Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Training of Trainers Kebanksentralan Khusus Dosen Pengampu OUTLINE Konsep Stabilitas Sistem Keuangan Penilaian Risiko Sistemik Contoh Sumber Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia Perkembangan Terkini Lampiran I II IV 2 III 3 Sistem keuangan adalah kumpulan institusi dan pasar yang mana terdapat interaksi di dalamnya dengan tujuan mobilisasi dana dari surplus unit (pihak yang kelebihan dana) ke defisit unit (pihak yang kekurangan dana), dengan menggunakan instrumen keuangan. Diambil dari: Frederic S. Mishkin The Economics of Money, Banking and Financial Markets KONSEP SSK - Definisi (1/3) Financial imperfections (asymmetric information, market lemons, agency problem, moral hazard, dsb) menyebabkan risk taking behaviour, risiko sistemik (domino effect), dan prosiklisitas intermediasi sistem keuangan Upswing (boom) Downswing (Burst) Procyclicality Desired economic cycle Suku Bunga Vol Kredit Loan Demand Loan Supply Credit Rationing Good Creditor Risk Taking Behaviour Procyclicality Interconnectedness Systemi c Risk Bank A Bank D Bank C Bank B Bad Creditor 1985 2005 4 KONSEP SSK - Definisi (2/3) 5 (Komarkova and Frait, 2011) Stabilitas Sistem Keuangan adalah suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. PBI No.16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial Financial instability occurs when shocks to financial system interfere with information flow so that the financial system can no longer do its job of channeling funds to those with productive investment opportunities (Mishkin, 1999) KONSEP SSK - Definisi (3/3) General framework dalam menjaga SSK Financial Institutions Macro Economic Condition Financial Markets Financial Infrastructures
Macro-prudential Financial Stability Soundness of financial institutions Protection of consumers (individual institution)
Conduct of business Adapted dari Kremers & Schoenmaker, Twin Peaks: Experiences in the Netherlands, 2010 BI OJK Orderly markets and fair treatment of consumers Government Fiscal Policy Increasing growth & employment Increasing Wealth Makroprudensial, Mikroprudensial, Moneter, & Fiskal KONSEP SSK - Peran Otoritas (1/2) 8 KEMENTERIAN KEUANGAN BANK INDONESIA OJK LPS Ketahanan (resilience) Kebijakan fiskal untuk resolusi bank berdampak sistemik Pengaturan dan pengawasan bank sistemik (systemic surveilance) Pengaturan dan pengawasan individual bank, LKBB, pasar modal (individual surveilance) Resolusi bank dan LKBB Intermediasi Kebijakan fiskal untuk mendorong intermediasi Kebijakan makroprudensial (industri dan makro) Kebijakan mikroprudensial (kelembagaan) Kebijakan premi risiko bank Efisiensi Kebijakan fiskal untuk mendorong efisiensi Pengembangan pasar keuangan: Pasar uang antar bank (Rupiah dan valas) Pasar dana dan kredit perbankan Pasar keuangan jangka pendek (CPs, PNs) Pengembangan pasar keuangan: Pasar modal (saham dan obligasi) Pasar keuangan jangka menengah (MTNs)
