Anda di halaman 1dari 5

Kulit dan Luka Bakar

Kulit merupakan organ besar yang terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan jaringan
subkutan. Kulit berfungsi sebagai pelindung tubuh, mencegah masuknya mikroba
(bakteri,virus,jamur), dan menjaga cairan tubuh. Lapisan terluar kulit adalah stratum korneum
atau lapisan tanduk yang terdiri dari sel-sel padat dan mati. Sel mati mengandung keratin, yaitu
protein fibrosa tidak larut yang membentuk barier terluar kulit. Keratin berfungsi untuk mengusir
patogen dan mencegah kehilangan cairan tubuh (Effendy, 1999).
Menurut Mutschler ( 1991 ), luka bakar adalah kerusakan jaringan yang timbul akibat
kerja suhu yang tinggi. Derajat dan besarnya kerusakan akibat panas ini tergantung kepada
besarnya suhu dan lamanya kontak. Akibat terbakar ini dapat dibagi 4 stadium :
- Pada luka bakar tahap II, terutama terjadi pembentukan bulla. Akibat kerja panas ini, sel
akan rusak dan musnah dan pada saat ini akan dibebaskan mediator radang. Senyawa-
senyawa ini kan memperbesar permeabilitas pembuluh dan akan mendorong keluarnya
plasma ke jaringan. Jika plasma yang keluar ini melampaui tekanan tertentu, maka
jembatan protoplasma antara masing-masing sel epidermis akan terkoyak, dan akan
terjadi bulla.
Karena pada luka bakar stadium I dan II, stratum genninativum tetap utuh, maka kulit
tetap dapat beregenerasi dan dapat terjadi penyembuhan tanpa pembentukan parut.
- Luka bakar tahap III, akan menyebabkan kerusakan permanen pada epitel dan
kelengkapan kulit lainnya. Akibat suhu yang amat tinggi tersebut, terjadi denaturasi
protein dan nekrosis sampai lapisan korium, subkutis atau bahkan lebih dalam lagi.
- Luka bakar tahap IV, terjadi jika telah terjadi pengarangan. Di sini, jaringan tidak hanya
berkoagulasi tetapi akibat kerja panas yang hebat jaringan akan hitam mengarang.



















Gambar.4 Klasifikasi luka bakar

Salep dan Mekanisme Absorpsi Obat Melalui Kulit

Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat
II dangkal
Luka bakar derajat
III
Luka bakar
derajat II dalam
Obat yang umum digunakan untuk luka luar adalah salep, krim dan gel. Salep adalah
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir. Salep
memiliki keuntungan tersendiri, seperti proses produksi yang lebih sederhana dan murah
(Earle,1968). Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak
kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakain luar (Anief, 1988). Sedangkan gel adalah
dirumuskan sebagai system dispersi, yang minimal terdiri dari dua fase sebuah fase padat dan
sebuah fase cair (gel liofil) atau terdiri dari sebuah fase padat dan fase berbentuuk gas ( gel
kserofil) (Noerono, 1994).
Salep yang merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang
cocok (Anief, 1988). Salep terbuat dari dasar salep, yang dapat berupa suatu sistem sederhana
(misalnya vaselin) atau dari komposisi yang lebih kompleks (misalnya system yang mengandung
emulgator), dan bersama dengan bahan aktif atau kombinasi bahan aktif (Voigt, 1994).
Menurut Anief ( 1998 ), aturan umum cara pembuatan salep adalah :
1. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan pemanasan rendah.
2. Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuta dan diayak dengan
derajat ayakan no.100.
3. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu mendukung atau
menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah ini ditambahkan
bagian dasar salep yang lain.
4. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk sampai
dingin.
Salep harus homogen dan ditentukan dengan cara salep dioleskan pada sekeping kaca
atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek
terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Absorpsi perkutan didefinisikan
sebagai absorpsi absorpsi menembus stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut menembus
lapisan dibawahnya dan akhirnya masuk ke sirkulasi darah. Kulit merupakan perintang yang
efektif terhadap penetrasi perkutan obat (Lachman et al., 1994).
Prinsip absorpsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses di mana suatu
substansi bergerak dari daerah suatu system ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradient
diikuti bergeraknya molekul (Anief, 1997). Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses
trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan
konsentrasi obat pada kedua sisi membrane sel (Shargel and Yu, 2005). Ditambahkan pula oleh
Martin et al. (1993), bahwa difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koevisien
difusi, viskositas dan ketebalan membran.


Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka pada jaringan yang rusak menurut Syamsuhidayat dan Jong
(1997), dapat dibagi dalam tiga fase :
1). Fase inflamasi
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Pembuluh darah yang
terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan dan tubuh akan menghentikanya dengan
vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh darah yang terputus dan reaksi hemostatis.
2). Fase poliferasi
Disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses poliferasi fibroblast. Fase ini
berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase ini poliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasias
dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang
disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi
permukaan luka, tempatnya diisi sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang
lebih rendah atau datar. Proses fibroplasias akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
3). Fase penyudahan
Fase penyudahan disebut fase maturasi. Pada fase ini terjadi proses pematangan yang
terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan karena gaya gravitasi dan
berakhir dengan adanya jaringan yang baru terbentuk. Fase ini berakhir bila semua tanda radang
sudah hilang. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan mudah
digerakkan dari dasar. Pada akhir fase, adanya luka kulit mampu menahan regangan 80% dari
kulit normal. Fase ini berlangsung 3-6 bulan.


J. RANCANGAN BIAYA

No Kebutuhan Unit Harga Satuan Biaya
I Alat dan Bahan
1 Tikus (Ratus
Novergicus)
25 ekor Rp 40.000,00 Rp 1.000.000,00
2 Makanan Tikus 3 bulan Rp 100.000,00 Rp 225.000,00
3 Straw Sapi 10 buah Rp 50.000,00 Rp 500.000,00
4 Paraformaldehid 4% 1 unit Rp 10.000,00 Rp 10.000,00
5 Alkohol 1 liter Rp 70.000,00 Rp 70.000,00
6 Akuades 5 liter Rp 10.000,00 Rp 50.000,00
7 1 unit Rp 10.000,00 Rp 10.000,00
8 1 unit Rp 200.000,00 Rp 200.000,00
9 1 unit Rp 250.000,00 Rp 250.000,00
10 Objek glass 1 box Rp 40.000,00 Rp 40.000,00
11 Cover glass 1 box Rp 40.000,00 Rp 40.000,00
12 1 unit Rp 150.000,00 Rp 150.000,00
13 Tissue Lensa
Mikroskop
20 lembar

Rp 2.000,00 Rp 40.000,00
14 Tissue 1 rol Rp 10.000,00 Rp 10.000,00
15 Minyak Emersi 5 ml Rp 20.000,00 Rp 100.000,00
16 Kertas Label 2 lembar Rp 5.000,00 Rp 10.000,00
18 Fel lab 1 unit Rp 500.000,00 Rp 500.000,00
II Lain-lain
19 1 unit Rp 50.000,00 Rp 50.000,00
20 Pengurusan sertifikat
Laik Etik KEP-UB
Rp 50.000,00
21 Transportasi lokal Rp 50.000,00
23 Fotokopi dan Jilid Rp 70.000,00
24 Kertas 1 rim Rp 35.000,00 Rp 35.000,00
25 Tinta 1 box Rp 35.000,00 Rp 35.000,00
26 Dokumentasi Rp 70.000,00
III Total Rp 6.500.000,00

Anda mungkin juga menyukai