Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA

DISOLUSI OBAT
TABLET VERAPAMIL (VERAPAMIL HCL 80 MG)

Tanggal Praktikum : 30 April 2014




Disusun oleh:
KELOMPOK 2 RABU SIANG
Baginda Sati Pituanan (1206
Kirana Eka Yudita (1206223000)
Siti Nur Priantia (1206227402)
Tahmida Diazputri Utami (1206230422)

Pembimbing :
Kurnia Sari, S.Farm, Apt.



FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari praktikum uji disolusi ini antara lain :
1. Mengetahui cara uji disolusi sediaan tablet.
2. Menentukan kesesuaian uji disolusi dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam
masing-masing monografi untuk sediaan tablet.
3. Mengetahui jumlah zat aktif dalam tablet yang terdisolusi.
4. Mengetahui profil pelepasan zat aktif (Verapamil HCl) dari Tablet Verapamil
80mg

II. DASAR TEORI
Uji disolusi adalah uji yang dilakukan untuk menetapkan kadar zat aktif yang
terlarut dalam media disolusi pada suasana yang sesuai dengan suasana tubuh pada waktu
obat dimasukkan hingga waktu tertentu. Uji ini menggambarkan kadar obat yang dapat
diabsorbsi tubuh setelah selang waktu tertentu obat tersebut dikonsumsi.
Uji disolusi suatu sediaan tablet dilakukan dengan maksud agar dapat diketahui
waktu yang dibutuhkan oleh suatu tablet untuk pecah menjadi partikel-partikel yang
dapat diabsorpsi oleh tubuh. Dalam penetapan kadar obat dalam darah, hal penting yang
harus diperhatikan adalah laju kelarutan obat, ini sangat berhubungan dengan kemanjuran
(efikasi) dari suatu sediaan tablet dan bioavailabilitas suatu formula. Oleh karena itu, uji
disolusi sangat penting dilakukan bagi suatu sediaan pada tahap evaluasi sediaan obat
untuk mengetahui apakah suatu tablet melepas kandungan zat aktifnya atau tidak bila
berada di saluran cerna serta menentukan bioavailabilitas sediaan tersebut.
Penaksiran pelepasan langsung dari formula tablet diperoleh dengan mengukur
bioavailabilitas in vivo. Namun karena beberapa alasan, seperti ketepatan yang rendah,
sulitnya mengkaji pada manusia serta tingginya biaya yang dibutuhkan, pengukuran in
vivo sulit dilakukan. Akibatnya uji disolusi in vitro digunakan dan dikembangkan secara
luas dan secara tidak langsung dipakai untuk mengukur bioavailabilitas obat. Dua sasaran
utama dalam pengembangan uji disolusi in vitro adalah:



Pelepasan bahan aktif dari tablet diusahakan mendekati 100 %
Laju pelepasan obat seragam pada setiap batch dan harus sama dengan laju
pelepasan dari batch yang telah terbukti memiliki bioavailabilitas dan efektif
secara klinis
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, uji disolusi dapat digunakan untuk
menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera dalam masing-masing
monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet
harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak, kecuali bila
dinyatakan dalam masing-masing monografi. Bila pada etiket dinyatakan bahwa sedian
bersalut enterik, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang
tertera pada alat uji Pelepasan Obat.
Persyaratan waktu
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Jika dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu,
pengujian dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat apabila persyaratan jumlah
minimum yang terlarut telah dipenuhi. Dan jika dinyatakan dua waktu atau lebih, cuplikan
dapat diambil hanya pada waktu yang ditentukan dengan toleransi 2%
Interpretasi
Kecuali dinyatakan lain, dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi jika
jumlah zat aktif yang terlarut dari sediaan yang diuji sesuai dengan tablet penerimaan.
Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujian memenuhi tahap S1 dan
S2. harga Q adalah jumlah zat aktif terlarut seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi, dinyatakan dalam persentase kadar pada etiket, angka 5% dan 15% dalam
tablet adalah persentase kadar pada etiket, dengan demikian memiliki arti yang sama
dengan Q.
Kriteria penerimaan uji disolusi didasarkan pada nilai Q, Q adalah jumlah obat yang
dinyatakan dalam monografi secara spesifik terdisolusi dalam waktu tertentu. Untuk
mengambil kesimpulan, uji disolusi dilakukan dalam tiga tahap, namun bila tahap pertama
sudah memenuhi syarat, tidak perlu dilakukan tahap kedua maupun ketiga, bila belum,
pengujian dilakukan pada tehap kedua. Jika tahap pertama dan kedua belum memenuhi
persyaratan, maka pengujian dilanjutkan pada tahap ketiga.
Tahap 1 : 6 unit sediaan : tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
Tahap 2 : 6 unit sediaan : rata-rata dari 12 unit adalah sama dengan
atau lebih besar dari dan tidak satu pun unit sediaan yang
lebih kecil dari Q-15%
Tahap 3 : 12 unit sediaan : rata-rata dari 24 unit adalah sama atau
lebih besar dari Q, tidak lebih dari 2 unit sediaan yang
lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih
kecil dari Q-25%