Kebijakan maksimum suku bunga penjaminan KONSEP SSK - Peran Otoritas (2/2) 9 Source: IMF Survey 2010 Mandat financial stability Mandat macroprudential policy Hasil survey IMF 2010, semakin banyak bank sentral diberi mandat menjaga stabilitas sistem keuangan maupun makroprudensial. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1 9 9 5 1 9 9 6 1 9 9 7 1 9 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5 2 0 0 6 2 0 0 7 2 0 0 8 2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 Bank Sentral Menerbitkan FSR Indonesia KONSEP SSK - Mandat SSK 10 Trend Reformasi Sistem Keuangan Inggris Jerman Perancis USA Irlandia Mengembalikan pengawasan bank dari FSA kepada Bank of England Memperluas kewenangan Bank of England di bidang stabilitas sistem keuangan Memindahkan pengawasan seluruh lembaga keuangan dari BaFin ke BundesBank Memperkuat kewenangan BundesBank Membentuk Prudential Supervisory Authority yang koordinasinya berada dibawah Banque de France FedRes diberikan kewenangan sebagai systemic regulator Mengintegrasikan pengawasan lembaga keuangan kedalam Irish Central Bank Perlu Pengawasan makro & mikro yang terintegrasi Perlu Penguatan Stabilitas Sistem Keuangan Perlu adanya perlindungan kepentingan konsumen KONSEP SSK - Reformasi Sistem Keuangan OUTLINE Konsep Stabilitas Sistem Keuangan Penilaian Risiko Sistemik Contoh Sumber Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia Perkembangan Terkini Lampiran I II IV 11 III 12 Systemic risk is any set of circumstances that threatens the stability of or public confidence in the financial system (Billio, Getmansky, Lo, and Pelizzon, 2010) A risk of financial instability, so widespread that it impairs the functioning of a financial system to the point where economics growth and welfare suffer materially (ECB, 2010) Risiko Sistemik adalah potensi instabilitas sebagai akibat terjadinya gangguan yang menular (contagion) pada sebagian atau seluruh sistem keuangan karena interaksi dari faktor ukuran (size), kompleksitas usaha (complexity), keterkaitan antar institusi dan/atau pasar keuangan (interconnectedness), serta kecenderungan perilaku yang berlebihan dari pelaku atau institusi keuangan untuk mengikuti siklus perekonomian (procyclicality). PBI No.16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial RISIKO SISTEMIK - Definisi (1/10) Beberapa penelitian mendefinisikan risiko sistemik berdasarkan/identik dengan mekanisme tertentu, seperti: 1. Imbalances (Caballero, 2009) 2. Correlated exposures (Acharya, Pedersen, Philippon, and Richardson, 2010) 3. Spillover to the real economy (Group of Ten, 2001) 4. Feedback behavior (Kapadia, Drehmann, Elliott, and Sterne, 2009) 5. Asset bubbles (Rosengren, 2010) 6. Contagion (Moussa, 2011) 7. Negative externalities (FSB, 2009) Indeks Risiko Sistemik Perbankan Risiko Likuiditas, Kredit, Pasar, Operasional, Penularan (contagion risk) Indikator Ketahanan Permodalan Stress Indicators
Bubbles Early warning Indicators FINANCIAL CYCLE Imbalances Indicators RISIKO SISTEMIK 13 Indikator yang dapat digunakan untuk monitoring risiko sistemik. Dalam konsep makropruensial, indikator risiko sistemik mencakup dimensi time series dan cross section. RISIKO SISTEMIK - Indikator (2/10) 14 a. Overview Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP) contoh indikator dimensi cross section b. Indeks Stabilitas Sistem Keuangan contoh indikator dimensi cross section c. Overview Financial Cycle contoh indikator dimensi time series Contoh indikator yang digunakan untuk monitoring risiko sistemik.. RISIKO SISTEMIK - Indikator (3/10) I R S P
