Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling
sering dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan
bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka
mencapai umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian
(inseden) yang lebih tinggi, yaitu (Maeda dkk, 1993) mendapatkan angka 9,7% (pada
pria 10,5% dan pada wanita 8,9% dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% da Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia lebih tinngi kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam komplek.Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan
yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan
kejang demam komplek yang berlangsung lebih dari dari 15 menit, fokal atau multifel
(lebih dari 1 kali kejang demam dalam 24 jam) (Arif Manajer, 2000).
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA,
radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar
1
0
C pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan
peningkatan kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 15 % dan otak sebesar 20 %.
Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang
tidak akan menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5
menit tetapi anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang
yang biasanya lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada
anak akan menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya
aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan
obstruksi pada jalan nafas. Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang
mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum
maaupun fokal, kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhannya bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (1998)
melaporkan dari 1990 anak menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang
mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat
diturubkan melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan
sedini mungkin pada anak. Dan perlu diingat bahwa masalah penanggulangan kejang
demam ini bukan hanya masalah di rumah sakit tetapi mencakup permasalahan yang
menyeluruh dimulai dari individu anak tersebut, keluarga, kelompok maupun
masyarakat.
B. Tujuan





























BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Kejang Demam
kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan.(betz & sowden,2002). Kejang (konvulsi)
merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf
korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan
kesadaran ringan, aktivitas motorik dan/atau gangguan fenomena sensori
(Doengoes, 2000). Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik
abnormal di dalam otak. Kejang dapat berupa kekakuan anggota tubuh,
gerakan kejutan berulang secara periodik, atau campuran keduanya. Bila
kontraksi otot hanya mengenai sebagian kecil serabut otot saja, tidak akan
tampak kekejangan otot, tetapi hanya terlihat gerakan halus pada kulit.
Kejang adalah suatu gerakan anggota tubuh yang tidak disadari, dan
ditimbulkan oleh kontraksi sebagian atau seluruh otot-otot tubuh. Kontraksi
otot-otot secara spontan keras ini tidak dikendalikan dan biasanya disebabkan
suatu rangsangan terhadap susunan syaraf. Kejang biasanya berlangsung
selama 2-5 menit. Sesudahnya penderita bisa merasakan sakit kepala, sakit
otot, sensasi yang tidak biasa, linglung dan kelelahan.
Penderita biasanya tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama dia
mengalami kejang.
Gangguan kejang merupakan sindrom kronis dimana disfungsi
neurologis pada jaringan serebral menghasilkan episode paraksosmal
berulang (kejang) gangguan perilaku, suasana hati, sensasi, persepsi, gerakan
dan tonus otot (Carpenito, 2000). Demam adalah meningkatnya temperatur
tubuh secara abnormal lebih dari 37,5
o
C, merupakan respon tubuh terhadap
kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh
(Suriadi, 2001).




B. Etiologi
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
a. Faktor predisposisi :
1) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat
diturunkan pada anakmya.
2) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak
belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika
mendapat rangsangan tiba-tiba.
b. Faktor presipitasi
1) Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya
infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis,
infeksitraktus urinarius dan faringitis.
2) Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit
sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia,
hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
3) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma
kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan
otak.
C. Patofisiologi
Untuk mempertahan kan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan energi yang didapat dari metabolisme.Bahan baku metabolisme
otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan
perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler.Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sum ber energi
otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi yang dipecah menjadi
karbondioksida dan air.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1
0
C akan mengakibatkn kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak umur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewaa yang hanya 15%. Oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
ion natrium melalui membrane tersebut dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapt
meluas keseluruh sel maupun membran sel disekitarnya dengan bantuan
yang disebut neurotransimitter dan terjadi kejang. Tiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda dan tergangtung tinggi rendahnya ambang
kejang seseorang. Anak akan menderita kejang pada suhu tertentu. Pada
anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang akan terjadi pada suhu
38
0
C sedangkan anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejan akan terjadi
pada suhu 40
0
C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang
kejangg yang rendah. Dalam penanggulannya perlu memperhatikan pada
tingkat suhu beberapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet
yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapia, asidosis laktat disebabkab
oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin
meningkaynya aktifitas otot dan selanjutnya mneyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejan lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meninggikan permehabilitas kapiler dan timbul odema
otak yang mengakibatkan kerusakan neuron otak. Kerusakan pada daerah
medial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsy yang spontan. Karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.
1. Proses
a) Proses kejang...