Media Disolusi
pelarut yang tertera pada masing-masing monografi. Bila media disolusi adalah suatu
larutan dapar, pH larutan harus diatur sedemikian rupa hingga berada dalam batas 0,05
satuan pH yang tertera pada masing-masing monografi. Yang harus diperhatikan untuk
media disolusi ini adalah media disolusi harus diatur sedemikian rupa hingga menyerupai
kondisi tubuh manusia normal (media disolusi harus mempunyai temperatur sesuai
temperatur tubuh manusia normal, 37
o
0,5
o
. Jika dalam media disolusi terdapat gas
terlarut yang dapat membentuk gelembung yang dapat mengubah hasil pengujian, maka
gas terlarut tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum pengujian. Medium disolusi
dapat berupa air, larutan dapar atau larutan yang disesuaikan dengan kondisi lambung
dengan pH sekitar 1-2 dengan tambahan enzim.

Tahap Jumlah yang Diuji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit [(S1+S2) : 2]
adalah sama dengan atau lebih besar dari
Q dan tidak 1 unit sediaan yang lebih
kecil dari Q-15%
S3 12 Rata-rata 24 unit [(S1+S2+S3) : 3] adalah
sama dengan atau lebih besar dari Q dan
tidak ada 2 unit sediaan yang lebih kecil
dari Q-15% dan tidak 1 unitpun yang
lebih kecil dari Q-25%.
Tabel 1. Persyaratan Uji Disolusi

Adapun alat uji disolusi dan pelepasan obat dari sediaan farmasi yang diuraikan dalam
Farmakope Indonesia, USP dan Farmakope Eropa ada tujuh macam, yaitu:
1. Alat 1, dengan pengaduk bentuk keranjang (basket) yang diuraikan dalam Farmakope
Indonesia edisi IV halaman 1084-1085. Alat ini sesuai untuk pengujian sediaan
padat, mikrokapsul/pelet dan serbuk. Sistem pengadukan yang digunakan adalah
pengaduk putaran.
2. Alat 2, dengan pengaduk bentuk dayung (paddle) yang diuraikan dalam Farmakope
Indonesia edisi IV halaman 1085. Alat ini sesuai untuk pengujian sediaan padat.
Sistem pengadukan yang digunakan adalah pengaduk putaran.
3. Alat 3, silinder kaca bolak-balik (reciprocating cylinder) yang diuraikan dalam
Farmakope Indonesia edisi IV halaman 1022. Alat ini sesuai untuk pengujian sediaan
padat, mikrokapsul/pelet dan serbuk. Sistem pengadukan yang digunakan adalah
pengadukan bolak-balik.
4. Alat 4, sel lewat aliran (flow-through cell) yang diuraikan dalam Farmakope
Indonesia edisi IV halaman 1023-1024. Cara ini sesuai untuk pengujian sediaan
padat, mikrokapsul/pelet dan serbuk. Sistem pengadukan yang digunakan adalah
aliran cairan.
5. Alat 5, dayung di atas cakram (paddle over disk) yang diuraikan dalam Farmakope
Indonesia edisi IV halaman 1026-1027. Cara ini sesuai untuk pengujian transdermal
patches. Sistem pengadukan yang digunakan adalah pengaduk putaran.
6. Alat 6, silinder (cylinder) yang diuraikan dalam Farmakope Indonesia edisi IV
halaman 1027-1028. Cara ini sesuai untuk pengujian transdermal patches. Sistem
pengaduk yang digunakan adalah pengaduk putaran.
7. Alat 7, cakram turun naik (reciprocating holder) yang diuraikan dalam Farmakope
Indonesia edisi IV halaman 1028-1029. Cara ini sesuai untuk pengujian sediaan
transdermal patches padat, mikrokapsul/pellet, serbuk. Sistem pengadukan yang
digunakan adalah pengadukan turun-naik.