I.Risiko Kredit I. Risiko Likuiditas I. Risiko Nilai Tukar I. Risiko SBN I. Risiko Permodalan Indeks Risiko Sistemik Perbankan (IRSP) merupakan indeks komposit yang terdiri dari beberapa sub indeks risiko. IRSP sendiri dapat dibedakan menjadi IRSP DSIB dan IRSP Non-DSIB. Metode penghitungan masing-masing sub indeks adalah sebagai berikut:
Indikator Pengukuran Indeks Risiko Kredit Normalisasi (systemic importance skor X NPL) Indeks Risiko Likuiditas Normalisasi (systemic importance skor X Rasio DPK/AL) Indeks Risiko Nilai Tukar Normalisasi (systemic importance skor X PDN long (absolut) X 1 Bulan Penguatan Kurs) atau Normalisasi (systemic importance skor X PDN short(absolut) X 1 Bulan Pelemahan Kurs) Indeks Risiko Surat Berharga Negara (SBN) Normalisasi (systemic importance skor X (NominalSBN (AFS+Trading) X (100-IDMA)) Indeks Risiko Permodalan Normalisasi (systemic importance skor X (8-CAR))
*Normalisasi dilakukan dengan metode penghitungan z-score **untuk menangkap kontribusi risiko sistemik bank DSIB yang lebih tinggi daripada bank non-DSIB, normalisasi nilai bank DSIB menggunakan standard deviasi kelompok bank DSIB dan rata-rata nilai industri dengan bobot 70%, dan bobot 30% untuk bank non-DSIB Indikator pengukur risiko dari masing-masing sub-indeks tersebut adalah sebagai berikut: IRSP DSIB IRSP Non- DSIB IRSP (DKMP, 2014) RISIKO SISTEMIK - Indikator (4/10) 16 Menggunakan data dari Mei 2002 s.d. Mei 2014, pergerakan IRSP adalah sebagai berikut: Kontribusi risiko sistemik bank DSIB lebih besar daripada bank non DSIB. Pergerakan IRSP mendekati threshold pada tahun 2005 dan tahun 2014 bahkan menembus threshold pada tahun 2008. Posisi overshoot ini sejalan dengan periode-periode krisis di Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa IRSP sudah cukup robust dalam menggambarkan kondisi risiko sistemik di Indonesia. (DKMP, 2014) RISIKO SISTEMIK - Indikator (5/10) 17 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) merupakan indikator dalam bentuk indeks komposit yang merepresentasikan kondisi sistem keuangan secara keseluruhan. ISSK dibentuk dari 2 indeks, yakni Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) dan Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) dengan angka pembobotan masing-masing sebesar 45% dan 55%.
Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Indeks Stabilitas Institusi Keuangan Perbankan Tekanan NPL Delta ((AL- GWM)/TA) CAR ROA Intermediasi Spread suku bunga Kredit dgn DPK Gap LDR Gap Kredit / GDP Efisiensi NIM BOPO Non bank* Tekanan Intermediasi Efisiensi Indeks Stabilitas Pasar Keuangan Tekanan PUAB - BI Rate Volatilitas IHSG Yield Obligasi Negara Volatilitas Nilai Tukar CDS Intermediasi Efisiensi Indikator pembentuk ISSK RISIKO SISTEMIK - Indikator (6/10) 18 Siklus keuangan didefinisikan sebagai interaksi antara persepsi dari harga (value) dan risiko, perilaku terhadap risiko dan kendala pembiayaan (financial constraint), yang diterjemahkan sebagai boom yang diikuti oleh bust (Borio, 2012). Interaksi ini dapat menyebabkan fluktuasi pada perekonomian yang dapat menyebabkan financial distress dan economic dislocation. Ide dari