b) Proses terjadinya kejang dan demam...





c) Proses demam kejang,,



D. Manifestasi klinik
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan
berupa klonik atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan parsial.
Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara
(Todds hemiplegia) yang berlangsung beberapa jam atau bebarapa hari.
Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.
Menurut Behman kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39
o
C atau lebih
ditandai dengan adanya kejang khas menyeluruh tonik klonik lama beberapa
detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap lebih dari 15 menit
menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik selain itu
juga dapat terjadi mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan dan
kelemahan serta gerakan sentak berulang.

E. Komplikasi
1) Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang
berlangsung lama dan dapat menjadi matang
2) Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat
gangguan perkembangan atau kelainan neurologis
3) Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama
(berlangsung lebih dari 30 menit)
4) Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan
menjadi spasme
5) Kematian

F. Pemeriksaan diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam
antara lain :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Elektrolit
2) Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi
pada aktivitaskejang
3) Glukosa
Hipoglikemia ( normal 80 - 120)
4) Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4
mg/dL)
5) Sel Darah Merah (Hb)
Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )
6) Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk
mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang
demam atau kejang karena infeksi pada otak.
a) Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan
pemeriksaan lumbal pungsi
b) Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen
kuning santokrom.
Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal
(normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan
dewasa 130-150ml).
Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-
5.0 q/L, bmEayi 3.6-5.8mEq/L)
b. EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui
tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG
dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan
kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di
daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks
c. CT Scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama
kalinya
d. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi
tulang peningkatan tekanan intrakranial
2. Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi
tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga
subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi
otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis
3. Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak,
apakah ada penyumbatan atau peregangan.

G. Pencegahan
Menurut Ngastiyah, pencegahan difokuskan pada pencegahan
kekambuhan berulang dan pencegahan berulang.
1.Pencegahan berulang.
a) Mengobatin infeksi yang mendasari kejang
b) Penkes tentang,
c) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep
dokter
d) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan
termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan
batas-batas suhu normal pada anak (36-37C)
e) Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada
saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat.
f) Memberitahu pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah
mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
2. Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi :
a. Baringkan pasien pada tempat yang rata.
b. Kepala dimiringkan untuk menghindari aspirasi cairan tubuh
c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas
d. Lepaskan pakaian yang ketat
e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cidera

H. Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
a) Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan
napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan
vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan
pemberian antipiretik.
b) Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam
yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena
0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang
lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB10 kg) atau 10 mg(BB10kg) bila kejang tidak berhenti dapat
diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan
pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
menyebabkan iritasi vena.
c) Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun
ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan
fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya
dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan
belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik
per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari.
Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin
dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun
kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan
otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk
mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi
lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak,
misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang
demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti:
pemeriksaan darah lengkap.
3. Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
a. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah
terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau
pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam.
Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk
mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal.
Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu
38,5
o
C atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak
kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun
atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu
penderita demam (berdasarkan resep dokter).
b. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan
pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada
penderita yang menunjukkan hal berikut;
1) Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan
neurologis atau perkembangannya.
2) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti
kelainan neurologis sementara atau menetap.
3) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
4) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu
episode demam.

