005).
Menurut Rasad (2005), sifat-sifat sinar yg dimiliki oleh sinar-X
diantaranya memiliki daya tembus, pertebaran, penyerapan, efek fotografik,
fluoresensi, ionisasi dan efek bilogik. Sedangkan dalam pemeriksaan radiologi,
sinar-X berasal dari tabung pesawat roentgen yang dimana proses terjadinya sinar-
X dalam tabung pesawat roentgen adalah sebagai berikut :
a. Katoda dipanaskan sampai menyala dengan mengalirakan listrik yang
berasal dari transformator.
b. Karena panas elektron-elektron dari katoda terlepas.
c. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektron-
elektron akan di percepat gerakannya menuju anoda dan di pusatkan ke
alat pemusat
d. Filamen dibuat relative negatif terhadap sasaran dengan memilih potensial
tinggi.
8

e. Awan-awan elektron mendadak di hentikan pada sasaran sehingga
terbentuk panas (99%) dan sinar-X (1%)
f. Pelindung timah akan mencegah keluarnya sinar-X dari tabung, sehingga
sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela.
g. Panas yang tinggi pada sasaran akibat benturan elektron ditiadakan oleh
radiator pendingin
2.1.4 Teknik Pemeriksaan Colon In Loop
2.1.4.1 Pengertian Teknik Pemeriksaan Colon In Loop
Teknik pemeriksaan Colon In Loop adalah teknik pemeriksaan secara
radiologis dari colon (usus besar) dengan menggunakan media kontras secara
retrograde (Bontrager, 2001).
2.1.4.2 Tujuan pemeriksaan
Tujuan pemeriksaan Colon In Loop adalah untuk mengetahui gambaran
anatomis dari colon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosis suatu
penyakit atau kelainan pada colon (Ballinger, 2003).
2.1.4.3 Indikasi Pemeriksaan Colon In Loop
Menurut bontrager (2001), indikasi pemeriksaan Colon In Loop adalah sebagai
berikut :
- Colitis, adalah penyakit inflamasi pada colon termasuk didalamnya colitis
ulseratif dan colon crohn.
- Carcinoma
- Divertikel, merupakan kantong yang menonjol pada dinding colon terdiri
atas lapisan mukosa dan muskularis mukosa
9

- Mega colon adalah suatu kelainan konginetal yang terjadi karena tidak
adanya sel ganglion dipleksus mienterik dan sub mukosa pada segmen
colon distal. Tidak adanya peristaltik menyebabkan feses sulit melewati
segmen agangglionik, sehingga memungkinkan penderita untuk buang air
besar 3 minggu sekali.
- Obstruksi atau Illeus adalah penyumbatan pada daerah usus besar
- Invaginasi adalah melipatnya bagian usus besar ke usus itu sendiri
- Stenosis adalah penyempitan saluran usus besar
- Volvulus adalah penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus ke
bagian usus yang lain
- Atresia adalah tidak adanya saluran dari colon yang seharusya ada
- Intussusepsi adalah gangguan mekanis pada bayi yang sering disebabkan
oleh cacat kelahiran dimana adanya pembesaran saluran usus di daerah
distal biasanya di daerah illeus.
2.1.5 Persiapan Pasien
Tujuan persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan Colon In Loop
adalah untuk membersihkan colon dari kotoran (feces), untuk memperoleh hal itu
harus dilakukan persiapan pasien yang terdiri atas :
a. Mengubah pola makan pasien
Makanan hendaknya tidak mengandung lemak, hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya bongkahan-bongkahan tinja yang keras.
b. Minum sebanyak-banyaknya, oleh karena penyerapan air di saluran cerna
terbanyak di colon maka pemberian minum ini dapat menjaga tinja agar tetap
lembek.
10