dibangunnya siklus keuangan didasari pada kenyataan bahwa pelaku keuangan memiliki persepsi pada kondisi perekonomian dan iklim investasi, terutama berkaitan dengan perilaku ambil risikonya (risk taking behavior) yang pola perilakunya tidak selalu mengikuti pola siklus bisnis. Perilaku pelaku keuangan ini dipengaruhi oleh ekspektasi terhadap return produk-produk keuangan, persepsi terhadap kondisi perekonomian, serta rezim kebijakan perekonomian dan keuangan. Karakteristik Siklus Keuangan 1. Paling dekat di deskripsikan dengan kredit dan harga properti 2. Memiliki frekuensi yang lebih rendah dibandingkan siklus bisnis tradisional 3. Puncak (peak) dari siklus keuangan erat kaitannya dengan krisis keuangan 4. Dapat membantu untuk mendeteksi risiko tekanan keuangan lebih awal pada real time 5. Panjang dan amplitudo dari siklus keuangan dipengaruhi oleh rezim kebijakan yang berlaku. RISIKO SISTEMIK - Indikator (7/10) 19 Bagaimana memahami siklus keuangan? (Frait, J. and Komarkova, Z, 2011) RISIKO SISTEMIK - Indikator (8/10) 20 (Drehmann, et al, 2012) Siklus keuangan di beberapa negara memberikan indikasi awal terjadinya krisis terutama pada periode 1997/1998 dan 2008/2009. USA crisis crisis crisis crisis crisis crisis crisis UK Japan Australia RISIKO SISTEMIK - Indikator (9/10) Durasi dari siklus keuangan di Indonesia adalah 39 triwulan, atau 2x lebih panjang dari siklus bisnis. Siklus keuangan memberikan indikasi awal kurang lebih 2,5 tahun sebelum krisis terjadi. Ke depan, siklus keuangan akan digunakan sebagai penanda/referensi waktu on/off dari kebijakan countercyclical capital buffer. Siklus keuangan Indonesia . 21 (Yumanita, et al, 2014) RISIKO SISTEMIK - Indikator (10/10) OUTLINE Konsep Stabilitas Sistem Keuangan Penilaian Risiko Sistemik Contoh Sumber Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia Perkembangan Terkini Lampiran I II IV 22 III SUMBER KERENTANAN KEUANGAN DI INDONESIA: Konsentrasi Kredit (1/4) Konsentrasi Kredit Tinggi: 80% Kredit dikuasi < 20% pangsa debitur Average Kredit/Debitur Tinggi: Kredit rata-rata > Rp 94 Miliar/debitur Jumlah debitur: jumlah debitur korporasi yang tercatat pada SID Potensial Risiko 3,361 1,823 1,728 1,416 1,051 862 Total Kredit Total Kredit Korporasi Total Kredit Korporasi Non BPD 80% Pangsa Kredit Korporasi Non BPD 80% Kredit dikuasai < 20% pangsa debitur Konsentrasi Tinggi dan Rata-rata Kredit Tinggi Cakupan Kredit yang di Observasi (Rp T) Sumber: SID dan LBU, April 2014 80% kredit perbankan non-BPD terkonsentrasi pada 26,7% debitur korporasi di masing-masing bank. Sejumlah Rp862 trilun kredit dari 80% konsentrasi kredit tsb merupakan kredit dengan kriteria konsentrasi kredit tinggi dan rata-rata kredit per debitur tinggi 23 Sebagai dampak krisis global akhir 2008, korporasi domestik banyak mengalami penurunan kinerja antara lain tercermin dari ROA dan ROE yg menurun. Dari perhtiungan Altman Z-Score ditemukan 89 korporasi berada pada area berisiko (distress zone) di tahun 2013, meningkat dibanding tahun lalu, namun masih lebih rendah dibandingkan periode krisis 2008-2009. 