Uji disolusi ini dilakukan agar terjadi ketersesuaian dengan persyaratan disolusi
yang tertera dalam masing-masing monografi suatu sediaan tablet. Pada praktikum kali
ini hasil disolusi yang diperoleh dibandingkan dengan persyaratan uji disolusi yang
terdapat dalam Farmakope Indonesia IV sehingga dapat diketahui apakah tablet tersebut
memenuhi persyaratan atau tidak.

III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Alat uji disolusi beserta apparatus tipe 2 (tipe paddle)
Spuit injeksi dan selang plastik
Filter
Kertas saring
Labu ukur
Alat spektrofotometri UV-Vis
Kuvet
Beaker glass
Gelas ukur
Termometer
Pipet volume
Balon volumetri
Pipet tetes
Botol coklat
Bahan :
Tablet Verapamil (3 butir)
Serbuk Verapamil HCl standar
Medium disolusi HCl 0,1 N
Aquadest Bebas CO
2


IV. CARA KERJA
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV:
Media : 900 ml HCl
Alat : Tipe 2 (Tipe Paddle)
Kecepatan : 50 rpm
Waktu : 30 menit. Dengan interval sampling waktu 15, 30, 45, dan
60
Suhu : 37 0,5
0
C
Nilai Q : 75%
Volume sampling : 10 ml

1. Pembuatan medium HCL 0,1 N
a. Siapkan alat dan bahan.
b. Buatlah air bebas CO
2
sebanyak 5 liter.
c. Masukkan 2,5 liter ke dalam erlenmyer 5 liter, lalu masukkan HCL pekat 12 N.
d. Tambahkan air bebas CO
2
hingga batas 5 liter.

2. Uji disolusi
a. Siapkan alat disolusi tipe 2 (tipe paddle) untuk uji disolusi tablet verapamil
HCl.
b. Isi wadah disolusi dengan aquades hingga batas air kemudian panaskan
hingga suhu 37,5
0
C
c. Isi tabung disolusi dengan HCl 0,1 N sebanyak 900 ml dengan suhu 37 0,5
0
C, lalu letakkan pada tempat yang telah disediakan pada alat. (suhu harus
terus dijaga)
d. Setelah suhu percobaan (37
o
) tercapai, masukkan ke dalam ketiga tabung alat
disolusi tersebut masing-masing satu tablet Verapamil HCl secara bersamaan.
e. Nyalakan alat apparatus 2 (paddle) dengan kecepatan 50 rpm.
f. Sementara itu, siapkan spuit injeksi (alat suntikan) untuk mengambil sampel
dan botol coklat untuk menampung hasil sampel.
g. Pada menit ke-15, ambil sampel menggunakan spuit injeksi sebanyak 10 ml
kemudian dengan spuit lainnya tambahkan HCl 0,1 N sebanyak 10 ml ke
dalam tabung disolusi.
h. Ukur serapan larutan sampel tersebut dengan alat spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum 278 nm. Besar serapan harus berada di antara
0,2 - 0,8. Jika berlebih, encerkan larutan dengan menggunakan HCl 0,1 N
Ulangi langkah di atas pada waktu 30, 45, dan 60
i.