c. Pemberian pencahar
Apabila kedua hal di atas dijalankan dengan benar, maka pemberian pencahar
hanyalah sebagai pelengkap saja. Pada beberapa keadaan seperti orang tua,
rawat baring yang lama, dan sembelit kronis pencahar ini mutlak diberikan.
Sebaiknya dipilih pencahar yang mempunyai sifat-sifat melembekkan tinja,
mempunyai citra rasa yang enak, mempunyai kemasan yang menarik.
Lamanya persiapan dapat berkisar antara 1-2 hari bergantung pada keadaan
pasien dan klinisnya (Rasad, 2005).
2.1.6 Persiapan Alat
Persiapan alat pada pemeriksaan Colon in Loop adalah meliputi pesawat
sinar-X dengan fluoroscopy, kaset, marker, irrigator, jelly, hand scoen, spuit,
clamp, kain cassa, bengkok, apron, serta tempat mengaduk kontras (Ballinger,
2003).
2.1.7 Persiapan Bahan
Media kontras menggunakan barium, untuk metode kontras ganda barium
yang digunakan lebih tinggi dibandingkan dengan metode kontras tunggal, untuk
metode kontras tunggal menggunakan barium sulfat 12-25% weight/volume,
sedangkan metode kontras ganda menggunakan 75-95% weight/volume
(Ballinger, 2003). Banyaknya larutan tergantung pada panjang pendeknya colon,
umumnya 600-800 ml (Rasad, 2005).
2.1.8 Metode Pemasukan Media Kontras
2.1.8.1 Metode kontras tunggal
Metode kontras tunggal merupakan pemeriksaan Colon In Loop yang
hanya menggunakan media kontras barium sulfat. Media kontras barium sulfat
11

dapat dipersiapkan di dalam kantong disposable. Media kontras yang digunakan
diaduk dengan air hangat sesuai petunjuk yang ada dalam kemasan barium,
kemudian kantong barium dihubungkan dengan cateter yang dirancang khusus,
sehingga media kontras hanya bisa dikeluarkan di dalam rectum (Ballinger, 2003).
Barium dimasukkan sampai mengisi daerah caecum. Pengisian barium
diikuti dengan fluoroscopy. Untuk informasi lebih jelas pasien dirotasikan ke
kanan dan ke kiri serta di buat radiograf full filling untuk melihat keseluruhan
bagian usus dengan proyeksi AP, kemudian pasien diminta untuk buang air besar
dan dibuat radiograf post evakuasi posisi AP (Ballinger, 2003).
2.1.8.2 Metode kontras ganda
Pemeriksaan Colon In Loop dengan menggunakan media kontras positif
(barium sulfat) dan negatif (udara) (Ballinger, 2003).
1. Pemasukan media kontras satu tingkat
Cairan barium sulfat menggunakan irrigator yang dihubungkan dengan
canula dimasukkan kira-kira mencapai fleksura linealis, setelah itu canula
diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan pasien posisinya di ubah dari
posisi miring ke kiri menjadi ke kanan setelah udara sampai di fleksura
linealis agar media kontras merata kemudian dibuat radiograf dalam
berbagai posisi dengan pasien kembali posisi supine (Ballinger, 2003).
2. Pemasukan media kontras dua tingkat
a. Tahap pengisian, terjadi pengisian barium sulfat ke dalam lumen colon.
Dapat dikatakan cukup bila sudah mencapai fleksura linealis atau
pertengahan colon transversum. Bagian colon yang belum terisi dapat
12

diisi dengan merubah posisi pasien dari supine menjadi right decubitus
(Rasad, 2005)
b. Tahap pelapisan, dengan menunggu 1-2 menit dapat diberikan
kesempatan pada larutan barium untuk melapisi mukosa colon (Rasad,
2005)
c. Tahap pengosongan, setelah mukosa colon terlapisi sempurna maka sisa
larutan barium dalam lumen colon perlu dikeluarkan kembali. Caranya
dengan memiringkan pasien ke kiri dan menegakkan meja pemeriksaan
(upright) (Rasad, 2005)
d. Tahap pengembangan, dilakukan pemompaan udara ke dalam lumen
colon. Usahakan jangan sampai terjadi pengembangan yang berlebihan
karena akan timbul hal-hal yang tidak di inginkan (Rasad, 2005).
e. Tahap pemotretan, setelah seluruh colon mengembang sempurna maka
dilakukan pemotretan atau eksposun radiografik (Rasad, 2005).
2.1.9 Proyeksi Pemotretan
Proyeksi pemotretan untuk pemeriksaan Colon In Loop menurut Ballinger
(2003) yaitu :
1. Plain Foto
Pada pemeriksaan Colon In Loop perlu dilakukan plain foto untuk
mengetahui anatomi colon, faktor eksposi dan evaluasi persiapan pasien.
Proyeksi plain foto dilakukan dengan proyeksi anteroposterior (AP)
(Ballinger, 2003).
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid
Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
13

Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek
diatur dengan menentukan batas atas processus xyphoideus dan batas bawah
adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca
dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat
pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas (Ballinger, 2003).