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 2012 2013 1 Pertanian 5,32% 1,98% 9,71% 3,91% 0,86 1,08 2,16 1,93 1,10 1,07 7,85 6,86 2 Industri Dasar dan Kimia 6,29% 5,88% 13,30% 12,62% 1,14 1,16 1,88 1,86 1,61 1,62 5,41 5,20 3 Industri Barang Konsumsi 11,40% 9,19% 19,57% 16,40% 0,75 0,81 2,33 2,23 2,03 1,79 4,41 4,49 4 Infrastruktur, utilitas dan transportasi 7,86% 4,12% 17,38% 9,24% 1,17 1,30 1,85 1,77 1,09 1,04 75,62 77,59 5 Aneka Industri 8,91% 7,29% 21,03% 16,78% 1,34 1,27 1,75 1,79 1,22 1,18 10,52 8,93 6 Pertambangan 4,77% 0,09% 11,60% 0,23% 1,54 1,76 1,65 1,57 1,60 1,17 14,17 11,76 7 Properti dan Real Estate 5,77% 7,70% 10,94% 15,32% 0,93 1,06 2,07 1,94 2,04 1,78 1,74 2,01 8 Perdagangan, jasa dan investasi 8,21% 5,42% 15,23% 9,98% 0,80 0,86 2,26 2,16 1,65 1,60 8,61 7,48 7,27% 4,94% 15,09% 10,53% 1,09 1,17 1,92 1,86 1,53 1,40 7,21 6,69 Posisi data Tw III-2012 & Tw III-2013 Sumber: Laporan Keuangan Korporasi di Bursa Efek Indonesia, Bloomberg, diolah TA/TL Current Ratio Inventory TO Agregat No. Sektor ROA ROE DER Perkembangan Jumlah korporasi berdasarkan perhitungan Altman Z-Score Dec-07 Dec-08 Mar-09 Dec-09 Dec-10 Dec-11 Dec-12 Dec-13 Safe Zone 75 74 76 93 116 124 153 124 Grey Zone 44 53 47 63 40 37 63 52 Distress Zone 58 94 102 105 56 63 85 89 Jumlah 177 221 225 261 212 224 301 265 Kategori Periode *) *) Beberapa korporasi tidak dapat dihitung nilai Altman Z-Score karena ketidaklengkapan data. Korporasi publik dengan kombinasi sumber pembiayaan lebih dari dua (pasar modal, ULN, dan kredit domestik) memiliki risiko cukup tinggi dan profitabilitas lebih rendah 24 SUMBER KERENTANAN KEUANGAN DI INDONESIA: Risiko Korporasi (2/4) Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga (per Desember) Sumber: Survei Neraca Rumah Tangga, Bank Indonesia. Diolah Pertumbuhan dan NPL Kredit ke Sektor RT Komposisi Kredit Rumah Tangga Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Diolah Sumber: Laporan Bank Umum, Bank Indonesia. Diolah Mayoritas penghasilan bulanan rumah tangga Indonesia digunakan untuk konsumsi, diikuti untuk Tabungan dan pembayaran cicilan pinjaman. Kredit rumah tangga cenderung tumbuh melambat dengan tingkat NPL dan kemampuan pembayaran utang RT masih terjaga pada level aman. Survei Neraca Rumah Tangga menunjukkan rasio cicilan pinjaman (Debt to Income Ratio) sebesar 14,6% masih lebih rendah dibandingkan persyaratan bank bagi calon debitur (maks. 30%). Indikasi peluang perbankan untuk menyalurkan kredit ke rumah tangga. Kemampuan membayar cicilan utang rumah tangga masih terjaga terkait masih cukup tingginya tingkat tabungan. 25 SUMBER KERENTANAN KEUANGAN DI INDONESIA: Risiko Rumah Tangga (3/4) Dari sisi Sistem Pembyaran dapat diidentifikasi bank dengan Interconnectedness tinggi sehingga diwaspadai sebagai bank dengan risiko sisitemik tinggi. Bank BUKU 4 merupakan kelompok bank dengan counterparty terbanyak Keterangan: Merah = jumlah counterparty terbanyak pertama Ungu = jumlah counterparty terbanyak kedua Biru = jumlah counterparty terbanyak ketiga Hijaua= jumlah counterparty terbanyak keempat A B C D E F G H I J 26 SUMBER KERENTANAN KEUANGAN DI INDONESIA: Risiko Sistem Pembayaran (4/4) OUTLINE Konsep Stabilitas Sistem Keuangan Penilaian Risiko Sistemik Contoh Sumber Kerentanan Sistem Keuangan Indonesia Perkembangan SSK Terkini Lampiran I II IV 27 III ISSK pada Agustus 2014 menunjukkan Stabilitas Sistem Keuangan berada pada kondisi normal dan stabil. 