3. Pembuatan kurva kalibrasi
a. Timbang verapamil HCl standar 50 mg kemudian masukkan ke dalam labu
ukur 100 ml.
b. Pipet sebanyak 10 ml dalam labu ukur 100 ml, 4 ml dalam labu ukur 100 ml, 6
ml dalam labu ukur 100 ml, 4 ml dalam labu ukur 50 ml, 6 ml dalam labu
ukur 50ml, dan 7 ml dalam labu ukur 50 ml.
c. Dari hasil tersebut diperoleh konsetrasi sebesar 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm,
50ppm, 60 ppm dan 70 ppm.

V. HASIL PERCOBAAN
Konsentrasi (c)
dalam ppm
Serapan (A)
20 0,227
30 0,352
40 0,500
50 0,606
60 0,751
70 0,798

Diperoleh nilai:
r : 0,9933
a : 0,0044
b : 0,01188
bila persamaan y = a + bx maka y = 0.01188x + 0.0044



Data serapan tablet verapamil 80 mg:
= 278 nm











y = 0.01188x + 0.0044
R = 0.986
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 10 20 30 40 50 60 70 80
S
e
r
a
p
a
n

(
A
)

Konsentrasi (ppm)
KURVA KALIBRASI VERAPAMIL STANDAR
Waktu
(menit)
Faktor
pengenceran
Absorbansi (serapan)
Tablet 1 Tablet 2 Tablet 3
15 - 0,270 0,493 0,406
30 - 0,610 0,655 0,744
45
2x
0,481 0,477 0,467
60
2x
0,310 0,403 0,417

Rumus Perhitungan Kadar Verapamil HCl
C (mg) =
(() )



Jadi,

)


(

)


(

)

+
(


()

)


(

)

+
(

)



Keterangan :

Persamaan kurva kalibrasi : Y = a + bx
Keterangan :
Y : Serapan Tablet Verapamil
Yn : Serapan Tablet Verapamil pada menit ke-n
X : konsentrasi tablet verapamil dalam medium (g/ml)
Xn : konsentrasi tablet verapamil dalam medium (g/ml), pada menit ke-n (15, 30, 45,
dan 60)
Fp : faktor pengenceran (jika ada)
M : volume medium (900 ml)
S : volume sampling (10 ml)
a : intersep atau titik potong pada sumbu Y
b : gradient atau sloop



Persentase Tablet Verapamil yang terdisolusi pada tiap sampling
Rumus:







PERHITUNGAN
Tablet 1


()

= 20,121

)


(


()

+
()

= 46,102

)


(

()


()

+
()

=72,945

)


(

)


(

()

()


()

+

()

= 47,839

Tablet 2


()

= 37,015

)


(


()

+
()

=49,699

)


(

()


()

+
()

= 72,56

)


(

)


(

()

()


()

+

()

= 69,363

Tablet 3


()

= 30,424

)


(


()

+
()

=56,368

)


(

()


()

+
()

=71,051

)


(

)


(

()

()


()

+

()

= 64,255








Tabel persentase kadar:
Tablet Konsentrasi
yang
terdisolusi
(mg)
Waktu
disolusi
(menit)
Rata-rata
Konsentrasi
yang
terdisolusi
(mg)
Konsentrasi
awal (mg)
% konsentrasi
Verapamil yang
terdisolusi
Tablet 1 20,121
15 29,187 80 36,484% Tablet 2 37,015
Tablet 3 30,424
Tablet 1 46,102
30 50,723 80 63,404% Tablet 2 49,699
Tablet 3 56,368
Tablet 1 72,945
45 72,185 80 90,231% Tablet 2 72,56
Tablet 3 71,051
Tablet 1 47,839
60 60,486 80 75,608% Tablet 2 69,363
Tablet 3 64,255