Gambar 2.2 Proyeksi AP atau Plain Foto (Bontrager, 2001)

Gambar 2.3 Radiograf AP atau Plain Foto (Bontrager, 2001)
2. Proyeksi Anteroposterior (AP) Post Media Kontras
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid
Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek
diatur dengan menentukan batas atas processus xyphoideus dan batas bawah
adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca
14

dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat
pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas (Ballinger, 2003).

Gambar 2.4 Proyeksi AP (Ballinger, 2003)

Gambar 2.5 Radiograf Posisi AP (Ballinger, 2003)
3. Proyeksi Right Posterior Obliq (RPO)
Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35 -
45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan
tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki
kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi. Titik bidik 1-2 inchi
ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua crista illiaca, dengan arah sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset. Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi
penuh dan tahan napas. Kriteria menunjukkan tamapak fleksura linealis dan
colon asenden (Ballinger, 2003).
15


Gambar 2.6 Proyeksi RPO (Ballinger, 2003)

Gambar 2.7 Radiograf proyeksi RPO (Ballinger, 2003)
4. Proyeksi Posteroanterior (PA)
Pasien diposisikan prone diatas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh
berada tepat di garis tengah meja pemeriksaan. Kedua tangan lurus
disamping atas tubuh dan kaki lurus ke bawah. MSP objek sejajar dengan
garis tengah meja pemeriksaan. Objek diatur diatas meja pemeriksaan
dengan batas atas processus xypoideus dan batas bawah sympisis pubis tidak
terpotong, pada saat eksposi pasien ekspirasi dan tahan nafas. Titik bidik
pada pertengahan kedua crista illiaca dengan arah sinar vertical tegak lurus
kaset. Kriteria radiograf seluruh colon terlihat termasuk fleksura dan rectum
(Ballinger, 2003).
16


Gambar 2.8 Proyeksi PA (Ballinger, 2003)

Gambar 2.9 Radiograf Proyeksi PA (Ballinger, 2003)
5. Proyeksi Left Posterior Obliq (LPO)
Pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan kurang lebih 35 -
45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri digunakan untuk bantalan dan
tangan kanan di depan tubuh berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki
kiri lurus sedangkan kaki kanan ditekuk untuk fiksasi. Titik bidik 1-2 inchi
ke arah lateral kanan dari titik tengah kedua crista illiaca, dengan arah sinar
vertikal tegak lurus terhadap kaset (Ballinger, 2003)

Gambar 2.10 Proyeksi LPO (Ballinger 2003)
17


Gambar 2.11 Radiograf Proyeksi LPO (Ballinger, 2003)
6. Proyeksi Lateral
Pasien diposisikan lateral atau tidur miring dengan Mid Coronal Plane
(MCP) diatur pada pertengahan grid, genu sedikit fleksi untuk fiksasi. Arah
sinar tegak lurus terhadap film pada Mid Coronal Plane setinggi spina illiaca
anterior superior (SIAS). Eksposi dilakukan saat pasien ekspirasi dan tahan
nafas. Kriteria radiograf daerah rectum dan sigmoid tampak jelas,
rectosigmoid pada pertengahan radiograf (Ballinger, 2003).

Gambar 2.12 Proyeksi Lateral (Ballinger, 2003)

Gambar 2.13 Radiograf Posisi Lateral (Ballinger, 2003)
18

7. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD)
Pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke kiri dengan bagian
abdomen belakang menempel dan sejajar dengan kaset. MSP tubuh berada
tepat pada garis tengah grid. Titik bidik diarahkan pada pertengahan kedua
crista illiaka dengan arah sinar horisontal dan tegak lurus terhadap kaset.
Eksposi dilakukan pada saat pasien ekspirasi dan tahan napas. kriteria
radigraf menunjukkan bagian atas sisi lateral dari kolon asenden naik dan
bagian tengah dari kolon desenden saat terisi udara (Ballinger, 2003)

Gambar 2.14 Proyeksi LLD (Ballinger, 2003)