28 PERKEMBANGAN SSK Indeks SSK (1/2) Sementara itu, perbankan secara institusional berada di kondisi normal ditunjukkan oleh seluruh indikator cerminan ketahahan, intermdiasi dan efisiensi perbankan yang relatif stabil. ISPK September 2014 berada di kondisi normal ditunjukkan oleh yield obligasi, volatilitas IHSG, liquidity risk , dan CDS yang relatif stabil Indeks Stabilitas Institusi Keuangan (ISIK) Indeks Stabilitas Pasar Keuangan (ISPK) 29 PERKEMBANGAN SSK Indeks SSK (2/2) INTERMEDIASI PERBANKAN KREDIT 30 Pertumbuhan kredit semakin melambat sejalan dengan perlambatan ekonomi dan risiko kredit, sementara pertumbuhan DPK mulai membaik. Kredit dan DPK (yoy %) INTERMEDIASI PERBANKAN - DPK Perkembangan Pertumbuhan DPK Pola Delta Nominal DPK (ytd) Rp T Pertumbuhan DPK diperkirakan akan semakin meningkat seiring dgn ekspansi keuangan pemerintah yg cenderung tinggi di Q3 dan Q4. Trend Pertumbuhan DPK (yoy) per BUKU 31 Pola Pertumbuhan DPK (yoy) 31 Secara umum, CAR perbankan tetap terjaga dan masih relatif tinggi. Sejak periode monetar ketat (Juni 2013), CAR perbankan masih stabil Perkembangan CAR Perbankan Pola Tahunan CAR Perbankan 32 Perkembangan CAR Perbankan Berdasarkan BUKU KETAHANAN PERMODALAN : PERKEMBANGAN CAR EFISIENSI PERBANKAN NIM dan ROA relatif tidak berubah.. 33 ROA BOPO Grafik BOPO BOPO, NIM dan ROA 34 RISIKO PASAR KEUANGAN Risiko pasar hingga September 2014 masih cukup terjaga walaupun pasar saham dan SBN melemah. Pelemahan seiring dengan pelemahan pasar keuangan regional dan dipengaruhi sentimen negatif politik domestik menjelang akhir September. Pasar Saham Pasar SBN IHSG menguat tipis 0,01% menjadi 5137,58 pada akhir September 2014. Aksi jual investor asing cukup besar Rp7,4T sehinga inflow di pasar saham selama 2014 menjadi Rp49,04 T. Yield SBN mengalami peningkatan untuk tenor pendek (2.89%), menengah (2.68%) dan panjang (2.78%) dibandingkan Agustus 2014. Kepemilikan investor asing meningkat 3% dari bulan sebelumnya. Reksadana Risiko pasar reksadana terjaga walaupun pertumbuhan reksadana melambat. 35 36 No. Aspek Analisis Indikator/ Analisis 1 Likuiditas Rasio AL/NCD ( Agregat, per Buku) Proyeksi AL/NCD berdasarkan Rencana Binis Bank (RBB) Liquid Asset/ Deposits ratio Posisi OPT dan AL-GWM Sumber likuiditas Capital flow asing Bank dengan alat likuid terbatas Komposisi dana mahal kelompok BUKU Pertumbungan DPK Loan to Deposit Ratio Suku bunga deposito Dampak kenaikan SBI terhadap biaya dana bank Penempatan DPK Pemda 2 Intermediasi Pertumbuhan DPK Pertumbuhan kredit (per BUKU, sektor ekonomi, individual) Index Lending Standard Dampak dari suku bunga terhadap DPK Intermediasi Institusi Keuangan Non Bank 3 Keuntungan dan Efisiensi DuPont Analysis : ROA, ROE, Komponen Pendapatan, dan Komponen Pengeluaran 4 Ketahanan CAR (individual, aggregate dan per BUKU) Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Komponen pembentuk modal (modal disetor, dan laba) Rasio solvabilitas (z-score, Earning Asset, ROA) INDIKATOR SSK (1/2) Beberapa contoh indikator yang digunakan dalam analisis bahan Rapat Dewan Gubernur 37 No. Aspek Analisis Indikator/ Analisis 5 Risiko Keterkaitan Antarbank Konsentrasi