I. Definisi menginitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piameter(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang
lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial/suatu peradangan selaput otak yang biasanya diikuti pula oleh
peradangan otak/peradangan pada selaput meninges yang menyelubungi otak
yang disebabkan oleh bakteri atau virus.Meningitis dibagi menjadi dua
golongan berdasarkan perubahan yang terjadipada cairan otak yaitu
meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosaditandai dengan
jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinalyang
jernih. Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis
danvirus.
Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang
bersifatakut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan
oleh bakterispesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan
meningitis purulentayang paling sering terjadi.Penularan kuman dapat terjadi
secara kontak langsung dengan penderita dandroplet infection yaitu terkena
percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairantenggorok penderita.17
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularanpenyakit ini.
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari
pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara
hematogen(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan
memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak
J. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Meningitis Viral
a) Identifikasi.
Relatif sering ditemukan namun penyakit ini jarang sekali ditemukan
dengan sindroma klinis serius atau dengan penyebab virus yang multiple,
ditandai dengan munculnya demam tiba-tiba dengan gejala dan tanda-
tanda meningeal. Pemeriksaan likuor serebrospinal ditemukan pleositosis
(biasanya mononukleosis tapi bisa juga polimorfo 353 nuklier pada tahap-
tahap awal), kadar protein meningkat, gula normal dan tidak ditemukan
bakteri. Ruam seperti rubella sebagai ciri infeksi yang disebabkan oleh
virus echo dan virus coxsackie; ruam vesikuler dan petekie bisa juga
timbul. Penyakit dapat berlangsung sampai 10 hari.
Paresis sementara dan manifestasi ensefalitis dapat terjadi; sedangkan
kelumpuhan jarang terjadi. Gejala-gejala sisa dapat bertahan sampai 1
tahun atau lebih, berupa kelemahan, spasme otot, insomnia dan perubahan
kepribadian. Penyembuhan biasanya sempurna. Gejala pada saluran
pencernaan dan saluran pernafasan biasanya karena infeksi enterovirus.
Berbagai jenis penyakit lain disebabkan oleh bukan virus gejalanya dapat
menyerupai meningitis aseptik; misalnya seperti pada meningitis
purulenta yang tidak diobati dengan baik, meningitis karena TBC dan
meningitis kriptokokus, meningitis yang disebabkan oleh jamur, sifilis
serebrovaskuler dan LGV.

b) Penyebab infeksi
Virus coxsackie grup B tipe 1-6 sebagai penyebab dari 1/3 kasus; dan
echovirus tipe 2,5,6,7,9 (kebanyakan), 10, 11, 14, 18 dan 30, kira-kira
sebagai penyebab separuh kasus. Virus coxsackie grup A (tipe 2,3,4,7,9
dan 10), arbovirus, campak, herpes simplex I dan virus varicella, virus
Choriomeningitis limfositik, adenovirus dan virus jenis lain
bertanggungjawab terhadap terjadinya kasus-kasus sporadis. Insidensi dari
tipe-tipe spesifik bervariasi menurut wilayah geografis dan waktu.
Leptospira bertanggungjawab terhadap lebih dari 20% kasus-kasus
meningitis aseptik di berbagai wilayah di dunia ini
2. Meningitis Bakterial
Angka insidensi meningitis bakterial yang dilaporkan di Amerika
Serikat, 10 tahun setelah pertama kali vaksin terhadap Haemophillus
influenza serotipe b (Hib) diijinkan beredar adalah 2,2/100.000/tahun dan
kira-kira sepertiga penderita anak berumur 5 tahun. Hampir semua bakteri
dapat menyebabkan infeksi pada semua umur, tetapi seperti yang dilaporkan
pada akhir tahun 1990-an penyebab yang paling sering adalah Neisseria
meningitidis dan Streptococcus pneumoniae.
Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh infeksi meningokokus,
timbul secara sporadis dan kadang-kadang muncul sebagai KLB; di banyak
negara meningokokus merupakan penyebab utama dari meningitis bakterial.
Meningitis yang disebabkan oleh Hib, sebelumnya merupakan salah satu
penyebab yang paling sering dari meningitis bakterial. Bakteri penyebab
meningitis yang paling jarang adalah stafilokok, bakteri enterik, grup B
streptokokus dan Listeria yang menyerang orang dengan kerentanan yang
spesifik (seperti pada neonatus, penderita gangguan sistem imunitas) atau
sebagai akibat trauma pada kepala.