Gambar 2.15 Radiograf Proyeksi LLD (Ballinger, 2003)
8. Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine
Posisi pasien duduk dengan punggung pada sisi meja, sehingga MCP tubuh
sedekat mungkin pada garis tengah meja pemeriksaan. Pertengahan panggul
berada tepat pada pertengahan film, dan pasien membungkuk. Kedua tangan
berpegangan pada pergelangan kaki untuk fiksasi. Sinar diarahkan tegak
19

lurus melewati daerah lombo sakral setinggi trochanter mayor. Kriteria
radiograf menunjukkan gabungan rektosigmoid dan sigmoid pada proyeksi
axial dan tampak rektum (Ballinger, 2003)

Gambar 2.16 Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine (Ballinger, 2003)

Gambar 2.17 Radiograf Proyeksi Axial Metode Chassard Lapine (Ballinger, 2003)
9. Post Evakuasi
Tujuan untuk mengetahui kontraksi colon secara keseluruhan dan
pengosongan colon. Pada foto post evakuasi menggunakan proyeksi AP.
Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan MSP (Mid
Sagital Plane) tubuh berada tepat pada garis tengah meja pemeriksaan.
Kedua tangan lurus di samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah. Objek
diatur dengan menentukan batas atas processus xyphoideus dan batas bawah
adalah symphisis pubis. Titik bidik pada pertengahan kedua crista illiaca
20

dengan arah sinar vertikal tegak lurus dengan kaset. Eksposi dilakukan saat
pasien ekspirasi penuh dan tahan nafas (Ballinger, 2003).

Gambar 2.18 Proyeksi AP Post Evakuasi (Bontrager, 2001)

Gambar 2.19 Radiograf Post Evakuasi (Ballinger, 2003)
2.1.10 Proteksi Radiasi
Menurut Rasad (2005), tujuan proteksi radiasi ialah :
a. Pada pasien : dosis radiasi diberikan harus sekecil mungkin sesuai keharusan
klinis.
b. Pada personil : dosis radiasi yang diterima ditekan serendah mungkin dan
dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi dosis maksimum
yang diperkenankan.
Tiga cara pengendalian tingkatan pemaparan radiasi menurut Rasad (2005) yaitu :
a. Jarak : efektif karena intensitas radiasi dipengaruhi oleh hukum kuadrat
terbalik
21

b. Waktu : pemaparan dapat di atur dengan waktu melalui berbagai jalan yaitu
pembatasan waktu berkas diarahkan ke ruang tertentu, pembatasan waktu
ruang yang dipakai.
c. Perisai : perisai primer memberi proteksi terhadap radiasi primer (berkas sinar
guna), perisai sekunder member proteksi terhadap radiasi sekunder (sinar
bocor dan hambur).
2.2 Tinjaun Penelitian Terdahulu
Kustanto, (2014), dengan penelitian yang berjudul tata laksana
pemeriksaan radiografi colon in loop pada suspect hirschrung di instalasi
radiologi rumah sakit Dr. saiful anwar malang. Hirschsprung disease merupakan
suatu kelainan kongenital yang terjadi karena tidak adanya sel ganglion di pleksus
mienterik dan sub mukosa pada segmen colon distal menyebabkan feces sulit
melewati segmen aganglionik.
Penelitian mengenai teknik pemeriksaan Colon In Loop pada Suspect
Colitis di instalasi radiologi RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, berdasarkan
referensi yang ada belum pernah dilakukan. Perbedaan dari penelitian ini dengan
penelitian terdahulu yang ada diatas adalah dari segi subjek dan keluaran yang
diteliti yaitu pemeriksaan Colon In Loop pada Suspect Colitis.

22

2.3 Kerangka Konsep


















Gambar 2.20 Kerangka Konsep
Colitis merupakan penyakit radang kronis usus besar (colon) yang
dibagi dalam dua bagian, yaitu colitis ulseratif non spesifik dan
penyakit crohn usus besar (colitis granulomatosa) (Pryce, 2012)
Teknik pemeriksaan Colon In Loop adalah teknik pemeriksaan
secara radiologis dari colon (usus besar) dengan menggunakan
media kontras secara retrograde (Bontrager, 2001).
Proyeksi pemeriksaan colon in loop
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui teknik pemeriksaan dan hasil
radiograf Colon In Loop pada Suspect Colitis di Instalasi RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang

Anda mungkin juga menyukai