eksposur keterkaitan DSIB Eksposur kompleksitas pada DSIB Pangsa keterkaitan terhadap total aset Pangsa kompleksitas terhadap total aset Matrix interbank Interbank Network Analysis Dampak contagion bank dengan alat liquid terbatas Dampak contagion bank yang default dan iliquid 6 Risiko Kredit Rasio NPL (agregat, per BUKU, sektoral, UMKM, KUR, individual) Rasio NPL + DPK Pertumbuhan kredit per kolektibilitas Kredit dan NPL Restrukturisasi 7 Risiko Pasar Perkembangan dan volatilitas (IHSG) Relative Strength Index of IHSG Net jual beli asing bulanan Perkembangan bursa saham regional Pergerakan yield SBN per tenor Kepemilikan SBN Asing VaR SUN Perkembangan yield regional Risiko obligasi korporasi (perubahan rating, kupon, dll) Dampak tappering off the FED ke pasar SBN (Perkembangan yield GB fragile 5, perubahan yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun, perkembangan saham fragile 5, perubahan harga saham) Dampak perubahan harga SBN terhadap likuiditas perbankan 8 Procyclicality Procyclicality pertumbuhan kredit (agregat and sektoral) Konsentrasi kredit sektoral ((Herfindhal-Hirschman Index) INDIKATOR SSK (2/2) Fungsi bank sentral sebagai LLR dilakukan dalam bentuk penyediaan fasilitas pembiayaan bank sentral kepada bank yang mengalami kesulitan likuiditas, baik dalam kondisi normal maupun dengan tujuan untuk mencegah dan menangani krisis. LLR untuk kondisi normal hanya diberikan kepada bank yang illikuid tetapi solven yang memiliki agunan likuid dan bernilai tinggi. Sedangkan LLR dalam bentuk Fasilitas Pembiayaan Darurat (FPD) untuk pencegahan dan penanganan krisis mempertimbangkan potensi dampak sistemik. Dasar Hukum pemberian LLR oleh Bank Indonesia: Undang-undang No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan : (1) UU No 3 Tahun 2004 dan (2) UU No. 6 Tahun 2009. Namun khusus untuk FPD perlu diatur di dalam UU tersendiri sebagaimana diamanatkan oleh pasal 11 ayat 5 UU BI: ketentuan dan tatacara pengambilan keputusan mengenai kesulitan keuangan bank yang berdampak sistemik, pemberian fasilitas pembiayaan darurat, dan sumber pendanaan yang berasal dari APBN diatur dalam UU tersendiri. Mengingat saat ini RUU JPSK belum disahkan oleh DPR, dan Perpu No.2/2008 dinyatakan tidak berlaku, maka saat ini dasar hukum utk pemberian FPD menjadi lemah. FUNGSI LENDER OF THE LAST RESORT (LLR) 38 FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) FPJP merupakan fasilitas pendanaan dari BI kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh bank. Kesulitan pendaan jangka pendek adalah keadaan yang dialami bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar sehingga bank tidak dapat memenuhi giro wajib minimum (GWM) primer. FPJP hanya diberikan kepada bank yang tidak likuid tetapi solvent, dan dijamin bank peminjam dengan agunan yang berkualitas tinggi. Jangka waktu FPJP 14 hari, dan dapat diperpanjang secara berturut-turut, paling lama 90 hari. Mengingat saat ini kewenangan fungsi pengawasan bank telah beralih ke OJK, maka untuk persetujuan pemberian FPJP kepada bank tertentu Bank Indonesia memerlukan rekomendasi dari OJK yang lebih mengetahui kondisi & kinerja bank karena OJK yang mengikuti & mengawasai perkembangan individu bank secara terus menerus.