0
10
20
30
40
50
60
70
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Y-Values
Y-Values
Linear (Y-Values)
VI. PEMBAHASAN
Pada uji disolusi ini, kelompok kami mendapatkan tablet uji verapamil yang
mengandung verapamil HCL 80 mg. Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, uji
disolusi tablet verapamil menggunakan aparatus 2 (paddle) dengan kecepatan 50 rpm,
waktu disolusi 30 menit , suhu 37 C dan media disolusi berupa HCl 0,1 N. Sampling
dilakukan pada menit ke 15, 30, 45, dan 60.
Pada saat pengukuran serapan standar verapamil didapatkan hasil regresi linear
yang kurang baik, hal ini dapat disebabkan karena kurang telitinya praktikan dalam
melakukan pengenceran dan terbatasnya alat (jumlah pipet volume dan labu ukur).
Sedangkan pada pengukuran serapan sample hasil uji disolusi, untuk mencapai
absorbansi yang baik (0.2-0.8 A), praktikan harus melakukan pengenceran dengan factor
pengenceran 2x pada sample menit ke-45 dan 60. Serapan yang dihasilkan berbeda pada
tiap tablet pada menit ke 15. 30, 45, dan 60. Hal ini dapat disebabkan karena
ketidakseragaman pada pengambilan sampel, kesalahan praktikan pada saat melakukan
pengenceran, terbatasnya sample yang ada sehingga sulit untuk melakukan pengenceran,
atau kecepatan dalam pengambilan sampel yang tidak sama.
Uji disolusi tahap pertama (S1) menggunakan 6 tablet, yang kemudian % zat aktif
yang terlarut dalam sediaan harus memenuhi kriteria tertentu. Apabila pengujian tahap
pertama tidak memenuhi persyaratan, pengujian dilanjutkan dengan tahap kedua (S2)
dan begitupula bila kriteria tahap kedua tidak terpenuhi pengujian dilanjutkan pada
tahap ketiga (S3). Kriteria tersebut adalah:
Tahap
Jumlah yang
diuji Kriteria
S1 6
Tiap unit sediaan tidak kurang dari
Q+5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah
sama dengan atau lebih besar dari Q
dan tidak satu unit sediaan yang lebih
kecil dari Q-15%
S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3)
adalah sama dengan atau lebih besar
dari Q. Tidak lebih dari 2 unit sediaan
yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak
satu unit pun yang lebih kecil Q-25%.

Namun pada percobaan kali ini, pengujian tahap pertama yang dilakukan oleh
kelompok kami hanya menggunakan 3 tablet verapamil 80 mg. Berdasarkan farmakope
Indonesia edisi IV, harga Q untuk tablet verapamil 80 mg pada waktu disolusi (30
menit) adalah 75%. Sehingga untuk kriteria uji disolusi tahap pertama, zat aktif yang
harus terdisolusi harus tidak kurang dari Q+5% atau 80%.
Berdasakan percobaan, didapatkan rata-rata konsentrasi verapamil yang
terdisolusi pada menit ke-15 adalah 36,484%; menit ke-30 63,404%; menit ke-45
90,231%; dan menit ke-60 adalah 75,608%. Hal tersebut menunjukan bahwa semakin
lama waku uji disolusi, semakin banyak konsentrasi verapamil yang terdisolusi ke dalam
medium namun ketika sudah mencapai waktu disolusinya maka pada waktu selanjutnya
sedikit demi sedikit konsentrasi verapamil yang terdisolusi akan semakin berkurang.
Namun, berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa tablet verapamil yang kami uji tidak
mencapai kriteria uji disolusi tahap pertama, yaitu zat aktif yang terdisolusi harus tidak
kurang dari Q+5% atau 80%, karena hasil yang kami dapatkan pada waktu 30 menit
hanya 63,404%. Hal ini dapat disebakan kesalahan praktikan ketika melakukan sampling
atau ketika melakukan pengenceran, karena seharusnya tablet Verapamil telah lulus uji
disolusi karena merupakan tablet yang telah dipasarkan.

VII. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan uji disolusi ini, dapat dinyatakan bahwa tablet verapamil 80
mg yang mengandung zat aktif verapamil HCl yang kami uji tidak memenuhi kriteria uji
disolusi. Karena % konsentrasi yang terdisolusi pada waktu 30 menit tidak mencapai
Q+5% atau 80%.

VIII. DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Farmakope Indonesia edisi IV.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Martin, A.N., Swarbrick, J., Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik, terjemahan Joshita,
Jilid II, edisi ke-3. Depok: UI Press.
Joshita, 2002. Buku Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik. Departemen Farmasi UI.

Anda mungkin juga menyukai