K. Patofisiologi Meningitis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di
organatau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara
hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau
jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak. 23 Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid
menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.Mula-mula pembuluh darah meningeal
yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat
singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan
dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag.Proses radang selain pada
arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuronneuron. Trombosis
serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan
kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh
bakteri.
L. Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,
letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
cairanserebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.Meningitis karena virus
ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita
tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti
oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf
pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan
keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan
disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah
wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada
meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula,
tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung. Meningitis bakteri
biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal.
Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala
panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan
berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan
fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak
dengan penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus
pneumoniae, 21 % oleh Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi
Meningococcus.
Pada anak-anak dan dewasa biasanya dimulai dengan gangguan
saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan gejala
panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung.
Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen peningkatan
intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan
gangguan kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat
meninggal dunia dalam waktu tiga minggu bila tidak mendapat pengobatan
sebagaimana mestinya.




K. Pemeriksaan Dianogstik
1. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) dilakukan untuk menegakkan
atau menyingkirkan kemungkinan meningitis encephalitis.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
Pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi > 18 bulan tidak rutin
2. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
kemungkinan berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Oleh sebab itu pemeriksaan EEG
pada kejang demam tidak dianjurkan. Pemeriksaan EEG dilakukan setelah
1 minggu bebas demam bertujuan untuk mencari penyebab lain dari
kejang.

M. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan intermitten
Turunkan demam :
a. Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen
5 10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 4 kali per hari.
b. Kompres : suhu > 39 C dengan air hangat, suhu > 38 C dengan
air biasa.
c. Penanganan suportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas,
pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit,
pertahankan keseimbangan tekanan darah. Tidurkan penderita pada
posisi terlentang, hindari dari trauma pada bibir dan lidah dengan
pemberian spatel lidah atau sapu tangan diantara gigi.
2. Pencegahan Kejang
Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana
dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada
saat anak menderita penyakit yang disertai demam.
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam
Valproat 15 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 3 dosis.

N. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada meningitis adalah peningkatan
TIK yang menyebabkan penurunan kesadaran. Komplikasi lain pada
meningitis yaitu disfungsi neurologi, disfungsi saraf kranial (N III,IV, VII
atau VIII ), hemiparesis, dysphasia dan hemiparesia. Mungkin juga dapat
terjadi syok, gangguan koagulasi, komplikasi septik (bacterial
endokarditis) dan demam yang terus menerus. Hidrosefalus dapat terjadi
jika eksudat menyebabkan adhesi yang dapat mencegah aliran CSF
normal dari ventrikel. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
adalah komplikasi yang serius pada meningitis yang dapat menyebabkan
kematian.

O. Definisi Encephalitis
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh
virus atau mikroorganisme lain yang non purulent.
1. Patogenesis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran
cerna. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dengan beberapa cara:
1. Setempat : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan
atau organ tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah. Kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan
selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf. Masa Prodromal
berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat. Gejala
lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran,
kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia,
Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
V. Etiologi
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex- Arbo virus
Jarang : - Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi : - Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis
Ensefalitis supuratif akut : Bakteri penyebab Esenfalitis adalah :
Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli,
Mycobacterium dan T. Pallidum.
Ensefalitis virus : Virus yang menimbulkan adalah virus R N A
(Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,
virus rubella, virus denque, virus polio,
cockscakie A, B, Herpes, Zoster, varisela,
Herpes simpleks, variola.
P. Tanda dan Gejala
Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
1) Panas badan meningkat , photo fobi, sakit kepala , muntah-
muntah lethargy , kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi
mengenai meningen.
2) Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku.
Dapat disertai gangguan penglihatan , pendengaran , bicara dan
kejang.