39 FPJP BAGI BANK UMUM Dasar Hukum pemberian FPJP bagi bank umum PBI No. 14/16/PBI/2012 tgl 23 November 2012 SE No. 15/11/DPNP tgl 8 April 2013 SE No. 15/80/INTERN tgl 12 Desember 2013 tentang Petunjuk pelaksanan pemberian FPJP (pasca SOLA) Syarat permohonan FPJP 1. Memiliki rasio KPMM paling rendah 8% dan memenuhi modal sesuai dengan profil risiko bank 2. Mengajukan plafon FPJP berdasarkan perkiraan jumlah kebutuhan likuiditas sampai dengan bank memenuhi GWM sesuai ketentuan yg berlaku 3. Pencairan FPJP dilakukan sebesar kebutuhan bank untuk memenuhi kewajiban GWM 4. Dijamin oleh bank dengan agunan yang berkualitas tinggi (surat berharga, aset kredit). Surat berharga dapat berupa SBI, SBIS, SBN, Surat berharga lain (memiliki investment grade, aktif diperdagangkan, sisa maturity 90 hari) 40 Protokol Manajemen Krisis (PMK) 41 PMK diperlukan sebagai pedoman yang terintegrasi dalam melaksanakan langkah-langkah pecegahan dan/atau penanganan krisis baik di tingkat nasional maupun internal Bank Indonesia. Di tingkat nasional, PMK diatur dalam Nota Kesepahaman FKSSK tanggal 3 Desember 2012 tentang Koordinasi dalam Rangka Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan. Di Bank Indonesia, PMK diatur dalam PDG BI No. 14/1/PDG/2012 tanggal 11 Januari 2012 tentang Protokol Manajemen Krisis
PMK Bank Indonesia 42
1. Sebagai pedoman yang jelas, terintegrasi dan berkelanjutan dalam melaksanakan langkah- langkah pecegahan dan/atau penanganan krisis sesuai dengan tugas dan kewenangan BI dalam rangka memelihara kestabilan moneter, kestabilan sistem perbankan dan kelancaran sistem pembayaran. 2. Sebagai landasan hukum dalam pengambilan keputusan serta pelaksanaan tindakan yang dilakukan dalam rangka pencegahan dan/ atau penanganan krisis.
A. Tata kelola Pencegahan dan/ atau penanganan krisis dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan yang transparan dan terstruktur dengan kejelasan akuntabilitas B. Pengutamaan pencegahan dan percepatan penanganan krisis i. Kebijakan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis dapat berbeda dengan kebijakan dalam kondisi normal ii. Mekanisme pengambilan keputusan dalam kondisi krisis dapat dipercepat C. Koordinasi i. PMK BI merupakan bagian yang terintegrasi pada PMK Nasional; ii. PMK BI mengatur kegiatan dan kebijakan BI berdasarkan UU dan memayungi koordinasi kebijakan (tindakan bersama) dgn Pemerintah dan/atau institusi lainnya agar bersinergi dalam pencegahan dan/atau penanganan krisis D. Komunikasi Komunikasi merupakan strategi yang tidak terpisahkan dari upaya meningkatkan efektivitas pencegahan atau penanganan krisis TUJUAN PRINSIP DASAR PMK Bank Indonesia 43 Proses Pengambilan Keputusan Status Respon kebijakan Koordinasi Komunikasi
Koordinasi BI-Wide Surveillance
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Produk Surveillance : 1. Indikator kuantitatif, kualitatatif dan informasi 2. Analisis disertai indikasi tingkat tekanan DKEM KOORDINASI (FKSSK) FKSSK : Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan KKM : Komite Kebijakan Moneter KSSK : Komite Stabilitas Sistem Keuangan Makroekonomi SSK Normal Siaga Waspada Ditengarai Krisis Rapat KKM & KSSK