Q. Patofisiologi

Virus


Mengenai Jaringan Perenkim Otak


Encephalitis


TIK Kejaringan Susu Non Sraf Pusat Panas/ Sakit


Muntah-muntah Kerusakan-kerusakan Susunan Rasa Nyaman
Mual


BB Turun Saraf Pusat


Nutrisi Kurang -Gangguan Penglihatan Kejang Sapstik
-Gangguan Bicara
-Gangguan Pendengaran
Resiko Cedera
-Kelemahan Gerak Resiko Contuaktur


-Gangguan Sensorik
Motorik










BAB III
PEMBAHASAN
A. Kejang Demam

1. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien pada klien dengan kejang demanm
menurut (Cecily L.Betz Dan Lindah A.Sowdend,2002)
a. Peningkatan suhu tubuh b.d proses patologis.
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan
suhu tubuh.
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus.
d. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.


B. Intervensi keperawatan
Dx 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses patologis
NOC : Setelah diilakukan tindakan keperawatan 324 jam suhu tubuh normal,
dengan Criteria hasil : TTV stabil, suhu tubuh dalam batas normal
NIC : Manajemen suhu tubuh
a) Guidance
Kaji tanda-tanda vital
R/ mengetahui status kesehatan pasien
b) Support
Bantu pasien dalam beraktifitas
R/ membantu pasien
c) Teaching
Ajarkan keluarga untuk memberikan kompres
R/ menurunkan suhu tubuh
d) Developmen environment
Ciptakan lingkungan bersih dan tenang
R/memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e) Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipyretic

Dx 2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam
kebutuhan cairan klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Menunjukkan adanya keseimbangan cairan seperti output urin adekuat.
Turgor kulit baik.
membrane mukosa mulut lembab
NIC : Manajemen cairan
a) Guidance
Ukur dan catat jumlah muntah yang dikleuarkan, warna,
konsistensi.
R/ : menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan tubuh
b) Support
Berikan cairan sesuai kebutuhan pasien
R/ : memnuhi kebutuhan cairan pasien
c) Teaching
Aujurkan pasien banyak minum air putihR/ : meningkatkan
konsumsi cairan klien
d) Dev.environment
Ciptakan lingkungan yang bersih dan tenang
R/:Memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e) Kolaborasi
Berikan pengobatan seperti obat antimual.
R/ : menurunkan dan menghentikan muntah klien

Dx 3. Tidak Efektinya Bersihan Jalan Nafas b.d Peningkatan Sekresi Mukus
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam diharapkan bersihan
jalan nafas kembali efektif Kriteria hasil:
Pasien dapat bernafas efektif kembali
sekresi mukus berkurang
NIC :Manajemen bersihan jalan nafas
a) Guidance
Kaji pola napas pasien
R/ : untuk mengetahui pola napas pasien.
b) Support
Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
c) Teaching
Ajarkan keluarga pasien untuk memposisikan pasien semi fowler atau high
fowler
R/ : memudahkan pasien dalam proses respirasi
d) developmen environment
Batasi kunjungan dan berikan ketenangan
R/ memberikan kenyamanan dalam beristirahat
e) colaboration
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
Dx. 4.Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam terjadi Peningkatan
status nutrisi
a) guidance
kaji intake dan output nutrisi
R/mengetahui intake dan output nutrisi
b) support
Bantu klien makan.
R/ membantu klien makan.
c) teaching
Ajarkan kepada keluarga pasien untuk menyelingi makan dengan minum
R/ memudahkan makanan untuk masuk.
d) developmen environment
Mengurangi gangguan seperti bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ cara khusus meningkatkan napsu makan.
e) Kolaborasi
kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemenuhan nutrisi pasien


C. Menginitis
1. Diagnosa keperawatana
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi.
b. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
infeksi pada selaput otak.
c. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat.
d. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius.


D. Intervensi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
1. Tujuan 1 :
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
anak
2. Intervensi keperawatan/Rasional:
Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman:
Gunakan posisi miring, bila ditoleransi, karena kaku kuduk
Tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini
seringkali menjadi posisi yang paling tidak nyaman
Berikan analgesik sesuai ketentuan, terutama asetaminofen dengan kodein
3. Hasil yang diharapkan:
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak
minimum
b. Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan
infeksi pada selaput otak.
1. Tujuan:
Tekanan intra karanial (TIK) tetap atau berkurang menuju normal
2. Intervensi keperawatan/rasional:
Kaji tanda vital, GCS (jika dapat dilakukan) dan tanda-tanda dari terjadinya
penurunan kesadaran
Ciptakan dan pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman
Beri posisi head up 3 cm
Ukur lingkar kepala setiap hari
Olaborasi dalam pemberian cairan adekuat
Berikan obat sesuai dengan program; antibiotic, antipiretik, dan
antikonvulsan
Ikut sertakan keluarga dalam perawatan bayi secara aktif
3. Hasil yang diharapkan:
Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama dalam masa perawatan,
dengan kriteria; reaksi pupil terhadap cahaya (+), refleks normal, gerak dan tangis
yang kuat, respirasi spontan, suhu dalam batas normal.
4.
c. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat
1. Tujuan a :
Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
2. Intervensi keperawatan/Rasional:
Bantu praktisi kesehatan mendapat kultur yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan organisme penyebab
Berikan antibiotic, sesuai resep, dan segera setelah diinstruksikan
Pertahankan rute intravena untuk pemberian obat
3. Hasil yang diharapkan:
Anak menunjukkan bukti-bukti penurunan gejala.
2. Tujuan :
Pasien tidak menyebabkan infeksi ke orang lain
e. Intervensi keperawatan/ Rasional:
1) Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat:
a) Tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal terapi
antibiotik
b) Pantau tanda-tanda vital untuk tanda awal proses infeksi
c) Observasi adanya tanda-tanda infeksi khusus pada penyakit anak
2) Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang tepat
3) Berikan vaksinasi yang tepat:
i) Berikan vaksin rutin sesuai usia (mis., vaksin untuk mencegah H. influenzae tipe B
[Hib])
ii) Identifikasi kontak erat dan anak berisiko tinggi yang dapat memperoleh manfaat dari
vaksinasi (mis., vaksinasi meningokokus)
Hasil yang diharapkan:
Orang lain tetp bebas dari infeksi
f. Tujuan 3 :
Pasien tidak mengalami komplikasi
g. Intervensi keperawatan/ Rasional:
1) Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda komplikasi, terutama peningkatan TIK,
syok, dan distres pernapasan, sehingga dapat dilakukan tindakan kedaruratan
2) Pertahankan hirasi optimal sesuai ketentuan
3) Pantau dan catat masukan dan keluaran untuk mengidentifikasi komplikasi seperti
ancaman syok atau peningkatan akumulasi cairan yang berhubungan dengan edema
serebral atau efusi subdural
4) Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar
terang, dan stimulus eksternal lainnya
5) Implementasikan kewaspadaan keamanan yang tepat karena anak sering gelisah dan
kejang
6) Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua karena sekuel neurologis,
termasuk penurunan pendengaran mungkin tidak tampak selama penyakit akut
h. Hasil yang diharapkan:
Anak tidak mengalami komplikasi

4.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit
serius
a. Tujuan :
Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuat
b. Intervensi keperawatan/Rasional:
1) Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk meminimalkan rasa bersalah
dan saling menyalahkan
2) Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka
sudah bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk
meminimalkan rasa bersalah dan saling menyelahkan
3) Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kondisi anak, kemajuan,
prosedur, dan tindakan untuk mengurangi kecemasan
c. Hasil yang diharapkan:
Anak (keluarga) mendapatkan dukungan yang cukup









BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai